• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN

MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM

Suhendar I Sachoemar Peneliti Kelautan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Abstract

Carrying capacity analysis at Bantam Mariculture Estate was conducted to determain their optimal production capacity and number of fish cages setting for sustainable aquaculture development within this area. The analysis was design on the material balance base of the nitrogen input and output where the aquaculture system of fish rearing on the cages was assumed as the black box system. To support the analysis, physical and chemical parameters such as current speed and dissolved in organic nitrogen (ammonia, nitrate and nitrite) were included on the analysis to understand their flushing rate as key factor that showing of the ecosystem ability on the reduction of the pollutant concentration.

The calculation result shows that fish production capacity of Batam Mariculture Estate was high that is up to 3 thousand ton peryear for 3 thousand unit of fish cages. Flushing rate was excellent that is within range of 30 – 60 million m3/hours with the ability of the ecosystem to avoid the pollutant is less than 10 hours. The nitrogen and ammonia released on the environment are low that are around 0.004 – 0.008 mg/days and 0.002 – 0.004 mg/days respectively. These value are below of the minimum level permitted for the aquaculture.

Key words : Enviroment carrying capacity, Bantam mariculture estate

J.Hidrosfir Vol.1 No.2 Hal. 52-60 Jakarta, Agustus 2006 ISSN 1704-1043

1. PENDAHULUAN

Pulau-pulau kecil di kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang) Kepulauan Riau memiliki potensi yang luar biasa untuk pengembangan budidaya perikan-an laut. Untuk itu Pemerintah Kota Batam bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sejak tahun 2001 telah melakukan kegiatan pengkajian di beberapa lokasi potensial di Kawasan Barelang. Salah satu lokasi yang cukup potensial adalah perairan

Nguan di daerah Galang Baru sekitar 60 km sebelah selatan kota Batam. Perairan Nguan seluas kurang lebih 40 ha telah direkomendasikan sebagai tempat yang sangat layak untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu di Batam. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, sejak tahun 2001 telah dillakukan uji coba budidaya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung dimana hasilnya dilaporkan cukup baik. Saat ini perairan Nguan telah dikukuhkan menjadi suatu kawasan budidaya perikanan laut yang dikenal

(2)

dengan nama Batam Marikultur Estat (BME) dan statusnya telah diperkuat dengan keluarnya SK Walikota Batam No. KPTS. 124/HK/VI/2003 tentang Penetapan Lokasi Kawasan Budidaya Laut.(1) Agar kegiatan tersebut dapat

berlangsung secara berkelanjutan, maka pengembangannya perlu disesuaikan dengan kapasitas daya dukung lingkungan dan karakteristis perairannya. Untuk itu, maka diperlukan data dan informasi yang terintegrasi, aktual dan akurat yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan kapasitas daya dukung lingkungan dan pengembangan model pengelolaan kawasan perairan dengan berbasiskan kepada karakteristik lingkungan perairan dikawasan tersebut. Sehingga kondisi lingkungan perairan dapat tetap terjaga dan tetap sehat untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan laut secara berkelanjutan.

Permasalahan yang paling serius dan sering dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan dengan sistem jaring apung adalah masalah pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh limbah organik dari sisa-sisa kotoran ikan dan kelebihan pakan ikan yang tidak terkonsumsi. Kelalaian dalam memper-hatikan kondisi lingkungan perairan dan ekspansi secara besar-besaran yang melebihi daya dukung lingkungan dalam kegiatan budidaya ikan seringkali dihadapkan kepada resiko kerugian yang cukup besar dan berkepanjangan. Limbah organik dari kegiatan budidaya ikan di jaring apung dalam jangka panjang akan terakumulasi di dasar perairan. Bersama-sama dengan limbah organik yang berasal dari berbagai kegiatan didarat (pemukiman dan industri), apabila tidak terkendali dengan baik akan menyebab-kan terjadinya eutrofikasi atau peng-kayaan perairan secara berlebihan yang

sering diikuti dengan ledakan (blooming) fitoplankton dan meningkatnya kan-dungan sulfida dan H2S di dasar perairan. Akibatnya, perairan menjadi bersifat unoxic atau kekurangan oksigen dan toxic atau beracun. Proses ini akan lebih diperburuk lagi kalau terjadi peristiwa upwelling atau penaikan massa air dari lapisan bawah kepermukaan dan turbulensi atau pengadukan massa air sesaat, yang secara tiba-tiba sering menyebabkan kematian massal pada ikan-ikan yang dibudidayakan dalam jaring apung.

Untuk mengatasi kondisi yang demikian, maka sejak dini perlu direncanakan program monitoring lingkungan perairan secara teratur dan pengendalian atau pembatasan kegiatan budidaya ikan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung lingkungannya. Dengan demikian penentuan kemam-puan daya dukung suatu ekosistem perairan untuk dijadikan suatu kawasan budidaya perikanan, merupakan suatu keharusan agar program pengembangan budidaya ikan secara optimal dan berkelanjutan dapat ditentukan dan direncanakan sebaik mungkin.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Kegiatan pengkajian daya dukung lingkungan ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2003 di perairan Kawasan BME di sekitar Nguan, Galang Baru, Batam (Gambar-1).

2.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pengkajian analisa daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya perikanan Batam Marikultur Estat ini meliputi :

(3)

1) Pengumpulan data primer dan sekunder fisika dan kimia terutama nitrogen terlarut (ammonia, nitrat dan nitrit).

2) Analisa dan interpretasi data. 3) Pengembangan model daya dukung

lingkungan .

4) Penentuan daya dukung lingkungan, kapasitas produksi dan jumlah jaring apung optimum.

2.3 Pengumpulan data dan analisa data

Data series kualitas air (fisika dan kimia), diperoleh langsung melalui survey lapangan dan data sekunder. Data oseanografi yang dikumpulkan terutama data arus dan nitrogen terlarut (ammonia, nitrat dan nitrit) yang merupakan komponen utama untuk analisis daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya perikanan.

Analisa data diarahkan untuk pengembangan model daya dukung

lingkungan, penentuan kapasitas produksi dan kapasitas jaring apung di perairan kawasan BME. Model daya dukung lingkungan yang dikembangkan adalah box model keseimbangan bahan dalam suatu ekosistem perairan yang diasumsikan sebagai kawasan budidaya ikan. Dengan melalui berbagai analisa dan perhitungan, diharapkan model ini secara kuantitatif dapat menduga dan menentukan kapasitas produksi dan jumlah jaring apung optimum yang dapat dikembangkan dalam suatu kawasan perairan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Hasil analisa ini diha-rapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program pengelolaan lingkungan dalam rangka perlindungan kawasan budidaya perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan karakteristik dan pola perubahan ekosistemnya.

Secara umum, analisis daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya laut difokuskan kepada pengembangan model keseimbangan bahan (material) dalam suatu ekosistem perairan yang diskenariokan sebagai kawasanbudidaya perairan. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui daya dukung lingkungan dan kapasitas produksi optimum dari kegiatan budidaya perikanan yaitu dengan menganalisa pasokan nutrien (nutrient load) dalam hal ini adalah nitrogen yang berasal dari pakan dari kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung (KJA) yang masuk kedalam perairan dan selanjutnya dikenal dengan terminologi nitrogen budget. Untuk mengetahui berapa nutrien (nitrogen=N) yang dikonsumsi dan yang terbuang ke dalam perairan digunakan rumus berikut :

C = P + M + E + F ... (1) Gambar-1. Lokasi kegiatan di perairan

Kawasan BME Nguan, Galang Baru Batam

(4)

dimana C = Jumlah N yang dikonsumsi ikan per individu, P = N yang dipergunakan untuk pertumbuhan ikan, M = N yang hilang akibat kematian ikan (dalam kasus individu ikan, M= 0), E = N yang masuk ke dalam perairan melalui ekskresi ikan dari insang dan F = N yang masuk kedalam perairan melalui kotoran ikan. Nitrogen budget dalam budidaya perikanan secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut :

C = I – W ... (2) dimana I = Total N yang masuk kedalam sistem budidaya, W = N yang hilang melalui pakan yang terbuang ke perairan dan C = Jumlah N yang dikonsumsi oleh stok ikan dalam KJA. Secara teoritis nitrogen budget dalam persamaan (1) harus seimbang dan jumlah nitrogen yang dikonsumsi dapat diduga dari penjumlahan P, M, E dan F. Keseim-bangan bahan dalam persamaan tersebut dapat juga di kontrol dengan memban-dingkan konsumsi nitrogen hasil penjum-lahan tersebut (Cs) dengan jumlah aktual konsumsi nitrogen di lapangan (Cf) deng-an menggunakdeng-an persamadeng-an berikut :

% balance = (Cs/Cf) x 100 % Secara skematik model keseimbang-an bahkeseimbang-an dalam suatu sistem budidaya ikan dapat dilihat pada Gambar-2. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Lingkungan dan Kualitas Perairan Kawasan BME.

Secara umum kondisi perairan Kawasan BME bersifat oligotrofik, yaitu perairan yang tergolong sangat baik, bersih, sehat, jernih dan sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan. Dengan dasar perairannya yang berupa karang berpasir serta jauh dari muara

sungai, menjadikan perairan ini sangat sesuai untuk pengembangan budidaya ikan kerapu dalam karamba jarring apung. Sirkulasi air yang baik dengan waktu penggantian air hanya beberapa jam, membuat perairan ini sangat mirip dengan kolam air deras raksasa yang dapat dimanfaatkan untuk memacu produktivitas seoptimal mungkin. Namun demikian, ada beberapa yang perlu diwaspadai saat ini sehubungan dengan kondisi lingkungan perairan di Nguan. Hadirnya beberapa kegiatan berupa pabrik es, jetty tempat berlabuhnya kapal-kapal dan kegiatan reklamasi dise-panjang pantai Galang, telah mengindi-kasikan terjadinya gangguan lingkungan berupa kenaikan suhu perairan, penurunan kecerahan perairan, mening-ginya kekeruhan dan kadar partikel tersuspensi serta minyak dan oli yang sangat potensial mengganggu kegiatan budidaya dan berbahaya bagi kehidupan biota perikanan dan keamanan investasi. Karenanya kegiatan disekitar perairan Kawasan BME, harus disesuaikan dengan konsep Batam Marikultur Estat Gambar-2. Skematik diagram model keseimbangan bahan dan siklus nitrogen dalam suatu ekosistem perairan dan sistem budidaya laut

(5)

yang akan mengem-bangkan dan mengelola kawasan budidaya secara berkelanjutan berwawaskan lingkungan.

Kondisi lingkungan yang cocok untuk budidaya ikan kerapu yaitu perairan yang mendekati habitat asli hidupnya di perairan karang dengan perairan yang cukup jernih, bersirkulasi baik dan berdasar pasir. Temperature perairannya berkisar antara 24 - 31 °C, salinitas antara 30 - 33 ppt, kandungan oksigen terlarutnya lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 – 8,0 (2). Menurut Nybakken

(1988)(3) perairan dengan kondisi tersebut

diatas pada umumnya terdapat di perairan karang. Berikut ini disajikan Nilai Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan) sesuai dengan Kep. MENKLH No. KEP – 02/MENKLH/1/ 1988.(4)

3.2 Kapasitas Produksi dan Daya Dukung Lingkungan Perairan Kawasan BME

Untuk mengetahui kapasitas produksi dan daya dukung perairan dalam kegiatan budidaya perikanan, maka digunakan analisa keseimbangan bahan dalam ekosistem perairan. Kapasitas produksi dan kemampuan daya dukung lingkungan dapat ditentukan berdasarkan perhitungan pasokan jumlah nutrien (nutrient Nitrogen Budget) dari kegiatan budidaya perikanan dalam perairan yang diasumsikan sebagai kotak hitam (black box) dan kemampuan perairan itu sendiri untuk memulihkan kondisinya kepada keadaan semula yang bersifat alamiah. Secara skematik model keseimbangan bahan dalam sistem budidaya ikan diilustrasikan sebagai berikut (Gambar-3).

Untuk menghitung nutrient N budget ikan baik perindividu maupun produksi missal dalam karamba jaring apung dapat dilihat pada persamaan 1-3. Nutrien budget untuk setiap jenis ikan bebeda dengan ikan lainnya, dalam laporan ini akan disampaikan untuk ikan kerapu. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ikan kerapu(5) diketahui bahwa

untuk memproduksi 1 kg ikan kerapu di laboratorium dengan menggunakan ikan rucah giling dalam satu bulan diperoleh keseimbangan bahan untuk nitrogen (N) sebagai berikut : N yang diperlukan untuk produksi (P) : 33 gN/kg ikan, untuk ekskresi (E) : 82 g N/kg ikan, untuk kotoran ikan atau faeces (F) : 10,3 g N/ kg ikan dan N yang hilang (F + E) : 92,3 g N/kg ikan. Sedang di dalam karamba jaring apung (perairan terbuka), untuk memproduksi 1 kg ikan dengan ikan rucah diperlukan input ( I ) : 365 g N/kg ikan, Limbah (W) : 138 g N/kg ikan, untuk produksi (P) : 31,5 g N/kg ikan, ekskresi (E) : 168,2 g N/kg ikan, kotoran ikan atau

Gambar -3. Model keseimbangan bahan dalam kegiatan budidaya perikanan budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung.

(6)

faeces (F) dan mortalitas (M) : 13,5 g N/ kg ikan, maka total N yang terbuang ke perairan (W + E + F) : 320, 6 g N/kg ikan. Sementara jumlah polutan yang masuk kedalam perairan dalam bentuk pasokan nitrogen (N) terlihat pada Tabel-1.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa total polutan nitrogen (N) yang lepas ke dalam perairan dan tenggelam ke dasar perairan (sedimen) dari kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung adalah sebesar 321 kg N/ton produksi ikan dalam bentuk total nitrogen terlarut (TDS): 47 kg, total nitrogen organik (TON) : 41 kg kedalam sediment dan 88 kg total N yang hilang. Bagan aliran penggunan nitrogen N dalam budidaya ikan kerapu dalam karamba jarring apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar-4.

Jumlah produksi ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA) di Indonesia rata-rata 75 ton/ha (75 unit KJA) dengan estimasi limbah terbuang sebanyak 24 ton N /ha pertahun dimana ammonianya sebesar 13 ton/ha per tahun. Apabila luas perairan Nguan 400 ha dengan panjang pantai 10 km dipergunakan seluruhnya, maka

produksi ikan kerapu pertahun sebesar 30.000 ton (30.000 unit KJA) dan apabila hanya dimanfaatkan setengahnya,maka produksinya diperkirakan sebesar 15.000 ton (15.000 unit KJA) dengan buangan limbah nitrogen N nya sebesar 4800 – 9600 ton N. Volume perairan Nguan diperkirakan 3450494,26 m3 ,

maka kalau diasumsikan tidak ada aliran arus, konsentrasi nitrogen di perairan Nguan akibat adanya kegiatan budidaya ikan diperkirakan sebesar 1,4 kg – 2,8 kg/m3 pertahun /atau 1,4 – 2,8

mg/l pertahun(0,004 – 0,008 mg/hari). Sementara kadar ammonianya diperkirakan 0,75 – 1,5 kg/ m3 atau setara

dengan 0,75 – 1,5 mg/l pertahun (0,002 – 0,004 mg/hari). Dengan kondisi tanpa arus (aliran), daya dukung perairan Nguan masih cukup tinggi untuk memproduksi 15.000 – 30.000 ton ikan atau (15.000 – 30.000 unit KJA). Hal ini terlihat dari estimasi konsentrasi ammonianya yang rendah dan sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan, apalagi kalau ditunjang dengan adanya lairan (arus). Daya bilas (flushing rate) perairan Nguan untuk Pasokan polutan N

g N/kg % TN

produksi ikan hilang

Total ammonia 169,8 53,0

Nitrate N 0,7 0,2

Nitrit N 0,1 0,0

Urea N ND ND

Total organik N (TON) 150,0 46,8 Total N terlarut (TDS) 170,6 53,2

Total N 320,6 100,0

Tabel-1. Berbagai bentuk polutan nitrogen yang lepas ke dalam perairan dari kegiatan budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung.

Gambar-4. Bagan alir nitrogen N dalam kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung

(7)

membersihkan diri dari pengaruh pencemaran cukup tinggi yaitu sekitar 30 – 60 juta m3/jam dalam waktu kurang dari

10 jam yang dihitung berdasarkan kecepatan arus yang berkisar antara 25 – 40 cm/detik dan volume air sekitar 3.450.494,26 m3. Kuatnya arus yang

mengalir dari utara keselatan selat dan sebaliknya merupakan kelebihan tersendiri yang dimiliki perairan selat untuk dapat membersihkan diri dari bahan pencemar secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas produksi budidaya ikan di perairan Nguan sangat tinggi dan dapat dipacu secara optimum. Namun demikian pertimbangan estetika, tata ruang dan alur pelayaran perlu dipikirkan dalam menata dan merencanakan kapasitas produksi guna menjaga keseimbangan ekosistem dan keserasian lingkungan. Dengan panjang pantai 10 km dan lebar antara Pulau Nguan dan Galang 1, 2 km, idealnya KJA dipasang maksimum sampai 0,5 km dari garis pantai masing-masing, maka

ruang efektif terpakai akan menjadi 50 ha atau 12,5 % dari total area perairan Nguan dengan kapasitas produksi 3.750 ton ikan/tahun untuk 3.750 unit KJA. Jumlah ini tentunya harus ditata dan disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan, seperti situasi arus, morfologi pantai, alur layar untuk pengelola budidaya dan pengangkuta fasilitas pendukung kegiatan budidaya serta pertimbangan lainnya sehubungan dengan peruntukan pemanfaatan lahan perairan di Nguan seperti alur lintas pemukiman nelayan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengem-bangan Batam Marikultur Estat (BME) sebagai kawasan usaha budidaya dan wisata budidaya laut. Berikut ini estimasi kapasitas KJA terpasang untuk masing-masing garis pantai (Gambar -5). 4. KESIMPULAN

Pengembangan usaha budidaya perikanan, apabila tidak disertai dengan kepedulian terhadap keseimbangan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan, maka seringkali berakhir dengan kegagalan. Belajar dari beberapa pengalaman yang ada, maka pengembangan Kawasan Batam Marikultur Estat di Nguan, sejak dini perlu direncanakan sebaik mungkin dan didampingi program pengelolaan lingkungan yang baik dan handal. Oleh karena itu penentuan kapasitas daya dukung lingkungan, monitoring, dan pengendalian kualitas lingkungan perairan selama berlangsungnya kegiatan merupakan prasyarat keberhasilan usaha budidaya laut secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Berdasar hasil kajian dapat disimpulkan dan direkomendasikan bahwa :

1. Perairan Nguan merupakan perairan oigotrofik–mesotrofik yang kan-Gambar-5. Kapasitas karamba jaring

apung (KJA) untuk masing-masing lokasi

(8)

dungan unsur haranya masih sangat rendah. Perairan ini sangat baik dan potensial. untuk pengembangan usaha budidaya ikan secara intensif berskala industri tetapi tetap berwawasan lingkungan.

1. Perairan Nguan merupakan perairan oligotrofik – mesotrofik yang kandu-ngan unsur haranya masih sangat rendah. Perairan ini sangat baik dan potensial untuk pengembangan usaha budidaya ikan secara intensif berskala industri tetapi tetap berwawaskan lingkungan.

2. Dengan sirkulasi air yang sangat baik dan disertai arus yang cukup deras, menjadikan perairan Nguan seperti kolam air deras raksasa (giant race water) yang memiliki kecepatan pembersihan polutan (flushing rate) yang tinggi yaitu antara 30 – 60 juta m3/jam. Kondisi ini sangat ideal dan

sangat baik untuk pengembangan intensifikasi budidaya ikan karena memiliki kapasitas daya dukung lingkungan perairan yang tinggi. Namun demikian juga perlu diwaspadai, karena apabila tidak hati-hati dalam pengelolaan lingkungan secara baik, sebaran polutan yang bersifat beracun berbahaya akan dapat menyebar secara cepat dan dapat menyebabkan gangguan yang sangat fatal terhadap kegiatan budidaya perikanan.Karenanya kondisi lingkungan sekitar kawasan budidaya di perairan Nguan perlu dikendalikan, diawasi dan dihindari dari berbagai kegiatan yang akan mengganggu kelangsungan kegiatan usaha budidaya perikanan.

3. Kapasitas produksi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan budidaya perikanan di perairan Nguan mencapai 3.750 ton ikan

pertahun dalam karamba jaring apung sebanyak 3.750 unit untuk luas area efektif 50 ha atau 12,5 % dari luas perairan Nguan yang mencapai 400 ha.

4. Dalam menata penempatan karamba jaring apung (KJA) disepanjang garis pantai Pulau Nguan, Galang dan pulau-pulau didalamnya, perlu ditata sedemikian rupa (maksimum sampai dengan 0,5 km dari garis pantai). Perencanaan pengembangan dengan mempertimbangan estetika, kelan-caran lalulintas angkut kebutuhan budidaya dan nelayan serta kebutu-han lainnya yang diperkirakan dapat menambah dan meningkatkan nilai ekonomis kawasan budidaya, harus dirancang dengan baik dan disesuai-kan dengan kebutuhan pengemba-ngan kawasan budidaya Laut Batam Marikultur Estat sebagai kawasan industri budidaya perikanan yang sekaligus berfungsi sebagai kawasan wisata dan pendidikan.

5. Walau kondisi lingkungan perairan di Nguan sangat baik, beberapa indikasi gangguan lingkungan berupa peningkatan suhu perairan, penuru-nan tingkat kejernihan (kecerahan) perairan, pengotoran perairan dengan BBM/oli dan peningkatan kekeruhan di perairan sekitar lokasi kegiatan yang ada disepanjang pesisir Pulau Galang seperti pabrik es, pembukaan lahan, darmaga (jetty) dan kelong, sudah mulai nampak. Apabila kegiatan ini me-ningkat dan bertambah, maka tidak dapat dipungkiri dalam waktu singkat kondisi lingkungan di perairan Nguan dan kemampuan daya dukung lingkungannya akan segera menurun. Untuk itu sejak dini

(9)

seluruh kegiatan yang potensial akan mengganggu kegiatan budidaya perikanan di Perairan Kawasan Batam Marikultur Estat, Nguan perlu segera dikenda-likan, diawasi dan disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat menunjang kegiatan budidaya perikanan di perairan Nguan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonimous. 2003. Master Plan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut Batam Maricultur Estate. 2. Yoshimitsu, T.,H. Eda, and K.

Hiramitsu. 1986. Groupers Final

Report Marineculture Research and development in Indonesia. ATA 192, JICA. P : 103 – 129.

3. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia – Jakarta.

4. Anonimous. 1998. MENKLH No. KEP – 02/MENKLH/1/1988.(3)

5. Leung, K.M.Y., Chu, J.C.W dan R.S.S. Wu. 1999. Nitrogen budget for the aerolated grouper Epinephelus Aerolatus Culturned under laboratory conditions and open-sea cages marine ecology progress Series. Vol. 186 : 271-281

Gambar

Gambar -3. Model keseimbangan bahan dalam kegiatan budidaya perikanan budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung.

Referensi

Dokumen terkait

penerimaan sumbangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dalam bentuk uang diformulasikan dalam program dan kegiatan pada Perangkat Daerah yang secara fungsional

Populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam satu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi

Selain itu Soekanto mengemukakan bahwa istilah sosial pun berkenaan dengan prilaku interpersonal,atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial.Secara

Kausa dapat juga diartikan sebagai dasar objektif yang menjadi latar belakang terjadinya suatu perjanjian. Kausa bukan merupakan keinginan subjektif dari para pihak yang

dengan aturan. 4); Terampil menggunakan tangan kanan dan kiri dan 5) Melakukan kegiatan kebersihan diri. Mendasar dari hasil studi awal lapangan yang dilakukan oleh peneliti pada anak

Metode pembelajaran yaitu cara penyajian yang harus dikuasai oleh pendidik atau seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada siswa baik secara

Alasan pihak bank untuk melakukan pemblokiran dengan argumen hukum adalah alasan yang cukup kuat, namun apabila pemblokiran tersebut dilakukan tanpa ada argumen hukum yang jelas

Tahap pelaksanaan merupakan tahap untuk mengimplementasikan perencanaan, yaitu pelaksanaan kegiatan pembelajaran oleh guru dengan menggunakan model Problem Based