• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAKAF UANG TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WAKAF UANG TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM (1)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

WAKAF UANG TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Oleh : Dr. Evra Willya, M.Ag

Abstrak

Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya

harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang

bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh

karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga

bisa benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang

tunai memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi

semua dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia

dan Eropa. Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan

uang. Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek

wakaf itu apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal. Di kalangan Hanafi

membolehkan mewakafkan uang dirham dan dinar. Bolehnya mewakafkan uang

tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang dirham dan dinar sudah

menjadi kebiasaan di negeri Romawi. Di kalangan Syafiiyah terdapat perbedaan

tentang mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan

dirham dan dinar, membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak

memperbolehkan menyewakannya dirham dan dinar, tidak membolehkan

mewakafkannya. Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari

sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan

dinar karena dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada

lagi wujudnya. Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan

menyewakan uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama

uang sebagai alat tukar.

Kata kunci: wakaf, uang tunai, dinar, dan dirham

(2)

A. Pendahuluan

Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah swt, lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam Islam. Penguasaan harta oleh sekelompok orang akan melahirkan eksploitasi kelompok minoritas (si kaya) terhadap mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibat-akibat negatif yang beraneka ragam.

Wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nazir baik berupa perorangan baik berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam. Harta yang telah diwakafkan , keluar dari hak milik yang mewakafkan dan bukan pula menjadi hak milik nazir atau tempat menyerahkan, tetapi menjadi hak Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.1

Oleh karena itu wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara

habluminallah dan habluminannas. Dalam fungsinya sebagai ibadah wakaf merupakan satu bentuk perbuatan dengan cara memisahkan sebagian harta benda yang dimiliki seseorang untuk dijadikan harta milik umum, yang akan diambil manfaatnya bagi kepentingan orang lain. Pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun yang berwakaf telah meninggal dunia. Dalam fungsi sosialnya wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang mewakafkan.

Salah satu unsur terpenting dari wakaf adalah benda yang diwakafkan. Tanpa ada benda wakaf, wakaf tidak akan dapat direalisasikan. Benda wakaf menurut fuqaha’ dan hukum positif dalam beberapa hal adalah sama, yaitu benda wakaf itu

1

(3)

bermanfaat dan bernilai ekonomis dalam arti sesuatu yang dapat diperjualbelikan, tahan lama baik bendanya maupun manfaatnya dan manfaatnya dapat diambil oleh si penerima wakaf.

Walaupun terdapat perbedaan definisi wakaf dan harta wakaf, akan tetapi definisi wakaf yang mereka kemukakan nampaknya berpegang pada prinsip bahwa benda yang diwakafkan itu pada hakikatnya adalah pengekalan manfaat benda wakaf, baik status kepemilikan benda itu berpindah kepada orang yang menerima wakaf ataupun tetap di tangan si wakif.

Berkaitan dengan ini adalah hukum mewakafkan uang. Apakah uang bisa dijadikan sebagai benda wakaf atau tidak. Di kalangan fuqaha’ hukum mewakafkan uang merupakan persoalan yang diperselisihkan. Perselisihan ini tidak terlepas dari definisi masing-masing tentang wakaf dan harta wakaf.

B. Pengertian Wakaf

Secara bahasa wakaf berarti menahan tindakan hukum2 Sedangkan pengertian wakaf secara istilah terdapat perbedaan di kalangan ulama:

1. Abu Hanifah

قﺪ و

اﻮ ا

ا

T

P

3

P

T

Menahan materi benda orang yang berwakaf dan menyedekahkan manfaatnya untuk kebajikan.

Dari definisi ini dapat diketahui bahwa harta wakaf menurut Abu Hanifah tetap menjadi milik orang yang mewakafkan hanya manfaatnya saja yang disedekahkan. Akad wakaf adalah jaiz tidak akad yang lazim dalam arti akad wakaf bukanlah akad yang mengikat sama halnya dengan ‘ariyah (pinjam

2

Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, Kitab Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim al-Abyari,(Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996), h. 328. Muhammad Rawwas Qal-ah Ji dan Hamid Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, (Bairut: Dar al-Nafais, 1985), h. 508. Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid 6, h. 1905. Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 200), h. 481

3

(4)

meminjam). Orang yang berwakaf boleh saja mencabut wakafnya kembali dan boleh pula diperjualbelikan oleh pemiliknya semula.4 Jika orang yang mewakafkan tersebut meninggal dunia maka harta yang diwakafkannya berpindah menjadi milik ahli warisnya.5 Dengan demikian mewakafkan harta menurut Abu Hanifah bukan berarti meninggalkan hak milik secara mutlak.

Akad wakaf baru bersifat mengikat apabila:

1. Terjadi sangketa antara orang yang mewakafkan dengan nazir wakaf daan hakim memutuskan bahwa wakaf itu mengikat.

2. Putusan hakim terhadap harta wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang yang berwakaf.

3. Wakaf itu dipergunakan untuk mesjid.6

Jika ketentuan benda wakaf itu diputuskan oleh hakim sebagai wakaf, maka keputusan itu mempunyai ketentuan hukum yang berlaku dan mesti ditaati. Apabila wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang yang mewakafkan maka kedudukan hukumnya sama dengan hukum wasiat, wasiat tentang wakaf, maka ahli warisnya tidak boleh mewariskannya. Wakaf hanya bisa terjadi selama orang yang berwakaf masih hidup. Dengan demikian apabila orang yang berwakaf itu sudah wafat maka otomatis wakafnya terputus sehingga harta wakaf menjadi milik ahli warisnya.

Sedangkan sahabat Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dalam hal ini berbeda pendapat dengan Abu Hanifah. Isa bin Aban meriwayatkan bahwa ketika Abu Yusuf datang ke Baghdad ia sependapat dengan Abu Hanifah tentang bolehnnya menjual harta wakaf, tetapi setelah diberitahukan kepadanya hadis Umar, ia

4

Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Jilid 4, h. 339

5

Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, (Bairut: Dar al-Fikr), 1996), h. 137. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1997), Juz 10, h. 7599

6

(5)

merubah pendapatnya.7 Menurut Abu Yusuf wakaf itu menggugurkan kepemilikan sama halnya dengan thalak dan memerdekakan budak, wakaf dapat terjadi dengan semata-mata lafaz, dan tidak disyaratkan adanya penyerahan.8

2. Malikiyah

ﺔآﻮ

ﻚ ﺎ ا

,

ةﺮ ﺄ

ﺎآﻮ

نﺎآ

ﻮ و

,

هارﺪآ

وا

,

,

ا

ةﺪ

T

P

9

P

T

Menjadikan manfaat harta yang dimiliki oleh orang yang berwakaf baik berupa sewa atau hasilnya (seperti wakaf uang) untuk diserahkan kepada orang yang berhak dengan lafaz wakaf untuk masa waktu tertentu sesuai dengan kehendak orang yang berwakaf.

Pengertian ini menjelaskan bahwa pemilik harta wakaf menahan penggunaan harta itu secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat harta yang diwakafkan sedangkan harta itu tetap menjadi milik orang yang mewakafkan. Wakaf ini hanya berlaku untuk masa tertentu sesuai dengan kehendak orang yang berwakaf dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.

Yang menjadi dasar mazhab Maliki berpendapat bahwa pemilikan harta wakaf tetap di tangan orang yang berwakaf dan manfaatnya untuk orang yang menerima wakaf adalah hadis Rasul tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya.10

3. Syafi’iyah

لﺎ

حﺎ

فﺮ

ﺔ ر

فﺮ ا

ءﺎ

عﺎ ا

T

P

11

P

T

7

Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 511

8

Wahbah Zuhaili, Al-Washaya wa Waqfu fi Fiqh Islami, h. 137. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7600

9

Wahbah Zuhaili, Al-Washaya wa Waqfu fi Fiqh Islami, h. 135. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7601. Muhammad Musthafa al-Syalabi, Al-Waqf wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa al-Qanun, h. 21

10

(6)

Menahan harta yang mungkin dapat diambil manfaatnya sementara bendanya tetap dan benda itu lepas dari milik orang yang mewakafkan serta dimanfaatkan untuk sesuatu yang dibolehkan.

Pengertian ini menjelaskan bahwa wakaf itu menahan tindakan hukum orang yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. kepemilikan benda wakaf itu tidak lagi milik orang yang mewakafkan status harta telah telah berubah menjadi milik Allah yang dipergunakan untuk kebajikan bersama sehingga orang yang mewakafkan tidsak boleh lagi bertindak hukum terhadap harta tersebut.

4. Hanabalah

ر

ﺮ و

ﺮ ا

ءﺎ

ا

فﺮ ا

ﻚ ﺎ

ﷲا

ﻰ ا

ﺎﻬ ﺮ

ﻰ ا

ر

فﺮ

فﺮ ا

عاﻮ ا

عﻮ

T

P

12

P

T

Menahan kebebasan pemilik harta untuk bertindak hukum terhadap hartanya sementara hartanya tetap utuh dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta tersebut, sedangkan manfaatnya diperuntukkan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam pengertian yang sederhana Ibn Qudamah menyatakan bahwa wakaf adalah “ menahan pokoknya dan menyedekahkan manfaatnya”.13

Pengertian yang dikemukakan oleh Hanabalah ini sama dengan pengertian wakaf yang dikemukakan oleh Syafiiyah yaitu berpindahnya kepemilikan harta wakaf dari orang yang mewakafkan menjadi milik Allah yang dipergunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Karena harta wakaf

11

Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, ( Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958), Juz 2, h. 376. Abu Zakaria Yahya bin Syarf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), Jilid 4, h. 377

12

Sayid Ali Fikri, Al-Mu’amalah Madiyah wa alAdabiyah, ( Mesir: Mustafa Babi al-Haalabi, 1938), Juz 2, h. 312

13

(7)

itu sudah menjadi milik Allah maka orang yang mewakafkan tidak boleh menarik kembali harta yang telah diwakafkannya dan tidak boleh pula diwariskan.14

Dari semua pengertian wakaf yang dikemukan di atas, walaupun terdapat perbedaan dalam mendefinisikan wakaf, tetapi semua pengertian itu mengacu kepada satu kesimpulan bahwa wakaf itu menahan harta yang diperuntukkan untuk kebaikan dan harta yang diwakafkan itu bernilai ekonomis

Pengertian wakaf dalam hukum positif Indonesia dapat dijumpai dalam PP. No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik pasal 1 (1)15 dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1999 tentang KHI buku III pasal 215 (1)16

Dalam pasal 1 (1) dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dalam pasal 215 (1) KHI dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Jika pada pasal 1 (1) PP No. 28 tahun 1977 dengan tegas menyatakan bahwa bennda wakaf adalah tanah milik, yang digunakan untuk kepentingan umum. Maka berdasarkan KHI benda wakaf lebih umum. Pasal ini menyatakan bahwa benda wakaf itu adalah benda milik. Ini berarti benda yang dapat diwakafkan itu bukan saja tanah milik melainkan juga dapat berupa benda lain, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 215 (2):

14

Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, (Damsyiq: t. pn, 1993), h. 199

15

Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1999), h. 213

16

(8)

“benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam”.17

Oleh karena itu berdasarkan pengertian wakaf menurut pasal 215 (1, 2) dapat diketahui bahwa wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelempok orang atau badan hukum untuk menahan hartanya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Harta yang dimaksud di sini termasuk di dalamnya tanah, uang, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang dibolehkan menurut ajaran Islam.

C. Dasar Hukum Wakaf ِ

Allah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.Dasar hukum wakaf sebagai lembaga yang diatur dalam Islam adalah al-Qur’an, dan hadis.

1. Al-Qur’an

Dasar hukum wakaf tidak dijumpai secara tersurat dalam al-Qur’an. Namun demikian terdapat ayat-ayat yang memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai dasar hukum wakaf.

a. Q.S Ali Imran ayat 92

ﷲا

نﺎ

ﺊ ﺷ

اﻮ

ﺎ و

نﻮ

اﻮ

ﺮ ا

اﻮ ﺎ

Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada suatu kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya

b. Q.S Al-Baqarah ayat 267

آ

تﺎ

اﻮ ا

اﻮ ا

ﺬ ا

ﺎﻬ ﺄ

ضر ا

ﻜ ﺎ ﺮ ا

و

...

Hai orang-oraang yang beriman nafkahkanlah di jalan Allah sebagiann dari hasil usahamu yang baik-baik daan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi

17

(9)

Ayat-ayat ini menganjurkan agar orang yang beriman mau menafkahkan sebagian hartanya untuk kebaikan dan sekaligus menunjukkan cara untuk mendapatkan kebaikan itu antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang dimilikinya dan di antara sarana kebaikan itu adalah wakaf.

2. Hadis Nabi

ﺎ ا

ﺎ ﺮ ا

ﺎ ﺛﺪ

ا

ا

ﺮ ا

ء ا

لﺎ

م

ص

ﷲا

لﻮ ر

نا

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

:

ث ﺛ

ا

ا

نﺎ

ا

تﺎ

اذا

ﻮ ﺪ

ﺪ و

و

و

ﺔ رﺎ

ﺔ ﺪ

)

يﺬ ﺮ ا

اور

(

T

P

18

P

T

Telah menyampaikan kepada kami Ali bin Hujr, telah memberitahukan kepada kami Ismail bin Ja’far dari ‘Ala’ bin Abd al-Rahman dari ayahnya dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Rasul saw telah bersabda: bila manusia mati maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakannya.

(H.R al-Tarmizi).

Hadis ini menjelaskan bahwa amal orang yang telah meninggal itu terputus pahalanya kecuali di dalam tiga perkara karena ketiganya itu berasal dari usahanya: anaknya, ilmu yang ditinggalkannya dan sedekah jariyahnya.

ﻰ ﺄ ا

لﺎ

نﻮ

ا

ﺎ ﺛﺪ

ىرﺎ

ا

ﷲا

ﺎ ﺛﺪ

ﺎ ﺛﺪ

م

ص

ا

ﻰ ﺄ

ﺎ را

بﺎ ا

بﺎ

ا

نا

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

ا

لﺎ

ﺎﻬ

ﺮ ﺄ

:

يﺪ

ا

ا

ﺎ را

ا

ا

ﷲا

لﻮ ر

,

؟

ﺮ ﺄ

لﺎ

:

ﺎﻬ

ﺪ و

ﺎﻬ ا

ﺌﺷ

نا

.

لﺎ

:

عﺎ

ا

ﺎﻬ

او

ﷲا

ﻰ و

بﺎ ﺮ ا

ﻰ و

ﻰ ﺮ ا

و

ءاﺮ ا

ﺎﻬ

قﺪ

و

ثرﻮ

و

هﻮ

و

18
(10)

لﻮ

و

فوﺮ ﺎ

ﺎﻬ

آﺄ

نا

ﺎﻬ و

حﺎ

و

ا

و

)

اور

ىرﺎ ا

(

T

P

19

P

T

Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Abd Allah al-Anshari, menyampaikan kepada kami Ibn Aun ia berkata telah menyampaikan kepada kami Nafi’ dari Ibn Umar r.a sesungguhnya Umar bin al-Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar,lalu Umar mendatangi Rasul minta pertimbangan tentang tanah itu. Maka katanya: Ya Rasul sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain dari padanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku sehubungan dengannya. Rasul menjawab : jika engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaaatnya. Maka Umarpun menyedekahkan manfaatnya, dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Tanah itu ia wakafkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, memerdekan budak, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusnya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang ma’ruf dan mamakannya tanpa menganggap bahwa tanah itu miliknya sendiri. (H.R Bukhari)

Hadis ini menjelaskan tentang perbuatan Umar yang mewakafkan tanah miliknya, untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Umar tidak menjual, menghibahkan dan mewariskan tanah tersebut.

D. Rukun dan Syarat Wakaf

Fuqaha’ sepakat bahwa wakaf harus memenuhi rukun dan syarat. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah rukun di kalangan fuqaha’. Menurut mazhab Hanafi rukun wakat itu hanya satu yaitu shighat.20 Sedangkan menurut jumhur rukun wakaf ada empat, yaitu :

19

Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi Abd Allah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, (Kairo: Maktabah al-Salafiyah, 1407H), Juz 5, h. 418. Hadis ini juga terdapat dalam Shahih Bukhari bab Syarath nomor 19, bab washaya nomor 28, 29 dan 32, bab Aiman nomor 33. Shahih Muslim bab washiyah nomor 15, Sunan al-Tarmizi bab Ahkam nomor 36, Sunan al-Nasai bab Ahbas nomor 2 dan 3, Ibn Majah bab Shadaqat nomor 40 dan Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 2 nomor 12 dan 13. A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, jilid 3, h. 279

20

(11)

1. Wakif, yaitu orang yang mewakafkan

2. Maukuf, yaitu harta atau benda yang dijadikan objek wakaf 3. Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang menerima harta wakaf

4. Shighat, yaitu Pernyataan si wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan hartanya.21

Masing-masing rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu. 1. Wakif

Orang yang mewakafkan hartanya disyaratkan mempunyai kecakapan bertindak hukum, di antara syarat wakif adalah:

a. Kamal Ahliyah

Yang termasuk ke dalam kamal ahliyah aadalah baligh, berakal dan merdeka. Apabila yang mewakafkan itu anak kecil maka wakafnya batal baik ia sudah mumayyiz atau belum, begitu juga halnya dengan wakaf yang dilakukan oleh orang gila dan budak.

b. Ahli al-Tabarru’

yaitu orang yang mewakafkan hartanya sendiri dan hartanya itu berada di bawah kekuasaannya. Maka menurut jumhur tidak sah wakaf yang dilakukan oleh seseorang yang pailit.22, tetapi Hanafiyah membolehkan orang yang berhutang mewakafkan hartanya dengan syarat hutang tersebut tidak melebihi seluruh harta, maka mewakafkan sisa harta yang tidak terkait dengan hutang hukumnya sah. Tetapi jika hutang itu mencakup seluruh harta maka wakafnya ditangguhkan sampai ada izin dari orang yang memberikan hutang. Jika diizinkan maka wakafnya sah dan jika tidak diizinkann, wakafnya tidak sah.23

21

Al-Nawawi. Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377-387. Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 138, Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 203

22

Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 204-205

23

(12)

Ahli tabarru’ di sini juga termasuk imam yang mewakafkan harta milik baitul mal yang bertujuan untuk kepentingan umum seperti mesjid dan selainnya.24 2. Maukuf

Benda yang akan diwakafkan, dianggap sah sebagai harta wakaf, jika benda tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Benda yang akan di wakafkan baik harta bergerak maupun tidak harus bernilai ekonomis, tetap zatnya dan dibolehkan manfaatnya menurut ajaran Islam.

b. Harta yang akan diwakafkan harus jelas wujudnya dan batasan-batasannya, tujuannya adalah untuk menghindari perselisihan yang mungkin terjadi dikemudian hari setelah harta itu diwakafkan. Oleh karena itu tidak sah mewakafkan harta yang tidak jelas, seperti satu dari dua rumah misalnya. c. Harta yang akan diwakafkan itu milik penuh orang yang berwakaf.25

Para ulama sepakat boleh mewakafkan benda tetap – yang menurut Hanafiyah hanya tanah saja dan menurut Malikiyah tanah dan apa yang berhubungan dengannya berupa bangunan dan pohon26- tetapi mereka berbeda tentang mewakafkan benda bergerak.

Ulama Hanafiyah mensyaratkan bahwa wakaf itu adalah benda yang kekal zatnya. Namun demikian Hanafiyah membolehkan wakaf benda bergerak dalam beberapa hal:

1. Apabila keadaan benda bergerak itu mengikuti benda tetap. Mengenai hal ini ada dua macam, pertama: benda tersebut berhubungan dengan benda tetap seperti bangunan dan pohon. Kedua : benda bergerak yang digunakan untuk membantu benda tetap seperti alat untuk membajak.

2. Ada nash yang membolehkan seperti senjata dan kuda atau binatang-binatang yang digunakan untuk berperang

24

Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377

25

Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, Juz 2, h. 377

26

(13)

3. Benda bergerak itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk mewakafkannya seperti wakaf kitab, mushaf, dinar dan dirham dan sebagainya.27

Sementara ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan benda bergerak tanpa memberikan batasan seperti budak, pakaian, binatang, pedang, mushaf, kitab dan sebagainya28 dengan dalil diqiyaskan dengan hukum yang berlaku pada pohon kurma, bangunan dan tanah.29

Menurut Hanabalah barang yang sah diperjualbelikan, sah pula diwakafkan dan bermanfaat secara mubah sedang zat barangnya kekal.30 Sementara itu Malikiyah tidak membedaakan wakaf tetap dan bergerak. Menurut mereka boleh mewakafkan segala benda yang dapat memberikan manfaaat kepada orang yang diberi harta wakaf baik berupa benda tetaap maupun bergerak.31

3. Maukuf Alaih

Fuqaha’ membagi maukuf alaih kepada dua bahagian: 1. Untuk seseorang atau kelempok tertentu

Fuqaha’ sepakat menetapkan syarat bagi orang atau kelempok tertentu ini, mempunyai keahlian atau hak untuk memiliki dalam arti penerima wakaf dapat memiliki harta yang diwakafkan kepadanya pada saat pemberian wakaf. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal berwakaf terhadap sesuatu yang tidak ada, tidak diketahui dan berwakaf terhadap diri sendiri.

Menurut ulama Hanafiyah wakaf sah baik diberikan kepada orang yang diketahui maupun orang yang tidak diketahui, muslim atau zimmi, sedangkan berwakaf kepada geraja dan kafir harbi tidak boleh. Abu Yusuf dan yang lainnya

27

Muhammad Abu Zahrah, Muhadharat fi al-Waqfu, h. 103-104

28

Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 376

29

Al-Muzani, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, (Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993), jilid 9, h. 145. Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir (Syarh Mukhtsahar al-Muzani, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 517

30

Sayyid Ali al-Fikr, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, Juz 2, h. 313

31

(14)

dari kalangan Hanafiyah membolehkan wakaf kepada diri sendiri.32 Ulama Malikiyah berpendapat bahwa wakaf sah ditujukan kepada kepada orang yang mempunyai hak untuk memiliki, baik kepada sesuatu yang sudah nyata ada maupun kepada sesuatu yang dimungkinkan ada seperti janin yang akan lahir. Wakaf kepada diri sendiri tidak dibolehkan meskipun bersama orang lain yang bukan ahli waris.33

Ulama Syafiiyah berpendapat sah wakaf diberikan kepada seseorang atau kelompok tertentu dengan syarat mempunyai kemungkinan untuk memiliki, oleh karenanya boleh berwakaf kepada kafir zimmi dan tidak sah wakaf kepada kafir harbi dan murtad. Wakaf juga tidak sah diberikan kepada janin karena ia belum dapat memiliki pada saat wakaf itu diberikan, begitu juga halnya kepada hamba34 Syarat yang sama juga dikemukakan oleh ulama Hanbali yaitu orang yang menerima wakaf itu mempunyai kemampuan untuk memiliki, objeknya harus jelas ada, sehingga wakaf tidak boleh diberikan kepada budak dan janin yang ada dalam kandungan dan juga tidak boleh untuk orang murtad dan kafir harbi karena pada dasarnya harta mereka mubah dan boleh diambil secara paksa, dan juga tidak sah wakaf kepada diri sendiri karena tujuan wakaf itu untuk dimanfaatkan oleh orang yang menerima wakaf. 35

2. Tidak tertentu

Wakaf yang tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu disyaratkan harus jelas diketahui dan tujuannya untuk kebaikan dengan menafkahkan haartanya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Seperti wakaf diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, ulama , mesjid, sekolah, jembatan dan

32

Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164

33

Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164

34

Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 381

35

(15)

sebagainya, dan wakaf itu tidak boleh ditujukan untuk maksiat atau hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Islam.36

4. Shighat

Rukun hakiki dari setiap aqad adalah keralaan masing-masing pihak yang berakad. Kerelaan itu sesuatu yang tersembunyi, untuk melahirkan sesuatu yang tersembunyi ini harus ada shighat yang diungkapkan melalui ijab dan qabul. Maka demikian pula halnya dengan wakaf, terdapat beberapa syarat shighat yang ditetapkan oleh fuqaha’

1. Langsung, shighat tidak dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu. 2. Tidak dikaitkan dengan syarat yang fasid

3. Selamanya, tidak dikaitkan dengan waktu, kecuali menurut Malikiyah boleh wakaf dalam waktu tertentu. Apabila habis masanya harta itu kembali kepada orang yang mewakafkan.37

E. Wakaf Uang Tunai

Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan uang. Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek wakaf itu apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal, ini juga sejalan dengan pemahaman mereka terhadap perkataan Rasul kepada Umar yang mewakafkan tanahnya di Khaibar, di mana Rasul menyatakan “tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya”.

Di kalangan Hanafi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Abidin bahwa Muhammad bin Abdullah al-Anshari meriwayatkan dari Zufar tentang bolehnya mewakafkan uang dirham dan dinar. Abdullah al-Anshari menjelaskan “kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan keuntungannya kita sedekahkan”. Bolehnya mewakafkan uang tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang dirham dan dinar sudah menjadi kebiasaan di negeri Romawi.38

36

Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 168

37

Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 209-210

38

(16)

Di kalangan Syafiiyah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Nawawi dalam al-Majmu’ : terdapat perbedaan pendapat para sahabat kita tentang mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan dirham dan dinar, membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan menyewakannya, tidak membolehkan mewakafkannya.39

Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan dinar karena dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya. Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan menyewakan uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama uang sebagai alat tukar. Begitu juga larangan untuk mewakafkan pohon untuk jemuran, karena fungsi utaama pohon bukanlah untuk menjemur pakaian. Dan menurut sebagian yang lain sah mewakafkan dinar dan dirham karena boleh menyewakannya.40

Adanya pendapat sebagian ulama yang lebih menekankan bahwa harta wakaf itu harus kekal dan tahan lama tidak terlepas dari konsep wakaf itu sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir. Oleh karenanya harta yang diwakafkan itu harus tahan lama. Ibn Taimiyah dalam al-fatawa meriwayatkan satu pendapat dari Abdullah al-Anshari yang menyatakan bahwa wakaf dinar aakan bermanfaat ketika zat uangnya habis dan jika bendanya tidak lenyap maka tidak akan bermanfaat.41 Maksudnya adalah manfaat uang itu akan terwujud bersamaan dengan lenyapnya zat uang secara fisik. Kendatipun secara fisik zatnya lenyap, tetapi manfaatnya kekal.

Adanya perdebatan di kalangan fuqaha’ tentang boleh tidaknya mewakafkan uang memperlihatkan adanya upaya yang terus menerus memaksimalkan hasil harta wakaf. Karena semakin banyak harta wakaf yang dihimpun berarti semakin banyak pula kebaikan yang mengalir kepada pihak yang berwakaf. Pendapat yang

39

Al-Nawawi, Al-Majmu’, ( Bairut: Dar al-Fikr, 1996), Juz 16, h. 277. Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 380

40

Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni ala Mukhtashar al-Kharaqi¸h. 382

41

(17)

membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, membuka peluang bagi asset wakaf untuk memasuki berbagai usaha investasi seperti syirkah, mudharabah dan lain-lain. Dalam catatan sejarah Islam wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad ke-2 H. Al-Zuhri sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari menganjurkan untuk mewakafkan uang untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidikan umat Islam. Caranya adalah dengan menjadikan uang itu sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.42

F. Wakaf Uang di Negara-Negara Islam

Sevket Pamuk, seorang intelektual asal Turki pernah menggambarkan bagaimana wakaf menjadi salah satu kekuatan ekonomi sebuah negara. Dalam makalahnya yang disampaikan pada sebuah seminarr yang bertajuk formattion and efficiency of Fiskal states in Europe and Asia 1500-1914 di Boenos Aires, Argentina, pada Juli 2002, menyatakan bahwa wakaf telah mengambil peran penting dalam membesarkan kekaisaran Ottoman Turki, wakaf telah melakukan apa yang disebutnya the evolution of fiscal institution di kekaisaran yang wilayahnya mencakup Asia dan Eropa ini. . Secara ekonomi, kekuatan fundamental kekaisaran ini salah satunya dibangun berkat sistim wakaf. Keberhasilan sistim wakaf pada masa kekaisaran ini tidak menjadi sisa-sisa kejayaan masa lalu yang turut runtuh seiring dengan pudarnya kekuasaan kekaisaran yang berkuasa pada abad ke-14. karena sistim wakaf yang berkembang pesat pada masa itu, secara tradisi diteruskan oleh negara-negara Asia, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Asia selatan.43

Menurut M. A. Mannan, Profesor penelitian Universitas King Abdul Aziz, sekarang ini diperlukan reformasi pengelolaan wakaf di negara-negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya Islam. Penelitian Mannan menyebutkan, reformasi pengelolaan wakaf sudah dilakukan di beberapa negara misalnya Tunisia, Aljazair, India. Di India pengaturan wakaf melalui Undang-Undang dimulai dengan

42

Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Bairut: Dar al-Fikr, 1994), Juz 3, h. 259-260

43

(18)

peluncuran Musalman Waqf Act pada tahun 1923. Menurut UU ini harta yang diwakafkan dapat berupa tanah, sawah, kebun, mesjid dan tempat-tempat ibadah, alat pertanian, kitab suci, kuda, unta, dan uang. Sedangkan pemanfaatannya antara lain untu pemeliharaan harta wakkaf yang ada. Pembiayaan pelaksanaan pencapaian tujuan wakaf yang ditetapkan oleh wakif, bantuan fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Di Pakistan beberapa peraturan perundang-undangan juga telah diberlakukan yang kemudian diadopsi oleh Banglades. Meskipun pimpinan administrasi di Pakistan dan Banglades telah menangani pengadministrasian dan pemeliharaan harta wakaf, penghasilan harta wakaf yang kecil dan tersebar sangat tidak mencukupi untuk memelihara harta wakaf itu sendiri. Kondisi inilah yang kemudian memerlukan adanya reformasi dalam manajemen dan administrasi harta wakaf. Survei yang dilakukan Mannan ini menunjukkan bahwa ada fleksibelitas dan lingkup yang cukup untuk reformasi lebbih jauh bagi pengembangan manajemen dan administrasi wakaf di negara-negara Islam atau negara yang mayoritas muslim, terutama yang berkenaan dengan wakaf uang tunai.

Wakaf uang tunai diharapkan diharapkan menjadi sarana rekonstruksi sosial dan pembangunan. Mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan partisipasi tersebut, berbagai upaya pengenalan tentang arti pentingnya wakaf termasuk wakaf tunai sebagai sarana tranfer tabungan si kaya kepada para ushawan. Mannan berpendapat, wakaf tunai dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan proyek investasi sosial yang dikelola bank-bank Islam, sehingga dapat berubah menjadi bank wakaf.44

Di berbagai negara wakaf uang sudah lama di praktekan dan diatur dalam undang-undang seperti Undang-Undang negara Qatar Nomor 8/ 1946 tentang wakaf yang mengatur wakaf benda bergerak. Aturan tentang wakaf benda bergerak ini juga

44

(19)

berlaku di Mesir dengan adanya Undang-Undang Nomor 48 /1946 tentang hukum wakaf.45

Mesir merupakan salah satu contoh keberhasilan dalam mengembangkan sistem wakaf produktif. Dari segi kuantitas, di Mesir, misalnya, jumlah lahan pertanian hasil wakaf masyarakat sampai dengan awal abad ke-19 mencapai sekitar sepertiga total jumlah lahan pertanian yang ada. Itu belum termasuk tanah wakaf yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung sekolah, mesjid, rumah sakit, dan panti anak yatim. Universitas al-Azhar di Kairo merupakan yayasan pendidikan yang besar berkat dana wakaf. Perguruan tinggi ini setiap tahunnya menerima wakaf bernilai jutaan dolar dari donatur dalam dan luar negri.46

Untuk mengembangkan wakaf yang ada, pemerintahan Mesir terus menerus melakukan kajian tentang pengelolaan wakaf. Peraturan perundang-undangan mengenai perwakafan di Mesir juga selalu dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Agar wakaf dapat lebih meningkstksn perekonomian masyarakat, maka badan wakaf di Mesir juga membuat beberapa kebijakan, antara lain menitipkan hasil wakaf di Bank Islam, mengadakan kerjasama dengan beberapa perusahaan, mengelola tanah-tanah kosong secara produktif, bekerjasama dengan berbagai perusahaan, membeli saham dan obligasi dan obligasi perusahaan penting. Sedangkan hasil pengembangan wakaf di Mesir secara garis besar di manfaatkan untuk membantu kehidupan masyarakat seperti fakir miskin, anak yatim, para pedagang kecil, kesehatan masyarakat dengan mendirikan rumah sakit, menyediakan obat-obatan bagi masyarakat, mendirikan tempat-tempat ibadah dan untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi.47

Di Bangladesh wakaf tunai memiliki arti yang sangat penting dalam memobilisasi dana bagi pengembangan wakkaf properti. Social Investmen Bank Ltd (SIBL) mengintrodusir Sertifikat Wakaf Tunai, suatu produk baru dalam sejarah

45

Modal, No 10/-Agustus 2003, h. 53

46

Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 12

47

(20)

perbankan sektor voluntary. Bangladesh menawarkan skim wakaf tunai, pengenalan skim wakaf tunai diartikan sebagai Islamic Voluntary sector. Skim ini diharapkan menjadi model mobilisasi tabungan yang paling efektif dan konstan yang keuntungannya dimanfaatkan untuk investasi dan kegunaan sosial.. Petunjuk administrasi operasional sertifikat wakaf ini di antaranya adalah bank akan mengelola wakaf atas nama wakif. Wakif memiliki kebebasan untuk memilih 32 tujuan yang diperrkenalkan oleh SIBL atau tujuan lain yang diizinkan sesuai syariah meliputi rehabilitasi keluarga, pendidikan dan budaya, kesehatan dan sanitasi dan pelayanan sosial. Total wakaf tunai akan menghasilkan keuntungan rata-rata tertinggi 10.70 persen keuntungan yang ditawarkan oleh perbankan dari waktu ke waktu.

Sasaran pemanfaatan dana hasil pengembangan wakaf tunai yang dikelola oleh SIBL antara lain adalah untuk meningkatkan standar hidup orang miskin, rehabilitasi orang cacat, meningkatkan standar hidup penduduk hunian kumuh, membantu pendidikan anak yatimm piatu, beasiswa, mengembangkan pendidikan moderen, mengembangkan sekolah, madrasah, kursus, akademi dan universitas, mendanai berbagai macam riset, mendirikan rumah sakit dan bank darah, menyelesaikan masalah-masalah sosial non muslim, membantu proyek-proyek untuk penciptaan lapangan kerja unntuk menghapus kemiskinan sesuai dengan syariat Islam dan lain-lain.48

Lembaga finansial yang juga mengenggam dana wakaf cukup besar adalah Isalamic Devolepment Bank (IDB). Dana IDB di antaranya US$ 220.000 untuk membangun Mahad Al-Irsyad al-Islami Girl School, Keren, Ansaba Province, Eritrea. US$ 350.000 untuk SMD General Hospital, Marawi City, Philippines. US$ 250.000 untuk perlengkapan laboratorium Islamic Secondary School. Ghana. US$ 400.000 untuk Univercity of Devolepment Studies (UDS), Nyankpala Ghana.US$ 217.000 untuk pembangunan Nurul Islam School di Tumin City, Russian Federation. US$ 300.000 untuk membeli Al-Huda Islamic School di College Park, Maryland, USA

48

(21)

dan US$ 295.000 untuk memperbaiki kelas pada Islamic Centre of Lausanne, Switzerland.49

Sedangkan di Indonesia, sejak 10 tahun terakhir wacana wakaf produktif semakin mendapat tempat. Bahkan sosialisasi wakaf telah jauh melebar ke bentuk wakaf tunai. Hal ini bisa dilihat dengan menjamurnya sejumlah yayasan yang mengelola dana wakaf masyarakat. Yayasan Islamic Village Tangerang dan yayasan Paramadina adalah dua diantara yayasan yang menyembul ke permukaan dan terbukti mampu hidup dan berkembang berkat dana wakaf.50 Pada tanggal 11 Mei 2002 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa wakaf uang/produktif. Kran wakaf tidak sekedar lahan mati pun terbuka secara umum. Langkah cermat MUI ini langsung diikuti Bank Muammalat dan Dompet Dhuafa republika dengan menjadikan diri mereka sebagai nazir wakaf produktif51

Dompet Dhuafa Republika dengan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) didirikan sejak November 2001 sebagai tempat layanan kesehatan bagi orang yang tidak punya. Sumber dana LKC di samping berasal dari infak, sedakah, dan zakat juga berasal dari wakaf tunai. Dalam hal ini LKC berfungsi sebagai objek wakaf ttunai yang efektif, artinya wakaf berupa harta,berapapun nilainya dikelola untuk membantu kaum miskin di bidang kesehatan. Besarnya nilai wakaf tunai yang ditawarkan LKC terdiri dari dua jenis; Pertama wakaf tunai atas nama dengan nilai nominal Rp 5.000.000. kedua wakaf tunai atas unjuk dengan nilai nominal Rp 1.000.000.52 Sebagai bukti telah berwakaf Dompet Dhuafa mengeluarkan sertifikat wakaf tunai.

Mengingat sangat besarnya manfaat wakaf uang tunai dan wakaf benda-benda bergerak lainnya demi mewujudkan kesejahteraan umat, maka pengembangan wakaf tunai di Indonesia merupakan suatu keharusan. Oleh karenanya pada bulan Juni 2003 pemerintah dalam hal ini Depertemen Agama sudah selesai menyiapkan Rancangan

49

Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13

50

Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13

51

Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13

52

(22)

Undang-Undang (RUU) Wakaf. Dalam RUU ini cukup banyak diatur hal-hal yang baru seperti persoalan wakaf benda bergerak meliputi wakaf uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang dibolehkan menurut ajaran Islam.53

Pada bulan juli 2004 Rancangan Undang-Undang tentang Wakaf sudah diajukan ke DPR. Pembahasan RUU Wakaf di DPR tidak ada hambatan yang berarti, sehingga pada tanggal 28 september Rancangan Undang-Undang tentang Wakaf yang diajukan oleh pemerintah itu disetujui oleh DPR, yang kemudian di sahkan oleh Presiden RI, Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 oktober 2004.

Dalam UU tentang Wakaf ini, wakaf uang diatur dalam bagian tersendiri. Dalam pasal 28 UU ini disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syari’ah yang ditunjuk oleh mentri. Kemudian dalam pasal 29 (1) disebutkan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat 2 pasal yang sama dinyatakan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sedangkan dalam ayat (3) pasal yang sama diatur bahwa sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah kepada wakif dan nazir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.54

G. Kesimpulan

Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga bisa benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang tunai

53

Modal, No. 10/I-Agustus 2003, h. 53

54

(23)

memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi semua dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia dan Eropa.

Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa benda yang diwakafkan harus kekal zatnya yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus. Namun demikian menurut ulama Hanafiyah dibolehkan mewakafkan benda bergerak. Salah satu diantara persyaratan yang ditetapkan Hanafiyah adalah benda bergerak itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk mewakafkannya seperti kitab, dinar, dirham dan sebagainya. Sedangkan ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan benda bergerak tanpa memberikan batasan.

Bolehnya mewakafkan benda-benda bergerak seperti uang sangat penting untuk mengembangkan benda-benda tidak bergerak. Wakaf uang dapat mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang kaya saja. Jadi untuk berwakaf tunai tidak perlu lagi menunggu usia tua dan memiliki rezki yang berlebih. Seperti yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa (DD), kita dapat memilih sendiri besaran tunai yang diwakafkan mulai dari satu juta sampai jumlah yang diinginkan. Wakif akan menerima sertifikat wakaf tunai sebagai bukti telah berwakaf.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: EJ.Brill, 1962, Juz 4

Abu Zahrah, Muhammad, Muhadharat fi al-Waqfu, t.t: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971

Asqalani, al, Ahmad bin Ali bin Hajar, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi Abd Allah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Kairo: Maktabah al-Salafiyah, 1407H, Juz 5

Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta: Logos, 1999

Bukhari, Shahih al-Bukhari, Bairut: Dar al-Fikr, 1994, Juz 3

Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid 6

Fikri, Sayid Ali, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa al-Adabiyah, Mesir: Mustafa al-Babi al-Haalabi, 1938, Juz 2

Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Fikr, 1992, Jilid 4

---, Radd al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 6

Ibn Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa , Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000, Jilid 18

Jurjani, al, Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab al- Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim al-Abyari, Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996

Kurdi, al, Ahmad al-Haji, Ahwal al-Syakhshiyyah, Damsyiq: t. pn, 1993

Maqdisi, al, Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni ala Mukhtashar al-Kharaqi¸ Bairut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1994, Juz 5

Mawardi, al, Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hawi al-Kabir, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 7

(25)

Modal, No. 3/I-Januari 2003 Modal, No. 5/I-Maret 2003 Modal, No. 8/I-Juni 2003

Modal, Edisi 23, Desember 2004

Muzani, al, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993, jilid 9

Nawawi, al, Al-Majmu’, Bairut: Dar al-Fikr, 1996, Juz 16

---,Raudhah al-Thalibin, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th, Jilid 4

Qal’ah Ji, Muhammad Rawwas dan Hamid Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, Bairut: Dar al-Nafais, 1985

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000

Syalabi, al, Muhammad Musthafa, Al-Waqf wa Washiyah baina Fiqh wa al-Qanun, Iskandariyah: Math’ah Dar al-Ta’lif, 1957

Syarbaini, al, Mughni al-Muhtaj, Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958, Juz 2 Tarmizi, al, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tarmizi, di tahqiq oleh

Muhammad Mahmud Hasan Nasshar, Bairut; Dar al-Kkutub al-Ilmiyah, 2000

Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 1999

Zein, M, Satria Effendi M, “Analisis Yurisprudensi: Tentang Sengketa Tanah Wakaf” dalam Mahkamah Agung, Analisa Yurisprudensi Peradilan Agama Tentang Hadhanah, Harta Bersama, Wasiat, Hibah, Wakaf, Jakarta: Pusdiklat Teknis Balitbang Diklat Kumdil MA RI, 2008

Zuhaili, al, Wahbah , Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, Bairut: Dar al-Fikr, 1996

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa menurunnya efisiensi dan efektifitas Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam mengelola dan memanfaatkan potensi daerah dan digunakan

Proses otentikasi jaringan dengan menggunakan Kerberos terpusat pada server Kerberos. Setiap proses yang ada di instant message akan melalui proses

tetapi tetap dibatasi sikap profesionalisme dalam bekerja akan membuat suasana kerja yang mendukung produktivitas perusahaan tetap berjalan dengan suasana kekeluargaan, selain

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Tahun Anggaran 2019 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klaten

Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat gizi sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental (Chinue,

Berdasarkan temuan terkait fenomena aktifitas dimensi kedua (urutan komunikasi), terutama pada urutan kedua, yaitu menyangkut fenomena aplikasi browser; channel; dan ragam

Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan SMP Negeri 4 Alla yang beralamatkan di Jl. Poros Sudu - Curio desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Adapun

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata