• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengayunkan Anak di Desa Rumbio Kecamatan Penyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mengayunkan Anak di Desa Rumbio Kecamatan Penyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Istilah

 Untuk mencapai kesepakatan bersama: domu ni tahi

 Upacara adat :horja itu terwujud dengan baik.

 Musyawarah : marpokat

 Musyawarah kecil :pokat menek

 Saudara semarga mereka :suhut

 Nasi bungkus : indahan tungkus

 Kain gendong : parompa

 Tempat pemandian : tapian / paradianan

 Wilayah : banjar

 Minimal : pinomat

 Hepeng : uang

 Kebikan hati : lomo-lomi ni roa

 Undangan atau kabar :pataonkon

 Sirihuntuk tondiuntuk bayi :burangir tondi oncot

 Meminta tenaga : pangidoan gogo

 Nenk dari yang mengadakanhajatan : ompung suhut

 Datu : orang pintar

(2)

 Muda-mudi : naposo nauli bulung

 Mengundang : pataonkon

 Meladeni makan : mangoloi

 Kaum ibu :umak-umak

 Kaum ayah : ama-ama

 Memasak lauk-pauk :marmasak

 Menanak nasi : mardahan

 Matahari terbit : bincar mataniar

 Etika hidup :hapantunon

 Ayah : amang

 Ibu : inang

(3)

Daftar Informan

1. Nama :H. Muchtar

Umur :73 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Dosen

2. Nama : Baginda Kasim

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Petani

3. Nama : Hj Asmi

Umur :82 Tahun

Pekerjaan :-

4. Nama : Herman

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Tani

5. Nama : Husni

Umur : 53 Tahun

Pekerjaan : Tani

6. Nama : Khoirul

Umur : 37

Pekerjaan : Kepala Desa

7. Nama : Askolani

Umur : 50

Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum

(4)

8. Nama : Aes Syukri

Umur : 40

Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum

Novem

9. Nama : Ali Fikri

Umur : 39

Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum

Novem)

10.Nama : Erwin Parsaulian

Umur : 36

Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan (2009) ; Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan.Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Ackermann, Robert John (1991) ;Aagama Sebagai Kritik. Jakarta: Gunung

Mulia.

Askolani, Ali Fikri, dkk (2014) ;Seni Budaya Mandailing Natal. Medan:

Penerbit Mata Pribumi Media.

Budiwanti, Erni (2000) ; Islam Sasak cetakan 1. Yogyakarta: PT. Lkis

Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan IKAPI dan Ford Foundation.

Giddens, Anthony (2003) ; Teori Strukturasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Herry. B-Priyono(2003) ;Anthony GiddensSuatu Pengantar

Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.

Irianto, Sulistyowati (1997) ; Konsep Kebudayaan Koentjaraningrat dan

Keberadaannya dalam Paradigma Ilmu-Ilmu Sosial dalam Masinambow

(eds) Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan

(6)

Irawan,prasetya(1999);Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Repro

International.

Koentjaraningrat(1990); Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan.Jakarta :

Rineka Cipta, (1998); Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Margono, S. (2007); Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK.

Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Morgan, Michael Pye, A. Scoot Moreau, Jefferey K. Haddens, YY. Haddad, Sue

(2002) ; AGAMA EMPIRIS. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pustaka

LP2IF.

Nasution, Pandapotan (2005) ;Adat budaya Mandailing dalam tantangan

zamanCetakan I . Medan:FORKALA Prov.Sum. Utara.

Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk (1995) ; Fungsi Upacara Tradisional

Bagi Mayarakat Pendukukungnya Masa Kini. DIY: Departeman

Pendidikan dan Kebudayaan.

Saifuddin,Achmad.F (2005);Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta:

(7)

Sarwono, Jonathan. (2006) ; Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Spradley, James. (1979); The Ethnographic Interview. New York: Holt,

Rinehartand Winston.

Uli, Kozok (2010) ; Urusan Damai Kemelut Perang. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor.

Sumebr Jurnal :

Belanawane, Muhammad S. Agama, Kebudayaan, dan Kekuasaan: Catatan

Teoritik dari Seorang Salafi. Jurnal Antropolgi Indonesia Vol. 32 No. 2.

Damm, Muhammad. Ruh Tanpa Tubuh, Tubuh Tanpa Ruh: keterangan tentang

Mati di Antara Universalisme Filsafat dan Partikularisme Antropologis.

(8)

Sumber-sumber dari internet:

http://dodkop.blogspot.co.id/2014/07/tradisi-paling-unik-menyambut-kelahiran

bayi.html#ixzz41SCVrnK9 di akses pada tanggal 28 Februari 2016

http://horasmadina.blogspot.co.id/2007/07/alam-mandailing-dalam-catatan-willem.html di posting pada tanggal 10 April 2015

tanggal 28 maret 2016

diakses

pada tanggal 28 maret 2016

(9)

BAB III

NILAI ANAK DI DESA RUMBIO 3.1. Nilai Anak

Setiap keluarga umumnya mendambakan seoarang anak, karena anak adalah

harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan maupun penerus keturunan. Berapa

jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu,

dua, tiga dan seterusnya. Dengan keputusan untuk memiliki jumlah anak adalah

sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang

dianggap sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang

tua.Lubis (1997) menjelaskan bahwa hagabeon sama artinya dengan bahagia dan

sejahtera. Kebahagiaan yang dimaksudkan disini adalah kebahagiaan dalam hal

keturunan. Keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidup karena keturunan

adalah kebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat.

Nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari

adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat bagi orang tua untuk mencurahkan

kasih sayangnya, anak sebagai sumber kebahagiaan keluarga, anak sebagai bahan

pertimbangan pasangan suami-istri ketika ingin bercerai, anak sebagai tempat

untuk mensosialisasikan nilai–nilai dalam keluarga dan harta kekayaan keluarga

diwariskan serta anak sebagai tempat orang tua dalam menggantungkan berbagai

harapannya (Ihromi, 1999).

Sebelum anak diberi Nama, di Mandailing khususnya di Rumbio panggilan

untuk anak laki-laki adalah si Dalian (lian) atau si Batu, sedangkan untuk anak

(10)

bulu atau si panjala, yaitu orang yang menanam bambu untuk membuka kampung

dan orang yang menjala ikan. Sedangkan perempuan disebut juga sisuan pandan

atau si pandurung yaitu orang yang menanam pandan untuk membuat tika dari

pandanr atau orang yang menangkap ikan dengan durung (tangguk).

Dalihan adalah tungku tempat memasak yang terbuat dari batu. Dengan

istilah ini anak laki-laki diharapkan menjadi tempat bertumpu dalam keluarga,

anak laki-laki dapat menggantikan posisi ayah jika ayah tidak mampu lagi

memenuhi tanggungjawabnya atau jika ayah sudah tiada, maka anak laki-laki

yang akan menggantikan tanggungjawab ayah menjadi tulang punggung keluarga.

Anak laki-laki dapat juga disebut si yang menanam bambu(suanbulu) atau si

jala(panjala). Jala merupakan perlambanagan dari mata pencarian. Jadi, anak

laki-laki diharapkan dapat mencari pekerjaan, mampu bekerja agar dapat memenuhi

kebutuhan keluarganya.

“taing” yang asalkatanya adalah “tataring”. Tataring adalah tempat

ataupun meja masak untuk dalian. Maka dari itu dalian dan tataring saling

menyangga, saling mendukung fungsinya masing-masing. maka dari itu anak

perempuan sebelum deberi nama dipanggi taing. Anak perempuan juga dapat

dipanggil si suan pandan (orang yang menam padan) atau si pandurung

(menangkap ikan dengan tangguk), maksudnya adalahsaat dewasa nanti anak

perempuan diharapkan mampu menganyam tikar dari pandan yang ditanamnya.

tikar merupakan perlambangan dari keluarga yang mapan, mengapa dikatakan

demikian karena anak perempuan diaharpakan mampu mengurus keluarganya.

(11)

mampu bekerja, tetapi pekerjaan yang dilakukan perempuan lebih ringangan dari

pada pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki.

Kelahiran seorang anak menjadikan orang tuanya sebagai anggota

masyarakat yang sempurna, karena sudah mempunyai generasi penerus kelompok

satu marga (clan). Nama pribadi mereka sudah dikaitkan dengan indentitas

mereka sebagai orang, kakek serta neneknya. Misalnya amang si Pardamean,

ompung si Parlagutan dan sebutan lainya sesuai dengan tutur (bahas adat) itulah

sebabnya kelahiran seorang anak disambut dengan sangat gembira yang

diwujudkan dalam upacara mangupa anak tubu (mengupa kelahiran anak) yang

disebut juga manyuyup-nyuyup. Dari penjelasan diatas mengenai anak laki-laki

dan anak perempuan dapat dilihat bahwa anak laki-laki dan anak perempaun

memiliki arti maupun nilai tersendiri.

3.2. Perbedaan Nilai Anak Laki-laki Dengan Nilai Anak Perempuan 3.2.1. Nilai Anak laki-laki

Anak laki-lakimerupakan penerus marga dari ayahnya. Anak laki-laki

dikatakan sangat berharga nilainya ditandai dengan banyaknya orangtua dalam

keluarga Mandailing yang selalu mengharapkan kehadiran anak laki-laki dalam

keluarganya, apabila mereka tidak mempunyai anak laki-laki dan hanya memiliki

anak perempuan, ia akan terus berusaha sampai keluarganya mendapatkan

anak laki-laki dan akan berhenti apabila usia produktif dari ibu tidak bisa

melahirkan anak lagi (tidak produktif). Dan bisa jadi si suami di suruh menikah

(12)

“Bapak Askolani mengatakan anak laki-laki pada masa lalu

menjadi hal yang amat penting karena anak laki-laki merupakan

penerus marga. Jika tidak memiliki anak biasanya keluarga dari

pihak istri akan memaklumi jika suami menikah lagi. Jadi tidak

akan membuat renggang hubungan keluarga kalau pihak istri

memberi restu kepada suaminya untuk menikah lagi17

Menurut Vergouwen, ahli adat Batak asal Belanda, suami akan sangat

beterima kasih kepada istri kalau telah melahirkan anak laki-laki. Suami juga akan

semakin menghormati istrinya karena kelahiran sang jagoan.Istri yang sudah .”

Anak laki-laki tidak hanya berperan sebagai penerus marga, melainkan juga

menjadipemimpin adat dalam keluarga. Apabila orangtua mereka sudah tidak

ada, maka anaklaki-laki yang sudah dewasa akan menjadi pengganti orangtua

mereka. Apabila salahsatu orangtua, yaitu ayah telah meninggal dan hanya ibu

yang masih hidup, makaanak laki-laki kelak akan menjadi pemimpin dalam

keluarga tersebut.

“bapak Askolani juga mengatakan,tetapi sekarang ini nilai anak laki-laki dengan nilai anak perempuan hampir sama, karena dulunya anak laki-laki saja yang disekolahkan tinggi-tinggi. Sekarang anak perempuan juga dapat sekolah samapai tingkat tinggi. Tetapi meskipun begitu nilai anak laki-laki tetap lebih tinggi dari pada anak perempuan karena dilihat dari garis keturunan dari ayah dan juga masyarakat mandailing adalah islam yang taat. Dalam islam nilai anak laki-laki, lebih tinggi dari pada anak perempuan maka dari itu masyarakat mandailing memegang teguh nilai yang diajarkan oleh agama mereka”.

17

(13)

melahirkan anak laki-laki biasa disebut boru naung gabe (perempuan yang sudah

diberkati). Penghormatan dan penghargaan selanjutnya akan diperoleh sang istri,

bahkan ketika suaminya sudah lebih dulu tutup usia ketimbang dia18

Anak perempuan juga merupakan anugrah dari Tuhan. Anak perempuan

juga harus dijaga samahalnya dengan anak laki-laki. Anak perempuan juga

memiliki nilai tersendiri, anak perempuan merupakan sebagai penolong ibu

dirumah, anak perempuan dapat membantu mengurangi beban oran tua dalam

pekerjaan rumah. Kelebihan dari anak perempuan, anak perempuan lebih ingat

kepada orang tuanya ketimbang anak laki-laki. Karena anak laki-laki memiliki

tanggung jawab untuk istrinya dan keluarga istrinya.Selain itu acara adat atau

pesta adat Batak tidak akan terlaksana apabila tidak ada boru atau pihak

perempuan (Vergouwen, 1986). 3.2.2. Nilai Anak Perempuan

19

Saat mengambil anak perempuan dari pihak mora, maka ada yang namanya

Tuhor(mahar) yang diberikan kepada perempuan. Orang tua si perempuan akan

berharap anak perempuanya mendapatkan mahar sesuai dengan status ataupun

titel yang dimiliki anak perempuannya. Dan jika mahar anak perempuanya tinggi,

ini akan memiliki nilai tersendiri bagi keluarga dan ini juga dapat mengakat nama

keluarga.

(14)

3.3. Keluarga Yang Tidak Memiliki Anak

Saya pernah mengenal seorang perempuan, saya memangilnya Nanguda.

Nanguda telah lama meninggal. Selama nanguda hidup nanguda tidak memiliki

seorang anak dari pernikahan dengan suaminya yang hampir dua puluh tahun.

Saya mengenal nanguda pada umur dua puluh tahun. Saat nanguda masih hidup

nanguda sangat mengharapkan seoarang anak, meskipun hanya satu anak.

Nanguda dan suaminya sudah pergi untuk memeriksakan keadaan mereka

mengapa mereka tidak kunjung memiliki anak, tidak hanya pengobatan medis

saja, tetapi juga pengobatan yang dilakukan oleh orang pintar yang dipercaya

dapat mengobati(datu).Sudah banyak pengeluaran baik tenaga maupun materi

yang dilakukan nanguda dengan suaminya untuk pengobatan tersebut tetapi tidak

ada hasilnya.

Saya sangat sering kerumah nanguda jika suaminya nanguda pergi kerja,

suaminya bekerja sebagia guru SD pada saat itu. Nanguda sering bercerita, saya

masih ingat apa yang dikatakan nanguda “seandainya nanguda punya anak,

nanguda mau membelika baju buat kamu” mungkin kalau nanguda punya anak,

anak nanguda sudah seumuran kamu (sambil tersenyum). “yang nanguda takutkan

kalau nanguda tua nanti tidak ada yang mengurusi nanguda, meskipun satu anak

saja tidak apa-apa.” ( nanguda menunduk sedih).

Saat saya dirumah nanguda, orang tua perempuan suaminya datang kerumah

nanguda. Saya memanggilnya nenek, Saya mendengar percakapan yang dilakukan

nanguda dengan nenek seperti percakapan formal tidak ada seperti kata-kata

(15)

datang kerumah jika ada perlunya saja. Nenek. Tiba-tiba nanguda jatuh sakit,

pada saat nanguda sakit barulah terbongakar semua konflik yang ada dirumah

nanguda. Ternyata nanguda dengan suaminya telah bercerai dan nanguda

dipulangkan keruamh orang tuanya. Tidak lama dari kejadian itu nangudapun

meninggal. Pada saat upacara pemakaman nanguda, saya tidak dapat hadir, karena

tidak diizinkan karena terjadi konflik antara keluaraga suaminya dengan nanguda.

Sebab keluarga nanguda menuduh bapak yang membuat nanguda meninggal.

Setelah tiga tahun meninggalnya nanguda, bapak menikah lagi dan bapak

dikarunia seorang anak perempuan yang sekarang umurya sudah tiga tahun.

Kelahiran anak pertamanya banyak membawa perubahan, seperti bapak mulai

merenovasi rumahnya, mulai banyak bicara dan lebih sering datang kerumah

membawa anaknya. Hubungan nenek dengan nanguda juga baik, nenek mulai

sering kerumah bapak sambil bermain dengan cucunya.

Dilihat dari pengalaman ini bahwa anak memiliki nilai yang sangat penting

bagi setiap keluarga, sebab tanpa adanya anak dapat menyebabkan konflik yang

terjadinya antara kedua belah pihak, antara pihak laki-laki dan perempuan.

3.4. Keluarga yang mengadopsi Anak

Ada juga keluarga yang tidak mempunyai anak, tetapi keluarga tersebut

mengadopsi seorang anak perempuan. Nanguda Wiji dan suaminya hampir lima

tahun tidak mempunyai anak nanguda wiji dan suaminya mengadopsi anak

perempuan.

(16)

memancing kita punya anak Tetapi sebelum mengadopsi naguda meminta izin dulu sama suami terus keluaganyasama

keluarga naguda juga”20

Upacara dalam penyambutan anak adopsian hanya mengudang kerabat

dalihan na tolu untuk memberitahukan bahwasanya keluarga yang melakukan

hajatan telah mengadopsi anak dari keluarganya sendiri.setelah itu

mangupah-upah.Samahalnya yang dilakukan nanguda Wiji pada saat melakukan

pengadopsian anak. Marga anak yang diadopsi akan turun secara otomatis ke

marga ayah yang mengadopsi anak, karena anak tersebut sudah menjadi tanggung

jawab dari ayah maupun keluarga yang mengadopsi anak.

.(wawan cara dengan naguda wiji).

Hubungan nanguda dengan keluarga suamunya bisa dikatakan baik-baik

saja, sebab tidak ada persolan antara keluarga nanguda dengan

keluargasumaminya karena tidak mempunyai anak dan juga masalah mengadopsi

anak karena sebelum mengadopsi anak sudah dilakukan kesepakat terlebih dahulu

antara kedua belah pihak keluarga. Nanguda wiji mengadopsi anak dari kakak

kandungnya sendiri agar tetap adanya hubungan saudara. Pada saat akan

mengadopsi anak terdapat upacara dalam pengadopsian anak tersebut hanya saja

tidak seperti upacara dalam penyambutan anak pada umumnya.

21

20

Hasil wawancara dengan nanguda wiji

21

Hasil wawancara dengan bapak Mirhan Nasution

Lahirnya seorang

anak akan menyebabkan terjadinya perubahan seperti pertuturan (partuturon).

Pertuturan tidak hanya terjadi dikeluarga inti saja, tetapi juga dikeluarga yang

(17)

3.5. Hubungan anak denganDalihan Na Tolu

Anak memiliki hubungan dengan dalihan na tolu yang terletak pada

partuturan. Keluarga yang tidak mempunyai anak akan tetap berhubungan baik

dengan dalihan na tolu, karena antara mora, kahanggi, anakboruharus selalu

berdampingan karena sudah diatur dalam hukum adat masyarakat Mandailing.

lahirnya seorang anak tidak hanya menimbulkan perubahan pertuturan dari

keluarga inti saja, seperti ayah (amang), ibu (inang), nenek (ompung), tetapi juga

terjadi perubahan pada kerabat-kerabat yang lain. Misalnya pada pihak mora .

Abang ibu adalah pihak mora jika diambil dari pihak ayah atau laki-laki.

Karena lahirnya seorang anak maka abang ibu akan di panggil tulang. Tetapi jika

tidak adanya seorang anak perubahan dalam partuturan tidak adak. Dengan

lahirnya seorang anak juga dapat mempererat hubungan antar pihak laki-laki dan

perempuan.

Dengan lahirnya seorang anak laki-laki maka ia menjadi penerus marga dan

juga penerus keturunan, karena keturunan berdasarkan dari pihak laki-laki. Bukan

itu saja, struktur kekerabatan patrilineal dengan adat dalihan na tolu

mempengaruhi keluarga dalam memberi perlakuan terhadap anak laki-laki

terutama anak pertama. Dengan adanya tuntutan-tuntutan tertentu maka anak

laki-laki khususnya anak laki-laki-laki-laki pertama dituntut untuk menjadi seorang pemempin

keluarga.

Adapun posisi anak perempuan adalah sebagai pencipta hubungan besan

karena perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang

(18)

dengan dalihan na tolumerupakan cikal bakal mora.Bukan itu saja berkat adanya

dalihan na toludalam sistem kekerabatan di Mandailing keluarga juga harus

bersyukur jika memiliki anak perempuan karena di dalam konsep dalihan na tolu

yaitu terdapat tetap menyayangi anak dengan tulus.

3.6. Partuturon Dan Penjabaranya

Di dalam kehidupan bermasyarakat Mandailing agar terjadi hubungan yang

harmonis dan serasi harus berdasarkan etika hidup (hapantunon). Etika Menurut

K. Bertens adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi

seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Pada

masayarakat desa Rumbio salah satu etika yang perlu diperhatikan adalah etika

betutur baik pada keluarga maupun pada masyarakat. Sikap santun yang di

gambarkan melalui partuturon timbul karena adanya peralihan darah dan

kemudian karena hubungan perkawinan dan juga hubungan kekerabatan yang

bersifat teritorial. Selanjutnya pertuturan meluas menjadi pertuturan yang berlaku

untuk seluruh hubungan masyarakat. Hal ini terjadi karena semakin

berkembangnya dan penyebaran penduduk.

Partuturon mengatur dan menentukan bagaimana seseorang bersikap,

berbicara, dan bertutur terhadap orang lain. Dari pertuturan akan diketahui

sejauhmana hubungan seseorang dengan orang lain berdasarkan hubungan darah,

hubungan kekerabatan atau hubungan berdasarkan perkawinan. Pada prinsip

pertuturan merupakan etika, sikap, dan tingkah laku seseorang berkomunikasi

dengan orang lain, yang bertujuna saling menghormati semagat persaudaraan, rasa

(19)

harus di pertahankan. Oleh sebab itu dari anak-anak martutur sudah diajarakan

oleh orang tua, saudara, kerabat, dan teman sekampung di tempat kelahiranya.22

1. Amang tobang = kakek dari ayah saya

Meskipun setiap orang sudah diberi nama pada waktu lahir, namun dalam

berkomunikasi nama tersebut tudak dipakai, yang dipakai adalah tutur.

Penyebutan nama di dalam berkomunikasi baik diantara yang muda, kepada yang

tua dianggap tidak sopan apalagi terhadap orang yang harus dihormati.

Penyebutan nama pada waktu berkomunikasi ataupun menunjuk seseorang

dianggap tidak beradat. Panggilan yang digunakan dalam pertuturan disesuaikan

dengan konteks sebagai apa hubungannya yang satu dengan yang lainya.

Beberapa nama partuturon pada masyarakat Mandailing dapat diuraikan

sebagai berikut. Untuk mengurakikan ini harus diambil dari titik awal dari

seseorang yaitu “saya” atau “Au” (laki-laki

2. Inang tobang = nenk dari ayah saya

3. Tulang tobang = kakek dari ibu saya

4. Nantulang tobang = nenk dari ibu saya

5. Ompung = nenek

6. Ompung bayo = panggilan istri terhadap suami saudara

perempuan suami, dan sebaliknya

22

Pengalaman saya salah dalam bertutur, saya memanggil seorang perempuan dengan sebutan etek

(20)

7. Ompung suhut = kakek/nenek menurut garis keturunan ayah

8. Ompung mora = kakek/nenek menurut garis keturunan ibu

9. Amang = ayah, anak

10.Inang = ibu, anak perempuan

11.Amang tua = abang dari ayah,

13. Inang tua = istri dari abang ayah

14. Tobang LK = suami dari kakak ibu

15. Tobang PR =kakak dari ibu

16. Udak/bapak = adik laki-laki dari ayah/suami dari adik

perempuan ibu

17. Nanguda = isteri dari adik laki-laki ayah

18. Bou = kakak atau adik perempuan dari ayah

19. Amang boru = suami dari kakak atau adik ayah

20. Tulang = abang atau adik dari ibu

21. Nantulang = istri dari abang atau istri dari adik laki-laki

ibu

22. Bujing/etek = adik perempuan ibu

23. Babere = suami anak perempuan, anak dari saudara

perempuan

24. parumaen = istri anak laki-laki, anak perempuan dari

saudara laki-laki ibu

26. Ipar = suami dari perempuan

(21)

28. Anggkang = abang, kakak

29.Anggi = adik

30. Amang poso = panggilan istri terhadap anak laki-laki dari

saudara laki laki isteri

31. Inang poso = panggilan istri terhadap istri dari anak

laki-laki saudara laki-laki-laki-laki isteri

32. Eda = panggilan istri terhadap saudara perempuan

suami, atau sebaliknya

33. Pareban = suami dari saudara perempuan isteri

34.Pahompu = anak dari anak perempuan maupunlaki-laki

ataupun cucu

Jika partuturan di bawah cucu, maka panggilan partuturan kembali ke awal.

(22)

Partuturan dari garis keturunan laki-laki dengan titik tolak saya (Au) = Laki-laki

= Perempuan

Keterangan

= Garis Perkawinan = Garis Saudara

= Garis Keturunan

1 2

5 4 3

7 6

8

11 12 13 14

15

16 17

18 19

20

21 22

23

24

26 1O

27 28

29 30

31 32

33 34 35

36

9

(23)

Keterangan

1. Au memanggil 1 dan 2 Tobang sedangkan 1 dan 2 memanggil Anggi

2. Au memanggil 5, 6, 5,4 dan 3 Nenek sedangkan 5, 6, 5,4 dan 3 Anggi

3. Au memanggi 12 Amang sedangkan 13 Inang

4. Au memanggil 14 Tulang sedangkan 27 Nantulang

5. Au memanggil 15 dan 28 Tobang

6. Au memanggil 16Etek atau bujing sedangkan 17 Udak

7. Au memanggil 11 dan 26 Uwak

8. Au memangil 10 Bou sedangkan 24 Amang Boru

9. Au memanggil 9 Bapak atau Udak sedangkan 8 Nanguda

(24)

BAB IV

Deskripsi Mengayunkan Anak Desa Rumbio 4.1 Mengayunkan Anak Desa Rumbio

Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan

hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang

dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah

muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.

Mengayunkan anak sama halnya dengan akikah sama-sama menyembelih

hewan bedanya saja akikah ini merupakan ajaran dari agama islam sedangkan

mengayunkan anak merupakan suatu tradisi ataupun kepercayaan yang dimiliki

suatu masyarakat yang menjadi suatu kebiasaan.

Masyarakat Desa rumbio memiliki keyakinan bahwa seorang anak yang

baru lahir haruslah di doa-doakan agar anak tersebut memiliki kekuatan

menghadapi dunia ini ketika dewasa, menjadi seorang anak yang berbakti kepada

orang tua, serta membantu keluarga besarnya. Pada mulanya tradisi mengayunkan

anak karena adanya bentuk rasa syukur karena anak yang dilahirkan dengan

selamat.

Anak mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Perkawinan yang tidak dapat memberikan anak dalam adat dianggap hal yang

kurang beruntung, maka dari itu pada saat acara perkawinan banyak sekali

unkapan -ungkapan menyangkut anak. Itulah sebabnya bayi yang baru saja lahir,

baik yang laki-laki maupun yang perempuan dipasu-pasu dengan memotong

(25)

Upacara tersebut diselenggarakan untuk membangkitkan semangat hidup bayi

yang baru lahir dan sekaligus memohon agar deberikan umur yang panjang serta

kesentosaan dalam hidupnya.23

1. Saat upacara.

Disamping itu juga dapat menghilangkan akibat

buruk karena kecemasan yang dialami oleh ibu dan ayah serta kerabatnya ketika

menghadapi proses kelahiran.

Setelah kedatangan agama islam biasanya acara mengayunkan anak

disatukan dengan aqiqah. Acara diatur sedemikan rupa agar tidak betentangan

antara satu sama lain. Karena itu tidak hanya penegtua-pengetua adat yang

diundang tetapi juga pemuka-pemuka agama.Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat

(1980:241) setiap upacara ritual atau ritus dapat dibagi atau terdiri dari empat

komponen. Masing-masing komponen tersebut ialah:

2. Tempat upacara.

3. Orang-orang yang melaksanankan dan memimpin upacara.

4. Benda-benda dan alat-alat upacara.

Sebelum dilakukan acara mengayunkan anak, anak yang baru lahir tidak

dibolehkan dibawa keluar rumah karena tondi si anak belum kuat. Biasanya acara

mengayunkan anak dilakukan pada saat umur si anak sudah dua minggu. Ibu dan

bayi yang baru dilahirkan diletakkan diatas tempat tidur yang terbuat dari bambu

yang beralaskan tikar pandan dan kain gendong, dibawah tempat tidur diletakan

perapian.Untuk membuat perapian bahan-bahan yang digunakan adalah daun

cengkeh, kulit manis ataupun daun jambu biji yang diletakan diatas kayu api,

23

(26)

berfungsinya memberikan kehangatan, dankesehatan pada ibu dan bayinya.

Biasanya masyarakat Rumbio menyebutnya marsidudu.

Marsidudu merupakan istilah yang digunakan masyarakat Mandailing untuk

kegiatan sauna tradisional yang dilakukan ibu-ibu sehabis melahirkan. Ibu-ibu

yang melakukan mandi uap dibungkus dan ditutup dengan kain selimut lalu

ditempatkan dengan posisi tertentu sehingga dapat dialiri oleh uap panas yang

dihasilkan dari rebusan tumbuhan obat, selama ± 30 menit. Marsidudu dilakukan

dengan tujuan memulihkan stamina, melancarkan peredaran darah, dan

membuang senyawa toksin dari dalam tubuh. Tetapi setelah masuknya bidan ke

desa Rumbiomarsidudu mulai berkurang. Maka dari itu orang tua dulu memiliki

tubuh yang sehat dan kuat.24

Lepat yang akan dibagikan ketetangga menandakan bahwa seoarang anak

telah lahir dari keluarga suhut, dan juga lepat seperti bentuk undangan untuk Kerabat yang hadir seperti mora, kahanggi, anak

boru akan bergantian menjaga perapian agar api yang dibutuhkan sesuai dengan

yang seharusnya.

Tiga hari sebelum acara mengayunkan anak dilakukan, pihaksuhutmembuat

lepat. Lepat yang yang akan dibuat terbagi menjadi dua jenis, pertama, lepat yang

untuk dibagikan ketetetangga, dan yang kedua untuk digantungkan diayunan si

anak. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lepat yang akan dibagian

ketetangga adalah kelapa, pisang, tepung beras, gula merah dan gula putih

sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat lepat yang akan digantungkan

diayunan bayi semuanya sama, hanya saja tidak menggunakan pisang.

24

(27)

menghadiri acara ditempat si suhut. Jika lepat yang dibagikan kepada tetangga

bayak, dantidak hanya sebanjarnya (wilayah) saja, tetapi seluruh desa maka acara

yang akan dibuat besar. Lepat yang digantungkan diayunan menandakan kebikan

hati(lomo-lomi ni roa).25

Setelah beberapa hal pokok mengenai pelaksanaan upacara adat (horja)

tersebut disepakati bersama (sapokat), maka beberapa hari kemudian barulah Apabila seseorang suhuthendak menyelenggarakan suatu upacara adat

(horja), maka ia harus terlebih dahulu bemusyawarahkannya dengan kelompok

kekerabatan semarganya, yaitu kahanggi, untuk mencapai kesepakatan

bersama(domu ni tahi) agar niat untuk melaksanakan upacara adat (horja) itu

terwujud dengan baik. Untuk itu, mereka biasanya terlebih dahulu melaksanakan

pokat menek (musyawarah kecil) untuk mufakat melaksanakannya di tempat

kediaman (rumah) dari saudara semarga mereka (suhut) yang berkeinginan

ataupun berniat untuk melaksanakannya upacara adat (horja) tersebur, dan dalam

musyawarah kecil(pokat menek)itulah mereka membicarakan berbagai hal penting

tentang penyelenggaraannya untuk disepakati bersama.

Dalam hal ini, ada ungkapan tradisional yang mengatakan“tampakdo

rantosna rim tahi do gogona”, maksudnya, kesepakatan dan kebersamaan adalah

sumber kekuatan. Sejalan dengan itu, ada pula ungkapan lain yaitu “rukrek ni

parau maroban tu rapotna”, Maksudnya, meskipun terjadi silang pendapat dalam

setiap musyawarah namun pada akhirnya akan dapat menciptakan kekompakan

dan menghasilkan kesepakatan.

25

(28)

dilaksanakan musyawarah lanjutannya yang lebih besar, yaitu pokat

godangdengan mengundang kehadiran kelompok-kelompok kekerabatan dalian

na tolu (mora, kahanggi, dan anak boru), kelompok kekerabatan lain ( seperti

mora ni mora, anak boru ni anak boru/pisang raut), serta raja panusunan bulung

dan namora natoras.26

Kegiatan pokat godang ini biasanya diselenggarakan pada malam hari

setelah selesai sholat Isya, dan acara marpokat dimulai dengan terlebih dahulu

manyurdu burangir adat (napuran)27

26

Dalam upacara-upacara adat sekarang di Mandailing, istilah Raja Panusunan Bulung dan Namora Natoras telag digantikan dengan istilah Hatobangon ('orang-orang yang dihormati/dituakan) dan alim-ulama (pemuka agama Islam)

27

Pada Napuran yang dipersembahkan oleh anak boru atau pisang raut tersebut adalah perlengkapan 'sirih adat' yang terdiri dari: (1) abit na so ra buruk ('kain adat'); (2) salipi yaitu sejenis wadah berupa anyaman pandan yang dihiasi dengan 'manik-manik' dan benang berwarna merah hitam, dan putih (salipi diletakkan di atas 'kain adat'); dan (3) burangir adat beserta kelengkapannya (daun sirih, buah pinang, tembakau, soda dan sontang) yang diletakkan di atas salipi yaitu buah pinang, tembakau, Menurut Raja Junjungan Lubis. Bahwa mengumpulkan kelima jenis kelengkapan sirih itu di atas lembaran daun sirih yang sifat, rasa, dan coraknya berlainan, serupa dengan mengumpulkan orang-orang yang berlainan pikiran dan pendapat untuk musyawarah untuk mufakat (marpokat). Kemudian mengunyah-ngunyah sirih itu sampai lumat yang berarti memadu dengan mempersatukan segala unsure itu sampai mencapai satu kesatuan pendapat (sapokat), seperti kata pepatah lama: "bulat air karena pembuluh bulat kata karena mufakat". Meleburnya segala jenis unsure-unsur yang berlainan dari kelengkapan sirih itu menjadi satu corak warna saja melambangkan "kebulatan tekad persatupaduan dan kegotongroyongan. Inti sari dari 'sirih adat' ialah melambangkan permusyawaratan, persatupaduan, dan kegotongroyongan. Dalam hubungan ini, budayawan Mandailing Z.Pangaduan Lubis mengatakan: "anggo inda tibal burangir inda dong dalian na tolu". Artinya, kalau tidak ada 'sirih adat', maka tidak ada pembicarakan adat, dan adat tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya Dalian Na Tolu. Lihat Edi Nasution, Tulila: Muzik Bujukan Mandailing, (Penang-Malaysia: Areca Books, 2007), hlm. 132.

oleh anak boru atau pisang raut secara

bergiliran ke hadapan raja panusunan bulung, namora natoras, dan seterusnya

kepada mora ni mora, mora, suhut, dan yang lain-lain. Setalah selesai

manyurduburangir adat, barulah mereka lakukan kegiatan berpidato

(29)

menjelaskan niat mereka untuk menyelenggarakan upacara adat (horja) tersebut.

Seterusnya yang markobar secara bergiliran adalah anak boru, pisang raut, mora

ni mora, mora, dan diakhiri oleh hatobangon, yang kesemuanya menyatakan

dukungan penyelenggaraan upacara adat (horja) tersebut, lalu kemudian acara

marpokat itu ditutup dengan pembacaan do'a oleh seorang alim ulama.

Dalam acara pokat godang ini telah disepakati dan ditetapkan pekerjaan

(tugas) dari masing-masing kelompok kekerabatan dan pihak-pihak lain dalam

rangka penyelengaraan upacara adat (horja) tersebut misalnya seperti para

muda-mudi(naposo nauli bulung) ditugaskan untuk pataonkon (mengundang para

pemimpin masyarakat dan kaum kerabat untuk menghadiri upacara adat tersebut,

baik yang berdomisili di kampung tempat penyelenggaran upacara adat maupun

ke kampung-kampung tetangga) dan meladeni makan bersama para tamu

undangan (mangoloi), kaum ibu(umak-umak) ditugaskan untuk menanak

nasi(mardahan) dan kaum ayah(ama-ama) untuk (marmasak)memasak lauk-pauk.

Mengayunkan anak ini di lakukan pada pagi hari sebelummatahari

terbit(bincar mataniar), karena mereka percaya bahwa di pagi hari merupakan

waktu yang baik serta rezeki itu datang di pagi hari.Hal petama yang dilakukan

adalah orang pintar (Datu) yang membantu persalinan mengabil abu kayu bakar

bekas memasak, kemudian meletakanya kedalam tempurung. setelah itu

menggulung kain bekas menjadi seperti sumbuh dan membakarnya diatas

tempurung yang telah diisi abu kayu bakar bekas memasak tadi.Setelah itu Datu

(30)

ilmiahnya Acorus calamusyang berkhasiat untuk demam, guna-guna,

melahirakan, dan kurang gizi.

Setelah mengunyah salim batu, Datutersebut menyemburkanya kedepan

pintu rumah agar tidak ada yang mengganggu seperti makhluk halus pada saat

bayi akan diabawa pergi tempat ke pemandian(tapian).Jika melahirkan dirumah

sakit ataupun di tempat bidan, pada saat bayi akan dibawa keluar rumah wajah

bayi dibasuh dengan air sebanyak tiga kali sambil membaca shalawat nabi yang

dilakukan oleh nenek ataupun keluarga dekat kemudian mengunyah salim

batudan menyemburkanya ke depan pintu. Sesampai dirumah keluarga

mengupah-upah ibu dan bayi dengan telur yang sudah direbus dan kulitnya sudah

dibuang, nasi, garam dan air putih. Dan pada saat akan membuat acara

mengayunkan bayi tidak akan dibawa ke tapian

Setelah itu bayi tersebut digendong ibunya dan dibawa keluar rumah

sedangkan Datu memegang tempurung sambil berjalan menuju ke tapian diikuti

oleh ibu yang menggendong bayi tadi serta keluarga yang ingin menemani. Saat

diperjalan menuju tapian ada pantangan yang tidak boleh dilakukan yaitu

berbicara, jika pantangan itu dilanggar maka ritualnya akan diualng kembali

karena sudah melanggar aturan.

Setelah sampai di tapian sang Datu meletakan tempurung yang dibawanya

di dekat air. Kemudian wajah bayi tersebut dibasuh sebanyak tiga kali oleh si ibu

samabil membaca shalawat nabi, kemudianDatu, ibu yang mengendong bayi,

serta keluarga yang ikut mengantar ke tapian kembali kerumah. Bayi yang dibawa

(31)

bayi ataupun mensucikan bayi dan juga inilah pertama kalinya bayi keluar rumah

dan setelah itu bayi akan boleh dibawa keluar rumah kapanpun.

“Bang Erwin mengatakan mengapa bayi baru lahir dibawa ke tapian karena saat pernikahan sebelum manggor (memberikan nama) dan mengupa-upah kedua pengantin akan di arak ketapian yang tujuannya untuk menghanyutkan masa muda kedua pengantin mangayupkon haposoan dot habujingan. (menghilangkan status perempan yang masig gadis dan laki-laki yang masih bujangan). Kemudian pengantin dimandikan dengan air yang sudah disiapkan. Setelah itu barulah bambu yang dipegang oleh pengantin wanitanya di isi dengan batu. Sebelum memasukaan batu kedalam bambu, pengantin wanitanya menyakan kepada keluaraga yang ikut mengantar ketemapat paridianan menanyakan batu yang dimasukan ke dalam bambu apakah anak laki-laki atau perempuan sampai berapa jumlah anak yang mereka inginkan. Jika jumlah 3 batu yang dimasukan kedalam bambu, maka 3 anaklah yang mereka harapkan. Jika yang membantu persalinan adalah bidan maka yang memperispakan keperluan untuk membawa sibayi ketapian adalah nenek dari bayi tersebut, tidak ditentukan nenek dari ayah atau nenek dari ibu, tetapi jika persalinan di tempat bidan atau dirumah sakit keluarga hanya membasuh wajah bayi sebelum dibawa pulang kerumah. Setelah sampai dirumah ibu dan

bayinya diupah-upah.28

Orang tua si bayi yang baru pulang dari paridianan didudukkan di atas

tikar adat yang terbuat dari pandan(amak lampisan) serta bayi yang digendong

oleh ibunya di depan pangupa.bahan-bahan yang digunakan untuk mangupa

adalah telur ayam satu butir yang sudah direbus dan dikupas, nasi putih, garam,

air putih, dan cuci tangan. Semuanya diletakkan diatas piring besar yang sudah

dialaskan daun pisang kemudian si bayi di upah-upah oleh Datu pangupah.

Kata-kata yang diucapkan saat mangupah-upahadalah“Horas tondi madingin pirtondi

matugu” yang artinya semoga tondi itu bersemayam dengan mantap dalam dirimu

28

(32)

atau badan seseorang dalam keadaan nyaman dan dingin serta tondi itu bersatu

dengan badan, kokoh, keras, tidak terpisahkan apapun penyebabnya.

Kemudian ibu si bayi mencuci tanganya, setelah itu mencicipi garam dan

dilanjutkan dengan memakan kuning telur, putih telur beserta nasi putih dan

terakhir meminum air putih. Setelah itu barulah si ibu memberi makan bayinya

dengan cara mencicipi bahan pangupasesuai dengan urutan yang dilakukan ibu

saat memakan hidangan upah-upah. Setelah ibu dan bayinya diupah-upah

kemudaian bayinya diletakkan diatas ayunan yang berlapis.

Banyaknya lapisan ayunan kain selendang yang digunakan sesuai dengan

ekonomi keluarga. Ayunan kain selendang tersebut harus ganjil karena

masyarakat Rumbio memiliki kepercayaan bahwa Nabi Muhammad SAW

menyukai jumlah yang ganjil-ganjil. Bayi yang diletakkan diayunan sambil

diayun-ayun dan dinyayikan dengan bacaan shalawat nabi serta nyayian yang

berisikan doa. Yang mengayunkan bayi bergiliran, mulai dari ayah si bayi,

kemudian ibu si bayi, nenek dan saudara-saudara yang lainya.

Setelah selesai mengayun bayi tamu yang hadir serta keluarga yang lain

berdiri di depan ayunan tetapi hanya perempuan saja, tidak ada berdasarkan umur.

semua tamu perempuan boleh ikut untuk mengambil lepat yang ada diayunan bayi

tetapi dengan cara berebutan. Lepat yang diperebutkan diartikan sebagai bentuk

dari kebaikan yang dimiliki anak. Maksudnya agar si anak tadi banyak membantu

(33)

kebaikan yang akan kelak dilakukan anak tadi tidak berdasarkan apa-apa

(ikhlas)29

29

Hasil wawancari oleh tobang, masyarakat Rumbio .

Tamu laki-laki serta keluarganyabermusyawarah (marpokat) menentukan

nama yang tepat untuk bayi tersebut. Setelah dari pihak laki-laki selesai

marpokatuntuk mentukan nama yang baik, bayi tersebut diupah-upah kembali

agar nama yang diberikan kepada sibayi diterima oleh tondinya, jika nama yang

diberikan kepada bayi tidak diterima oleh tondi si bayi, maka bayi tersebut akan

sakit. Keluarga bayi akan segera langsung mengganti nama bayi dengan cara

datang kerumah alim ulama kemudian menanyakan kepada alim ulama nama apa

yang pantas untuk mengantikan nama yang sebelumya. Setelah alim ulama

menetapakan nama bayi, keluarga akan mengupah bayi tersebut yang dilakukan

oleh Datu.

Bahan upah-upahpemberi nama ini berbeda dengan upah-upah pada saat

bayi datang dari tapian, yaitu hanya penambahan ayam saja. Ayam yang yang

digunakan berukuran sedang tidak ditentukan jenisnya, isi yang ada diperut ayam

dibersihkan dan dikeluarkan, kemudian dipanggang dan digulai tanpa

dipotong-potong. Jika ayamnya di potong maka harus sesuai dengan tulanannya (ditulani),

yaitu dada dua potong, sayap dua potong, kaki dua potong, tulang belakang dua

potong, terakhir kepala dan isi perut (rempela, hati). Upah-upah ini bertujuan agar

nama yang diberikan kepada bayi dapat diterima oleh tondinya dan bayinya juga

(34)

Upah-upah ini pertama kali dilakukan oleh nenek dari yang mengadakan

hajatan(ompung suhut), kemudian kelompok keluarga yang mengambil istri dari

kelompok suhut(anak boru), dan terakhir nenek keluarga yang mengambilistri

dari kelompok suhut(ompung mora).

Ompung Suhut:

“Marsantabi sapulu au parjolo tu hita sude, parjolo hita mangucapkan syukur tu Allah SWT, Tuhanta Na Gumorga Langit Na Tumompa Tano. Mandung mangalehen hatorkisan dohot halapangan tu hita sude marlagut di manyogot ni arion, mudah-mudahan sai dao jolo gora donok parsaulian. On pe da anggi di baen mandu g lalu ho tubagas ta on, cukup ma godang dohot lomo ni roha menyambut hroromu. Adong do dison pra manuk na ni hobolan, upa-upa ni tondi dohot badan mu, anso pir tondimu mamolus hangoluan non. Bope on anggi na hum sarat sarupa poda, tai suang do on songon palu-palu ni mengmeng na godang palu paluna, jaru pe on na menek, tai na godang on anggi pasu-pasuana. Mudah-mudahan sai paet-paet daorma, dao bala donok parsaulian, ulang nian panyaki-panyakitan. Simbur ho anggi lalu magodang pengpeng laho matua, ginjang dohot borkat nian umur anggi, denggan rasoki, molo markoum markahanggi, marguna muse tu bangsa dot negara.pala tibu ho anggi mangodang, ja na adong muse rasokinta na denggan, na angkon patidahonkonon dope on lomo-lomo ni roha na gumodang. Ibo rohana, holong nian roha ni tuhan tu pahompuon, ni patidaon dalan na denggan anso denggan ngolu ngon dinia on lopus tu akhirat. Songon i muse dihalak parumaen, sahonok ni sambilan bulan on, dompak pohumpu on di bgasan ni lautan, mungkin jotjot do tarmomos tondi dohot taroktok munu, jana mungkin juo sampak mudar di pangarohai munu di hatiha partubu ni pahompu tu portibi on. On pe maen dohot sagodang-godang pangidoan tu Tuhanta na markuaso i, sai mulak ma tondi tu badan.

Turupa-upa...turupu-upa....turupa-upa..

Turu ma tondi...turu ma tondi...turun ma tondi...

Ulang tondi on marjalang-jalang, ulang taondi martang-tandang, sai mulak ma tondi tu badan. Ulang tondi takalimanman, ulang tondi tarkalimummun, di son bagasta parsarimpunan ni tondi. Sai mur tu torkisna homu nian anso tarurus hamu pahompu on, lomo-lomonta on sasudena.

Artinya :

“Kusatukan sepuluh sepeuluh jari tanganku, saya meminta maaf terlebih dahulu kepada kita semuanya. Perta kita mengucapkan syukur ke Allah SWT yang maha kuasa telah memberikan kita kesehatan dan kelapangan untuk kita berkumpul dipagi hari ini, mudah-mudahan jauh-jahuh hal-hal yang tidak kita inginkan dekat keberuntungan.”

(35)

“Disini ada telurayam, upah-upah untuk tondi badan mu, agar kuat tondi mu didalam tubuh mu.”

“AdikMeskipun ini hanya sebuah syarat, tapi ini seperti kekuatan yang besar meskipun kecil bentuknya. Mudah-mudahan darah mu kuat dan dekat keberuntungan dan tidak sakit-sakitan. Tumbuh cepat kamu adik, kuat sampai tua. Panjang umur dan juga berkat umur mu, dengan rezeki, pandai bersaudara, berkahanggi, berguna juga untuk bangsa dan negara.”

“Jika adik cepat besar, semoga adik mendapat rezki yang baik, yang akan kamu perlihatkan kebaikan hatimu yang begitu besar. Kasihanilah, berikan kasih sayang mu Tuhan kepada cucu ku in, tunjukan jalan yang lurus agar dikehidupanya baik didunia sampai diakhirat.”

“Begitu juga denagan menantu, selama sembilan bulan ini ketika cicu ini berada didalam kandungan, mungkinsaja menantu sering mengalami kegamangan jiwa dan hati. Dan juga bisa jadi merasakan kesedihan, kesakitan di hati dan jiwa ketika lahirnya cucu kita ini lahir kedunia, dengan itu dengan kebesaran hati serta permohonan kepada tuhan yang maha kuasa semgoga hati menantu kembali kedalam jiwa”.

Upa-upa... upa-upa..upa-upa..

Turulah tondi....turulah tondi....turulah tondi...

“Janganlah tondi ini jalan-jalan, jangan tondi ini pergi-pergi, kembalilah tondi kebadan. Janganlah tondi terbang-terbang, kembalilah tondi kebadan. Janganlah tondi terkalimanman-terkalimunmun, disini rumah kita teempat perkumpulan tondi.”

“Semoga semakin sehat kalian, agar terurus kalian cucu ini, kasih sayang kita semua.”

Anak boru

“Santabi sapulu tu barisan ni mora tarlobi tu mora ni mora. Marsyukur hita tu Tuhan mandung mangalehen rahmat di hita sude. Au sian barisan anak boru margodang ni roha, ni haroro ni tulang na poso on.

Ayuara mardomu bulung : Kayu ketemu daun

Mandung tu bonana : sudah sampai ke kampung

Sude anak boru mandoa : kami semua anak boru berdoa

Anso mur masanggop morana : agar bertambah bahagia moranya

Marumbak ma singkoru :padi sudah menunduk

Na ni suan di topi saba : yang di tanam di tepi sawah

Horas nami nian anka boru : horas kami dari anak boru

Mur masanggap mora niba : bertambah bahagia mora saya

Habang borong-borong : berterbangan lebah-lebah

Na sanggop tu tandiang : yang singgah di pohon pakis

Malum on nia na morong-morong :bertambah baik yang merasa

kesakitan

(36)

Hami sian anak boru totop do mangido tu Tuhan, anso mur masangap nia mora nami. Harana muda sangap mora nami dohot do musu hami masangap.on pe di haroro ni tulang na poso on, sai simbur magodang on tulang na poso on, anso martamba on saulakon sitopoton nami. Sai martanda nian on songon aian, marpatudu songon dalan mur masangap hamu mora nami. Pangidohon homu anak boru munu on, mur madengan pencarianna anso adong lehenan nami di hami, homu do tamburan. Sanga sadia na dapot nami angkon na laing tu homu do i. Hami pe totop do hami pangidohan mur mapade pancarian munu harana hami on sitamba na hurang, sihorus na lobi. Angkon na lobi do dihamu anso adong orusan nami. Sai totop nian talak pintu ni bagas ni mora manjagit hami. Horas mora nami sasudena, tibu mese nian adong anggi ni tulang na poso on, tai nian sugari si pandurung ma, anso adong bagian nami sa ulakon”.

Artinya :

“Kusatukan sepuluh sepeuluh jari tanganku, untuk mora terlebih lagi untuk moranya mora. Bersyukurlah kita kepada Tuhan yang sudah memberikan rahmat kekita semua.

Saya dari barisan anak boru berbesar hati, berbaik hati, untuk tulang muda ini.”

“Kami dari anak boru tetap meminta kepada tuhan, biar bertambah masanggap mora kami. Karena jika sanggap mora kami kami juga ikut masanggap. Begitu juga kedatangan tulan muda ini, agar semakin cepat besar tulang muda ini, agar suatu hari nanti betrambah tempat yang akan kami kunjungi nanti. Permintaan anak boru untuk kalian kalian agar bertambah baik pencarian kami agar ada yang kami berikan untuk kalian, semakin rajin kami bekerja. Berapapun yang kami dapat harus ada untuk kalian. Kami juga tetap meminta agar pencarian kalian juga bertambah baik. Agar tetap terbuka pintu rumah mora untuk menirama kami.”

“Horas untu mora kami semua, semoga cepat lahir adik tulang muda ini, tetapi semoga anak perempuan, agar ada untu kami. Horas !”

Ompung mora

“hita marsyukur tu hdirat Allah SWT madung mangalehen ksempatan dohot hahorasan marsuo di ari na sadrion. Di son surdu burangir nami, ima burangir oncot tondi marhite-hite sian haroro ni pahompu nami sian laut tu tonga-tonga ni hita na markoum sisolkot. Sai simbur magodang on, pengpeng lala ho matua, denggan muse rasokina, dengan muse gorarna tamauk tarbongal tujae tu julu. Partalag on na so hiang, partangga si bingkang bayo, na ro on mambaen hadengganan tu dongan na dua tolu. dung muse, sai panyambung ni parkouman on nian pahompu on tu pudi ni ari, mangalap boru tulang anso adong mangurupi namboruna di bagason

Pege sakarimpang : setumpuk jahe

Na ni suan di toru rimbang : yang ditanam dibawah pohon

rimbang

(37)

Silian on simbur magodang : sermoga laki-laki ini cepat besar

Tumbar ni bolu godang : tumabang bambu besar

Mardua mata sabariba : :berdua mata sebelah

Simbur laho magodang :tumubuh sehat dan cepat besar

Pengpeng laho matua : tetap tangkas jika sudah tua

Pusuk dohot timbko : pucuk dan tembakau

Ugari dohot uhum : ugari dan uhum

Bisuk honian marpangalaho :semoga berkelakuan baik

Malo muse nian markoum :pandai juga bersaudara

Muda laho tu batng toru : pada saat kamu ke batang toru

Angkon palu tu sibolga : jangan lupa singgah kesibolga

Lolot ho ompun mangolu :semoga kamu berumur panjang

Lalu muse nian tu moka :semoga juga dapat pergi ke mekah

Sanggop ma tampua :singgah burung manyar

Di toruni ayuara : dibawah kayu besar

Muda anak martua :jika ada bermertua

Jagar-jagar mai tu mora : baik-baiklah ke mora

Khusus tu homu inang dohot babere. Mudah-mudahan sai horas hamu na dua. Mur pagogo homu mencari sinadongan, molo-molo homu mngajari pahompu on, harana simatobangna da na manontuhaon pardalanan ni pahompu on di portibi on. Di sin anggimadong ami oban abit parompa ambaen pangambit mu, anso ho ulang ngali-ngalian di waktu modom ja na adong mangurro-urro ho dompak ngot. Hami sude na ro on marniat mangambit pamatang dohot tondimu, anso ulang adong toni na madao-dao dohot manduru-duru, tai totop do tondimu anggi hobol tu pamatangmu, dung i mese di togu-togu tondi nami sude di barisan dalihan na tolu.

Poken di Panayabunag :pasar dipanyabungan

Haramianna di kotu luhur : begitu ramai di waktu zuhur

Rap magido hita tu tuhan : sama-sama kita meminta kepda tuhan

Anso salamat hita sude sepanjang umur: agar kita semua selamat sepanjang umur

Malos ma dingin-dingin : layu daun dingin-dingin

Obanon tu Sipogu : dibawa ke Sipogiu

Horas ma tondi madingin :horas jiwa yang dingin

Pir tondi matogu : seamkin keras dan kuat jiwa

Artinya:

“Kita bersyukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan untu bertemu dihari ini.

“Disini ada daun sirih kami, “sirih untu tondi” telah lahir cucu kami di tengah-tengah kita saudara dekat.”

(38)

“dan juga, menjadi penyambung persaudaraan cuci ini nantinya, mengambil boru tulang, agar ada yang mengurusi namboru di rumah ini.”

“khusus untuk inang dan babere, mudah-mudahan sehat terus kalian berdua. Semakin kuat mencari yang kurang, pandai-pandai kalian mengajari cucu ini, karena orang yang paling tualah yang menentukan jalannya cucu ini di kehidupanya”

“Disni kami membawa kain gendong untuk kain mu, agar kamu tidak kedinginan saat kamu tidur, juga tidak ada yang menggangu mu pada saat kamu sudah bangun. Kami berniat mengenguatkan tubuh dan tondi mu, agar tidak ada tondi yang jauh, agar tondi mu tetap ada ditubuh mu, dan juga tuntun tondi kami semua dibarisan di dalihan na tolu.”

Kata-kata pangupayang dilakukan oleh ompung suhut, anak boru, ompung

mora maupun semua yang turut hadir juga ikut berbicara sesuai dengan

kedudukanya dengan berbagai variasi, tapi pada intinya adalah semua

mengucapkan rasa syukur, gembira dan doa kepada tuhan semoga anak yang baru

lahir ini sehat walafai’at, panjang umur, baik rezekinya kelak dan berguna untuk

orang tua, keluarga, masyarakat dan negara .

Jika bayi yang baru lahir di rumah sakit acara

manyuyup-nyuyupi(membasuh/menghapus wajah dengan air) tetap dilakukan pada saat akan

dibawa keluar dari rumah sakit, hanya sekedar mengusapwajah baik dengan

sedikit air dan setelah sampai dirumah merebus telur ayam dan memberikanya

kepada orang tua si bayi dan untuk bayinya.

Dalam kegiatan upacara ataupun ritual dalam mengayunkan anaktidak ada

perbedaan kegiatan mengayunkan anak antara laki-laki dan anak perempuan mulai

dari awal samapai akhir semuanya sama. Hanya saja perebedaanya pada saat

pemotongan hewan, karena setelah masuknya agama islam ke Mandailing acara

(39)

laki-laki memotong dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan satu ekor

kambing.30

4.2.3.Hubungan Dalihan Na Tolu Pada Pelaksanaan Mengayunkan Anak Sebagaimana telah di jelaskan bahwa lembaga dalihan na tolu sangat

berperan dalam upacara-upacara adat. Di dalam upacara adat unsur dalihan na

tolu (kahanggi, anak boru, dan mora) memiliki kedudukan yang berbeda-beda

sesuai dengan situasi dan kondisinya. Suhut (orang yang melakukan hajatan) akan

saling berhubungan dengan kahanggi, anak boru dan moranya akan saling

berhubungan dalam mempersiapkan upacara-upacara adat.

“Bapak Askolani Nasution mengatakan, hubungan dalihan na tolu denga mengayunkan anak merupakan sudah persyaratan dari acara adat yang sudah di atur dalam patik-pati ni paradaton. Patik patik ni paradaton adalah petunjuk dan pegangan hidup yang harus di patuhi dan dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat. Yang berisi berbagai batsan dan aturan yang berlaku didalam masyarakat adat yangterdiri dari patik, uhum, ugari, hapantunon. Jika salah satu dari dalihan na tolu tidak ada, maka acara tersebut tidak boleh dilaksanakan, dan

juga disebut sebagai orang yang tidak memiliki adat”.31

1. Hubungan suhut dengan kahangginya

Bagaimana fungsi dan kedudukanya di dalam upacara adat maupun ritual

dalam mengayunkan anak semuanya telah diatur dalam adat sebagi berikut:

Kelompok suhut dengann anak boru merupakan kelompok tuan rumah di

dalam pelaksanaan upacara adat. Maka suhut dengan di dukung oleh kahangginya

harus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Suhut dan

kahangginya memiliki prinsip yaitu harus seia sekata, seiring sejalan, senasib

30

Hasil wawancara dengan Hj. Tobang Asni

31

(40)

sepenanggungan. Jika tejadinya kesalahan antara suhut dengan kahangginya

dalam mempersiapakan upacara adat, tidak mengakibatkan perpecahan, namun

akan mempererat hubungan.

2. Hubungan antara suhut dengan kahangginya terhadap anak boru

Jika hubungan suhut dengan kahangginya bersifat satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan, maka hubungan antara suhut dengan anak boru lebih

mengutamkan tolong-menolong anak boru sebagai tempat meminta

tenaga(pangidoan gogo), baik tenaga fisik, pikiran, maupun material.

3. Hubungan suhut dan kahangginya terhadap mora

Mora berkudukan sebagai sebagai yang di hormati, mora disebut sebagai

mata ni ari so gokgohan, artinya matahari yang tidak boleh ditentang. Mora

dianggap sebagai sumber berkat. Oleh sebab itu di dalam etika sopan santun

ketiga unsur ini bersikap sesuai dengan kedudukannya. Suhut terhadapa

kahangginya harus bijaksana, terhadap anak borunya harus harus pandai

mengambil hatinya, terhadap mora harus hormat. Meskipun berbeda, namun satu

sama lainya tidak ada yang lebih rendah.

Kehadiran pihak mora, kahanggi maupun anak boru merupak peristiwa adat

dalam acara ritual mengayunkan anak. mora, kahanggi maupun anak boru

membawa nasi bungkus(indahan tungkus) dan kain gendong(parompa). Kata-kata

yang menyenangkan serta harapan-harapan kepada sibayi dan orang tuanya

diucapakan agar hubungan dengan kekerabatan dalihan na tolu tetap erat dan

hangat. Kemudian pihak mora mengunyah sirihuntuk tondi (burangir tondi oncot)

(41)

gembira dan bahagia, karena telah lahir cucu dari pihak anak borunya, sebagai

buah perkawinan antara gadis mereka dengan putra dari pihak anak borunya.

4.3 Beberapa Kegiatan Mengayunkan Anak dari Warga Desa Rumbio

Masyarakat Desa Rumbio yang baru saja memiliki anak biasanya

melakukan upacara tradisional mengayunkan anak. Di sini dengan memberikan

contoh mencoba untuk lebih spesifik melihat acara mengayunkan anak yang

dilakukan oleh warga desa rumbio yaitu Bapak Dirman dan Bang Kehek.

4.3.1 Mengayunkan Anak di Rumah Bapak Dirman Nasution

Bapak Dirman merupakan seorang warga desa rumbio yang sudah hampir

belasan tahun tidak memiliki anak.Setelah istrinya meninggal bapak Dirman

menikah lagi dan bapak Dirman dikaruniai seorang anak perempuan. Kebahagian

yang dirasakan bapak Dirman dan keluarga serta bentuk rasa syukur yang mereka

rasakan diwujudkan dengan membuat acara mengayunkan anak. Acara yang

dibuat bapak Dirman bisa dibilang acara yang besar sebab dari segi pemotongan

hewan, bapak Dirman memotong seekor kambing. Sedangkan dari keluarga yang

diundang, bapak Dirman mengundang keluraga yang tinggal jauh dari desa

Rumbio seperti uwak Irsan yang tinggal di Medan. Uwak Irsan merupakan abang

Kandung bapak Dirman. Bapak Dirman juga mengudang anak-anak uwak Irsan

yaitu kakak Taing dan abang Gundur yang tinggal di Jakarta masing-masing dari

mereka sudah berkeluarga. Kemudian bapak Dirman mengundang ibunya, dan

juga abang kandung dan adik kandungnya yang tinggal sama satu desa

dengannya. Ayah bapak Dirman sudah lama meninggal, sebelum bapak Dirman

(42)

Setelah keluarga kandung lengkap, bapak Diraman mengundang kahanggi

dan moranya. Keluarga kahanggi yang terdiri dari nenek Muchtar, Abang Solih,

kakak Fatma, uwak Tawon, uwak Tira, bou Hasim, kakak Nuri, abang Godang.

Kahanggi ini merupakan keluarga dari pihak ayahnya bapak Dirman. Ompung

laki-laki bapak Dirman atau ayah dari ayahnya bapak Dirman memiliki hubungan

abang adik dengan ompung laki-laki dari keluarga kahanggi yang diundang.

Kemudain kahanggi dari pihak ibunya bapak Dirman yang berada tidak jauh dari

desa Rumbio yaitu desa Mompang Julu. Keluarga yang diundang adalah keluarga

dari adik kandungnya ibu bapak Dirman, yaitu bujing Bapak Dirman.

Dari pihak mora, bapak Dirman hanya mengundang kedua orang tua dari

istrinya dan adik laki-lakinya. Sebab orangtua istrinya hanya memiliki dua anak

yaitu istinya dan adik istrinya yang masih sekolah SMA. Setelah itu bapak

Dirman mengundang tetangga dekatnya seperti bou Hasanah, Nenek Safwan, bou

Bahrul. Tetangga yang diundang juga masih memilik hubungan saudara dengan

bapak Dirman dan juga mengundang tetangg-tetangga yang lainya.

Tiga hari sebelum acara mengayunkan anak, orangtua bapak Dirman,

abang, adiknya serta istri-istri dari abang dan adiknya mulai membicarakan

bagaimana acara yang akan dibuat , hewan apa yang akan dikurbankan,

bahan-bahan yang diperlukan, serta pembagian tugas untuk hal apa-apa saja yang akan

dikerjakan. Seperti siapa yang akan pergi berbelanja, memasak dan sebagainya.

Pembicaraan tersebeut dilakukan setelah selesai isa, karena jika dilakukan pada

siang hari keluarga bapak Dirman pergi bekerja. Hari kedua sebelum acara

(43)

mulai menyanpaikan undangan atau kabarpataonkon. Penyampaian undangan

tersebut dilakukan oleh pihak suhut ataupun kahanggi yang sebelumnya keluarga

maupun saudara yang akan diundang sudah dimusyawarahkan sebelumnya. Jika

keluarga yang diundang rumahnya diluar Kecamatan Panyabungan dan Siabu

ataupun keluarga yang berada di Medan, Jakarta akan diundang lewat telephone

Satu hari sebelum acara mengayunkan, pihak kanggi dan tetangga dekat

mulai membuat lepat, lepat yang dibuat bisa dibilang banayak sebab pisang yang

digunakan untuk membuat lepat ada enam tandan pisang kepok. Lepat yang yang

akan dibuat terbagi menjadi dua jenis, pertama, lepat yang untuk dibagikan

ketetetangga, dan yang kedua, untuk digantungkan diayunan si anak. Bahan-bahan

untuk membuat lepat ini adalah kelapa, pisang, tepung beras, gula merah dan gula

putih. Lepat yang akan dibagikan ke tetangga dan untuk diikat hanya berbeda dari

bahanya saja yaitu pisang. Lepat yang akan diiikat diayuan nantinya tidak

menggunakan pisang.

Foto 9

Tetangga dan keluarga yang membantu mempersipan acara mengayunkan anak

Lepat yang dibagikan ketetangga menandakan bahwa seoarang anak telah

(44)

untuk menghadiri acara ditempat si suhut. Jika acaranya besar maka lepat yang

akan dibagikan tidak hanya sebanjarnya (wilayah) saja, tetapi seluruh desa. Lepat

yang akan digantungkan diayunan menandakan lomo-lomi ni roa(kebikan hati).

Lepat memiliki rasa yang manis, dari luar saja sudah terlihat manis akibat wana

dari gula merah tadi, apalagi belum dimakan. Maka dari itu lepat yang

digantungkan menunjukan bahwa agar anak itu nantinya seperti lepat, melihat dari

luarnya saja kita sudah tau bahwa anak itu baik.32

Bapak Dirman dan keluarga mengayunkan anaknya pada saat berumur dua

bulan. keluarga bapak Dirman tidak melakukan paijur danaksebab sebelumnya

sudah dilakukan pada saat istri bapak Dirman di rumah sakit karena pada saat itu

istri bapak Dirman melahirkan di Rumah Sakit. Bapak Dirman dan keluarganya Lepat yang akan dibagikan oleh

bapak Dirman satu wilayah denaganya serta tetangga-tetangga yang dikenal serta

dekat denganya.

Setelah lepat selesai dimasak dan telah dibagikan, malam harinya pihak

anak boru mepersiapakan bahan-bahan yang akan dimasak, serta

keperluan-keperluan lainya. Seperti hiasan-hiasan dinding, hiasan untuk ayunan dan lain

sebagainya. Ayunan yang digunakan adalah ayunan yang tebuat dari rotan,

meskipun begitu ayunan selendang tetap digunakan. Anak boruyang bertugas

memesak tidak akan pulang kerumahnya mereka akan tidur dirumah suhutsebab

pada saat memasak dilakukan pada jam 4 pagi agar masakan yang akan

dihidangkan masih segar.

32

(45)

hanya melakukan kegiatan upah-upah saja sekaligus menambalkan nama

anaknya. Bahan upah-upah yang digunakan adalah ayam, telur, garam, nasi, dan

air putih. Yang melakukan upah-upah adalah orangtua laki-laki dari istrinya

bapak Dirman, sebab pada orangtua laki-laki sudah meninggal. Setelah selesai

acara upah-upah barulah pemeberian nama, nama yang akan diberikan kepada

anak tersebeut, sebelumnya sudah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak keluarga,

baik keluarga laki-laki maupun keluarga perempuan.

Foto 10 upah-upahpembarian nama

Setelah itu anak bapak Dirman diletakan diatas ayunan yang sudah dihiasi

dengan bunga-bunga, gabah-gabah dan lepat yang diikat disisi kanan dan kiri

ayunan. Kemudian anak bapak Dirman diayun-ayun secara bergantian sambil

membacakan shlawat dan memarhabankanya. Pertama kali yang mengayunkan

anaknya adalah ibunya, setelah itu bapak Dirman, kemudian orang tua bapak

(46)

Dirman. Setalah itu kahanggi-kahangi yang lainya, tamu-tamu yang diundang

lainya. Kemudian barulah memperebutkan lepat yang diikat diayunan anaknya.

Yang memperebutkan lepat tersebut adalah keluarga maupun tamu-tamu

perempuan yang ada tempat acara.

Selanjutnya tamu-tamu maupun keluarga yang berada didalam rumah

disuruh berdiri membentuk lingkaran untuk memberikankepada anaknya doa

anaknya. Setealah itu bapak Dirman mengendong anaknya sedangkan istrinya

memegang bedak bayi dan parfum kemudain bapak Dirman mengelilingi tamu

dan mempersilahkan tamu mencium bayinya dan yang mencium bayinya sambil

membacakan doa dan harapan kemudian membedaki bayi dengan bedak yang

dipegang oleh ibunya kewajah anaknya, kemudian ibunya mengoleskan parfum

kebaju tamu yang telah mendoakan anaknya.

Setelah kegiatan selesai dilakukan barulah menyantap hidangan yang telah

dipersiapak oleh pihak yang melakukan acara. Yang menyantap hidangan yang

petama adalah laki-laki sebab laki-laki dan perempuan tidak dibolehkan

bergabung, tidak ada perebaan jenis makanan yang dihidangkan untuk laki-laki

dan perempuan semuanya sama malah tamu perumpuan yang hadir selesai makan

diberi nasi bungkus. Dalam ajaran agama masyarakat Rumbio laki-laki dan

perempuan tidak boleh sama dan juga mengajarkan dalam islam nilai anak

laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan. Maka dari itu masyarakat Rumbio

(47)

Tempat hidangan makanan dibagi menjadi dua tempat, pertama dirumah

bapak Dirman, kemudian dirumah Uwak Irsan. Sebab rauangan di rumah bapak

Dirman tidak cukup menampung tamu-tamu yang hadir.

Foto11

Pihak Lelaki dan tamu yang diundang mulai menikmati hidangan setelah acara mengayunkan anak telah selesai

Setelah laki-laki selesai makan kemudian bergantian dengan tamu-tamu

perempuan karena itu juga merupakan aturan yang sudah ditetapkan oleh

masyarakat desa Rumbio. Acara mengayunkan anak bapak Dirman selesai pada

jam dua siang.

4.3.2 Mengayunkan Anak di Rumah Abang Ashar Hasibuan (Kehek)

Kehek merupakan nama panggilan yang biasanya dilakukan masyarakat

desa Rumbio. Abang Kehek sudah memiliki enam orang anak yang terdiri empat

orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Anak abang kehek semuanya

sudah bersekolah dan juga sudah ada yang tamat SMA, tetapi Abang kehek masih

menginginkan anak dan alhamdulliah Allah mengabulkan permintaannya ia dan

(48)

(ujar mereka berdua). Anak pertama, kedua, kelima dan keenam adalah anak

laki-laki sedangkan anak ketiga, keempat dan ketujuh merupakan anak terakhir adalah

perempuan. Semua anak abang kehek pada saat lahir semaunya diayunkan,

memang pada saat anak mereka diayunkan rezekinya berbeda-beda seperti anak

pertama acaranya bisa diakatan besar karana pada saat itu tanggungan keluarga

belum banyak dan juga rezeki abang kehek lagi baik. Pada saat anak kedua lahir

dan ketiga lahir acara mengayunkan seperti anak pertama sudah tidak sama lagi

besarnya karena pada saat itu ekonomi keluarga lagi sulit karena abang kehek

mengganti pekerjaan yang baru. Sebelum itu abang kehek bekerja sebegai

pedagang sayur-sayuran dipasar, menurut abang kehek hasil yang didapat dari

jualan sayur-sayuran tidak mencukupi kebutuhan keluarganya maka dari itu abang

kehek mengganti profesi sebagai supir bus mini.

Pada saat lahir anak ke empat ekonomi keluarga abang kehek sudah

membaik, abang kehek membuat acara mengayunkan untuk anaknya yang ke

empat seperti anak pertama yaitu besar dan meriah. Kemudian lahirnya anak ke

lima juga sama seperti anak pertama dan ke empat. Lahirnya anak ke lima dan ke

enam sudah mulai sederhana karena banyaknya kebutuhan ekonomi dan juga

anak-anak abang kehek sudah mulai bersekolahan.

Tidak ada perbedaan antara anak pertama, terakhir

dan 33

33

Hasil wawancara dengan abang kehek dan istri

anak keberapa lainya semua sama. Semua sama,

(49)

berbeda makanya acara mengayunkannya juga

berbeda”(abang Kehek dan istri).

Anak-anak abang kehek juga tidak ada merasa bahwasanya perbedaan saat

mereka diayunkan atau merasakan tidak adil, karena mereka juga mengerti

keaadan ekonomi keluarga.

Meskipun kelahiran anak terakhir abang kehek ingin melakukan acara

mengayunkan seperti yang ia lakukan ke anak-anaknya yang lain, meskipun

acaranya tidak meriah sebab ekonomi keluaraga bisa dikatakan tidak begitu

mencukupi dan mereka hanya mengundang keluarga dekat saja. Seperti orang tua

perempuan dari istrinya, kedua orang tua abang Kehek telah meninggal, Kakak

abang kehek tinggal bersama dengan abang Kehek, jadi sebelum acara

mengayunkan anak, orang tua perempuan dari istrinya abang Kehek sudah

mempersiapakan keperluan untuk acara mengayunkan nanttinya. Istri Abang

kehek berkata “pinomat” “minimal”ada dibuat acaranya meskipun tidak besar,

tida

Gambar

Gambar ketika debit air sungai cukub besar (meluap)

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi Dalihan Na Tolu Dalam Pelaksanaan Upacara Perkawinan Batak Toba Di Desa Sibarani Nasampulu Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba

didalam proses sosialisasi dalihan na tolu yang dilakukan oleh orangtua kepada anak mereka yang telah menginjak masa remaja, yaitu : orangtua yang tidak mengikuti

Kehidupan adat masyarakat Batak Toba diatur dalam sistem hubungan sosial Dalihan Na Tolu, yang dibuat dalam bentuk norma-norma sehingga terdapat hubungan sosial yang harmonis

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan Tinjauan Tentang Sistem Marga dalam Struktur Kekerabatan Dalihan Na Tolu di Desa Balam Sempurna Kecamatan

Bentuk bina-damai yang dilakukan masyarakat Batak Mandailing di Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Tanah Karo ialah berdasarkan system kekerabatan yaitu Dalihan na Tolu,

(b) Horja dengan landasannya memotong kambing, horja ini biasanya disebut dalam paradatan yaitu pangkupangi, yang diundang selain dari Dalihan Na Tolu juga ikut serta

itu, peneliti ingin menggali potensi budaya Dalihan na Tolu sebagai kearifan lokal yang dimiliki Tapanuli Utara dalam membangun toleransi beragama secara khusus antara

Dalam memahami peran dan kedudukan perempuan dalam konsep falsafah Dalihan Na Tolu, perempuan memiliki kedudukan yang juga penting dalam sistem sosial kekerabatan masyarakat batak,