• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat ilmu materi kuliah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Filsafat ilmu materi kuliah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ahli gizi dituntut untuk senantiasa profesional dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang profesional adalah cara berpikir yang scientific dan logis serta bersikap kritis. Dengan berpikir secara scientific dan logis, maka akan memberikan pemahaman pada calon sarjana gizi dalam memahami ilmu yang menjadi kompetensi dan juga akan memahami permasalahan yang dihadapi klien sehingga pada akhirnya derajat kesehatan klien akan turut meningkat. Bersikap kritis, maksudnya adalah ahli gizi harus mampu menemukan serta memecahkan permasalahan gizi yang ada di lingkungan sekitarnya.

Filsafat ilmu mempelajari tentang konsep dasar dan masalah-masalah tentang pengantar filsafat ilmu, dasar-dasar pengetahuan, ontologi, epistimologi, aksiologi, pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, sikap ilmuwan, esensi ilmu gizi dan dietisien. Dengan memahami ilmu, esensi dan manfaat ilmu pengetahuan akan memudahkan seorang sarjana gizi dalam mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dan membantu mengurangi permasalahan gizi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah peran filsafat dan peran ilmu gizi dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan peran filsafat dan peran ilmu gizi dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tentang introduction to the course: nutrition philosophy.

(2)

4. Menjelaskan tentang epistemologi. 5. Menjelaskan tentang etika ilmu.

6. Menjelaskan tentang tanggung jawab moral keilmuan. 7. Menjelaskan tentang sejarah ilmu gizi.

8. Menjelaskan tentang peran ilmu gizi. 9. Menjelaskan tentang cabang keilmuan gizi. 10. Menjelaskan tentang tantangan ilmu gizi. 11. Menjelaskan tentang gizi dan kesehatan. 12. Menjelaskan tentang filsafat dietisien. 13. Menjelaskan tentang aplikasi metode ilmiah.

14. Menjelaskan tentang metode ilmiah dalam fungsi dietisien. BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Introduction to the Course: Nutrition Philosophy

Filsafat ilmu mempelajari tentang konsep dasar dan masalah-masalah tentang pengantar filsafat ilmu, dasar-dasar pengetahuan, ontologi, epistimologi, aksiologi, pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, sikap ilmuwan, esensi ilmu gizi dan dietisien. Dengan memahami ilmu, esensi dan manfaat ilmu pengetahuan akan memudahkan seorang sarjana gizi dalam mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dan membantu mengurangi permasalahan gizi.

Ahli gizi dalam menjalankan profesinya haruslah: 1. Berfikir secara scientific dan menalar secara logis

Hal ini perlu dilakuan oleh ahli gizi, karena akan memberikan pemahaman dalam memahami ilmu yang menjadi kompetensi dan juga akan memahami permasalahan yang dihadapi klien sehingga pada akhirnya derajat kesehatan klien akan turut meningkat. Mampu menalar secara logis maksudnya mampu menempatkan suatu masalah pada tempatnya dan menilai secara proposional.

(3)

Dengan mengatasi masalah secara sistematis, maka permasalahan yang timbul akan lebih mudah diidentifikasi dan diselesaikan. Sistematis maksudnya dilakukan secara prosedural sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku.

3. Bersikap kritis

Maksudnya adalah ahli gizi harus peka terhadap lingkungan sekitar, mampu menemukan serta memecahkan permasalahan gizi yang ada di lingkungan sekitarnya.

Filsafat ilmu mengajari kita untuk memahami manfaat dan esensi ilmu pengetahuan. Dengan memahami ilmu, esensi dan manfaat ilmu pengetahuan akan memudahkan kita, sebagai calon sarjana gizi dalam mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dan membantu mengurangi permasalahan gizi.

2.2 Pengantar Filsafat 2.2.1 Pengertian Filsafat

Kata “filsafat” merupakan serapan dari kata bahasa arab “falsafah”, yang berasal dari bahasa yunani “philosophia”, dimana “philia” berarti persahabatan, cinta dan ”sophia”berarti pengetahuan, kebijaksanaan. Sehingga, philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan. Menurut Al-Farabi, filsafat merupakan ilmu pengetahuam tentang alam sebagaimana hakikat yang sebenarnya. Sedangkan menurut Plato, filsafat merupakan pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles (murid Plato) berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki sebab dan asas segala benda. Filsafat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, ataupun cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.

2.2.2 Sifat Dasar Filsafat

Menurut Simon (2005) , ada 5 sifat dasar filsafat, yaitu: 1. Berpikir radikal.

(4)

akar persoalan yang dipermasalahkan. Hanya apabila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya. Maka dari itu, dengan berpikir radikal, maka seorang filsuf akan dapat memperjelas realitas, lewat penemuan serta pemahaman akar realitas itu sendiri.

2. Mencari asas.

Filsafat tidak hanya mengacu pada bagian tertentu dari suatu realitas, melainkan keseluruhan realitas tersebut. Dalam memandang keseluruhan realitas itu, seorang filsuf akan senantiasa mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Mencari asas pertama juga berarti menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, maka realitas itu akan diketahui dengan pasti dan menjadi jelas.

3. Memburu kebenaran.

Berfilsafat berarti memburu kebenaran hakiki tentang sesuatu. Filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki dan tidak meragukan. Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh atau hakiki dan dapat dipertanggung jawabkan, maka setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka. Kebenaran tentang sesuatu yang sudah ditemukan oleh seorang filsuf akan selalu diteliti ulang oleh yang lain demi mencari kebenaran yang lebih hakiki dan dapat dipertanggungjawabkan.

4. Mencari kejelasan.

Penyebab lahirnya filsafat antara lain karena adanya keraguan. Untuk menghilangkannya, diperlukan kejelasan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Geisler dan Feinberg yang mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (intelectual clarity). Mengejar kejelasan berarti mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-teki.

(5)

Berpikir secara rasional adalah berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis bukan hanya bisa diterima oleh akal sehat, tapi juga bisa mengambil kesimpulan dan keputusan yang tepat dan benar dari premis yang digunakan. Pemikiran yang sistematis, maksudnya adalah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan secara logis. Berpikir kritis, berarti membakar kemauan untuk terus menerus mengevaluasi argumen-argumen yang mengklaim diri benar.

2.2.3 Kegunaan Filsafat dan Ontologi Kegunaan filsafat antara lain:

1. Belajar mengembangkan diri secara luas untuk memahami pemikiran orang lain (out of the box)

2. Belajar mengembangkan daya nalar secara kritis untuk menjelaskan fenomena yang dihadapi manusia untuk kepentingan kehidupan. 3. Memungkinkan orang berpikir secara komprehensif, memberi peran

yang wajar kepada konsep, mendasar/radikal, konsisten/runtut, koheren/logis, sisematis, bebas, dan bertaggungjawab.

4. Membantu seseorang untuk menempatkan bidang ilmunya dalam perspektif lebih luas dan mendasar.

5. Memberikan pendasaran rasional tentang hakikat eksistensi pengetahuan, nilai-nilai, dan masyarakat.

6. Bagi orang beragama, filsafat memnberikan pendasaran rasional bagi kepercayaannya, sehingga imannya lebih kokoh karena apa yang dipercayainya menjadi rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. 7. Memecahkan masalah-masalah etis yang disebabkan oleh

perkembangan pesat suatu ilmu pengetahuan.

Ontologi merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang apa yang ingin kita ketahui dan seberapa jauh kita ingin tahu. Ontologi mempelajari esensi dari teori yang ada. Manfaat ontologi, antara lain:

(6)

2. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.

2.2.4 Cabang Filsafat

Menurut Donal Butler dalam Hamdi (2012) membagi filsafat menjadi empat cabang yaitu:

1. Metafisika. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat kenyataan meliputi ontology, atau metafisika yang menelaah hakikat dari hakikat; kosmologi atau metafisika yang menelaah hakikat kosmos atau alam semesta; antropologi filosofis (phyloshopical anthropology) atau metafisika yang menelaah hakikat manusia dan; teologi rasional atau metafisika yang menelaah hakikat Tuhan. 2. Epistimologi. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat

pengetahuan.

3. Logika. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat bentuk-bentuk penalaran yang tepat. Yang terdiri atas 2 bagian yaitu (1) logika deduktif atau bentuk-bentuk penarikan kesimpulan dari umum ke khusus; (2) logika induktif atau bentuk-bentuk penarikan kesimpulan dari khusus ke umum.

4. Aksiologi. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat nilai yang meliputi 3 bagian yaitu (1) etika atau aksiologis tentang hakikat baik dan jahat; (2) estetika atau aksiologis tentang hakikat indah dan jelek; (3) religi atau hakikat hubungan manusia dengan Tuhan atau yang dituhankan.

2.2.5 Hubungan Antara Filsafat Dengan Ilmu Gizi

(7)

2.3.1 Definisi Aksiologi dan Ontologi

Menurut Suriasumantri (1985) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Jadi aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Menurut Bramel (dalam Amsal 2009) aksiologi terbagi tiga bagian: 1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin

khusus yaitu etika.

2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.

3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.

Menurut Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :

a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,

b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan

c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

2.3.2 Ilmu dan Moral

(8)

Moral berasal dari bahasa latin, “mos” yang berarti adat atau cara hidup. Menurut KBBI, moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila.

Moral tidak bisa dilepaskan dari ilmu, karena tanpa memiliki moral, seorang illmuwan akan menjadi biadab. Ilmu memang tak terbatas, namun moral kita sebagai manusialah yang membatasi pengembangan ilmu yang ada. Ilmu layaknya sebuah pisau, dimana ia bisa menjadi bermanfaat, namun juga bisa membahayakan. Moral-lah yang mengatur dan mengontrol agar ilmu yang telah dikembangkan itu digunakan untuk kebaikan.

2.3.3 Objek Aksiologi

Aksiologi membahas nilai kegunaan pengetahuan dan mempelajari tentang nilai manfaat. Nilai filsafat mengajarkan nilai yang ada dalam kehidupan yang berfungsi sebagai pengontrol sifat keilmuan manusia. Aksiologi berkutat pada masalah nilai atau moral yang berlaku di kehidupan manusia. Dari aksiologi inilah, muncul dua cabang filsafat yang membahas kualitas hidup manusia, yaitu etika (berkaitan dengan moral) dan estetika (berkaitan dengan keindahan).

2.3.4 Metode Ilmiah Dalam Ontologi

Ditinjau dari aspek ontologi, segala sesuatu tidak berasal dari satu substansi belaka dan tidak bisa dianggap berdiri sendiri, melainkan harus ada hubungan sebab-akibat (kausalitas). Ontologi mempersoalkan hubungan sebab-akibat ini. Untuk menjelaskan persoalan sebab-akibat ini, diperlukan suatu metode yang bisa menjelaskan hubungan sebab-akibat ini secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode ini disebut metode ilmiah.

(9)

diantaranya memastikan ada-tidaknya hubungan sebab akibat yang terjadi pada sesuatu yang diteliti itu.

(10)

2.4 Epistemologi

2.4.1 Definisi epistemologi

Menurut Dagobert D. Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Jadi, epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari sumber, struktur, metode dan kevalidan pengetahuan.

2.4.2 Menganalisis Sains

Kata sains berasal dari bahasa latin “scientia” yang berarti pengetahuan. Menurut Conant sains adalah suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sains diperoleh melalui eksperimen dan observasi, sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Menganalisis sains dapat berarti mempelajari sains secara sungguh-sungguh dengan sikap kritis, dan berusaha untuk selalu mengembangkannya. Dalam menganalisis sains, seorang ilmuwan haruslah objektif, kritis, dan inovatif.

2.4.3 Contoh dari Pengetahuan Sains

(11)

diperoleh melalui rangkaian eksperimen dan observasi sesuai metode ilmiah.

2.5 Etika Ilmu

2.5.1 Definisi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak, kesusilaan, atau adat. Menurut KBBI, Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika dan moral saling berkaitan, dimana etika merupakan ilmunya, sedangkan moral merupakan objek dari etika, dalam bentuk perilaku yang dilakukan.

2.5.2 Etika Ilmuwan dan Fungsi Beretika

Tanggung jawab etis diperlukan untuk mengontrol kegiatan dan penggunaan ilmu pengetahuan. Menurut Zubair (2002) dalam kaitan hal ini, terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal. Keempat hal inilah yang merupakan etika seorang ilmuwan dalam mengembangkan penemuan-penemuannya.

Fungsi beretika, antara lain:

1. Membantu untuk memberikan penilaian-penilaian yang tepat, yang dapat dipertanggungjawabkan secara intelektual.

2. Membuat manusia berpikir kritis, karena dapat memahami tuntutan-tuntutan normatif dalam masyarakat, mengambil sikap, dan mengintegrasikannya dalam kepribadian.

2.5.3 Hubungan Etika Ilmu dan Masyarakat

(12)

perkembangan ilmu pengetahuan terkini sudah mampu untuk menciptakan hewan-hewan transgenik yang diperoleh secara rekayasa genetika. Hal ini bisa diaktualisasikan pada hewan dan tumbuhan, namun tidak bisa diaktualisasikan pada manusia, karena berbenturan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, dimana bila tercipta manusia transgenik, maka itu akan dianggap tidak etis oleh masyarakat.

Bukan hanya aktualisasi ilmu saja yang tidak terlepas dari nilai masyarakat, metode mendapatkan ilmu-pun tidak terlepas dari nilai masyarakat. Misalnya seorang ilmuwan ingin mengetahui dampak minuman keras terhadap kejadian sirosis hati. Tidaklah mungkin ia mengambil sampel seorang manusia yang diberi intervensi berupa konsumsi minuman keras, karena itu tidak etis.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etika ilmu berasal dari masyarakat sendiri. Semua anggapan pantas-tidaknya suatu hal berasal dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat itu sendiri. Ilmu memang bebas nilai, namun aktualisasi ilmu dan cara memperoleh ilmu tersebut berkaitan erat dengan nili-nilai yang ada di masyarakat.

2.5.4 Masyarakat Berbudaya Ilmu Pengetahuan

Masyarakat berbudaya ilmu pengetahuan/masyarakat ilmiah adalah masyarakat yang telah menjadikan ilmu pengetahuan sebagai budayanya. Membangun masyarakat ilmiah ialah merubah cara berpikir atau pola pikir masyarakat untuk berpikir kritis , rasional dan bersifat pragmatis yaitu mencari kebenaran terhadap suatu permasalahan hidup masyarakat, agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan semakin maju dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.

(13)

menghargai waktu, dinamis, berorientasi ke masa depan, berpacu masa kini, dan kritis.

2.6 Tanggung Jawab Moral Keilmuan 2.6.1 Sumber Ilmu

Secara garis besar ada empat sumber utama dalam memperoleh ilmu, yaitu akal, pengalaman, intuisi, dan wahyu.

a. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.

b. Empirisme

Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman indrawi.

c. Intuisi.

Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. d. Wahyu

Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah SWT kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat nanti.

2.6.2 Menerapkan Etika Keilmuan, Sikap Ilmuwan

(14)

karena ilmu tidak hanya memerlukan kemampuan intelektual namun juga keluhuran moral. Sikap yang harus dimiliki ilmuwan antara lain:

1. Tidak ada rasa pamrih.

2. Bersikap selektif, mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi.

3. Adanya rasa percaya terhadap kenyataan, alat-alat indra serta budi.

4. Memiliki sikap bahwa setiap pendapat atau teori terdahulu telah mencapai kepastian.

5. Terus melakukan penelitian.

6. Berakhlak baik, dengan tujuan kebahagiaan manusia. 2.6.3 Kesadaran Moral

Menurut Driyarkara (2006), kesadaran moral adalah kesadaran manusia tentang diri sendiri, didalam mana sering dilihat dengan berhadap baik dan buruk. Dalam hal ini manusia dapat membedakan antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.

2.7 Sejarah Ilmu Gizi

2.7.1 Sejarah Ilmu Gizi di Dunia 1. Abad sebelum masehi.

Diawali dari pendapat Hippocrates (460-377 SM), yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, dalam salah satu tulisannya berspekulasi tentang peran makanan dalam “pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan penyakit” yang menjadi dasar perkembangan ilmu dietetika yang belakangan dikenal dengan “Terapi Diet’

2. Abad ke-16.

(15)

3. Abad ke-17 dan ke-18.

Adanya berbagai penemuan tentang sesuatu yang dimakan (makanan) yang berhubungan dengan kesehatan semakin banyak dan jelas, baik yang bersifat kebetulan maupun yang dirancang yang kemudian mendorong berbagai ahli kesehatan waktu itu untuk melakukan berbagai percobaan.

4. Abad ke-18 .

Berbagai penemuan ilmiah dimulai, termasuk ilmu-ilmu yang mendasari ilmu gizi. Satu diantaranya yang terpenting adalah penemuan adanya hubungan antara proses pernapasan yaitu proses masuknya O2 ke dalam tubuh dan keluarnya CO2, dengan proses pengolahan makanan dalam tubuh oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794). Dikalangan ilmuwan gizi dikenal sebagai Bapak Ilmu Gizi Dunia.

Penemuan Ilmu-Ilmu yang mendasari terbentuknya Ilmu Gizi, antara lain 1. Tahun 1687 muncul penetapan standar makanan. Dimana penetapan

ini mengatur tentang makanan yang baik untuk tubuh dan yang tidak baik untuk tubuh.

2. Dr. Lind (1747) menemukan jeruk manis untuk menanggulangi sariawan / scorbut, belakangan diketahui jeruk manis banyak mengandung vitamin C. Sehingga Vitamin C dikenal juga sebagai pencegah Sariawan/Scorbut.

3. Florence Nightingale (1854 ) menyimpulkan penderita-penderita akibat perang yang merupakan pasiennya, dalam hal pemberian makanan kepada pasien harus sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mempercepat proses penyembuhannya.

4. Liebig (1803-1873) melakukan analisis protein, karbohidrat dan lemak yang merupakan komponen utama penghasil energi tubuh. 5. Vait (1831-1908), Rubner (1854-1982), Atwater (1844-1907),dan

(16)

6. Hopkin (1861-1947), dan Eljkman (1858-1930) adalah perintis penemuan vitamin dan membedakannya vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak.

7. Mendel (1872-1935) dan Osborn (1859-1929) merupakan penemuan vitamin dan analisis kualitas protein. Mereka memperjelas posisi vitamin dalam makanan dan peranannya dalam tubuh manusia serta kualitas protein yang dilihat dari struktur yaitu asam amino yang essensial maupun yang non essensial.

8. Pada abad ke 20 Mc Collum dan Charles G King melanjutkan penelitian vitamin kemudian terus berkembang hingga muncul science of nutrition (ilmu gizi) yang merupakan cabang ilmu pengetahuan kesehatan (kedokteran) yang berdiri sendiri. Ilmu Gizi membahas sifat-sifat nutrien yang terkandung dalam makanan, pengaruh metaboliknya serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan zat gizi. ( Soekirman, 2000)

9. Ilmu gizi menurut Thomas dan Earl (1994) adalah “The nutrition sciences are the most interdisciplinary of all sciences”. Artinya ilmu gizi merupakan ilmu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, karena dalam perkembangan selanjutnya permasalahan gizi mulai bermunculan secara kompleks dan tidak dapat ditanggulangi oleh para ahli gizi dan sarjana gizi saja.

2.7.2 Sejarah Ilmu Gizi di Indonesia

Perkembangan ilmu gizi di Indonesia tak bisa dipisahkan dari peran seorang yang sangat penting, yaitu Cristian Eijkman (1958-1930). Beliau merupakan perintis penemuan vitamin, khususnya vitamin B1. Atas temuannya itu, maka beliau dianugerahi penghargaan nobel fisiologi kedokteran pada tahun 1929. Sejak itulah ilmu gizi mulai berkembang di Indonesia.

(17)

Hindia-Belanda. Tahun 1938 laboratorium tersebut berganti nama menjadi Lembaga Eijkman untuk menghormati jasa Eijkman yang menemukan zat anti beri-beri (vitamin B1). Pada tahun 1934, IVV (Hed Institud en Voor Volk Suceding atau lembaga makanan rakyat) mulai melakukan penelitian.

Sejak tahun 1950 IVV berganti nama menjadi Kementerian Kesehatan RI atau LMR (Lembaga Makanan Rakyat) yang diketuai oleh Prof. dr. Poerwo Soedarmo (Bapak persagi dan bapak gizi Indonesia). LMR kemudian membentuk kader/tenaga gizi dan pengalaman ilmu gizi kepada masyarakat. Hingga akhirnya pada tahun 1960 Prof. dr. Poerwo Soedarmo mencetak tenaga ahli gizi dari AKZI dan FKUI

2.7.3 Perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia dan di Dunia

Periodisasi perkembangan ilmu gizi terdiri atas era naturalis, era analisis kimiawi, era biologi, era seluler, dan era nutrigenomik

1. Era naturalis (400 SM-1750 M)

Hipokrates (460-360 SM) mengemukakan hipotesisnya bahwa tubuh mengeluarkan panas dari dalam tubuh. Hipokrates dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran, dimana kalimat bijaknya yang terkenal adalah ”let food be your medicine and medicine be thy food”

2. Era analisis kimiawi (1750-1900)

Pakar kimia dan pakar ilmu kedokteran bekerjasama dalam hal ini, dimana pakar kimia meneliti komposisi makanan dan pakar ilmu kedokteran meneliti mekanisme dan proses pencernaan makanan menjadi komponen yang berguna dan dapat dioksidasi. Penemuan penting pada masa ini antara lain:

 Metabolisme makanan oleh oksigen menghasilkan karbon dioksida, air, dan panas.

 Penemuan kalorimetri dan konsep energi/kalori oleh Antonie Lavoisier.

(18)

 William Rose (1887-1984) meneliti kimia dan biologi mutu protein berdasarkan susunan asam amino.

3. Era biologi (1900-sekarang)

Ditandai dengan penelitian evaluasi nilai protein dan komposisi asam amino esensial menggunakan tikus percobaan. Selain itu, dilakukan juga penelitian tentang kebutuhan protein manusia. Di era ini juga lahirlah konsep vitamin. Vitamin yang ditemukan antara lain vitamin C, B1, A, D, E, dan K.

4. Era seluler (1950-sekarang)

Pada masa ini, ilmu gizi fokus pada fungsi zat mikro (vitamin dan mineral) sebagai kofaktor enzim dan hormon dan perannya dalam sistem metabolik. Ditemukan juga peranan karbohidrat dan lemak dalam penyakit diabetes mellitus, namun tidak konsisten untuk setiap penelitian.

5. Era nutrigenomik (2000-sekarang)

Dipicu oleh inkonsistensi hasil penelitian hubungan karbohidrat, lemak dengan atherosklerosis pada masing-masing individu, sehingga mengarah pada kecurugaan bahwa terdapat interaksi antara gen dan makanan.

2.8 Peran Ilmu Gizi

2.8.1 Pemaknaan Ilmu Gizi

(19)

2.8.2 Peran Ilmu Gizi Dalam Mengatasi Masalah Kemanusiaan

Ilmu gizi sangat berperan penting dalam mengatasi masalah kemanusiaan, dimana salah satu masalah utama di bidang kemanusiaan adalah kemiskinan, yang umumnya akan beriringan dengan masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang terjadi di kalangan orang miskin umumnya adalah masalah tentang gizi, dimana ahli gizi sangat dibutuhkan untuk mengatasinya.

Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks, dimana tidak dapat diselesaikan hanya dari satu bidang saja, bidang kesehatan, misalnya. Masalah gizi merupakan masalah yang harus diselesaikan lintas sektor, dimana bukan hanya ahli gizi saja yang berperan, melainkan pemerintah (selaku pembuat kebijakan), NGO, bidang kesehatan, bidang sosial, dan ketenagakerjaan perlu untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah gizi ini.

Ilmu gizi akan menentukan seberapa besar kebutuhan zat gizi tiap orang, makanan apa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat tersebut sesuai kondisi ekonomi, perawatan dan intervensi apa yang perlu dilakukan untuk pasien yang mengalami masalah gizi, dan juga memberikan penyuluhan-penyuluhan yang ditujukan bagi masyarakat setempat terkait gizi.

2.9 Cabang Keilmuan Gizi 2.9.1 Cabang Keilmuan Gizi

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 154 tahun 2014, Ilmu gizi digolongkan sebagai ilmu terapan. Rumpun ilmu terapan merupakan rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengkaji dan mendalami aplikasi ilmu bagi kehidupan manusia. Secara garis besar, ada dua cabang ilmu gizi, yaitu:

1. Ilmu gizi yang berkaitan dengan kesehatan perorangan.

(20)

2. Ilmu gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat.

Cabang ini meliputi gizi masyarakat, dimana cabang gizi ini lebih menitikberatkan pada pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif). Gizi masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat.

2.9.2 Peminatan Ilmu Gizi dan Turunan Keilmuannya

Ada empat peminatan ilmu gizi, dimana masing-masing peminatan tersebut memiliki beberapa turunan ilmu gizi, yaitu:

1. Peminatan gizi seluler.

Turunannya meliputi ilmu kimia analitik, kimia organik, biokimia, biologi sel, imunologi, dan lain-lain.

2. Peminatan organ khusus.

Turunannya meliputi ilmu anatomi, fisiologi, patologi, genetika, dan sebagainya.

3. Peminatan pangan.

Turunannya meliputi ilmu teknologi pangan, taksiologi, dan lain-lain 4. Peminatan masyarakat.

Turunannya meliputi ilmu epidemiologi, demografi, antropologi, dan sebagainya.

2.9.3 Tantangan Perkembangan Keilmuan Gizi

Tantangan perkembangan keilmuan gizi di era global ada delapan, yaitu:

1. Masalah gizi ganda.

Dimana masalah gizi yang dimaksud adalah gizi kurang dan gizi berlebih. Hal ini disebabkan karena buruknya pengaturan diet dan juga gaya hidup yang tidak sehat.

2. Peningkatan polutan lingkungan.

(21)

3. Munculnya penyakit infeksi baru

Penyakit infeksi baru, seperti SARS, ebola, flu burung, flu babi, flu singapura, DBD, dan lain-lain mulai bermunculan, namun penyakit infeksi yang lama seperti diare dan typhus masih belum dapat terselesaikan.

4. Penderita penyakit kronis semakin bertambah.

Penderita penyakit kronis seperti penderita PJK (penyakit jantung koroner), diabetes, hipertensi dan sebagainya semakin banyak, karena faktor gaya hidup yang tidak sehat dan juga akibat pola makan yang tidak diatur dengan baik.

5. Mobilitas penduduk tinggi.

Tingginya mobilitas penduduk mengakibatkan perubahan gaya hidup, dimana orang akan lebih sering makan di luar denga pertimbangan lebih praktis dan cepat. Umumnya mereka akan memilih mengkonsumsi junk food.

6. Mobilitas pangan tinggi.

Adanya perdagangan bebas, menyebabkan makanan dari daerah mana saja akan mudah kita temui di sekeliling kita, misalnya jeruk california, apel fuji, jeruk mandarin, dan sebagainya. Mobilitas makanan yang tinggi ini akan meningkatkan kemungkinan masuknya berbagai kontaminan asing, seperti zat kimia yang digunakan dalam pestisidanya.

7. Perkembangan IPTEK, media, dan sarana yang cepat.

Perkembangan IPTEK, media, dan sarana transportasi juga berpengaruh pada gaya hidup kita, dimana dalam keseharian kita akan semakin lama duduk dibandingkan melakukan aktivitas fisik. Hal ini juga akan mempengaruhi kondisi kesehatan kita.

8. Persaingan SDM gizi global. 2.10 Tantangan Ilmu Gizi

2.10.1 Permasalahan Gizi di Dunia

(22)

1. Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan faktor resiko kematian yang menyumbang 13% kematian dunia.

2. Anak underweight, dimana bertanggungjawab atas 2 juta kematian anak per tahun, terutama di negara miskin.

3. 2 juta anak per tahun mati akibat permasalahan lingkungan seperti air bersih, sanitasi, dan higine.

4. Faktor konsumsi seperti kurangnya konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol dan merokok, tingginya IMT, kolestrol tinggi, dan hipertensi merupakan faktor resiko yang bertanggung jawab atas setengah kematian karena penyakit jantung (penyebab utama kematian dunia).

5. Overweight dan obesitas merupakan penyebab kematian ke-lima terbesar di dunia. Overweight dan obesitas bertanggung jawab atas kematian 7-8% orang di dunia.

2.10.2 Permasalahan Gizi di Indonesia

Permasalahan gizi di Indonesia lebih berkutat pada masalah kekurangan gizi pada balita terutama stunting. Masalah gizi kurang pada balita di Indonesia mencakup bayi lahir dengan berat badan rendah (10,2%), wasting (19,6%), dan juga stunting (37,2%). Bahkan, persentase balita stunting Indonesia menempati posisi nomor 4 dunia 2.10.3 Perbandingan Permasalahan Gizi di Negara Maju dan Berkembang

(23)

konsumsi mereka lebih kepada junkfood, minuman berkalori (seperti soda), dan kurang melakukan aktivitas fisik karena kemajuan IPTEK, media, dan transportasi.

2.11 Gizi dan Kesehatan 2.11.1 Definisi Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari aspek fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan (WHO, 1946). Sedangkan, menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu dapat hidup secara produktif secara sosial dan ekonomis. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan sehat apabila ia sehat secara fisik, sehat mental, sehat spiritual, dan sehat secara sosial, sehingga ia mampu mengerjakan berbagai hal yang produktif secara sosial dan ekonomi. 2.11.2 Hubungan Antara Ilmu Gizi dan Kesehatan

Ilmu gizi mempelajari pangan dan zat-zat pangan yang bermanfaat bagi kesehatan, proses yang terjadi sejak dikonsumsi, dicerna, diserap sampai digunakan tubuh & dampaknya terhadap tumbuh kembang, produktivitas kerja & kelangsungan hidup manusia serta faktor yang berpengaruh. Ilmu kesehatan mengkaji proses terjadinya gangguan kesehatan, faktor penyebabnya, dan upaya yang dilakukan untuk mencegahnya. Makanan berkaitan erat dengan kondisi kesehatan seseorang, dimana kelebihan/kekurangan dan komposisi makanan mempengaruhi fungsi dan struktur organ tubuh dan gangguan kesehatan. Demikian pula sebaliknya, gangguan kesehatan akan mempengaruhi struktur dan fungsi organ dan kebutuhan jumlah beserta komposisi makanan.

2.12 Filsafat Dietisien 2.12.1 Peran Dietisien

(24)

1. Penyedia pelayanan kesehatan.

Dietisien dalam melakukan pelayanan kesehatan saling berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Bersama-sama tenaga kesehatan lainnya, seorang dietisien akan ikut memberi intervensi pada pasien berupa diet tertentu sesuai penyakit yang dideritanya.

2. Pendidik.

Tak seperti nutritionist, seorang dietisien punya kewenangan untuk memberi penyuluhan-penyuluhan kepada pasien tentang pola makan yang benar, diet apa yang harus dikonsumsi dan apa saja yang tidak boleh dikonsumsi, dan juga seberapa banyak porsi makan yang dianjurkan dikonsumsi dalam sehari. Dietisien memiliki kewenangan tersebut.

3. Advokat.

Klien seorang dietisien akan diberi berbagai anjuran terkait pola makan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan juga jumlah makanan yang perlu dikonsumsi setiap harinya.

4. Manajer.

Maksudnya, sebagai manajer atas makanan yang dikonsumsi oleh klien. Dietisien berhak mengatur makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh sang klien. Semua itu dilakukan semata-mata untuk menjaga kesehatan klien.

5. Kolaborator.

Dietisien dalam melakukan pelayanan kesehatan harus mampu untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya. Posisi dietisien dalam pelayanan kesehatan adalah sejajar dengan peranan tenaga kesehatan lainnya.

6. Pemimpin. 7. Peneliti.

(25)

tidak akan pernah tetap diam di tempat, melainkan akan senantiasa berkembang.

2.12.2 Hakikat Dietisien

Dietisien merupakan seorang nutritionist yang memiliki kompetensi mandiri dalam mendiagnosis, memberi terapi nutrisi, dan memulihkan kondisi kesehatan klien (kompetensi klinis), melalui pendekatan dietetik bersama profesi kesehatan lainnya. Dietisien memiliki lima fungsi utama, yaitu:

1. Pelayanan kesehatan.

2. Bisnis, industri, dan pemasaran produk. 3. Kesehatan masyarakat.

4. Food service management. 5. Organization management.

2.12.3 Posisi Dietisien Dengan Profesi Kesehatan Lainnya

Posisi seorang dietisien dengan profesi kesehatan lainnya adalah sejajar, dimana semua profesi kesehatan memiliki kedudukan yang sama dalam hal penanganan kepada seorang pasien.

2.13 Aplikasi Metode Ilmiah

2.13.1 Pengertian Metode Ilmiah

Metode ilmiah dapat diartikan sebagai suatu prosedur langkah demi langkah untuk menyelesaikan masalah ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu proses sistematik (urutan langkah standar) untuk mengkaji: hasil pengamatan, merumuskan masalah, menduga penyebab masalah, menguji kebenaran penyebabnya, menyimpulkan dan mencari solusinya. Metode ilmiah sangat membantu ilmuwan dalam menguji kebenaran teori yang akan digunakan.

2.13.2 Fungsi Metode Ilmiah

Fungsi (melaksanakan) metode ilmiah harus secara berurutan, dimana tahapannya adalah:

1. Observe.

(26)

2. Problems.

Yaitu memikirkan masalah apa yang menarik, masalah apa yang seharusnya tidak terjadi, dan tidak biasa dijumpai.

3. Formulate hypothesis.

Memikirkan dugaan jawaban atas pertanyaan/masalah yang timbul/dijumpai.

4. Develop testable hyphotesis.

Mengembangkan cara menguji kebenaran dengan langkah-langkah ilmiah.

5. Data gathering.

Mengumpulkan data-data atau fakta-fakta untuk menguji kebenaran dugaan penyebab.

6. Develop theory.

Menyimpulkan konsep sebab-akibat dan beserta solusinya. 2.13.3 Metode Ilmiah Dalam Menyelesaikan Masalah Gizi

Dalam memecahkan permasalahan gizi, diperlukan suatu langkah-langkah ilmiah agar permasalahan gizi tersebut cepat tuntas. Metode ilmiah yang dilakukan oleh seorang dietisien, yaitu:

1. Melakukan pengamatan masalah gizi secara objektif, sehingga kemungkinan terjadinya bias dapat diminimalisir.

2. Merumuskan masalah gizi secara kritis. Kritis disini juga bermakna mampu mengetahui masalah mana yang perlu diprioritaskan. 3. Menegakkan diagnosa (penyebab) masalah gizi secara kritis dan

objektif.

4. Memilih solusi masalah secara tepat dan kritis. 2.14 Metode Ilmiah Dalam Fungsi Dietisien

Metode ilmiah bukan hanya digunakan untuk meneliti ataupun hanya digunakan dalam penelitian, melainkan harus menjadi pola pikir semua profesional, karena seorang profesional harus:

(27)

4. Mengembangkan ilmu sepanjang hayat.

2.14.1 Penerapan Metode Ilmiah Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Klien

Dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan pasien, penerapan metode ilmiah bagi seorang dietisien mutlak diperlukan. Dietisien pada dasarnya memiliki dua ranah, yaitu clinical care dan nutrition care process.

1. Penerapan metode ilmiah pada dietetic clinical care.

 Berpikir kritis mengenai fenomena sosial-budaya-lingkungan yang terkait dengan isu-isu gizi

 Pembelajar sepanjang hayat.

 Membaca jurnal ilmiah gizi dengan sikap kritis dan sikap ilmiah.

 Ahli dalam melaksanakan penelitian ilmiah.

 Kritis dalam menanggapi dan mengamati fenomena alam dan sosial budaya.

 Menggunakan pendekatan ilmiah dalam menangani klien

Unbiased observers (objektif dan kritis).

 Mempraktekkan prosedur NCP terbaru.

 Pembuatan kesimpulan berdasarkan bukti dalam melakukan dietetic therapy.

 Mengidentifikasi problem klinis yang menarik bagi pengembangan ilmu dietetik dan prosedur klinis dietisien. 2. Penerapan metode ilmiah dalam nutrition care process.

 Dalam melakukan assesment gizi, dilakukan prosedural secara objektif, unbiassed, dan up to date.

 Dalam melakukan diagnosis gizi, hendaknya melakukan uji hipotesis kerja secara cermat & ilmiah.

(28)

 Dalam memonitor dan mengevaluasi gizi, hendaknya memilih metode yang mutakhir, unbiassed, dan ilmiah.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peran filsafat dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat sangat besar. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh atau dengan kata lain cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Dengan demikian, maka pemikiran filsafat merupakan kunci dari terbentuknya beragam jenis pengetahuan yang ada sekarang, termasuk pengetahuan yang digunakan untuk mengatasi masalah gizi.

(29)

DAFTAR RUJUKAN

Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.

Blackburn, Simon. 2005. Truth: a Guide for The Perplexed. London: Penguin Books.

Driyarkara, N.. 2006. Karya lengkap Driyarkara : esai-esai filsafat pemikir yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamdi, Muhammad. 2012. Book Report Filsafat Ilmu. Bandung: UPI SPs Press. Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu: sebuah pengantar populer. Jakarta:

Sinar Harapan.

Referensi

Dokumen terkait

02 Perkara yang diselesaikan melalui pembebasan biaya perkara 11293 perkara 03 Perkara yang diselesaikan melalui sidang diluar gedung pengadilan 25489 perkara 04 Jam

Salim (1999), dalam penelitian tentang analisis faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, menyatakan bahwa variabel

LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF Untuk Periode yang berakhir pada tanggal 30 November 2017. (dalam

Resistance to language shift tends to last longer in rural than in urban areas.Thus I will discuss two distinct communities in maintaining their language.They

• Jumlah DESA, DUSUN, RT, RUMAH TANGGA, dan KELUARGA DI DATA = atau < YANG ADA. • Jumlah KK Menurut Jenis Kelamin = Jumlah Keluarga Yang

Sejak diterpkannya sistem self assessment dalam Undang-undang perpajakan Indonesia, peranan positif wajib pajak dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya (tax

Sehingga komponen yang mempengaruhi besar kecilnya marjin yang akan diterima oleh bank (m) adalah harga dasar pembelian (x), total target pembiayaan tahun berjalan yang telah