• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengayunkan Anak di Desa Rumbio Kecamatan Penyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mengayunkan Anak di Desa Rumbio Kecamatan Penyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

Setiap keluarga umumnya mendambakan seorang anak, karena anak adalah

karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat

dinantikan karena akan menjadi penerus keturunan manusia, dan menjadi salah

satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang

mengharapkan atau menjalin dua keluarga (kekerabatan) yang belum dikaruniai

anak. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat

manusia. Berapa jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu

sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya.

Dengan keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan,

yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai

suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Ternyata anak itu

memiliki nilai dalam keluarga,nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan

sehari-hari dapat diketahui dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat bagi orang

tua untuk mencurahkan kasih sayangnya, anak sebagai sumber kebahagiaan

keluarga, anak sebagai bahan pertimbangan pasangan suami-istri ketika ingin

bercerai, anak sebagai tempat untuk mensosialisasikan nilai-nilai dalam keluarga,

dan harta kekayaan keluarga diwariskan, serta anak sebagai tempat orang tua

dalam menggantungkan berbagai harapan. Karena pentingnya anak bagi setiap

(2)

anak 1 seperti : Masyarakat Jepang meyakini dan percaya bahwa setelah anak

lahir, tali pusar bayi akan ditaruh di dalam kotak kayu bersama dengan boneka

kecil yang mewakili sosok bayi sedang tidur memakai kimono. Tali pusar bayi

biasanya ditempatkan di dalam kimono. Tradisi ini diyakini dapat menjaga

hubungan positif antara anak dan ibu. Kemudian satu minggu setelah anak lahir,

orang tua dan kerabat dekat akan mengadakan upacara penamaan bayi yang

disebut oshichiya, di mana anak menerima namanya resminya di depan butsudan ( altar rumah Buddha ).

Berbeda dengan kepercayaan masyarakat Mesir, mereka percaya setelah

tujuh hari kelahiran bayi, masyarakat Mesir akan mengadakan upacara penamaan

yang disebut sebooh. Dalam tradisi ini, seorang ibu akan menempatkan bayinya ke dalam sebuah keranjang besar putih dan kemudian menggoyangnya dengan

lembut. Hal ini diyakini dapat membantu bayi yang baru lahir untuk menjadi

terbiasa dengan liku-liku kehidupan. Selanjutnya, bayi akan diletakkan di atas

selimut di lantai, dengan pisau yang ditaruh di sepanjang dadanya untuk mengusir

roh jahat, sementara para tamu menyebarkan biji-bijian, emas, dan hadiah lainnya

di sekelilingnya.

Dalam tradisi masyarakat China ketika usia bayi menginjak satu bulan,

orang tua dan kerabat akan mengadakan upacara Bulan Purnama. Upacara ini

diadakan untuk memperingati bulan penuh yang pertama untuk kehidupan

seorang bayi, dan ini menjadi peristiwa penting untuk anak yang baru lahir.

1

(3)

Dalam tradisi ini, para kerabat dan teman-teman akan berkumpul untuk

memberikan berkat dan hadiah untuk bayi. Uniknya, dalam tradisi ini, orangtua

bayi juga memberikan hadiah kepada kerabat dan teman-teman mereka.

Dalam tradisi menyambut anak di Jamaika, setelah ibu melahirkan tali pusar

bayi akan ditanam di sebuah lokasi khusus dan kemudian ditancapkan pohon di

atasnya. Pohon itu disediakan oleh orang tua, wali baptis, atau kerabat dan

teman-teman. Pohon itu adalah alat untuk mengajarkan kepada anak tentang cara

bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Pohon ini juga digunakan untuk

menunjukkan kepada anak bahwa ini awal dari hidupnya dan dia harus

mengurusnya.

Kepercayaan masyarakat Trinidad dan Tobago, ketika orang mengunjungi

bayi yang baru lahir, mereka biasanya menaruh uang di tangan bayi untuk

membawa kemakmuran dan berkah yang baik bagi bayi tersebut.Kebiasaan lain

dari negara ini adalah beberapa orang tua tidak mengizinkan orang lain untuk

datang ke rumah mereka setelah jam 18.00, karena diyakini embun malam akan

membuat bayi sakit.

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai sukuyang juga memiliki

berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan dalam menyambut datangnya seorang

anak yang akan menjadi penerus harapan orang tua. Ada beberapa tradisi suku

dalam menyambut anak seperti Tradisi Masyarakat Jawa2dalam menyambut

kelahiran bayi orang Jawa memiliki beberapa upacara penting yang biasa

2

(4)

dilakukan. Berbagai upacara ini bertujuan sebagai rasa syukur atas anugerah yang

diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa momongan yang menjadi harapan

setiap keluarga.Selain sebagai satu bentuk rasa syukur, berbagai upacara tradisi

Jawa untuk menyambut kelahiran bayi biasanya juga dilangsungkan sebagai salah

satu bentuk doa agar si jabang bayi dan keluarganya selalu diberi kesehatan,

keselamatan dan kesejahteraan oleh Yang Kuasa.Berikut ini beberapa upacara

tradisi Jawa yang dilakukan saat kelahiran bayi, yaitu mengubur ari-ari. Ari-ari

secara medis merupakan sebuah organ yang berfungsi untuk menyalurkan

berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin di dalam rahim. Lewat ari-ari juga

zat-zat antibodi, berbagai hormon dan gizi disalurkan sehingga janin bisa tumbuh

dan berkembang menjadi bayi.

Bagi orang Jawa ari-ari memiliki “jasa” yang cukup besar sebagai batir bayi (teman bayi) sejak dalam kandungan. Oleh karena itu sejak fungsi utama ari-ari

berakhir ketika bayi lahir, organ ini akan tetap dirawat dan dikubur sedemikian

rupa agar tidak dimakan binatang ataupun membusuk di tempat sampah. Upacara

mendhem ari-ari ini biasanya dilakukan oleh sang ayah, berada di dekat pintu utama rumah, diberi pagar bambu dan penerangan berupa lampu minyak selama

35 hari (selapan).Brokohan merupakan salah satu upacara tradisi Jawa untuk menyambut kelahiran bayi yang dilaksanakan sehari setelah bayi lahir. Kata

Brokohan sendiri berasal dari kata barokah-an, yang artinya memohon berkah dan

keselamatan atas kelahiran bayi. Dalam acara ini biasanya para tetangga dekat dan

sanak saudara berdatangan berkumpul sebagai tanda turut bahagia atas kelahiran

(5)

bermacam oleh-oleh berupa perlengkapan bayi dan makanan untuk keluarga yang

melahirkan. Sepasaran menjadi salah satu upacara adat Jawa yang dilakukan setelah lima hari sejak kelahiran bayi.

Dalam acara ini pihak keluarga mengundang tetangga sekitar beserta

keluarga besar untuk ikut mendoakan atas bayi yang telah dilahirkan. Acara

sepasaran secara sederhana biasanya dilakukan dengan kenduri, bagi yang memiliki rejeki yang lebih, biasanya dilaksanakan seperti orang punya hajat

(mantu). Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah upacara selamatan sekaligus mengumumkan nama bayi yang telah lahir.

Upacara puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri memohon

pada Tuhan agar si anak yang telah puput puser selalu diberkahi, diberi keselamatan dan kesehatan. Orang tua jaman dulu melaksanakan upacara puputan

dengan menyediakan berbagi macam sesaji, namun masyarakat Jawa modern

biasanya acara puputan dibuat bersamaan dengan upacara sepasaran ataupun selapanan, hal ini tergantung kapan tali pusar putus dari pusar bayi. Akulturasi

budaya Jawa-Islam sangat terlihat dalam upacara Aqiqah.

Upacara yang dilakukan setelah tujuh hari kelahiran bayi ini biasanya

dilaksanakan dengan penyembelihan hewan kurban berupa domba/kambing. Jika

anak yang dilahirkan laki-laki biasanya menyembelih dua ekor kambing, dan bila

anak yang dilahirkan adalah perempuan maka akan menyembelih satu ekor

(6)

Upacara Selapanan dilakukan 35 hari (selapan) setelah kelahiran bayi. Upacara selapanan ini dilangsungkan dengan rangkaian acara bancakan weton

(kenduri hari kelahiran), pemotongan rambut bayi hinngga gundul dan

pemotongan kuku bayi. Pemotongan rambut dan kuku ini bertujuan untuk

menjaga kesehatan bayi agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih. Sedangkan

bancakan selapanan dimaksudkan sebagai rasa syukur atas kelahiran bayi, sekaligus sebuah doa agar kedepannya si jabang bayi selalu diberi kesehatan,

cepat besar, dan berbagai doa kebaikan lainnya.

Komunitas kampung Sasak yang tinggal di Bayan3, Barat laut Lombok,

Indonesia dikenal dengan Wetu Telu dan sering diperlawankan dengan waktu lima. Masyarakat ini memiliki ritual buang au (upacara kelahiran/buang abu).saat bayi dilahirkan, dukun beranak (balian) setelah menolong persalinan membakar arang dan menempatkannya di bawah ranjang bayi dibaringkan. Ini dimaksud

untu menjaga agar sibayi merasa hangat dan dapat tidur nyenyak. Kira-kira satu

minggu kemudian barulah orangtua si bayi mengadakan upacara buang au yang seacra harfiah membuang abu. Dalam upacara ini balian membuang abu yang dihasilakan arang. Orang tua mengumumkan nama bayi yang baru dilahirkan.

Orang Bayan meyakini bahwa nama yang tidak cocok menyandangnya akan

mengundang nasib buruk. Karena alasan inilah orang tua biasnya berkonsultasi

dengan pemangku atau kiai mengenai nama yang cocok untuk anaknya. Dalam memilih nama kiai dan pemangku menggunakan perhitungan astrologis

3

(7)

berdasarkan waktu, tanggal, bualan, dan tahun saat bayi dilahirkan. Meski begitu

berapa orangtua memakai nama kakek atau kakek buyut yang sudah meninggal

untuk bayi mereka demi mengenang asal usulnya.

Orang Bayan percaya bahwa bayi membawa dosa orangtua di masa lalu.

Oleh karena itu dalam upacara buang au bayi disucikan dengan menyelenggarakan bedak keramas dan doa kiai. Bedak keramas adalah campuran santan kelapa, dara ayam dan sembek (ampas bekas kunyahan siruh) yang ditaruh di tempurung kelapa. Ramuan ini dioleskan di kening bayi dan orangtuanya.

Bedak keramas adalah upacara pembersihan. Bedak keramas disusul dengan makan bersama, paripaan buang au, yang dihadiri Kiai, Pemangku, Taoq Lokaq, kerabat patrinelal ayah si bayi, dan beberapa pengawasan. Buang au adalah praktek setempat sepertri upacara-upacara lainya sarat dengan ciri khas

menghubungi arwah dan kepercayaan bahwa mereka bisa memberikan berkah

bagi anak turun yang masih hidup. Pembacaan doa keselamatan berbahasa Arab.

Dalam upacara tersebut menunjukan bahwa tradisi lokal dipercayai untuk

menyerap pengaruh-pengaruh dari luar.

Tradisi Masyarakat Batak Toba dalam menyambut kelahiran seorang anak

hal pertama yang harus di lakukan adalah, upacara adat Mangirdak atau

Mangganje atau Mambosuri boru adalah upacara yang diterima oleh seorang ibu yang usia kandungannya tujuh bulan. Dalam suku Batak apabila seorang putra

Batak menikah dengan dengan seorang perempuan baik dari suku yang sama

maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan yang harus dilaksanakan.

(8)

merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum

kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya

ketika menjelang kelahiran, hal kunjungan ini disebut dengan istilah Mangirdak

(membangkitkan semangat). Makna spiritualitas yang terkandung adalah

kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari orangtua

si perempuan dalam memberikan semangat.

Pemberian Ulos Tondi merupakan kedatangan kerabat untuk melilitkan selembar ulos yang dinamakan ulos tondi (ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si putri dan suaminya). Pemberian ulos ini dilakukan setelah acara makan. Makna spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian ulos ini

dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja

mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran. Setelah itu dilakukan acara

Martuaek. Pada hari ketujuh setelah bayi lahir, bayi tersebut dibawa ke pancur saluran air dan dimandikan, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang

dikenal dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama saat itu yaitu Ulu Punguan.

Hal ini telah ditentukan oleh sibaso tersebut dan dilakukan pada waktu

pagi-pag,i waktu matahari terbit, kemudian sang ibu menggendong anaknya yang pergi

bersama-sama dengan rombongan para kerabatnya menuju ke suatu mata air dekat

kampung mereka. Setelah sampai disana, bayi dibaringkan dalam keadaan

telanjang dengan alaskan kain ulos. Kemudian Sibaso menceduk air lalu menuangkannya ke tubuh si anak, yang terkejut karenanya dan menjerit tiba-tiba,

(9)

terutama dewi air Boru Saniang Naga yang merupakan representasi kuasa

Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur untuk menyucikan si bayi dan menjauhkannya dari kuasa-kuasa jahat, sekaligus meminta agar semakin banyak

bayi yang dilahirkan. Upacara martutu aek biasanya dilanjutkan dengan membawa si bayi ke pekan.

Kita tahu pada zaman dahulu Onan (pekan atau pasar) terjadi satu kali seminggu. Onan adalah simbol pusat kehidupan dan keramaian sekaligus simbol kedamaian. Orangtua si bayi akan membawa bayi ke tempat itu dan sengaja

membeli lepat atau pisang di pasar dan membagi-bagikan kepada orang yang

dikenalnya sebagai tanda syukur dan sukacitanya. Pada acara marhata sesudah makan, maka diumumkanlah nama si bayi. Bila anak yang lahir ini adalah anak

pertama maka sudah biasa bila ada pemberian sawah oleh orangtua serta mertua

untuk modal kerja. Namun pada saat pemberian nama pada waktu itu, peran dari

sibaso sangat besar karena keluarga meminta rekomendasi Sibaso untuk sebuah nama, jika Sibaso tidak menyetujui nama yang dianggapnya tidak baik maka orangtua dari si bayi pun akan mengganti nama itu. Makna spiritualitas yang

terkandung adalah memberikan kekuatan kepada tubuh si anak yang lahir dimana

dengan adanya persembahan-persembahan kepada dewi air Boru sinaga sehingga si anak kelak mempunyai daya tahan tubuh yang kuat dan tidak mudah terserang

penyakit.

Upacara adat mangharoan adalah upacara adat yang dilaksanakan setelah dua minggu kelahiran bayi untuk menyambut kedatangan bayi. Ada kalanya

(10)

yang dikenal dengan istilah mengharoani (menyambut tibanya sang anak). Ada juga yang menyebutnya dengan istilah mamboan aek si unte karena pihak hula-hula membawa makanan yang akan memperlancar air susu sang ibu. Makna

spiritualitas yang terkandung adalah yaitu menunjukkan kedekatan dari hula-hula

terhadap si anak yang baru lahir dan juga terhadap si ibu maupun ayah dari si

anak itu.

Upacara maupun dalam penyambutan anak tidak terlepas dari nilai anak.

Anak memiliki nilai bagi orang tua, seperti halnya masayarakat Mandailing. Nilai

anak yang dimiliki masyarakat Mandailing sama persisnya dengan masyarakat

Batak Toba. Yang tercakup dalam nilai 3H (Hagabeon, Hamoraon,dan

Hasangapon) .

Hagabeon (bahagia ataupun sejahtera) adalah kebahagiaan dalam halketurunan.Keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidupkarena

keturunanadalahkebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan

kerabatnya.

Hamoraon (kekayaan) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang dimana kekayaan ini diidentikkan disamping harta kekayaan juga anak. Tanpa

anak individu tidak akan merasa kaya meskipun banyak harta seperti yang

diungkapkan dalam ungkapan “Anakkonhi do hamoraon diahu” (anakku adalah

harta yang paling berharga bagi saya). Hasangapon (kemuliaan & kehormatan)adalah merupakan kedudukan seseorang dalam lingkungan

masyarakat. Untuk mencapai hasangapon seseorang harus terlebih dahulu

(11)

hagabeon, dan, hasangapon, nilai hagabeon merupakan nilai yang paling penting karena nilai hagabeon mengungkap makna bahwa orang Batak sangat

mendambakan kehadiran anak dalam keluarganya.

Nilai anak juga sebagai penerus keturunan dari ayah, dengan adanya anak

maka marga dari ayah ada yang meneruskan. 4Marga merupakan asal mula nenek

moyang yang terus dipakai dibelakang nama. Masyarakat Batak umumnya

mengartikan marga sebagai kelompok suku dan suku induk yang berasal dari

rahim yang sama. Keyakinan ini disebabkan oleh penetapan struktur garis

keturunan mereka yang menganut garis keturunan laki-laki patrilineal yang berarti

bahwa garis marga orang Batak diteruskan oleh anak laki-laki. Jika orang Batak

tidak memiliki anak laki-laki maka marga tersebut akan punah. Adapun posisi

perempuan dalam budaya Batak adalah sebagai pencipta hubungan besan karena

perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain.

Jika seorang anak lahir baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya saja

sebagai penerus marga ataupun pencipta hubungan besan, tetapi dalam partuturon

juga berubah. Partuturon adalah aturan hubungan antar perorangan dalam bertutur. Dengan adanya pertuturan dapat diketahu sedekat apakah hubungan

perseudaraan tersebut dan juga menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan.

Dengan menyebut tutur terhadap seseorang diketahuilah jalur hubungan

4

(12)

kekerabatan diantara mereka yang menggunakan tutur dan sekaligus menentukan

prilaku atau etika apa yang pantas dan tidak pantas diantara mereka yang bergaul5.

Di desa Rumbio, Kec. Panyabungan Utara terdapat ritual dalam

penyambutan anak, meraka percaya anak yang baru lahir tidak diperbolehkan

dibawa keluar karena itu juga merpakan nilai dari seorang anak. Maka dari itu

mereka mengadakan ritual tersebut.Di Desa Rumbio, Kec. Panyabungan Utara

banyak terdapat ritual-ritual yang masih mereka lakukan yang berhubungan

dengan kepercayaan mereka terdahulu seperti kepercayaan Si pale begu.6 Setelah Islam ke Mandailing melalui perang paderi tentu mempengaruhi adat istiadat etnik

Mandailing seperti kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dikenal pada zaman

animesme karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama islam berangsur-angsur menghilang.

Setiap kegiatan yang ada di Desa Rumbio termasuk dalam mengayunkan

anak tidak lepas dari sistem kekerabatan yang terdapat di dalihan na tolu. Dalihan Na Tolu secara harfiah diartikan sebagai tungku penyangganya terdiri dari tiga agar tungku tersebut dapat seimbang. Secara etimologi berarti merupakan suatu

tumpuan yang komponen unsur nya terdiri dari 3 yaitu kelompok mora, kahanggi, anak boru. Setiap kegiatan upacara, ritual, ataupun yang lainnya Dalihan Na Tolu

selalu ikut serta karena itu merupakan dari sistemkekerbatan yang dimiliki

masyarakat Mandailing. Inilah dasar peneliti untuk mendeskripsikan tentang

5

Askolani, Ali Fikri, dkk. Seni Budaya Mandailing Natal. (Medan:Penerbit Mata Pribumi Media),

Hal 11

6

(13)

mengayunkan anak di Desa rumbio yang tidak terlepasa dari nilai anak dan sistem

kekerabatan dalihan na tolu yang berhubungan dengan mengayunkan anak di Desa Rumbio.

1.2. Tinjauan Pusataka

Di dalam buku “Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat

Pendukungnya Masa Kini”7

yang berisikan tentang Upacara Kehamilan dan

Kelahiran di Jawa, si peneliti melihat adanya permasalahan disini. Dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, nilai-nilai lama yang

semula menjadi acuan suatu kelompok masyarakat menjadi goyah akibat

masuknya nilai-nilai baru dari luar. Orang cendurung bertindak rasional dan

sepraktis mungkin. Akibatnya nilai-nilai yang terkandung dalam pranata sosial

dan nilai-nilai lama dalam kehidupan kultural masyarakat pendukungnya lambat

laun akan terkikis oleh pengaruh moderen dan nilai-nilai baru tersebut. Dengan

kata lain mungkin upacara tradisional megalami perubahan atau pergeseran akibat

pengaruh moderen tersebut. Dengan ini si peniliti melihat faktor apa yang

menyebakan upacara tradisional mengalami perubahan.Islam Sasak dalam

bukunya menjelaskan tentang kominitas kampung Sasak yang tinggal di

Bayan,Barat laut Lombok, Indonesia. 8Komunitas ini dikenal sebagai penganut

Wetu Telu dan sering diperlawankan dengan Waktu Lima. Wertu telu adalah orang

7

Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Mayarakat Pendukukungnya Masa Kini. (DIY : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan 1994/1995).

8

(14)

Sasak yang meskipun mengakui sebagai Muslim, masih sangat memepercayai

kekuatan animistik leluhur (ancestral animistik deites) maupun benda-benda antropomorfis (antropomorphised inanimate objects). Sedangkan Waktu Lima

adalah orang Muslim Sasak yang mengikuti ajaran syari‟ah secara lebih keras

sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur‟an dan Hadist.

Kendati Islam sudah lama masuk ke Pulau Lombok, namu pengikut Wetu Telu melebihi bilangan penganut Waktu Lima hingga lima dekade awal abad ini. Alasan mengapa si peneliti memilih tempat ini adalah karena orang Sasak asli (indigenous) yang tinggal disanalah yang kini menjadi sasaran kegiatan-kegiatan dakwah yang terus meningkat dari kalangan Muslim Waktu Lima. Banyak kepercayaan dan praktek-praktek keagamaan Wetu Telu salah satunya ialah Buang Au (upacara kelahiran/buang abu).

Buku ini menggambarkan watak Islam parokial di Lombok dan bagaimana

pembagian-pembagian sosial keagamaan di kalangan orang Sasak terjadi dan

berkembang sepanjang waktu, kemudian mengenai perkembangan misi dakwah

khususnya di Bayan, mengidentifikasi peran negara berkaitan dengan pelestarian

budaya Wetu Telu di satu sisi, dan promisi kegiatan-kegiatan dakwah Waktu Lima

ke daerah Wetu Telu di sisi lain. Yang terakhir untuk menganalisis karakteristik konflik sosial yang melibatkan para pemimpin (tradisional) asli dan para

Da‟i.Inilah dasar yang membuat saya tertarik untuk mengkaji megenai

mengayunkan anak di Mandailing desa Rumbio Kec. Panyabungan Utara.

Ritus ataupun ritual selamatan atau upacara merupakan suatu upaya manusia

(15)

kosmos. Keselamatan ini pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang

paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka

yang ikut hadir di dalamnya (Geertz, 1981:13).

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarakan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini mencoba

mendeskripsikan proses ritual mengayunkan anak di Mandailing pada masyarakat

Desa Rumbio Kec.Panyabungan Utara. Dengan peremusan masalah yang

mencakup :

1. Bagaimana proses ritual mengayunkan anak di Mandailing khususnya di

Desa Rumbio Kec. Panyabungan Utara ?

1.3. Bagaimana nila-nilai anak yang ada di Desa Rumbio Kec. Panyabungan

Utara ?

2. Bagaimana hubungannya mengayunkan anak di Desa Rumbio Kec.

Panyabungan Utara dalam sistem Dalihan Na Tolu?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat penting,

karena melalui tujuan dan manfaat itulah, maka suatu penelitian dapat di mengerti

dan di pahami. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk memenuhi

syarat dalam menyelesaikan kuliah S1 pada Departemen Antropologi FISIP USU.

Kemudian penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana proses dalam ritual

mengayunkan anak di Mandailing Desa Rumbio. Kec. Panyabungan Utara.

(16)

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dan

mengembangkan wawasan keilmuan khususnya Antropologi. Kemudian

penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat menambah pengetahuan

masyarakat mengenai budaya Mandailing termasuk peneliti dalam ritual

mengayunkan anak. Menjadi sebuah literatur tambahan dalam memahami

kebudayaan Mandailing dalam mengayunkan anak khususnya di desa Rumbio

Kec. Panyabungan Utara Kab. Mandailing Natal.

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah pembahasan

mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka

yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya

pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari

penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika

penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.

Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut gambaran umum tempat

lokasi penelitian di Mandailing.

Pada bab ketiga berisi tentangnilai Anak terhadap dalihan na tolu dan juga partuturon etnis di desa Rumbio.

Pada bab keempat akan dibahas hal-hal mengenai ritual mengayunkan anak

dan juga hal-hal yang beruhubungan dengan ritual mengayunkan anak seperti

mangupa-upa dan religinya.

Bab terakhir atau bab kelima berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil

(17)

sistem kekerabatan dalihan na tulu di desa Rumbio. Bab ini juga berisi saran-saran yang diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang

berkepentingan terhadap penulisan skripsi ini.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian adalah suatu tindakan seseorang yang dilakukan sistematis dan

mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya: observasi, dikontrol dan

berdasarkan pada teori yang dapat diperkuat dengan gejala yang ada. Awalnya

peneliti mentukan informan yang dapat memberikan informasi dengan

pengetahuan yang dimiliki informan. Yang informasinya tersebut besangkutan

dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti.

Penelitian ini bersifat deksriptif dengan menggunakan metode kualitatif

bagaimana hubungan ritual mengayukan anak dengan dalihan na tolu di desa Rumbio. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, penelitian yang

bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat

individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi

atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala

lain dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, tentunya bersifat etnografi pula, karena untuk

mendeskripsikan fenomena di lapangan, pastinya banyak hal yang dapat harus

dipahami dalam proses mendeskripsikannya. Etnografi merupakan pekerjaan

(18)

sesuai dengan harapan, maka peneliti memberikan pertanyaan yang mendalam

tetapi tidak membuat informan kesulitan dalam mejawab pertanyaan tersebut.

Dengan begitu informan dapat mendeskripsikan hasil dari pertanyaan yang

diajukan peneliti ke informan. Dengan begitu hubungan antara informan tidak

seperti hubungan anatara peneliti dengan informanya, tetapi seperti percakapan

antar sahabat, tetapi peneliti masih menggunakan tutur maupun etika.

Di dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang digunakan yaitu data primer

dan data skunder.Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui

observasi dan juga melalui wawancara. Sedangkan pada data sekunder, hanyalah

sebagai pelengkap untuk melengkapi data primer yaitu data yang diperoleh dari

karangan-karangan ilimiah ataupun dokumen-dokumen yang berasal dari media

massa internet maupun buku budaya Mandailing.

1.6.2.Teknik Pengumpulan Data

Pada kesempatan ini peneliti menggunakan kombinasi tiga teknik

pengumpulan data, yaitu :

a. Observasi Partisipasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan

terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Observasi yang dilakukan

peneliti di rumah Bapak Dirman nasution dan abang Kehek. Pada saat itu

informan tersebut mengadakan acara mengyunkan anak. Bapak Diraman

mengayunkan anak pertamanya, yaitu perempuan. Sedangkan abang Kehek

mengayunkan anak ke enam dan juga perempuan. Banyak perbedaan yang terjadi,

(19)

Dirman membuat acara yang besar karena merupakan anak pertamnya dan juga

faktor ekonomi yang cukup.

Sedangkan abang kehek melakukan acara yang sederhana hanya

mengundang keluarga dekat saja, karena anak yang dilahirkan adalah anak

terakhir dan juga faktor ekonomi yang kurang. Sebab anak-anak dari abang Kehek

sudah bersekolah

b. Wawancara Mendalam

Didalam penelitian ini, peneliti akan mencoba mengumpulkan data melalui

teknik wawancara. Wawancara ataupun interview adalah suatu percakapan yang

memiliki pertanyaan yang sudah terstruktur (formal) dan dengan maksud tertentu

antara pewawancara atau yang sering disebut dengan interviewer dengan informan

yaitu orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

Wawancara yang akan dilakukan yakni melakukan. Tanya jawab secara langsung

dan terbuka dengan individu ataupun kelompok yang akan diteliti.

Wawancara yang dilakukan peneliti ada delapan informan. Lima informan

yang peneliti wawancarai merupakan informan yang tinggal di desa Rumbio.

Sedangkan empat informan lainya di diluar desa Rumbio. Informan yang dipilih

peneliti untuk melakukan wawancara berbeda-beda. Nenen H. Muchtar

merupakan informan yang dipilih peneliti untuk mewawancarai yang

berhubungan dengan anak, seperti nilai anak, pentinganya anak bagi keluarga.

(20)

cara melakukan mengayunkan anak serta hal-hal apa saja yang dibutuhkan dalam

mengayunkan anak. Tobang Asmi selalu dipanggil masyarakat baik masyarakat

desa Rumbio maupun masyarakat luar yang masih berhubungan saudara dengan

tobang unuk melakukan maupun mempersiapakan acara mengayunkan anak. Sedangkan informa yang berada diluar desa Rumbio merupakan pembuat

filim berbudaya Mandailing (Tympanum Novem) dan juga sebagai penulis seperti

cerpen, puisi, maupun buku Mandailing yang telah diterbitkan. Yang terdiri dari

Bapak Askolani yang juga sebagi sutradara di Tympanum Novem, Udak Ali fikri,

dan Udak Sukri. Sedangkan informan yang lain seperti abang Erwin sebagai

fotografer, penyshuting, sebagai penyeleksi peran dan sebagainya. Informan ini

memberikan infomasi seperti sejarah mandailing, pertuturan, acara mengayunkan

anak dan cerita Mandailing lainya.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang

berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang

diperlukan peneliti berupa catatan, buku, jurnal, dan sebagainya. catatan seperti,

buku catatan yang ditulis tangan oleh nenek Muchta sendiri yang berisikan

tentang Mangupa, informan meminjamkanya langsung kepada peneleiti. Sedangkan buku seperti, buku Antropologi yang sesuai dengan apa yang

dibutuhkan peneliti, dan jurnal Antropologi Indonesia.

1.6.3.Teknik Analisa Data

Untuk menjawab rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif

(21)

dari data obsevasi, wawancara dan pengumpulan data lainya maka data yang

sudah terkumpul diatur secara berurutan sesuai dengan apa yang dibutuhkan

peneliti. Misalnya data tempat yang menjadi fokus peneliti, kemudian sejarah dan

lain sebaginya. Kemudian diuraikan sehingga dapat menjelaskan ataupun

mendekripsikan fenomena yang dikaji.

Kemudian data yang sudah diperoleh dikonfirmasi menurut validitas,

sumber, dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data

dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal

demikian data tersebut akan dihapus atau dipotong. Seperti sebelum masuk dan

sesudah masuknya islam di Rumbio mengayunkan banyak anak terjadi perubahan.

Peneliti tidak mengumpulkan data secera mendalam mengenai

perubahan-perubahan apa yang terjadi, sebab akan mempersulit peneliti dalam memfokuskan

kajian yang diperlukan peneliti, karena membutuhkan data-data yang sudah lama.

Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan diinterpretasikan dan dinarasikan

sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data

yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat menjawab permasalahan tentang

gambaran mengayunkan anak di Desa Rumbio Kec. Penyabungan Utara.

1.7. Pengalaman Pribadi

Awalnya saya mengajukan judul judul skripsi saya mengenai strategi

pemenangan tender di perusahan PT. Titasta Abadi yang perusahan tersebut

merupakan tempat saya magang. Tetapi judul saya ditolak oleh ketua jurusan

Departemen Antropologi Fisip USU, sebab saat saya menegerjakan skripsi akan

(22)

Beberapa hari kemudian saya datang lagi untuk mengajukan judul saya yang baru

yaitu ritual mengayunkan anak di desa rumbio. Saya tertarik dengan judul ini

karena saya pernah menyaksikan proses maupun melihat persiapan ritual tersebut

di rumah adik laki-laki kandung ayah maka dari itu saya tertarik untuk

mengangkat judul ini.

Pada saat mengajukan judul saya mendapat pertanyaan dari ketua jurusan

Departemen Antropologi Sosial Fisip USU mengenai teori-teori apa yang saya

ketahui, kemudian ketua jurusan menyakan saya mengenai teori siknkritsme,

karena saya belum mengetahu banyak teori maupun teori sinkritesme judul saya

belum di Acc dan saya besoknya saya disuruh datang lagi.

Keesokan harinya saya datang lagi, ketua jurusan menayakan hal yang sama

kemudian saya jelaskan yang sudah saya baca, setelah saya jelaskan ketua jurusan

melihat buku-buku referensi saya dan hanya sedikit buku antropologi. Judul saya

belum di Acc juga, saya disuruh mencari buku yang disarankan oleh ketua

jurusan.

Setelah beberapa hari saya mencari buku yang disarankan oleh ketua

jurusan barusalah judul saya diterima dan di Acc ketua jurusan. Saya sangat

senang sekali. Kemudian saya memilih bapak Agustrisno sebagai dosen

pembimbing saya, ketua jurusan juga menyetujuinya. Setelah itu saya langsung

meminta tolong kepada kakak Nur sebagai administrasi di Departemen

Antropologi Fisip USU untuk memebuat surat SK dosen pimbing.

Setelah selesai urusan di kampus selesai barulah saya pulang kampung

(23)

kelapangan saya lebih banyak ditemani oleh ayah saya, sebab saya takut salah

pertuturan saat saya menemui informan saya dan kesulitan untuk bertanya.

Ternyata tidak mudah mewawancarai tetangga saya dikampung karena banyak

yang kurang paham dan mengerti. Tetapi meskipun begitu masih ada masyarakat

desa Rumbio yang memahami tentang mengayunkan anak dalam mangupa.

Nenek Kasim menegetahu arti maupun makna dari ban upah-upah. Di desa Rumbio saya mendapatkan 8 (delapan) informan termasuk ayah saya.ayah tidak

berhenti menemani saya mencari data maupun informasi.

Rasa suka yang saya rasakan pada saat mewanacarai informan, banyak

sekali memberikan doa kepada saya agar saya dapat menyelesaikan skripsi saya

dan cepat selesai kuliah dan juga ada informan yang rela mencari buku catatan

yang sudah lama tidak terlihat untuk meminjamkanya kepada saya yaitu nenek

Muchtar.Nenek Muchtar banyak memberikan saya nasihat agar tamat kuliah nanti

tidak tinggal di kampung halaman lagi, tetapi pergi merantau untuk terus mencari

pengalaman.

Selain di desa Rumbio saya mencari informan diluar yaitu bapak Askolani,

udak Syukri, udak Fikri dan abang Erwin. mereka bekerja di Tympanum Novem

sebagai pembuat film berbudaya mandailing. Teman abang saya yang

mengenalkan saya dengan informan-informan tersebut. Bapak, udak, abang

sebagai informan yang sangat baik. Mereka banyak memberikan informasi kepada

saya. Bukan itu saja, mereka juga banyak meminjamkan saya buku serta

jurna-jurnal menegenai Mandailing yang dibuat oleh Antropologi Amerika. Saya

(24)

baik. Saya tidak menerima tawaran bapak Askolani sebagai sutradara karena saya

harus menyelesaikan S1 saya dan bapak Askolani mengerti.

Setalah semua data yang saya butuhkan sudah terkumpul, saya kembali lagi

ke Medan untuk mengerjakan hasil data yang saya dapatkan. Rasa duka yang saya

rasakan tempat Tympanum Novem sangat jauh dari rumah saya, dan

menyebabkan saya banyak mengeluarkan ongkos untuk angkutan becak dan

angkutan umum. Tetapi meskipun begitu saya sangat mersa senang bisa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan 97 kepala keluarga yang diwawancarai dengan menggunakan kuesioner di Kelurahan Bagan Barat Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir, tentang tindakan/kebiasaan masyarakat

http// www.hukumonline.com /pradilan hukum adat.. Secara historis hukum adat dipandang sangat demokratis karena is lahir melalui proses dan seleksi yang

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan, bahwa faktor yang menjadi penyebab terjadinya eksklusi sosial bagi pendidikan anak-anak sekolah di Desa Aek Banir

Rangkaian dari tradisi upacara bersih desa di Desa Kiringan berupa kegiatan membersihkan makam, selamatan yang dilakukan di Punden (makam sesepuh desa), sambutan

Tujuan pengembangan yang dilakukan masyarakat desa Tambangan Jae tentang keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa mereka yang pada tahun 2009 dijadikan tempat wisata

Pembahasan : penelitian asuhan kebidanan bayi baru lahir, pada perawatan tali pusat yang baik dan benar, keduanya berjalan dengan baik, semua asuhan dapat dilakukan sesuai

Tabel 1 memperlihatkan hasil gigi berjejal pada sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan Aesthetic Component (AC) dari Index Of Treatment

Menurut Saleha (2009) apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut: bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada