• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN LKS KONSTRUKTIVISME DAN KONVENSIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN LKS KONSTRUKTIVISME DAN KONVENSIONAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA DENGAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN LKS KONSTRUKTIVISME DAN KONVENSIONAL

HaryaniI, YennitaII, Fakhruddin ZIII Email : haryani901@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research to determine the average difference and increase students’ motivation to learn physics in the class by using Constructivism Student Worksheet and the class that using Conventional Student Worksheet on the subject matter of static fluid in class XI Science SMAN 8 Pekanbaru. This research was conducted with the design using two groups: experimental classes and control classes. The instruments used in the data collection was a questionnaire consisting of ARCS motivation indicators attention, relevance, and satisfaction confidance. Data were analyzed students' motivation to learn physics can be of analysis descriptive and inferensial. From the descriptive analysis of students motivation to learn physics that uses Constructivism Student Worksheet is lower than class that using Conventional Student Worksheet. Inferential analysis of the data using SPSS version 16 with Independent Samples T-Test was obtained significance 0.518, tcount = 2,225 while ttable = 2,024. Based on the criteria for testing the value of t is tcount > ttable or 2,225 < 2,024. So that there is a significant difference in students' motivation which they learning physics using Constructivism Student Worksheet with Conventional Student Worksheet level of 95%.

Keyword: Motivation to Learn Physics, Constructivism Student Worksheet,

Conventional Student Worksheet.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan peningkatan motivasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 8 Pekanbaru di kelas yang pembelajarannya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Kontruktivisme dengan kelas yang pembelajarannya menggunakan LKS Konvensional pada materi fluida statis. Penelitian ini dilakukan menggunakan dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah angket motivasi ARCS yang terdiri atas indikator

Attention, Relevance, Confidance dan Satisfaction. Data motivasi belajar fisika

siswa dianalisis melalui analisis deskriptif dan analisis inferensial. Dari analisis deskriptif diperoleh motivasi belajar fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan LKS Kontruktivisme lebih rendah dibandingkan yang menggunakan LKS Konvensional. Dari analisis inferensial menggunakan program

I Mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Riau

II Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau

(2)

2 SPSS 16 melalui Independent Sample T Test diperoleh signifikansi 0,518, thitung = 2,225 sedangkan ttabel = 2,024. Berdasarkan kriteria pengujian terhadap nilai t yaitu jika thitung > ttabel atau 2,225>2,024 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan LKS Kontruktivisme dengan pembelajaran yang menggunakan LKS Konvensional pada taraf kepercayaan 95%.

Kata kunci : Motivasi Belajar Fisika, LKS Konstruktivisme, LKS Konvensional. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan sehingga disadari bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang sangat fundamental bagi setiap individu. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja, terutama dalam memasuki era persaingan yang semakin ketat, tajam, dan berat pada abad millenium ini (Rivai, 2009).

Pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai, dan budaya peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, membangun massa depan bangsa (Nandika, 2007).

Mata pelajaran fisika merupakan salah satu cabang IPA yang dipandang penting untuk diberikan di sekolah karena bertujuan sebagai sarana memupuk sikap ilmiah dan mengembangkan kemampuan bernalar peserta didik untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam serta menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Irianti, 2006).

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru hendaknya mengerti bahwa titik permulaan yang harus dia lakukan adalah dengan membangkitkan motivasi belajar siswa, karena menurut Kunandar (2009) motivasi merupakan energi pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi tersebut membawa kepada senangnya siswa terhadap pelajaran dan meningkatnya semangat siswa dalam menerima pelajaran. Oleh karena itu siswa hendaknya diberi kesempatan untuk bekerja tanpa adanya rasa takut dan tertekan yang nantinya merupakan modal dasar bagi siswa tersebut untuk mampu menguasai pelajaran khususnya pelajaran fisika.

Uno (2008) mengemukakan bahwa motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai maksud tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar serta harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa di kelas XI IPA SMA Negeri 8 Pekanbaru, diketahui bahwa sebagian dari mereka ingin pindah ke jurusan sosial dikarenakan mereka tidak menyukai mata pelajaran

(3)

3

sains, termasuk pelajaran fisika. Dalam pembelajaran ini, hanya sebagian siswa

yang bisa menerima materi yang disampaikan dengan baik, sementara yang lain masih belum disebabkan siswa masih bersifat pasif.

Saat ini masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah dalam kegiatan belajar mengajar dengan sistem pembelajaran yang terpusat pada guru. Padahal, sekarang bukan saatnya siswa hanya menerima informasi dari guru tetapi siswa harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menggali dan menemukan sendiri fakta-fakta dan bukti-bukti sehingga siswa lebih paham tentang apa yang sedang mereka pelajari (Poniman, 2008).

Masalah-masalah diatas jika dibiarkan akan berlanjut pada aktivitas dan hasil belajar fisika siswa. Untuk mengatasinya, perlu diterapkan pembaharuan dalam pengajaran fisika. Salah satu cara untuk mengaktifkan siswa adalah dengan menerapkan pendekatan laboratori dan pendekatan konstruktivis. Pendekatan laboratori dalam pengajaran mengemukakan bahwa pendidikan harus berlangsung dengan cara berbuat (doing) sebagai pengganti kata-kata. Hal ini juga didukung oleh Sardiman (2011) yang menyatakan belajar itu pada prinsipnya adalah berbuat. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Dalam pembelajaran, pendekatan laboratori lebih dikenal dengan istilah praktikum atau eksperimen.

Larochelle (1998) mengatakan bahwa pengetahuan itu pasti berasal dari pengalaman, pengalaman berdampak bagi kelangsungan dan tujuan hidup yang akan dicapai dengan mengerahkan sejumlah enerti energi. Seorang guru juga memerlukan suatu pendekatan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, menuntun siswa mampu membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Pendekatan yang sesuai dengan konsep ini adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari (Sardiman, 2011).

Namun, eksperimen yang selama ini diterapkan di sekolah sebenarnya bukanlah eksperimen. Karena subjek belajar hanya melakukan langkah-langkah yang telah ditetapkan untuk akhirnya sampai pada kesimpulan yang diharapkan. LKS yang diberikan kepada siswa memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa (Irianti, 2009).

Menurut Irianti (2009), LKS dapat merubah siswa sentris dan dapat membantu guru mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru (Kunandar, 2009). Oleh karena itu, LKS yang selama ini digunakan siswa dalam eksperimen dikenal dengan dengan LKS Konvensional. LKS Konvensional harus disesuaikan dengan tujuan sistem pendidikan nasional untuk menciptakan manusia yang berilmu, kreatif, dan mandiri. Siswa harus dibiasakan berpikir kritis dan mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalaman yang didapatkan. Untuk itu dibutuhkan sebuah media pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa kepada tujuan yang diharapkan, yaitu sebuah LKS yang

(4)

4 dibuat dengan pendekatan Konstruktivisme dan dikenal dengan LKS Konstruktivisme.

LKS Konstruktivisme menjadikan siswa bekerja selayaknya seorang saintis yang yang terbiasa dengan kegiatan penemuan. Jika proses belajar mengajar dengan pendekatan penemuan tersebut dijalankan dengan benar secara terus menerus, maka diharapkan munculnya penemuan-penemuan baru yang akan bermanfaat bagi umat manusia maupun pengembangan ilmu fisika pada masa selanjutnya. Pembelajaran menggunakan LKS Konstruktivisme ini mampu menggantikan sistem belajar dengan meniru dan menghapal yang selama ini siswa lakukan. Sistem pendidikan berdasarkan hapalan seperti yang sering terjadi dilapangan, akan menghasilkan anak didik menjadi pelayan dan budak, siap pakai dalam arti siap untuk disuruh. Oleh karena itu orientasi pendidikan fisika hendaknya diarahkan pada pembentukan manusia eksplorator, kreatif, dan integral (Prabowo, 1999)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Motivasi Belajar Fisika Siswa Dengan Penerapan Pembelajaran Menggunakan LKS Konstruktivisme dan Konvensional”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Experiment. Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa “Quasi Experiment merupakan desain yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen”.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan Desain Kelompok Kontrol Non-Ekuvalen (Hadjar, 1999). Dalam desain ini, peneliti memilih kelompok subyek yang sudah ada, dan kelompok ini dibentuk bukan untuk tujuan penelitian.

Tabel 1. Rancangan Desain Kelompok Kontrol Non-Ekuvalen Kelompok Pretes Perlakuan Postes Eksperimen Kontrol O1 O3 X - O2 O4 Dimana :

X = Perlakuan dengan penerapan pembelajaran menggunakan LKS Konstruktivisme.

- = Perlakuan penerapan pembelajaran menggunakan LKS Konvensional. O1 = Skor angket motivasi awal kelompok eksperimen.

O2 = Skor angket motivasi akhir kelompok eksperimen. O3 = Skor angket motivasi awal kelompok kontrol. O4 = Skor angket motivasi akhir kelompok kontrol.

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini digunakan angket motivasi belajar dengan model motivasi ARCS (dikembangkan oleh keller, 1987 dalam Suprijono (2010)). Motivasi belajar siswa pada ARCS terdiri dari 4 indikator, yaitu Attention (Perhatian), Relevance (Relevansi), Confidende (Percaya Diri), Satisfaction (Kepuasan). Angket tersebut telah disediakan oleh

(5)

5 peneliti. Selanjutnya butir-butir pernyataan tersebut dimodifikasi dengan cara identifikasi butir pernyataan instrumen motivasi belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan LKS Konstruktivis dan LKS Konvensional.

Data yang diperoleh dari angket merupakan data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Disamping data primer juga diperlukan data sekunder yaitu dari nilai ulangan harian pada bab kalor seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 8 Pekanbaru tahun pelajaran 2012/2013. Data sekunder diperlukan untuk uji homogenitas dan uji normalitas guna pengambilan sampel. Data tentang motivasi belajar ini akan dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis inferensial.

Analisis deskriptif dilakukan untuk meninjau kondisi motivasi belajar siswa baik sebelum maupun sesudah pembelajaran pada kelas kontrol dan eksperimen. Pemberian skor motivasi belajar disusun berdasarkan skala likert yang terdiri dari empat kategori, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Analisis inferensial adalah analisis yang hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel itu diambil. Pada analisis inferensial, teknik analisa yang digunakan adalah tes t. Sebelum dilakukan tes t dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians untuk memilih sampel yang akan diteliti.Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas yang dilakukan, ditetapkan kelas XI IPA3 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA5 sebagai kelas eksperimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Deskriptif Motivasi Siswa Belajar Fisika

Secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil postes kelas yang menggunakan LKS Konstruktivisme dengan yang menggunakan LKS Konvensional seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Motivasi Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

No Indikator Eksperimen (Menggunakan LKS Konstruktivisme) Kontrol (Menggunakan LKS Konvensional) Perbedaan Nilai Kategori Nilai Kategori

1 Perhatian 2,88 Tinggi 3,04 Tinggi 0,16 2 Relevansi 3,09 Tinggi 3,33 Sangat

Tinggi 0,24 3 Percaya diri 2,66 Tinggi 2,85 Tinggi 0,19

4 Kepuasan 2,98 Tinggi 3,14 Tinggi 0,16

Nilai rata-rata 2,90 Tinggi 3,09 Tinggi 0.19 Dari Tabel 2 diperoleh informasi bahwa motivasi kelas yang menggunakan LKS Konstruktivisme lebih rendah daripada kelas yang menggunakan LKS Konvensional disetiap indikator. Rendahnya nilai rata-rata indikator perhatian postes kelas eksperimen disebabkan pada diri siswa kelas eksperimen siswa terkadang merasa frustasi ketika konflik pada diri mereka

(6)

6 tidak dapat dipecahkan. Seperti yang diungkapkan oleh Gagne dan Berliner (1975), rasa ingin tahu siswa dapat dirangsang dengan beberapa cara seperti sesuatu yang mencengangkan, mengherankan, membingungkan dan sesuatu yang kontradiktif. Hal yang demikian dapat menimbulkan konflik pada diri siswa. Dengan adanya konflik maka akan memunculkan motivasi untuk menghilangkan konflik tersebut. Namun, apabila konflik tersebut tidak dapat dipecahkan, siswa bisa menjadi frustasi, akibatnya cara ini gagal diterapkan (Wena, 2010).

Frustasi yang muncul disebabkan siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Selama ini siswa belajar dengan menerapkan pembelajaran yang menggunakan LKS Konvensional. Siswa bersifat pasif, meniru dan melakukan instruksi yang telah diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide (Kunandar, 2009).

Menyesuaikan diri itu bukan soal mudah, sebab menyesuaikan diri berarti berani menghadapi bermacam-macam situasi yang penuh dengan frustasi dan ketegangan-ketegangan (Masytah, 2013). LKS Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan keaktifan berfikir siswa. Bagi siswa yang belum terbiasa aktif, tentunya mereka akan canggung, putus asa, cemas, bosan, bingung, dan menimbulkan frustasi sehingga perhatian siswa terhadap pelajaran akan hilang.

Nilai rata-rata indikator relevansi postes pada kelas eksperimen lebih rendah disebabkan penggunaan LKS Konstruktivisme belum sesuai dengan karakteristik siswa kelas XI IPA SMA Negeri 8 Pekanbaru. Karakteristik mereka yang terbiasa pasif dalam pembelajaran harus berubah menjadi aktif sesuai tuntutan pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme. Menurut Good dan Broophy (1991), strategi pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik isi pembelajaran dan karakteristik siswa (Kunandar, 2009).

Rendahnya rata-rata motivasi indikator percaya diri postes kelas eksperimen disebabkan sebagian siswa kesulitan mengkonstruksi pengetahuannya sehingga akan menimbulkan penilaian negatif terhadap dirinya sendiri dan memunculkan sejumlah reaksi yang menyertainya (Ardhana dalam Wena, 2010). Hal ini akan mempengaruhi motivasi, pengharapan serta prestasi yang akan diraihnya dimasa yang akan datang. Athyah (Rohani, 2004) menegaskan bahwa sekiranya pelajaran-pelajaran yang diberikan kepada peserta didik dirasa sukar dipahami oleh mereka, akibatnya akan hilang kepercayaan kepada diri sendiri karena mereka tidak memperoleh santapan jiwa yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemajuan akalnya.

Begitu juga pada indikator kepuasan, siswa yang pembelajarannya menggunakan LKS Konstruktivisme merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Mereka harus lebih aktif berpikir, memberi makna setiap pengalaman yang mereka lalui. Siswa akan merasa puas dan terus termotivasi

(7)

7 dalam setiap menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran jika setiap tugas pembelajaran yang dihadapi sesuai dengan kemampuannya (Wena, 2010).

Siswa pada kelas yang menggunakan LKS Konstruktivisme merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas pembelajaran yang diberikan dikarenakan mereka harus merancang sendiri, menemukan sendiri tanpa diberikan prosedur seperti yang selama ini mereka lakukan. Mereka belum terbiasa dengan pembelajaran yang menuntut mereka menjadi siswa yang aktif. Kesulitan yang mereka rasakan terkadang tidak dapat mereka atasi, sebagian siswa masih mempertahankan sifat pebelajar yang pasif. Akhirnya mereka jenuh, lelah, putus asa dan tidak puas terhadap hasil pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme yang sedang mereka lalui.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Matthews (1998) pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme mengalami kesulitan dalam menyampaikan konsep dan teori dasar dalam pembelajaran karena pengetahuan tidak bisa langsung disampaikan dan menjadi masalah konstruksi pribadi. Namun, pengetahuan yang sebenarnya adalah kemampuan dalam mengartikan pengalaman yang telah terjadi dari perspektif yang telah ada pada diri seseorang (Larochelle, 1998). Kemampuan membangun pemahaman sendiri tentang dunia sekitar mereka dengan mengumpulkan informasi dan mengaitkannya dengan pengalaman sebelumnya (Pritchard, 2010).

2. Analisis Inferensial Motivasi Belajar Fisika Siswa

Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas yang dilakukan menggunakan program SPSS 16 didapatkan bahwa data pretes dan postes siswa pada kelas yang menggunakan LKS Konstruktivisme dan LKS Konvensional terdistribusi normal dan homogen. Untuk memutuskan hipotesis diterima atau ditolak, maka dilakukan Independent Samples T Test, dan didapatkan bahwa motivasi belajar fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan LKS Konstruktivisme dengan yang menggunakan LKS konvensional terdapat perbedaan yang signifikan. Adanya perbedaan yang signifikan (meyakinkan) ini disebabkan nilai motivasi belajar siswa pada pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme berbeda untuk setiap indikator dengan nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan kelas yang menggunakan LKS Konvensional.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap motivasi belajar fisika siswa pada materi fluida statis di kelas XI IPA SMA Negeri 8 Pekanbaru, disimpulkan bahwa motivasi belajar fisika siswa yang menerapkan pembelajaran menggunakan LKS Konstruktivisme lebih rendah dibandingkan yang menggunakan LKS Konvensional dan terdapat perbedaan yang signifikan.

Oleh karena itu penulis menyarankan untuk terus mengembangkan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme pada materi yang berbeda. Walaupun secara deskriptif motivasi belajar fisika siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran yang

(8)

8 menggunakan LKS Konstruktivisme lebih rendah dibandingkan motivasi belajar siswa dengan yang pembelajarannya menggunakan LKS Konvensional. Namun hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa. Padahal pembelajaran yang menggunakan LKS Konstruktivisme inilah yang dibutuhkan dunia pendidikan saat ini. Menemukan sendiri itu akan bermanfaat untuk jangka panjang jika dibandingkan dengan sekedar menghapal yang hanya bersifat sementara.

DAFTAR PUSTAKA

Hadjar, Ibnu, 1999, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam

Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Irianti, M., 2006, Dasar-Dasar Pendidikan MIPA, Pekanbaru: Cendikia Insani. , 2009, Pengembangan Program Pengajaran Fisika, Pekanbaru:

Cendikia Insani.

Kunandar, 2009, Guru Profesional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Larochelle, Marie, dkk.,1998, Constructivism and Education, Australia: The Press Syndicate Of The University Of Cambridge.

Mattews, R Michael, 1998, Constructivism In Science Education, The Netherland: Kluwer Academic Publisher.

Nandika, Dodi, 2007, Pendidikaan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Poniman, 2008, Masalah Dunia Pendidikan di Indonesia,

http://poponfisika.blogspot.com/2008/05/belajar-fisika.html. (10 Januari 2013).

Prabowo, 2000, Pendidikan Fisika Dalam Mengantisipasi Tantangan Abad XXI, Surabaya: UNS. (Tidak Diterbitkan).

Prichard, Alan dan John Wollard, 2010, Constructivism and Social Learning, Prancis : The Taylor & Francis E-Library.

Rivai, Veithzal dan Aylviana Murni, 2009, Education Management, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Nandika, 2007.

Sardiman, 2011, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan, Kuantitatif,

(9)

9 Suprijono, A., 2010, Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wena, Made, 2010, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta Timur: Bumi Aksara.

Yamin,Martinis, 2007, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Rancangan Desain Kelompok Kontrol Non-Ekuvalen  Kelompok   Pretes  Perlakuan  Postes  Eksperimen   Kontrol   O 1 O 3  X -  O 2O4 Dimana :
Tabel 2. Perbedaan Motivasi Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

PARAMETER BOBOT PAR 33   Direksi memastikan perusahaan melaksanakan keterbukaan informasi dan komunikasi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku dan penyampaian

Metode EOQ ( Economic Order Quantity) ini adalah metode yang digunakan untuk mencari titik keseimbangan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan agar

Yaitu distribusi frekuensi yang menunjukkan berapa banyak data pada

Ranai, 09 November 2017 Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.. HOKLI SIMAMORA Tahun

Urutan unsur yang ada pada deret volta baik untuk diketahui dengan baik agar dapat menentukan mana yang seharusnya menjadi katoda dan anoda yang benar.

Abstract: This research is meant to test the influence of Internet Financial Reporting which on the level of Internet based information disclosure on price and market frequency of

Humaniora Vol.5 No.. Bab I memuat Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode

program pembangunan pemerintah terkait dengan tema kesejahteraan rakyat serta pelaksanaan audit kesejahteraan tersebut dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan