• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP HUKUM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP HUKUM (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP HUKUM

TUGAS ETIKA PROFESI

Disusun Oleh

Laily Isna Ramadhani

11521012

Universitas Islam Indonesia

Fakultas Teknologi Industri

Jurusan Teknik Kimia

Yogyakarta

(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi

BAB I

Pendahuluan

BAB II

Pembahasan

A. Pengertian Etika Bisnis B. Pelanggaran Etika Bisnis

C. Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Hukum

BAB III

Kesimpulan

Daftar Pustaka

(3)

PENDAHULUAN

Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan. Sedangkan pengertian etika bisnis itu sendiri merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez,2005).

Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan komoetisi yang juga lebih bebas.

Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Agar kegiatan berbisnisnya bisa berjalan lancar sesuai rencana.

(4)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Bisnis

Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Kata ‘etika’ berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kandang, padang rumput, kebiasaan, adapt, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamak ethos adalah ta etha yang berarti adat kebiasaan. Arti jamak inilah yang digunakan Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjuk pada etika sebagai filsafat moral. Kata ‘moral’ sendiri berasal dari kata latin mos (jamaknya mores) yang juga berarti kebiasaan atau adat. Kata ‘moralitas’ dari kata Latin ‘moralis’ dan merupakan abstraksi dari kata ‘moral’ yang menunjuk kepada baik buruknya suatu perbuatan. Dari asal katanya bisa dikatakan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan. Pendeknya, etika adalah ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral, bukan dari fisik, etnis dan sebagainya.

Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto,2005).

Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut :

1. Prinsip otonomi

Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi

Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan dapat meredam niat jahat perusahaan itu.

(5)

B. Pelanggaran Etika Bisnis

Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan. Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi. Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya. ”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi, ”Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang. Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:

1. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.

2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.

3. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.

4. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi.

C. Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Hukum

Di Negara kita banyak sekali perusahaan yang telah melakukan pelanggran hukum dengan sengaja atau tidak sengaja. Salah satu contaoh pelangaran etika bisnis terhadap hukum yang sangar sering terjadi adalah pemutusan hubungan kerja atau PHK secara sepihak. Sebuah perusahaan yang sedang mengalami penurunan (pailit) akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu secara sepihak dan perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa :

Pasal 1

(6)

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Jadi hal tersebut merupakan kesepakatan dua belah pihak yang sejak awal telah disepakati dalam kontrak kerja / PKWT, yang diatu dalam bab IX Pasal 50 mengenai hubungan kerja. Yaitu, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Yang hanya dapat berakhir apabila waktu yang ditentukan berakhur masanya, atau pekerja telah meninggal dunia. Selain itu dalam pemutusan hubungan kerja adas baiknya jika suatu perusahaan memberikan kebijakan berupa pesangon dan telah membayar seluruh kewajibannya dalam hal membayar upah karyawannya, yang merupakan hak mutlak yang harus mereka terima (Pengupahan Pasal 88). Yaitu setiap pekerja/ berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan dalam pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 150 tentang PHK Yaitu; Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuklain.

Dan pemberian pesangon telah di tetapkan pemerintah dalam Pasal 156 yaitu;

1. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

2. Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Maka perusahaan sepeti ini tidak bisa didiamkan begitu saja. Sebagai karyawan harus mendapatkan hak atas ketenagakerjaan. Tanggung jawab perusahaan ada 3 Syarat :

1. Mengandaikan bahwa suatu tindakan di lakukan secara sadar.

2. Mengandaikan adanya kebebasan dalam melakukan tindakan secara bebas

3. Orang yang melakukan tindakan memang mau melakukan tindakan itu sendiri.

Dibawah ini adalah contoh pelanggaran etika bisnis terhadap hukum dengan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Puluhan karyawan PT Indosiar Visual Mandiri, Rabui 11 maret 2010 kembali berdemonstrasi dengan cara memblokade pintu masuk kantor Indosiar di Jalan Damai nomor 11, Daan Mogot Raya, Jakarta Barat. Bukan cuma itu, demonstran juga membentangkan sejumlah poster dan spanduk yang mewakili perasaan mereka, tentang manajemen tidak adil dan pilih kasih dalam hal pemecatan. Oleh karena itu, karyawan yang telantar berdemo menuntut keadilan. Selain itu juga, demonstran menuntut pembayaran upah yang belum dibayarkan perusahaan. Sedangkan dalam pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 150 tentang PHK Yaitu ; Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Sumber: :

http://berita.liputan6.com/ibukota/201003/267461/Karyawan.Indosiar.Tolak.Pemecatan.Sepiha k

(7)

BAB III

KESIMPULAN

(8)

upah karyawannya, yang merupakan hak mutlak yang harus mereka terima (Pengupahan Pasal 88) yaitu setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pelanggaran kode etik hukum dalam ketenagakerjaan seperti pemutusan hubungan kerja menyebabkan bertambahnya pengangguran karena tidak hanya akan menggangu aspek ekonomi saja melainkan juga aspek sosial. Pelanggaran semacam ini harus segera ditanggulangi agar tidak terjadi lagi diperusahaan lain. Ditambah lagi hukuman dari pasal yg ada akan membuat jera.

.

DAFTAR PUSTAKA

http://nadiayolandam.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html

 http://riyan1990.blogspot.com/

http://imarookie.wordpress.com/2010/10/28/etika-bisnis-%E2%80%93-pelanggaran-etika-bisnis-terhadap-hukum/

 http://dwipoerwanti.blogspot.com/2010/10/etikabisnis1.html

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tentang pencatatan perkawinan diatur dalam Pasal 11: (1) Sesaat setelah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan

Pada akhir bab ini disimpulkan bahwa Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja khususnya karena kesalahan berat telah diatur secara komprensif dalam Undang-undang

Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Surfifal Yadi karena melanggar Peraturan Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun

Perselisihan PHK berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya

PHK dengan alasan efisiensi diatur secara rinci dan jelas dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan: ”Pengusaha dapat melakukan

Ketentuan mengenai keterlambatan pesawat udara diatur dalam Pasal 146 Undang-undang No 1 Tahun 2009, dan lebih spesifik diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri

Dalam ketentuan Pasal 165 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap

Menurut ketentuan pasal 17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per- 150/Men/1989 pengusaha dapat mengakhiri kesepakatan kerja untuk waktu tertentu dengan minta izin