OPTIMALISASI
PAPER TOYS
WAYANG MELALUI SOJET (
STORY OF
JAVANESE PUPPET
): SARANA PENDIDIKAN KARAKTER DAN
PENGENALAN
LOCAL CULTURE
PADA ANAK
¹Tri Hardiyanti, ²Azza Nurmalita
¹Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat Kontak: Yogyakarta, 55763, pos-el:triacheery@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah (1) menganalisis kemunculan papertoys sebagai education toys bagi anak, (2) memaparkan kelebihan cerita berbentuk 3D,(3)memaparkan konsep “SOJET” sebagai media pendidikan karakter bagi anak, Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data sekunder yang berasal dari buku cetak, buku online, dan berbagai media. Teknik analisis datanya adalah data reduction, data display, dan verification. Pembahasannya adalah sebagai berikut, SOJET merupakan sebuah konsep pengembangan cerita anak dengan mengusung papertoys wayang sebagai figur tokoh yang dapat dimainkan oleh anak. SOJET menggunakan 3 prinsip utama pembuatan cerita yaitu penciptaan dialog dalam cerita, amanat, dan hitam putih cerita. SOJET juga memiliki fungsi sebagai papan cerita dimana anak dapat memainkan sesuai jalannya cerita. Adapun 3 pendidikan karakter dari 18 karakter pendidikan anak sekolah dasar yang ingin penulis kembangkan dalam cerita ini adalah karakter gemar membaca, karakter cinta tanah air, juga karakter ingin tahu. Karakter lainnya adalah karakter menghargai budaya, kejujuran, berbakti kepada orang tua, kesetiaan, komunikasi dan lain sebagainya. Kesimpulannya, (1) papertoys sebagai bentuk education toys karena mengasah tiga kemampuan pokok yaitu kemampuan fisik – motorik (psikomotor), kecerdasan kognitif, afektif. (2) Keunggulan dari cerita berbentuk 3 dimensi (pop-up) yaitu dapat mengkonktetkan sebuah cerita, bersifat interaktif dan mampu membangkitkan keingintahuan anak karena setiap halaman dari cerita memberikan kejutan-kejutan tersendiri. (3) Konsep SOJET merujuk pada beberapa ahli psikologi perkembangan anak antara lain Jean Piaget dan Sigmud Freud, dan Berns dimana sosialisasi pendidikan karakter dalam Sojet dapat dibangkitkan melalui metode kognitif dan metode sosial budaya.
Kata Kunci: Sojet, Buku Cerita, Wayang, Pendidikan Karakter
Abstract
The purposes of this paper are; (1)to analyst the appearing of this paper toys as an education toys for children, (2)to display the superiority of story in 3D form, (3)to analyst SOJET concept as a media of character education. The writer uses descriptive qualitative method and the seconder data and resource which is from text books, online book, and other medias in writing paper. The data analyst technic are data reduction data reduction data display, and verification. The discussion like following: SOJET is a develop concept of children’s stories by bringing puppet paper toys as a figure of due which can be played by children. SOJET uses 3 main principles in making story. They are dialog creating in the story, suggestion and black and white stories. SOJET has function as story board where can be played by children directly which is suitable with the story in it. Three character from 18 character in elementary school education that he writer wants to develop in these stories are fond of leading, nationalism, curiosity characters. The other are cultural appreciate, honesty respect to parent,etc. The conclusion of SOJET are (1)as a form of education toys paper toys as hone three fundamental skills are physical psychomotor, cognitive, affective.(2)Advantages of story-shaped 3D that can concretize a story, be interactive and able to arouse the curiosity of the child because each page of the story provides its own surprises.(3)The concept refers SOJET some child developmental psychologists where character education in SOJET socialization can be generated through the methods of cognitive and socio-cultural methods.
Pendahuluan
A.Latar Belakang
Undang–undang Dasar 1945 pasal
32 ayat (1) menyatakan bahwa “Negara
memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya”. Hal tersebut
mengamanatkan bahwa masyarakat
memiliki hak dan kewajiban untuk
mengembangkan nilai-nilai budayanya
dalam upaya untuk memajukan
kebudayaan nasional. Salah satu pulau
yang memiliki ragam kebudayaan adalah
Jawa. Pada masa Kerajaan Hindu-Budha
dan Islam, terjadi akulturasi dan asimilasi
di berbagai bidang kehidupan yang
mengakibatkan munculnya budaya baru.
Salah satu budaya Jawa yang muncul pada
awal abad 20 adalah kesenian wayang.
Kesenian yang merupakan akulturasi
budaya Hindu-Budha ini, dibawa oleh
walisongo untuk menyebarkan ajaran
islam ke nusantara. Hal inilah yang
membuat wayang sarat akan nilai-nilai
luhur sesuai ajaran islam yang
dimasukkan dalam penokohan maupun
ceritanya.
Kini kesenian tradisional wayang
perlahan mulai tergantikan oleh
budaya-budaya modern. Film, televisi, media
online, jejaring sosial, dan lain sebagainya
lebih diminati daripada pertunjukan
wayang. Fenomena ini menunjukkan
bahwa kemajuan teknologi menggeser
minat masyarakat terhadap kesenian
tradisional.
Permasalahan lain adalah belum
masuknya wayang ke dalam kurikulum
pendidikan. Hal ini senada dengan
pernyataan Suparmin S. dalam Eko
(2012), Ketua Sekretariat Nasional
Pewayangan Indonesia dalam konferensi
pers Wayang Summit di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta,
Kamis (22/11/2012), menyatakan bahwa
usulan pemasukan wayang ke dalam
kurikulum pendidikan nasional belum
mendapat respon. Dipaparkan pada acara
yang sama bahwa jumlah penonton
wayang semakin hari semakin menyusut
dan hampir tidak ada penonton dari
kalangan pemuda di mana 80% penonton
wayang di atas usia 50 tahun. Akibatnya,
banyak dari masyarakat Indonesia yang
tidak mengetahui kebudayaan ini bahkan
tidak mengenal tokoh-tokoh yang ada di
dalamnya. Di sisi lain, UNESCO, pada
tahun 2003 telah mengakui wayang
sebagai salah satu dari 13 warisan milik
Indonesia yang telah dicatat Warisan
bersama pemerintah dituntut berkontribusi
untuk melestarikan budaya wayang seperti
diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 32
ayat 1 di atas. Untuk itu, dalam karya tulis
ini penulis berusaha memberikan solusi
dalam rangka melestarikan wayang
dengan harapan berimbas pada
peneladanan karakter yang ada dalam
tokoh-tokohnya.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana kemunculan papertoys
ditinjau sebagai salah satu education
toys yang diminati oleh anak ?
2. Bagaimanakah analisis keunggulan
buku cerita berbentuk 3 dimensi?
3. Bagaimana “SOJET” dapat
mengembangkan pendidikan karakter
dan mengenalkan local culture pada anak?
C.Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, tujuan dari penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis papertoys sebagai bentuk
education toys.
2. Memaparkan analisis keunggulan cerita
dalam bentuk 3 dimensi.
3. Memaparkan konsep “SOJET” dalam
pengembangan karakter dan
pengenalan local culture pada anak.
D.Manfaat
1. Bagi penulis, dapat memperluas
keilmuan dan mendorong penulis untuk
mengembangkan kreativitas dan karya
lain khususnya pada bidang
kepenulisan yang dapat digunakan
sebagai referensi di kemudian hari.
2. Bagi Anak dapat membangun karakter
positif didapatkan dari keteladanan
tokoh-tokoh dalam cerita wayang serta
daya kreatifitas melalui media yang
menyenangkan.
3. Adapun manfaat bagi orang tua adalah
memberikan solusi sumber belajar dan
bermain yang mendidik untuk
mendukung pengembangan karakter
anak.
Kajian Pustaka
A.Pengertian Papertoys/ Papercraft
Papertoys adalah seni memotong, melipat, dan menempel
potongan-potongan kertas menjadi sebuah bentuk
tiga dimensi sesuai dengan model yang
diinginkan. Papertoys merupakan pengembangan dari origami (seni melipat
kertas di Jepang). Perbedaan antara
kertas yang digunakan, origami hanya
menggunakan satu lembar kertas,
sedangkan papercraft merupakan seni
merakit beberapa lembar kertas
(http://papercraft-art.blogspot.com/).
B.Pendidikan Karakter
Suyanto (2009) mengemukakan
pendidikan karakter adalah pendidikan
budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Menurut
T. Ramli (2003), tujuan pendidikan
karakter adalah membentuk pribadi anak
supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat dan warga negara yang baik.
Oleh karena itu, hakikat pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia
sendiri dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
C.Traditional Local Culture (Budaya
Lokal Tradisional)
Kebudayaan tradisional adalah
kebudayaan yang dibentuk dari
kebudayaan beraneka ragam suku di
Indonesia yang merupakan bagian integral
dari kebudayaan Indonesia secara
keseluruhan.
Menurut Judistira (2008:141),
kebudayaan lokal adalah melengkapi
kebudayaan regional, dan kebudayaan
regional adalah bagian-bagian yang hakiki
dalam bentukan kebudayaan nasional.
Di kota-kota dan di lapisan atas
masyarakat sudah ada kebudayaan
nasional, sedangkan kebudayaan daerah
dan tradisional menjadi semakin kuat bila
semakin jauh dari pusat kota. Sekalipun
inisiatif dan kreatifitas kebudayaan daerah
dan tradisional jatuh ke tangan orang
kota, sense of belonging orang desa terhadap tradisi jauh lebih besar.
(Kuntowijoyo, 2006:42)
D.Wayang
Wayang dalam bahasa Jawa, berarti
"bayangan". Jika ditinjau dari arti
filsafatnya "wayang" dapat diartikan
sebagai bayangan atau merupakan
pencerminan dari sifat-sifat yang ada
dalam jiwa manusia, seperti angkara
murka, kebajikan, serakah dan lain-lain
(Wawan Junaidi, 2011). Wayang adalah
seni tradisional yang berkembang di Jawa
dan Bali. Tokoh wayang yang asli dari
Indonesia adalah punakawan. Punakawan
merupakan sebutan bagi empat tokoh
wayang, di antaranya Semar Badranaya,
Nala Gareng, Petruk Kanthong Bolong,
dan Bagong. Tokoh-tokoh punakawan
dijadikan sebagai model belajar karakter
dalam menjalani kehidupan bila dipahami
dengan benar.
E.SOJET (Story of Javanese Puppet)
Story of Javanese Puppet berasal dari bahasa Inggris (dalam Oxford
dictionary, 2010: 1472) Story
dideskripsikan a discription of event that
the writer or speaker has invented in order to entertain people. Puppet (dalam Oxford dictionary, 2010: 1990)
dideskripsikan a model of a person or an
animal that can be made to move.
Javanese artinya orang Jawa. Bersumber dari pengertian di atas Story of Javanese
Puppet merupakan konsep cerita anak yang memuat penokohan dan kisah-kisah
wayang dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh anak.
Pembahasan
A.Analisis
1. Papertoys sebagai Education Toys
Education toys atau mainan edukatif adalah sarana yang dapat
merangsang aktivitas anak untuk
mempelajari sesuatu tanpa anak
menyadarinya, baik menggunakan
teknologi modern maupun teknologi
sederhana bahkan bersifat tradisional
(Andang Ismail, 2006: 156). Mainan
edukatif juga merupakan sarana yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman anak tentang sesuatu.
Pada dasarnya mainan anak
ditujukan untuk meningkatkan tiga
kemampuan pokok (Andang Ismail,
2006: 156-157), yaitu:
a. Kemampuan Fisik – Motorik
(Psikomotor)
Perkembangan motorik adalah
perkembangan yang berkaitan
dengan perubahan otot dan
gerakan-gerakan fisik (Wina Sanjaya, 2010:
267). Gerakan-gerakan fisik dapat
melatih sistem perototan sehingga
akan terbentuk secara baik dan
sehat. Kemampuan motorik halus
anak juga dapat dilatih dengan
kegiatan seperti menggunting
gambar, puzzle, membedakan
bentuk besar atau kecil dan
sebagainya.
b. Kemampuan Sosial–Emosional
(Afektif)
Kemampuan afektif berkaitan
dengan sikap, minat, emosi, nilai
hidup dan apresiasi anak terhadap
suatu benda ataupun kegiatan yang
dilakukan.
c. Kemampuan Kecerdasan (Kognitif)
Kemampuan kognitif berkaitan
dengan kemampuan intelektual,
menggunakan otak untuk berpikir
(Wina Sanjaya, 2010: 272).
Papertoys merupakan salah satu
bentuk dari education toys karena selain melatih psikomotor juga
membangkitkan kreatifitas kognitif
anak. Papertoys dan Sojet merupakan
satu kesatuan di mana Sojet (Story of
Javanese Puppet) merupakan pengoptimalan dari munculnya
papertoys. Tujuannya anak dapat
bermain dan belajar dari media tersebut
sehingga harapannya akan berdampak
pada penginternalisasian pendidikan
karakter.
2. Keunggulan Buku Cerita dalam
Bentuk 3 Dimensi (3D)
Buku cerita berbentuk 3 dimensi
yang terdapat di pasaran adalah
pop-up. Menurut Nancy dan Rondha
(2012:1), pop-up adalah sebuah buku
yang berbentuk 3 dimensi yang
memiliki potensi untuk gerak dan
interaktif. Pop-up sendiri menggunakan
mekanisme dalam penggerakannnya
yaitu lipatan, gulungan, tab, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas,
pop-up merupakan visualisasi sebuah
benda yang terdapat dalam buku cerita.
Visualisasi benda yang dimaksud
adalah benda berbentuk 3 dimensi yang
dibuat dari lipatan atau gulungan
kertas. Keunggalan dari pop-up
menurut pengertian di atas yaitu
mengkonkretkan sebuah cerita jika pop
up tersebut menggambarkan sebuah
cerita, bersifat interaktif yaitu mampu
mengkomunikasikan dan
memvisualisasikan seting atau latar
sebuah cerita. Keunggulan lainnya
adalah pop-up mampu membangkitkan
keingintahuan anak karena setiap
halaman dari cerita memberikan
kejutan-kejutan tersendiri.
B. Sintesis
1. SOJET (Story of Javanese Puppet)
dan Pengembangan Pendidikan
Karakter.
Story of Javanese Puppet
“SOJET” merupakan sebuah konsep
pengembangan cerita anak yang tidak
meninggalkan prinsip pembuatan
cerita anak yaitu: penciptaaan dialog
dalam cerita, amanat, serta
menampilkan hitam putih dari cerita.
(Hardjana, 2006:49) mengemukakan
bahwa dialog dalam cerita penting
untuk membuat cerita lebih hidup dan
menarik sehingga dapat memberi
gambaran yang jelas tentang
watak/sikap tokoh cerita. Kedua
prinsip amanat, artinya sebuah cerita
mengandung pesan positif atau ajaran
kebaikan di dalamnya. Ketiga
hitam-putih yaitu harus secara tegas
membedakan perbuatan baik dan
buruk. Perbuatan buruk diberi
punishment dan perbuatan baik diberi
reward. Maksudnya perbuatan buruk menimbulkan kesengsaraan dan
perbuatan baik akan menghasilkan
sesuatu yang menyenangkan.
Penulis merancang SOJET
dengan konsep pembuatan cerita anak
yang memuat berbagai tokoh wayang
termasuk penokohan dalam cerita
berbahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia dipilih untuk
mempermudah pemahaman anak
akan cerita yang ada. Cerita yang
disajikan dalam bentuk pop-up juga
memancing keingintahuan anak.
Menurut Teori
Cognitive-Developmental dari Jean Piaget
dalam (www.erlanggaforkids.com:
2012), mengungkapkan bahwa
bermain mampu mengaktifkan otak
anak. Pada saat bermain, fungsi otak
kanan dan kiri terintegrasi seimbang,
struktur syaraf terbentuk dan
pilar-pilar syaraf pemahaman berkembang.
Kondisi otak yang aktif ini adalah
kondisi yang sangat baik untuk
menerima pelajaran. Intensitas emosi
yang berlangsung selama proses
membaca cerita juga berpengaruh
terhadap penerimaan dan daya ingat
sehingga dampak lebih yang
diharapkan yaitu bukan hanya
membentuk karakter gemar membaca,
keingintahuan, nasionalisme namun
juga pemahaman terhadap nilai cerita
dan keterampilan berbicara. Dampak
lainnya lagi yaitu pengenalan lokal
culture.
Pengembangan dari SOJET
juga tidak terlepas dari teori
psikodinamika yang dikemukakan
Sigmund Freud. Menurut Sigmund
Freud (Rita, 2008: 23) dikemukakan
bahwa anak usia sekolah dasar
6-pubertas berada pada tahap laten.
Pada tahap laten ini seorang anak
berusaha mengembangkan
keterampilan sosial dan
intelektualnya. Tahap laten ini
menunjukkan bahwa anak usia 6-12
tahun menegaskan kemandiriannya
dan berusaha membebaskan diri dari
orang tua. Konteks membebaskan
sendiri dapat diartikan bahwa anak
tidak suka dikekang sehingga
pemasukan nilai-nilai sosial akan
lebih mengena melalui kisah yang
Berhubungan dengan
pendidikan karakter penulis merujuk
sosialisasi pendidikan karakter yang
dikemukakan (Berns, 1997 dalam
Euis, 2005:7) bahwa ada 6 metode
penyampaian pendidikan karakter dua
di antaranya adalah metode kognitif
di mana hasil sosialisasi dibangkitkan
melalui proses berpikir. Metode
kedua yaitu sosial budaya yang
memanfaatkan tradisi, ritual,
kelompok penekanan, dan unsur
sosial budaya lainya untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan.
SOJET berusaha
menyampaikan pendidikan karakter
melalui metode kognitif yaitu
membangkitkan karakter melalui
proses berpikir dari hasil telaah cerita.
Selain metode kognitif, SOJET
berusaha mamaparkan cerita melalui
metode sosial budaya yaitu menggali
nilai-nilai budaya yang ada dalam
penokohan.
Adapun pendidikan karakter
yang penulis kembangkan dalam
SOJET adalah gemar membaca, yaitu
kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
Kedua, cinta tanah air, yaitu cara
berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, dan
kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan.
Ketiga, rasa ingin tahu, yaitu sikap
dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari sesuatu yag
dipelajari, dilihat, dan didengar.
Berdasarkan pemaparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa SOJET
merupakan sebuah media
pembelajaran yang berbentuk buku
cerita di mana di dalamnya memuat
tokoh dan penokohan serta cerita
pewayangan yang dikemas dalam
bahasa Indonesia. Keunggulan yang
menjadi daya tarik dari SOJET adalah
adanya tokoh yang dapat dibentuk
dan dimainkan anak sendiri. Tokoh
yang ditampilkan berupa papertoys
yang disesuaikan dengan atribut
wayang sesungguhnya Papertoys ini
dipilih untuk menimbulkan kesan
bahwa wayang sangat menarik dan
tidak ketinggalan zaman.
Tokoh-tokoh dalam wayang ini akan
dimainkan anak menurut cerita yang
ada di dalam buku cerita sehingga
buku cerita (SOJET) juga berfungsi
sebagai papan permainan.
Keunggulan lainnya yaitu SOJET
maupun kelompok dalam bentuk role playing.
2. SOJET dan Pengenalan Local
Culture
Berdasarkan kajian teori di atas,
local culture merupakan budaya lokal dalam lingkup suku maupun daerah .
Story of Javannes Pupet
(SOJET) merupakan kebudayaan
lokal yang secara geografis
berkembang di daerah Jawa dan Bali.
Namun , ceritta wayang
telah diakui dunia (UNESCO
tahun 2003) sebagai warisan budaya
di Indonesia. Sebagaimana fakta
tersebut, diharapkan SOJET menjadi
sebuah solusi untuk pengenalan
budaya lokal (wayang) kepada
anak-anak Indonesia sehingga anak
Indonesia tidak hanya sekedar tahu
namun mencintai budaya tersebut.
Pemilihan bahasa yaitu bahasa
Indonesia juga menjadi solusi
pengenalan lokal culture yang menyeluruh untuk semua wilayah di
Indonesia. Harapan penulis dengan
nama “SOJET atau Story of
Javannese Pupet” tidak hanya dikenal
di Indonesia dimana menggunakan
bahasa bahasa Inggris dalam buku
ceritanya. Konsep ini semoga menjadi
sebuah awal untuk memperkenalkan
cerita asli dari Indonesia ke lingkup
yang lebih luas sehingga orang
Indonesia dapat membanggakan
budayanya sendiri yang berdampak
pada munculnya sikap nasionalism.
Simpulan
Berdasarkan uraian hasil pembahasan
di atas, penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut.
1. Papertoys sebagai bentuk education toys
karena mengasah tida kemampuan pokok
yaitu kemampuan fisik – motorik
(psikomotor), kemampuan kecerdasan
(kognitif), kemampuan sosial–emosional
(afektif).
2. Keunggulan dari cerita berbentuk 3
dimensi (pop-up) yaitu dapat
mengkonktetkan sebuah cerita, bersifat
interaktif (mampu mengkomunikasikan
dan memvisualisasikan seting atau latar
sebuah cerita) dan mampu
membangkitkan keingintahuan anak
karena setiap halaman dari cerita
memberikan kejutan-kejutan tersendiri.
3. Konsep SOJET merujuk pada beberapa
ahli psikologi perkembangan anak antara
lain Jean Piaget dan Sigmud Freud, dan
Berns dimana sosialisasi pendidikan
melalui metode kognitif dan metode sosial
budaya.
Daftar Pustaka
Andang Ismail. 2006. Education Games. Yogyakarta: Nuansa Aksara
A S Hornby. 2010. Oxford Dictionary Eight
Edition. New York: Oxford University Press
Nancy Larson Bluemel. 2012. Rhonda
Harris Taylor. Pop-Up Books: A Guide for Teachers and Librarians. California: Santa Barbara
Euis Sunarti. 2005. Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: Elex Media Komputindo
Rita Eka Izzaty,dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Uny Press
Wina Sanjaya. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT Fajar Interpratama
Sumber Internet :
Admin. 2012. 12 Manfaat Membacakan
Cerita untuk Anak. Website:
http://www.erlanggaforkids.com/read-
a-story/manfaat-read-a-story.html#comment-82 . Diakses
pada tanggal 24 Februari 2013.
Eko Sutriyanto. 2012. Wayang Kulit
Terancam Punah, Banyak Dalang Sepi
Penonton. Website:
http://www.tribunnews.com/2012/11/2
2/wayang-kulit-terancam-punah-banyak-dalang-sepi-penonton. Di ambil
pada tanggal 28 November 2012.
Lia Harahap. 2012. Daftar Warisan
Indonesia yang Diakui UNESCO. Website:
http://www.merdeka.com/peristiwa/daf
tar-warisan-indonesia-yang-diakui-unesco.html. Di ambil pada tanggal 15
November 2012.
Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan
Karakter. Website:
http://www.mandikdasmen.depdiknas.g
o.id/web/pages/urgensi.html diakses
pada tanggal 10 Agustus 2012.
Wawan Junaidi. 2011. Pengertian Wayang. Diambil dari
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/12/pengerti
an-wayang.html, pada tanggal: 20
Biodata Penulis 1
Nama Lengkap : Tri Hardiyanti
NIM : 10108241077
Asal Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Jurusan : Pendidikan Pra-Sekolah dan Sekolah Dasar
Prodi : PGSD
No.telp/mobile : 085743715230
E-mail : triacheery@gmail.com/tria_sabanewmail@gmail.com
Biodata Penulis 2
Nama Lengkap : Azza Nurmalita
NIM : 10108241101
Asal Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Jurusan : Pendidikan Pra-Sekolah dan Sekolah Dasar
Prodi : PGSD
No.telp/mobile : 085643231742