“Problematika Pertumbuhan Pabrik: Ketersediaan Lapangan Pekerjaan dan Krisis Lahan Persawahan di Sepanjang Jalan Pantura”
(Oleh: Nurul Amanah)
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang terluas di wilayah Asia
Tenggara. Tak heran jika sumber daya alam agraria sangat melimpah di negeri ini. Namun, bila menengok keadaan saat ini, Indonesia tidak mampu menyediakan bahan pangan beras untuk bangsanya sendiri. Bisa dikatakan negara agraris ini tidak mampu menjadi lumbung padi di negaranya sendiri. Kekurangan beras merupakan suatu fenomena yang tak asing di telinga kita sekarang ini.
Fenomena kurangnya ketersediaan bahan pangan tak ubahnya dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab turunnya produksi bahan pangan. Salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah krisisnya lahan persawahan.
Dewasa ini, negara berkembang sedang gencar-gencarnya membangun daerah industri. Kawasan sekitar kota besar merupakan area yang sering didirikan sebuah pabrik. Akan tetapi, seiring perkembangan aktivitas pabrik yang semakin merambah kawasan industri, tak jarang semakin banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi pekerja di dalamnya.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya memfasilitasi para pekerja pabrik yaitu dengan adanya upah minimum regional atau biasa disebut dengan UMR. Setiap tahun, buruh pabrik meminta kebijakan pemerintah untuk menaikkan UMR. Hal tersebut membuat pemilik pabrik memutar otak agar produksi dan pengeluaran dapat terkendalikan.
Tidak sedikit pemilik pabrik memanfaatkan daerah dengan nilai upah minimum regional yang masih tergolong rendah untuk menekan biaya pengeluaran pabrik. Salah satu kawasannya yaitu di sepanjang jalan pantura. Kawasan ini merupakan wilayah yang strategis dalam hal transportasi distribusi barang atau pun yang lainnya.
Lahan yang masih kosong, baik lahan tidur maupun lahan dengan tanaman palawija membuat owner pabrik melirik kesempatan emas ini. Jika melihat kondisi di sepanjang jalan pantura ini, bangunan pabrik tumbuh subur setiap tahunnya. Keadaan seperti ini tidak diimbangi dengan suburnya lahan persawahan di sekitar pabrik yang sudah ada sebelum pabrik didirikan.
sekitar yang bekerja di pabrik tersebut. Pengurangan lahan persawahan membuat mereka beralih profesi sebagai karyawan pabrik.
Berbagai macam pabrik didirikan di kawasan jalan pantura, baerbagai macam pula limbah dikeluarkan dari setiap pabrik. Mulai dari asap yang keluar dari cerobong asap, bau menyengat yang mengganggu pengguna jalan pantura, sampai membuat area sawah di sekitar pabrik terlihat tidak begitu subur. Keadaan seperti ini secara terus menerus berlangsung tanpa adanya perbaikan dari pihak yang bersangkutan.
Kondisi jalan pantura yang sudah penuh dengan polutan kendaraan, asap pabrik ini akan semakin memperparah kualitas udara di sekitarnya. Setiap hari tidak sedikit cerobong asap pabrik yang mengeluarkan asap berwarna hitam di udara. Akan sangat terasa jelas ketika melewati sepanjang jalan pantura yang didiami berbagai pabrik, udara yang dihirup tidak segar. Pencemaran udara yang semakin hari semakin menghawatirkan ini tidak diimbangi dengan adanya eksistensi kawasan penghijauan di sekitarnya. Kawasan hijau hanya ditumbuhi beberapa pohon saja yang sepertinya kurang terurus. Beberapa kawasan green belt di jalan pantura pun kurang diperhatikan oleh pihak terkait.
Selain asap polutan, bau menyengat yang dikeluarkan oleh beberapa pabrik pun sangat mengganggu pengguna jalan yang melewati pantura. Aroma menyengat ini dikeluarkan oleh pabrik yang memproduksi bahan pangan seperti pembuatan terasi dan pengolahan batu bara. Kondisi seperti ini seringkali membuat pengguna jalan hanya bisa menahan napas jika melewati wilayah tersebut.
Aroma tidak sedap ini ditimbulkan dari adanya pengelolaan limbah yang kurang sempurna dan kurangnya perhatian dari pengelola pabrik. Apabila aroma menyengat ini sampai pada radius yang sangat jauh, berarti sudah melewati ambang batas normal.
Limbah sudah tidak dapat diolah oleh organisme hidup di sekitarnya. Oleh karena itu, perlu upaya pihak pabrik untuk mengelola limbah dengan selayaknya.
Fenomena yang menarik perhatian lingkungan yaitu adanya ladang padi di samping pabrik. Kawasan yang dulunya menjadi area persawahan, lambat laun menjadi kawasan industri yang beriringan dengan kawasan jalan pantura dan beberapa pemukiman warga. Jika ditinjau letak geografisnya, wilayah seperti ini sangat tidak memungkinkan berdirinya sebuah pabrik.
area persawahan yang berwarna abu-abu, terdapat busa putih, serta sampah yang
menumpuk di sekitarnya. Keadaan ini sangat menghawatirkan jika dibiarkan tanpa adanya upaya yang serius untuk menanganinya. Produksi beras yang dihasilkan bisa saja kurang berkualitas karena terkena limbah pabrik sekitar yang dapat mengakibatkan gagal panen. Petani yang tidak tahan dengan kondisi seperti ini, hanya bisa merelakan ladang sawahnya dijual kepada pihak pengembang industri yang menawarkan harga.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari adanya aktivitas pabrik di sekitar jalan pantura dan area persawahan, hal ini menjadikan peralihan antara kehidupan sosial
ekonomi masyarakat sekitar. Mayoritas warga yang mengelola sawah, kini semakin terkikis dan lebih memilih profesi sebagai karyawan pabrik di kawasan tersebut.
Tak jarang pabrik yang menyerap tenaga kerja dari warga sekitar, mulai dari latar belakang pendidikan yang masih dasar sampai sekolah menengah. Walaupun ketersediaan lapangan pekerjaan dapat diatasi, namun keadaan lingkungan yang semrawut ini menjadi boomerang yang semakin hari akan menjadi bom waktu terhadap kelangsungan ekosistem di sekitarnya.
