Daftar Istilah
Untuk mencapai kesepakatan bersama: domu ni tahi
Upacara adat :horja itu terwujud dengan baik.
Musyawarah : marpokat
Musyawarah kecil :pokat menek
Saudara semarga mereka :suhut
Nasi bungkus : indahan tungkus
Kain gendong : parompa
Tempat pemandian : tapian / paradianan
Wilayah : banjar
Minimal : pinomat
Hepeng : uang
Kebikan hati : lomo-lomi ni roa
Undangan atau kabar :pataonkon
Sirihuntuk tondiuntuk bayi :burangir tondi oncot
Meminta tenaga : pangidoan gogo
Nenk dari yang mengadakanhajatan : ompung suhut
Datu : orang pintar
Muda-mudi : naposo nauli bulung
Mengundang : pataonkon
Meladeni makan : mangoloi
Kaum ibu :umak-umak
Kaum ayah : ama-ama
Memasak lauk-pauk :marmasak
Menanak nasi : mardahan
Matahari terbit : bincar mataniar
Etika hidup :hapantunon
Ayah : amang
Ibu : inang
Daftar Informan
1. Nama :H. Muchtar
Umur :73 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan Dosen
2. Nama : Baginda Kasim
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Petani
3. Nama : Hj Asmi
Umur :82 Tahun
Pekerjaan :-
4. Nama : Herman
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Tani
5. Nama : Husni
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : Tani
6. Nama : Khoirul
Umur : 37
Pekerjaan : Kepala Desa
7. Nama : Askolani
Umur : 50
Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum
8. Nama : Aes Syukri
Umur : 40
Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum
Novem
9. Nama : Ali Fikri
Umur : 39
Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum
Novem)
10.Nama : Erwin Parsaulian
Umur : 36
Pekerjaan : Pembuat Filim Budaya Mandailing (Tyumpanum
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan (2009) ; Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ackermann, Robert John (1991) ;Aagama Sebagai Kritik. Jakarta: Gunung
Mulia.
Askolani, Ali Fikri, dkk (2014) ;Seni Budaya Mandailing Natal. Medan:
Penerbit Mata Pribumi Media.
Budiwanti, Erni (2000) ; Islam Sasak cetakan 1. Yogyakarta: PT. Lkis
Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan IKAPI dan Ford Foundation.
Giddens, Anthony (2003) ; Teori Strukturasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Herry. B-Priyono(2003) ;Anthony GiddensSuatu Pengantar
Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.
Irianto, Sulistyowati (1997) ; Konsep Kebudayaan Koentjaraningrat dan
Keberadaannya dalam Paradigma Ilmu-Ilmu Sosial dalam Masinambow
(eds) Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan
Irawan,prasetya(1999);Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Repro
International.
Koentjaraningrat(1990); Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan.Jakarta :
Rineka Cipta, (1998); Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Margono, S. (2007); Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK.
Jakarta:PT.Rineka Cipta.
Morgan, Michael Pye, A. Scoot Moreau, Jefferey K. Haddens, YY. Haddad, Sue
(2002) ; AGAMA EMPIRIS. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pustaka
LP2IF.
Nasution, Pandapotan (2005) ;Adat budaya Mandailing dalam tantangan
zamanCetakan I . Medan:FORKALA Prov.Sum. Utara.
Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk (1995) ; Fungsi Upacara Tradisional
Bagi Mayarakat Pendukukungnya Masa Kini. DIY: Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan.
Saifuddin,Achmad.F (2005);Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta:
Sarwono, Jonathan. (2006) ; Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Spradley, James. (1979); The Ethnographic Interview. New York: Holt,
Rinehartand Winston.
Uli, Kozok (2010) ; Urusan Damai Kemelut Perang. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor.
Sumebr Jurnal :
Belanawane, Muhammad S. Agama, Kebudayaan, dan Kekuasaan: Catatan
Teoritik dari Seorang Salafi. Jurnal Antropolgi Indonesia Vol. 32 No. 2.
Damm, Muhammad. Ruh Tanpa Tubuh, Tubuh Tanpa Ruh: keterangan tentang
Mati di Antara Universalisme Filsafat dan Partikularisme Antropologis.
Sumber-sumber dari internet:
http://dodkop.blogspot.co.id/2014/07/tradisi-paling-unik-menyambut-kelahiran
bayi.html#ixzz41SCVrnK9 di akses pada tanggal 28 Februari 2016
http://horasmadina.blogspot.co.id/2007/07/alam-mandailing-dalam-catatan-willem.html di posting pada tanggal 10 April 2015
tanggal 28 maret 2016
diakses
pada tanggal 28 maret 2016
BAB III
NILAI ANAK DI DESA RUMBIO 3.1. Nilai Anak
Setiap keluarga umumnya mendambakan seoarang anak, karena anak adalah
harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan maupun penerus keturunan. Berapa
jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu,
dua, tiga dan seterusnya. Dengan keputusan untuk memiliki jumlah anak adalah
sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang
dianggap sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang
tua.Lubis (1997) menjelaskan bahwa hagabeon sama artinya dengan bahagia dan
sejahtera. Kebahagiaan yang dimaksudkan disini adalah kebahagiaan dalam hal
keturunan. Keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidup karena keturunan
adalah kebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat.
Nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari
adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat bagi orang tua untuk mencurahkan
kasih sayangnya, anak sebagai sumber kebahagiaan keluarga, anak sebagai bahan
pertimbangan pasangan suami-istri ketika ingin bercerai, anak sebagai tempat
untuk mensosialisasikan nilai–nilai dalam keluarga dan harta kekayaan keluarga
diwariskan serta anak sebagai tempat orang tua dalam menggantungkan berbagai
harapannya (Ihromi, 1999).
Sebelum anak diberi Nama, di Mandailing khususnya di Rumbio panggilan
untuk anak laki-laki adalah si Dalian (lian) atau si Batu, sedangkan untuk anak
bulu atau si panjala, yaitu orang yang menanam bambu untuk membuka kampung
dan orang yang menjala ikan. Sedangkan perempuan disebut juga sisuan pandan
atau si pandurung yaitu orang yang menanam pandan untuk membuat tika dari
pandanr atau orang yang menangkap ikan dengan durung (tangguk).
Dalihan adalah tungku tempat memasak yang terbuat dari batu. Dengan
istilah ini anak laki-laki diharapkan menjadi tempat bertumpu dalam keluarga,
anak laki-laki dapat menggantikan posisi ayah jika ayah tidak mampu lagi
memenuhi tanggungjawabnya atau jika ayah sudah tiada, maka anak laki-laki
yang akan menggantikan tanggungjawab ayah menjadi tulang punggung keluarga.
Anak laki-laki dapat juga disebut si yang menanam bambu(suanbulu) atau si
jala(panjala). Jala merupakan perlambanagan dari mata pencarian. Jadi, anak
laki-laki diharapkan dapat mencari pekerjaan, mampu bekerja agar dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya.
“taing” yang asalkatanya adalah “tataring”. Tataring adalah tempat
ataupun meja masak untuk dalian. Maka dari itu dalian dan tataring saling
menyangga, saling mendukung fungsinya masing-masing. maka dari itu anak
perempuan sebelum deberi nama dipanggi taing. Anak perempuan juga dapat
dipanggil si suan pandan (orang yang menam padan) atau si pandurung
(menangkap ikan dengan tangguk), maksudnya adalahsaat dewasa nanti anak
perempuan diharapkan mampu menganyam tikar dari pandan yang ditanamnya.
tikar merupakan perlambangan dari keluarga yang mapan, mengapa dikatakan
demikian karena anak perempuan diaharpakan mampu mengurus keluarganya.
mampu bekerja, tetapi pekerjaan yang dilakukan perempuan lebih ringangan dari
pada pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki.
Kelahiran seorang anak menjadikan orang tuanya sebagai anggota
masyarakat yang sempurna, karena sudah mempunyai generasi penerus kelompok
satu marga (clan). Nama pribadi mereka sudah dikaitkan dengan indentitas
mereka sebagai orang, kakek serta neneknya. Misalnya amang si Pardamean,
ompung si Parlagutan dan sebutan lainya sesuai dengan tutur (bahas adat) itulah
sebabnya kelahiran seorang anak disambut dengan sangat gembira yang
diwujudkan dalam upacara mangupa anak tubu (mengupa kelahiran anak) yang
disebut juga manyuyup-nyuyup. Dari penjelasan diatas mengenai anak laki-laki
dan anak perempuan dapat dilihat bahwa anak laki-laki dan anak perempaun
memiliki arti maupun nilai tersendiri.
3.2. Perbedaan Nilai Anak Laki-laki Dengan Nilai Anak Perempuan 3.2.1. Nilai Anak laki-laki
Anak laki-lakimerupakan penerus marga dari ayahnya. Anak laki-laki
dikatakan sangat berharga nilainya ditandai dengan banyaknya orangtua dalam
keluarga Mandailing yang selalu mengharapkan kehadiran anak laki-laki dalam
keluarganya, apabila mereka tidak mempunyai anak laki-laki dan hanya memiliki
anak perempuan, ia akan terus berusaha sampai keluarganya mendapatkan
anak laki-laki dan akan berhenti apabila usia produktif dari ibu tidak bisa
melahirkan anak lagi (tidak produktif). Dan bisa jadi si suami di suruh menikah
“Bapak Askolani mengatakan anak laki-laki pada masa lalu
menjadi hal yang amat penting karena anak laki-laki merupakan
penerus marga. Jika tidak memiliki anak biasanya keluarga dari
pihak istri akan memaklumi jika suami menikah lagi. Jadi tidak
akan membuat renggang hubungan keluarga kalau pihak istri
memberi restu kepada suaminya untuk menikah lagi17
Menurut Vergouwen, ahli adat Batak asal Belanda, suami akan sangat
beterima kasih kepada istri kalau telah melahirkan anak laki-laki. Suami juga akan
semakin menghormati istrinya karena kelahiran sang jagoan.Istri yang sudah .”
Anak laki-laki tidak hanya berperan sebagai penerus marga, melainkan juga
menjadipemimpin adat dalam keluarga. Apabila orangtua mereka sudah tidak
ada, maka anaklaki-laki yang sudah dewasa akan menjadi pengganti orangtua
mereka. Apabila salahsatu orangtua, yaitu ayah telah meninggal dan hanya ibu
yang masih hidup, makaanak laki-laki kelak akan menjadi pemimpin dalam
keluarga tersebut.
“bapak Askolani juga mengatakan,tetapi sekarang ini nilai anak laki-laki dengan nilai anak perempuan hampir sama, karena dulunya anak laki-laki saja yang disekolahkan tinggi-tinggi. Sekarang anak perempuan juga dapat sekolah samapai tingkat tinggi. Tetapi meskipun begitu nilai anak laki-laki tetap lebih tinggi dari pada anak perempuan karena dilihat dari garis keturunan dari ayah dan juga masyarakat mandailing adalah islam yang taat. Dalam islam nilai anak laki-laki, lebih tinggi dari pada anak perempuan maka dari itu masyarakat mandailing memegang teguh nilai yang diajarkan oleh agama mereka”.
17
melahirkan anak laki-laki biasa disebut boru naung gabe (perempuan yang sudah
diberkati). Penghormatan dan penghargaan selanjutnya akan diperoleh sang istri,
bahkan ketika suaminya sudah lebih dulu tutup usia ketimbang dia18
Anak perempuan juga merupakan anugrah dari Tuhan. Anak perempuan
juga harus dijaga samahalnya dengan anak laki-laki. Anak perempuan juga
memiliki nilai tersendiri, anak perempuan merupakan sebagai penolong ibu
dirumah, anak perempuan dapat membantu mengurangi beban oran tua dalam
pekerjaan rumah. Kelebihan dari anak perempuan, anak perempuan lebih ingat
kepada orang tuanya ketimbang anak laki-laki. Karena anak laki-laki memiliki
tanggung jawab untuk istrinya dan keluarga istrinya.Selain itu acara adat atau
pesta adat Batak tidak akan terlaksana apabila tidak ada boru atau pihak
perempuan (Vergouwen, 1986). 3.2.2. Nilai Anak Perempuan
19
Saat mengambil anak perempuan dari pihak mora, maka ada yang namanya
Tuhor(mahar) yang diberikan kepada perempuan. Orang tua si perempuan akan
berharap anak perempuanya mendapatkan mahar sesuai dengan status ataupun
titel yang dimiliki anak perempuannya. Dan jika mahar anak perempuanya tinggi,
ini akan memiliki nilai tersendiri bagi keluarga dan ini juga dapat mengakat nama
keluarga.
3.3. Keluarga Yang Tidak Memiliki Anak
Saya pernah mengenal seorang perempuan, saya memangilnya Nanguda.
Nanguda telah lama meninggal. Selama nanguda hidup nanguda tidak memiliki
seorang anak dari pernikahan dengan suaminya yang hampir dua puluh tahun.
Saya mengenal nanguda pada umur dua puluh tahun. Saat nanguda masih hidup
nanguda sangat mengharapkan seoarang anak, meskipun hanya satu anak.
Nanguda dan suaminya sudah pergi untuk memeriksakan keadaan mereka
mengapa mereka tidak kunjung memiliki anak, tidak hanya pengobatan medis
saja, tetapi juga pengobatan yang dilakukan oleh orang pintar yang dipercaya
dapat mengobati(datu).Sudah banyak pengeluaran baik tenaga maupun materi
yang dilakukan nanguda dengan suaminya untuk pengobatan tersebut tetapi tidak
ada hasilnya.
Saya sangat sering kerumah nanguda jika suaminya nanguda pergi kerja,
suaminya bekerja sebagia guru SD pada saat itu. Nanguda sering bercerita, saya
masih ingat apa yang dikatakan nanguda “seandainya nanguda punya anak,
nanguda mau membelika baju buat kamu” mungkin kalau nanguda punya anak,
anak nanguda sudah seumuran kamu (sambil tersenyum). “yang nanguda takutkan
kalau nanguda tua nanti tidak ada yang mengurusi nanguda, meskipun satu anak
saja tidak apa-apa.” ( nanguda menunduk sedih).
Saat saya dirumah nanguda, orang tua perempuan suaminya datang kerumah
nanguda. Saya memanggilnya nenek, Saya mendengar percakapan yang dilakukan
nanguda dengan nenek seperti percakapan formal tidak ada seperti kata-kata
datang kerumah jika ada perlunya saja. Nenek. Tiba-tiba nanguda jatuh sakit,
pada saat nanguda sakit barulah terbongakar semua konflik yang ada dirumah
nanguda. Ternyata nanguda dengan suaminya telah bercerai dan nanguda
dipulangkan keruamh orang tuanya. Tidak lama dari kejadian itu nangudapun
meninggal. Pada saat upacara pemakaman nanguda, saya tidak dapat hadir, karena
tidak diizinkan karena terjadi konflik antara keluaraga suaminya dengan nanguda.
Sebab keluarga nanguda menuduh bapak yang membuat nanguda meninggal.
Setelah tiga tahun meninggalnya nanguda, bapak menikah lagi dan bapak
dikarunia seorang anak perempuan yang sekarang umurya sudah tiga tahun.
Kelahiran anak pertamanya banyak membawa perubahan, seperti bapak mulai
merenovasi rumahnya, mulai banyak bicara dan lebih sering datang kerumah
membawa anaknya. Hubungan nenek dengan nanguda juga baik, nenek mulai
sering kerumah bapak sambil bermain dengan cucunya.
Dilihat dari pengalaman ini bahwa anak memiliki nilai yang sangat penting
bagi setiap keluarga, sebab tanpa adanya anak dapat menyebabkan konflik yang
terjadinya antara kedua belah pihak, antara pihak laki-laki dan perempuan.
3.4. Keluarga yang mengadopsi Anak
Ada juga keluarga yang tidak mempunyai anak, tetapi keluarga tersebut
mengadopsi seorang anak perempuan. Nanguda Wiji dan suaminya hampir lima
tahun tidak mempunyai anak nanguda wiji dan suaminya mengadopsi anak
perempuan.
memancing kita punya anak Tetapi sebelum mengadopsi naguda meminta izin dulu sama suami terus keluaganyasama
keluarga naguda juga”20
Upacara dalam penyambutan anak adopsian hanya mengudang kerabat
dalihan na tolu untuk memberitahukan bahwasanya keluarga yang melakukan
hajatan telah mengadopsi anak dari keluarganya sendiri.setelah itu
mangupah-upah.Samahalnya yang dilakukan nanguda Wiji pada saat melakukan
pengadopsian anak. Marga anak yang diadopsi akan turun secara otomatis ke
marga ayah yang mengadopsi anak, karena anak tersebut sudah menjadi tanggung
jawab dari ayah maupun keluarga yang mengadopsi anak.
.(wawan cara dengan naguda wiji).
Hubungan nanguda dengan keluarga suamunya bisa dikatakan baik-baik
saja, sebab tidak ada persolan antara keluarga nanguda dengan
keluargasumaminya karena tidak mempunyai anak dan juga masalah mengadopsi
anak karena sebelum mengadopsi anak sudah dilakukan kesepakat terlebih dahulu
antara kedua belah pihak keluarga. Nanguda wiji mengadopsi anak dari kakak
kandungnya sendiri agar tetap adanya hubungan saudara. Pada saat akan
mengadopsi anak terdapat upacara dalam pengadopsian anak tersebut hanya saja
tidak seperti upacara dalam penyambutan anak pada umumnya.
21
20
Hasil wawancara dengan nanguda wiji
21
Hasil wawancara dengan bapak Mirhan Nasution
Lahirnya seorang
anak akan menyebabkan terjadinya perubahan seperti pertuturan (partuturon).
Pertuturan tidak hanya terjadi dikeluarga inti saja, tetapi juga dikeluarga yang
3.5. Hubungan anak denganDalihan Na Tolu
Anak memiliki hubungan dengan dalihan na tolu yang terletak pada
partuturan. Keluarga yang tidak mempunyai anak akan tetap berhubungan baik
dengan dalihan na tolu, karena antara mora, kahanggi, anakboruharus selalu
berdampingan karena sudah diatur dalam hukum adat masyarakat Mandailing.
lahirnya seorang anak tidak hanya menimbulkan perubahan pertuturan dari
keluarga inti saja, seperti ayah (amang), ibu (inang), nenek (ompung), tetapi juga
terjadi perubahan pada kerabat-kerabat yang lain. Misalnya pada pihak mora .
Abang ibu adalah pihak mora jika diambil dari pihak ayah atau laki-laki.
Karena lahirnya seorang anak maka abang ibu akan di panggil tulang. Tetapi jika
tidak adanya seorang anak perubahan dalam partuturan tidak adak. Dengan
lahirnya seorang anak juga dapat mempererat hubungan antar pihak laki-laki dan
perempuan.
Dengan lahirnya seorang anak laki-laki maka ia menjadi penerus marga dan
juga penerus keturunan, karena keturunan berdasarkan dari pihak laki-laki. Bukan
itu saja, struktur kekerabatan patrilineal dengan adat dalihan na tolu
mempengaruhi keluarga dalam memberi perlakuan terhadap anak laki-laki
terutama anak pertama. Dengan adanya tuntutan-tuntutan tertentu maka anak
laki-laki khususnya anak laki-laki-laki-laki pertama dituntut untuk menjadi seorang pemempin
keluarga.
Adapun posisi anak perempuan adalah sebagai pencipta hubungan besan
karena perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang
dengan dalihan na tolumerupakan cikal bakal mora.Bukan itu saja berkat adanya
dalihan na toludalam sistem kekerabatan di Mandailing keluarga juga harus
bersyukur jika memiliki anak perempuan karena di dalam konsep dalihan na tolu
yaitu terdapat tetap menyayangi anak dengan tulus.
3.6. Partuturon Dan Penjabaranya
Di dalam kehidupan bermasyarakat Mandailing agar terjadi hubungan yang
harmonis dan serasi harus berdasarkan etika hidup (hapantunon). Etika Menurut
K. Bertens adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Pada
masayarakat desa Rumbio salah satu etika yang perlu diperhatikan adalah etika
betutur baik pada keluarga maupun pada masyarakat. Sikap santun yang di
gambarkan melalui partuturon timbul karena adanya peralihan darah dan
kemudian karena hubungan perkawinan dan juga hubungan kekerabatan yang
bersifat teritorial. Selanjutnya pertuturan meluas menjadi pertuturan yang berlaku
untuk seluruh hubungan masyarakat. Hal ini terjadi karena semakin
berkembangnya dan penyebaran penduduk.
Partuturon mengatur dan menentukan bagaimana seseorang bersikap,
berbicara, dan bertutur terhadap orang lain. Dari pertuturan akan diketahui
sejauhmana hubungan seseorang dengan orang lain berdasarkan hubungan darah,
hubungan kekerabatan atau hubungan berdasarkan perkawinan. Pada prinsip
pertuturan merupakan etika, sikap, dan tingkah laku seseorang berkomunikasi
dengan orang lain, yang bertujuna saling menghormati semagat persaudaraan, rasa
harus di pertahankan. Oleh sebab itu dari anak-anak martutur sudah diajarakan
oleh orang tua, saudara, kerabat, dan teman sekampung di tempat kelahiranya.22
1. Amang tobang = kakek dari ayah saya
Meskipun setiap orang sudah diberi nama pada waktu lahir, namun dalam
berkomunikasi nama tersebut tudak dipakai, yang dipakai adalah tutur.
Penyebutan nama di dalam berkomunikasi baik diantara yang muda, kepada yang
tua dianggap tidak sopan apalagi terhadap orang yang harus dihormati.
Penyebutan nama pada waktu berkomunikasi ataupun menunjuk seseorang
dianggap tidak beradat. Panggilan yang digunakan dalam pertuturan disesuaikan
dengan konteks sebagai apa hubungannya yang satu dengan yang lainya.
Beberapa nama partuturon pada masyarakat Mandailing dapat diuraikan
sebagai berikut. Untuk mengurakikan ini harus diambil dari titik awal dari
seseorang yaitu “saya” atau “Au” (laki-laki
2. Inang tobang = nenk dari ayah saya
3. Tulang tobang = kakek dari ibu saya
4. Nantulang tobang = nenk dari ibu saya
5. Ompung = nenek
6. Ompung bayo = panggilan istri terhadap suami saudara
perempuan suami, dan sebaliknya
22
Pengalaman saya salah dalam bertutur, saya memanggil seorang perempuan dengan sebutan etek
7. Ompung suhut = kakek/nenek menurut garis keturunan ayah
8. Ompung mora = kakek/nenek menurut garis keturunan ibu
9. Amang = ayah, anak
10.Inang = ibu, anak perempuan
11.Amang tua = abang dari ayah,
13. Inang tua = istri dari abang ayah
14. Tobang LK = suami dari kakak ibu
15. Tobang PR =kakak dari ibu
16. Udak/bapak = adik laki-laki dari ayah/suami dari adik
perempuan ibu
17. Nanguda = isteri dari adik laki-laki ayah
18. Bou = kakak atau adik perempuan dari ayah
19. Amang boru = suami dari kakak atau adik ayah
20. Tulang = abang atau adik dari ibu
21. Nantulang = istri dari abang atau istri dari adik laki-laki
ibu
22. Bujing/etek = adik perempuan ibu
23. Babere = suami anak perempuan, anak dari saudara
perempuan
24. parumaen = istri anak laki-laki, anak perempuan dari
saudara laki-laki ibu
26. Ipar = suami dari perempuan
28. Anggkang = abang, kakak
29.Anggi = adik
30. Amang poso = panggilan istri terhadap anak laki-laki dari
saudara laki laki isteri
31. Inang poso = panggilan istri terhadap istri dari anak
laki-laki saudara laki-laki-laki-laki isteri
32. Eda = panggilan istri terhadap saudara perempuan
suami, atau sebaliknya
33. Pareban = suami dari saudara perempuan isteri
34.Pahompu = anak dari anak perempuan maupunlaki-laki
ataupun cucu
Jika partuturan di bawah cucu, maka panggilan partuturan kembali ke awal.
Partuturan dari garis keturunan laki-laki dengan titik tolak saya (Au) = Laki-laki
= Perempuan
Keterangan
= Garis Perkawinan = Garis Saudara
= Garis Keturunan
1 2
5 4 3
7 6
8
11 12 13 14
15
16 17
18 19
20
21 22
23
24
26 1O
27 28
29 30
31 32
33 34 35
36
9
Keterangan
1. Au memanggil 1 dan 2 Tobang sedangkan 1 dan 2 memanggil Anggi
2. Au memanggil 5, 6, 5,4 dan 3 Nenek sedangkan 5, 6, 5,4 dan 3 Anggi
3. Au memanggi 12 Amang sedangkan 13 Inang
4. Au memanggil 14 Tulang sedangkan 27 Nantulang
5. Au memanggil 15 dan 28 Tobang
6. Au memanggil 16Etek atau bujing sedangkan 17 Udak
7. Au memanggil 11 dan 26 Uwak
8. Au memangil 10 Bou sedangkan 24 Amang Boru
9. Au memanggil 9 Bapak atau Udak sedangkan 8 Nanguda
BAB IV
Deskripsi Mengayunkan Anak Desa Rumbio 4.1 Mengayunkan Anak Desa Rumbio
Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan
hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang
dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah
muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.
Mengayunkan anak sama halnya dengan akikah sama-sama menyembelih
hewan bedanya saja akikah ini merupakan ajaran dari agama islam sedangkan
mengayunkan anak merupakan suatu tradisi ataupun kepercayaan yang dimiliki
suatu masyarakat yang menjadi suatu kebiasaan.
Masyarakat Desa rumbio memiliki keyakinan bahwa seorang anak yang
baru lahir haruslah di doa-doakan agar anak tersebut memiliki kekuatan
menghadapi dunia ini ketika dewasa, menjadi seorang anak yang berbakti kepada
orang tua, serta membantu keluarga besarnya. Pada mulanya tradisi mengayunkan
anak karena adanya bentuk rasa syukur karena anak yang dilahirkan dengan
selamat.
Anak mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Perkawinan yang tidak dapat memberikan anak dalam adat dianggap hal yang
kurang beruntung, maka dari itu pada saat acara perkawinan banyak sekali
unkapan -ungkapan menyangkut anak. Itulah sebabnya bayi yang baru saja lahir,
baik yang laki-laki maupun yang perempuan dipasu-pasu dengan memotong
Upacara tersebut diselenggarakan untuk membangkitkan semangat hidup bayi
yang baru lahir dan sekaligus memohon agar deberikan umur yang panjang serta
kesentosaan dalam hidupnya.23
1. Saat upacara.
Disamping itu juga dapat menghilangkan akibat
buruk karena kecemasan yang dialami oleh ibu dan ayah serta kerabatnya ketika
menghadapi proses kelahiran.
Setelah kedatangan agama islam biasanya acara mengayunkan anak
disatukan dengan aqiqah. Acara diatur sedemikan rupa agar tidak betentangan
antara satu sama lain. Karena itu tidak hanya penegtua-pengetua adat yang
diundang tetapi juga pemuka-pemuka agama.Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat
(1980:241) setiap upacara ritual atau ritus dapat dibagi atau terdiri dari empat
komponen. Masing-masing komponen tersebut ialah:
2. Tempat upacara.
3. Orang-orang yang melaksanankan dan memimpin upacara.
4. Benda-benda dan alat-alat upacara.
Sebelum dilakukan acara mengayunkan anak, anak yang baru lahir tidak
dibolehkan dibawa keluar rumah karena tondi si anak belum kuat. Biasanya acara
mengayunkan anak dilakukan pada saat umur si anak sudah dua minggu. Ibu dan
bayi yang baru dilahirkan diletakkan diatas tempat tidur yang terbuat dari bambu
yang beralaskan tikar pandan dan kain gendong, dibawah tempat tidur diletakan
perapian.Untuk membuat perapian bahan-bahan yang digunakan adalah daun
cengkeh, kulit manis ataupun daun jambu biji yang diletakan diatas kayu api,
23
berfungsinya memberikan kehangatan, dankesehatan pada ibu dan bayinya.
Biasanya masyarakat Rumbio menyebutnya marsidudu.
Marsidudu merupakan istilah yang digunakan masyarakat Mandailing untuk
kegiatan sauna tradisional yang dilakukan ibu-ibu sehabis melahirkan. Ibu-ibu
yang melakukan mandi uap dibungkus dan ditutup dengan kain selimut lalu
ditempatkan dengan posisi tertentu sehingga dapat dialiri oleh uap panas yang
dihasilkan dari rebusan tumbuhan obat, selama ± 30 menit. Marsidudu dilakukan
dengan tujuan memulihkan stamina, melancarkan peredaran darah, dan
membuang senyawa toksin dari dalam tubuh. Tetapi setelah masuknya bidan ke
desa Rumbiomarsidudu mulai berkurang. Maka dari itu orang tua dulu memiliki
tubuh yang sehat dan kuat.24
Lepat yang akan dibagikan ketetangga menandakan bahwa seoarang anak
telah lahir dari keluarga suhut, dan juga lepat seperti bentuk undangan untuk Kerabat yang hadir seperti mora, kahanggi, anak
boru akan bergantian menjaga perapian agar api yang dibutuhkan sesuai dengan
yang seharusnya.
Tiga hari sebelum acara mengayunkan anak dilakukan, pihaksuhutmembuat
lepat. Lepat yang yang akan dibuat terbagi menjadi dua jenis, pertama, lepat yang
untuk dibagikan ketetetangga, dan yang kedua untuk digantungkan diayunan si
anak. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lepat yang akan dibagian
ketetangga adalah kelapa, pisang, tepung beras, gula merah dan gula putih
sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat lepat yang akan digantungkan
diayunan bayi semuanya sama, hanya saja tidak menggunakan pisang.
24
menghadiri acara ditempat si suhut. Jika lepat yang dibagikan kepada tetangga
bayak, dantidak hanya sebanjarnya (wilayah) saja, tetapi seluruh desa maka acara
yang akan dibuat besar. Lepat yang digantungkan diayunan menandakan kebikan
hati(lomo-lomi ni roa).25
Setelah beberapa hal pokok mengenai pelaksanaan upacara adat (horja)
tersebut disepakati bersama (sapokat), maka beberapa hari kemudian barulah Apabila seseorang suhuthendak menyelenggarakan suatu upacara adat
(horja), maka ia harus terlebih dahulu bemusyawarahkannya dengan kelompok
kekerabatan semarganya, yaitu kahanggi, untuk mencapai kesepakatan
bersama(domu ni tahi) agar niat untuk melaksanakan upacara adat (horja) itu
terwujud dengan baik. Untuk itu, mereka biasanya terlebih dahulu melaksanakan
pokat menek (musyawarah kecil) untuk mufakat melaksanakannya di tempat
kediaman (rumah) dari saudara semarga mereka (suhut) yang berkeinginan
ataupun berniat untuk melaksanakannya upacara adat (horja) tersebur, dan dalam
musyawarah kecil(pokat menek)itulah mereka membicarakan berbagai hal penting
tentang penyelenggaraannya untuk disepakati bersama.
Dalam hal ini, ada ungkapan tradisional yang mengatakan“tampakdo
rantosna rim tahi do gogona”, maksudnya, kesepakatan dan kebersamaan adalah
sumber kekuatan. Sejalan dengan itu, ada pula ungkapan lain yaitu “rukrek ni
parau maroban tu rapotna”, Maksudnya, meskipun terjadi silang pendapat dalam
setiap musyawarah namun pada akhirnya akan dapat menciptakan kekompakan
dan menghasilkan kesepakatan.
25
dilaksanakan musyawarah lanjutannya yang lebih besar, yaitu pokat
godangdengan mengundang kehadiran kelompok-kelompok kekerabatan dalian
na tolu (mora, kahanggi, dan anak boru), kelompok kekerabatan lain ( seperti
mora ni mora, anak boru ni anak boru/pisang raut), serta raja panusunan bulung
dan namora natoras.26
Kegiatan pokat godang ini biasanya diselenggarakan pada malam hari
setelah selesai sholat Isya, dan acara marpokat dimulai dengan terlebih dahulu
manyurdu burangir adat (napuran)27
26
Dalam upacara-upacara adat sekarang di Mandailing, istilah Raja Panusunan Bulung dan Namora Natoras telag digantikan dengan istilah Hatobangon ('orang-orang yang dihormati/dituakan) dan alim-ulama (pemuka agama Islam)
27
Pada Napuran yang dipersembahkan oleh anak boru atau pisang raut tersebut adalah perlengkapan 'sirih adat' yang terdiri dari: (1) abit na so ra buruk ('kain adat'); (2) salipi yaitu sejenis wadah berupa anyaman pandan yang dihiasi dengan 'manik-manik' dan benang berwarna merah hitam, dan putih (salipi diletakkan di atas 'kain adat'); dan (3) burangir adat beserta kelengkapannya (daun sirih, buah pinang, tembakau, soda dan sontang) yang diletakkan di atas salipi yaitu buah pinang, tembakau, Menurut Raja Junjungan Lubis. Bahwa mengumpulkan kelima jenis kelengkapan sirih itu di atas lembaran daun sirih yang sifat, rasa, dan coraknya berlainan, serupa dengan mengumpulkan orang-orang yang berlainan pikiran dan pendapat untuk musyawarah untuk mufakat (marpokat). Kemudian mengunyah-ngunyah sirih itu sampai lumat yang berarti memadu dengan mempersatukan segala unsure itu sampai mencapai satu kesatuan pendapat (sapokat), seperti kata pepatah lama: "bulat air karena pembuluh bulat kata karena mufakat". Meleburnya segala jenis unsure-unsur yang berlainan dari kelengkapan sirih itu menjadi satu corak warna saja melambangkan "kebulatan tekad persatupaduan dan kegotongroyongan. Inti sari dari 'sirih adat' ialah melambangkan permusyawaratan, persatupaduan, dan kegotongroyongan. Dalam hubungan ini, budayawan Mandailing Z.Pangaduan Lubis mengatakan: "anggo inda tibal burangir inda dong dalian na tolu". Artinya, kalau tidak ada 'sirih adat', maka tidak ada pembicarakan adat, dan adat tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya Dalian Na Tolu. Lihat Edi Nasution, Tulila: Muzik Bujukan Mandailing, (Penang-Malaysia: Areca Books, 2007), hlm. 132.
oleh anak boru atau pisang raut secara
bergiliran ke hadapan raja panusunan bulung, namora natoras, dan seterusnya
kepada mora ni mora, mora, suhut, dan yang lain-lain. Setalah selesai
manyurduburangir adat, barulah mereka lakukan kegiatan berpidato
menjelaskan niat mereka untuk menyelenggarakan upacara adat (horja) tersebut.
Seterusnya yang markobar secara bergiliran adalah anak boru, pisang raut, mora
ni mora, mora, dan diakhiri oleh hatobangon, yang kesemuanya menyatakan
dukungan penyelenggaraan upacara adat (horja) tersebut, lalu kemudian acara
marpokat itu ditutup dengan pembacaan do'a oleh seorang alim ulama.
Dalam acara pokat godang ini telah disepakati dan ditetapkan pekerjaan
(tugas) dari masing-masing kelompok kekerabatan dan pihak-pihak lain dalam
rangka penyelengaraan upacara adat (horja) tersebut misalnya seperti para
muda-mudi(naposo nauli bulung) ditugaskan untuk pataonkon (mengundang para
pemimpin masyarakat dan kaum kerabat untuk menghadiri upacara adat tersebut,
baik yang berdomisili di kampung tempat penyelenggaran upacara adat maupun
ke kampung-kampung tetangga) dan meladeni makan bersama para tamu
undangan (mangoloi), kaum ibu(umak-umak) ditugaskan untuk menanak
nasi(mardahan) dan kaum ayah(ama-ama) untuk (marmasak)memasak lauk-pauk.
Mengayunkan anak ini di lakukan pada pagi hari sebelummatahari
terbit(bincar mataniar), karena mereka percaya bahwa di pagi hari merupakan
waktu yang baik serta rezeki itu datang di pagi hari.Hal petama yang dilakukan
adalah orang pintar (Datu) yang membantu persalinan mengabil abu kayu bakar
bekas memasak, kemudian meletakanya kedalam tempurung. setelah itu
menggulung kain bekas menjadi seperti sumbuh dan membakarnya diatas
tempurung yang telah diisi abu kayu bakar bekas memasak tadi.Setelah itu Datu
ilmiahnya Acorus calamusyang berkhasiat untuk demam, guna-guna,
melahirakan, dan kurang gizi.
Setelah mengunyah salim batu, Datutersebut menyemburkanya kedepan
pintu rumah agar tidak ada yang mengganggu seperti makhluk halus pada saat
bayi akan diabawa pergi tempat ke pemandian(tapian).Jika melahirkan dirumah
sakit ataupun di tempat bidan, pada saat bayi akan dibawa keluar rumah wajah
bayi dibasuh dengan air sebanyak tiga kali sambil membaca shalawat nabi yang
dilakukan oleh nenek ataupun keluarga dekat kemudian mengunyah salim
batudan menyemburkanya ke depan pintu. Sesampai dirumah keluarga
mengupah-upah ibu dan bayi dengan telur yang sudah direbus dan kulitnya sudah
dibuang, nasi, garam dan air putih. Dan pada saat akan membuat acara
mengayunkan bayi tidak akan dibawa ke tapian
Setelah itu bayi tersebut digendong ibunya dan dibawa keluar rumah
sedangkan Datu memegang tempurung sambil berjalan menuju ke tapian diikuti
oleh ibu yang menggendong bayi tadi serta keluarga yang ingin menemani. Saat
diperjalan menuju tapian ada pantangan yang tidak boleh dilakukan yaitu
berbicara, jika pantangan itu dilanggar maka ritualnya akan diualng kembali
karena sudah melanggar aturan.
Setelah sampai di tapian sang Datu meletakan tempurung yang dibawanya
di dekat air. Kemudian wajah bayi tersebut dibasuh sebanyak tiga kali oleh si ibu
samabil membaca shalawat nabi, kemudianDatu, ibu yang mengendong bayi,
serta keluarga yang ikut mengantar ke tapian kembali kerumah. Bayi yang dibawa
bayi ataupun mensucikan bayi dan juga inilah pertama kalinya bayi keluar rumah
dan setelah itu bayi akan boleh dibawa keluar rumah kapanpun.
“Bang Erwin mengatakan mengapa bayi baru lahir dibawa ke tapian karena saat pernikahan sebelum manggor (memberikan nama) dan mengupa-upah kedua pengantin akan di arak ketapian yang tujuannya untuk menghanyutkan masa muda kedua pengantin mangayupkon haposoan dot habujingan. (menghilangkan status perempan yang masig gadis dan laki-laki yang masih bujangan). Kemudian pengantin dimandikan dengan air yang sudah disiapkan. Setelah itu barulah bambu yang dipegang oleh pengantin wanitanya di isi dengan batu. Sebelum memasukaan batu kedalam bambu, pengantin wanitanya menyakan kepada keluaraga yang ikut mengantar ketemapat paridianan menanyakan batu yang dimasukan ke dalam bambu apakah anak laki-laki atau perempuan sampai berapa jumlah anak yang mereka inginkan. Jika jumlah 3 batu yang dimasukan kedalam bambu, maka 3 anaklah yang mereka harapkan. Jika yang membantu persalinan adalah bidan maka yang memperispakan keperluan untuk membawa sibayi ketapian adalah nenek dari bayi tersebut, tidak ditentukan nenek dari ayah atau nenek dari ibu, tetapi jika persalinan di tempat bidan atau dirumah sakit keluarga hanya membasuh wajah bayi sebelum dibawa pulang kerumah. Setelah sampai dirumah ibu dan
bayinya diupah-upah.28
Orang tua si bayi yang baru pulang dari paridianan didudukkan di atas
tikar adat yang terbuat dari pandan(amak lampisan) serta bayi yang digendong
oleh ibunya di depan pangupa.bahan-bahan yang digunakan untuk mangupa
adalah telur ayam satu butir yang sudah direbus dan dikupas, nasi putih, garam,
air putih, dan cuci tangan. Semuanya diletakkan diatas piring besar yang sudah
dialaskan daun pisang kemudian si bayi di upah-upah oleh Datu pangupah.
Kata-kata yang diucapkan saat mangupah-upahadalah“Horas tondi madingin pirtondi
matugu” yang artinya semoga tondi itu bersemayam dengan mantap dalam dirimu
28
atau badan seseorang dalam keadaan nyaman dan dingin serta tondi itu bersatu
dengan badan, kokoh, keras, tidak terpisahkan apapun penyebabnya.
Kemudian ibu si bayi mencuci tanganya, setelah itu mencicipi garam dan
dilanjutkan dengan memakan kuning telur, putih telur beserta nasi putih dan
terakhir meminum air putih. Setelah itu barulah si ibu memberi makan bayinya
dengan cara mencicipi bahan pangupasesuai dengan urutan yang dilakukan ibu
saat memakan hidangan upah-upah. Setelah ibu dan bayinya diupah-upah
kemudaian bayinya diletakkan diatas ayunan yang berlapis.
Banyaknya lapisan ayunan kain selendang yang digunakan sesuai dengan
ekonomi keluarga. Ayunan kain selendang tersebut harus ganjil karena
masyarakat Rumbio memiliki kepercayaan bahwa Nabi Muhammad SAW
menyukai jumlah yang ganjil-ganjil. Bayi yang diletakkan diayunan sambil
diayun-ayun dan dinyayikan dengan bacaan shalawat nabi serta nyayian yang
berisikan doa. Yang mengayunkan bayi bergiliran, mulai dari ayah si bayi,
kemudian ibu si bayi, nenek dan saudara-saudara yang lainya.
Setelah selesai mengayun bayi tamu yang hadir serta keluarga yang lain
berdiri di depan ayunan tetapi hanya perempuan saja, tidak ada berdasarkan umur.
semua tamu perempuan boleh ikut untuk mengambil lepat yang ada diayunan bayi
tetapi dengan cara berebutan. Lepat yang diperebutkan diartikan sebagai bentuk
dari kebaikan yang dimiliki anak. Maksudnya agar si anak tadi banyak membantu
kebaikan yang akan kelak dilakukan anak tadi tidak berdasarkan apa-apa
(ikhlas)29
29
Hasil wawancari oleh tobang, masyarakat Rumbio .
Tamu laki-laki serta keluarganyabermusyawarah (marpokat) menentukan
nama yang tepat untuk bayi tersebut. Setelah dari pihak laki-laki selesai
marpokatuntuk mentukan nama yang baik, bayi tersebut diupah-upah kembali
agar nama yang diberikan kepada sibayi diterima oleh tondinya, jika nama yang
diberikan kepada bayi tidak diterima oleh tondi si bayi, maka bayi tersebut akan
sakit. Keluarga bayi akan segera langsung mengganti nama bayi dengan cara
datang kerumah alim ulama kemudian menanyakan kepada alim ulama nama apa
yang pantas untuk mengantikan nama yang sebelumya. Setelah alim ulama
menetapakan nama bayi, keluarga akan mengupah bayi tersebut yang dilakukan
oleh Datu.
Bahan upah-upahpemberi nama ini berbeda dengan upah-upah pada saat
bayi datang dari tapian, yaitu hanya penambahan ayam saja. Ayam yang yang
digunakan berukuran sedang tidak ditentukan jenisnya, isi yang ada diperut ayam
dibersihkan dan dikeluarkan, kemudian dipanggang dan digulai tanpa
dipotong-potong. Jika ayamnya di potong maka harus sesuai dengan tulanannya (ditulani),
yaitu dada dua potong, sayap dua potong, kaki dua potong, tulang belakang dua
potong, terakhir kepala dan isi perut (rempela, hati). Upah-upah ini bertujuan agar
nama yang diberikan kepada bayi dapat diterima oleh tondinya dan bayinya juga
Upah-upah ini pertama kali dilakukan oleh nenek dari yang mengadakan
hajatan(ompung suhut), kemudian kelompok keluarga yang mengambil istri dari
kelompok suhut(anak boru), dan terakhir nenek keluarga yang mengambilistri
dari kelompok suhut(ompung mora).
Ompung Suhut:
“Marsantabi sapulu au parjolo tu hita sude, parjolo hita mangucapkan syukur tu Allah SWT, Tuhanta Na Gumorga Langit Na Tumompa Tano. Mandung mangalehen hatorkisan dohot halapangan tu hita sude marlagut di manyogot ni arion, mudah-mudahan sai dao jolo gora donok parsaulian. On pe da anggi di baen mandu g lalu ho tubagas ta on, cukup ma godang dohot lomo ni roha menyambut hroromu. Adong do dison pra manuk na ni hobolan, upa-upa ni tondi dohot badan mu, anso pir tondimu mamolus hangoluan non. Bope on anggi na hum sarat sarupa poda, tai suang do on songon palu-palu ni mengmeng na godang palu paluna, jaru pe on na menek, tai na godang on anggi pasu-pasuana. Mudah-mudahan sai paet-paet daorma, dao bala donok parsaulian, ulang nian panyaki-panyakitan. Simbur ho anggi lalu magodang pengpeng laho matua, ginjang dohot borkat nian umur anggi, denggan rasoki, molo markoum markahanggi, marguna muse tu bangsa dot negara.pala tibu ho anggi mangodang, ja na adong muse rasokinta na denggan, na angkon patidahonkonon dope on lomo-lomo ni roha na gumodang. Ibo rohana, holong nian roha ni tuhan tu pahompuon, ni patidaon dalan na denggan anso denggan ngolu ngon dinia on lopus tu akhirat. Songon i muse dihalak parumaen, sahonok ni sambilan bulan on, dompak pohumpu on di bgasan ni lautan, mungkin jotjot do tarmomos tondi dohot taroktok munu, jana mungkin juo sampak mudar di pangarohai munu di hatiha partubu ni pahompu tu portibi on. On pe maen dohot sagodang-godang pangidoan tu Tuhanta na markuaso i, sai mulak ma tondi tu badan.
Turupa-upa...turupu-upa....turupa-upa..
Turu ma tondi...turu ma tondi...turun ma tondi...
Ulang tondi on marjalang-jalang, ulang taondi martang-tandang, sai mulak ma tondi tu badan. Ulang tondi takalimanman, ulang tondi tarkalimummun, di son bagasta parsarimpunan ni tondi. Sai mur tu torkisna homu nian anso tarurus hamu pahompu on, lomo-lomonta on sasudena.
Artinya :
“Kusatukan sepuluh sepeuluh jari tanganku, saya meminta maaf terlebih dahulu kepada kita semuanya. Perta kita mengucapkan syukur ke Allah SWT yang maha kuasa telah memberikan kita kesehatan dan kelapangan untuk kita berkumpul dipagi hari ini, mudah-mudahan jauh-jahuh hal-hal yang tidak kita inginkan dekat keberuntungan.”
“Disini ada telurayam, upah-upah untuk tondi badan mu, agar kuat tondi mu didalam tubuh mu.”
“AdikMeskipun ini hanya sebuah syarat, tapi ini seperti kekuatan yang besar meskipun kecil bentuknya. Mudah-mudahan darah mu kuat dan dekat keberuntungan dan tidak sakit-sakitan. Tumbuh cepat kamu adik, kuat sampai tua. Panjang umur dan juga berkat umur mu, dengan rezeki, pandai bersaudara, berkahanggi, berguna juga untuk bangsa dan negara.”
“Jika adik cepat besar, semoga adik mendapat rezki yang baik, yang akan kamu perlihatkan kebaikan hatimu yang begitu besar. Kasihanilah, berikan kasih sayang mu Tuhan kepada cucu ku in, tunjukan jalan yang lurus agar dikehidupanya baik didunia sampai diakhirat.”
“Begitu juga denagan menantu, selama sembilan bulan ini ketika cicu ini berada didalam kandungan, mungkinsaja menantu sering mengalami kegamangan jiwa dan hati. Dan juga bisa jadi merasakan kesedihan, kesakitan di hati dan jiwa ketika lahirnya cucu kita ini lahir kedunia, dengan itu dengan kebesaran hati serta permohonan kepada tuhan yang maha kuasa semgoga hati menantu kembali kedalam jiwa”.
Upa-upa... upa-upa..upa-upa..
Turulah tondi....turulah tondi....turulah tondi...
“Janganlah tondi ini jalan-jalan, jangan tondi ini pergi-pergi, kembalilah tondi kebadan. Janganlah tondi terbang-terbang, kembalilah tondi kebadan. Janganlah tondi terkalimanman-terkalimunmun, disini rumah kita teempat perkumpulan tondi.”
“Semoga semakin sehat kalian, agar terurus kalian cucu ini, kasih sayang kita semua.”
Anak boru
“Santabi sapulu tu barisan ni mora tarlobi tu mora ni mora. Marsyukur hita tu Tuhan mandung mangalehen rahmat di hita sude. Au sian barisan anak boru margodang ni roha, ni haroro ni tulang na poso on.
Ayuara mardomu bulung : Kayu ketemu daun
Mandung tu bonana : sudah sampai ke kampung
Sude anak boru mandoa : kami semua anak boru berdoa
Anso mur masanggop morana : agar bertambah bahagia moranya
Marumbak ma singkoru :padi sudah menunduk
Na ni suan di topi saba : yang di tanam di tepi sawah
Horas nami nian anka boru : horas kami dari anak boru
Mur masanggap mora niba : bertambah bahagia mora saya
Habang borong-borong : berterbangan lebah-lebah
Na sanggop tu tandiang : yang singgah di pohon pakis
Malum on nia na morong-morong :bertambah baik yang merasa
kesakitan
Hami sian anak boru totop do mangido tu Tuhan, anso mur masangap nia mora nami. Harana muda sangap mora nami dohot do musu hami masangap.on pe di haroro ni tulang na poso on, sai simbur magodang on tulang na poso on, anso martamba on saulakon sitopoton nami. Sai martanda nian on songon aian, marpatudu songon dalan mur masangap hamu mora nami. Pangidohon homu anak boru munu on, mur madengan pencarianna anso adong lehenan nami di hami, homu do tamburan. Sanga sadia na dapot nami angkon na laing tu homu do i. Hami pe totop do hami pangidohan mur mapade pancarian munu harana hami on sitamba na hurang, sihorus na lobi. Angkon na lobi do dihamu anso adong orusan nami. Sai totop nian talak pintu ni bagas ni mora manjagit hami. Horas mora nami sasudena, tibu mese nian adong anggi ni tulang na poso on, tai nian sugari si pandurung ma, anso adong bagian nami sa ulakon”.
Artinya :
“Kusatukan sepuluh sepeuluh jari tanganku, untuk mora terlebih lagi untuk moranya mora. Bersyukurlah kita kepada Tuhan yang sudah memberikan rahmat kekita semua.
Saya dari barisan anak boru berbesar hati, berbaik hati, untuk tulang muda ini.”
“Kami dari anak boru tetap meminta kepada tuhan, biar bertambah masanggap mora kami. Karena jika sanggap mora kami kami juga ikut masanggap. Begitu juga kedatangan tulan muda ini, agar semakin cepat besar tulang muda ini, agar suatu hari nanti betrambah tempat yang akan kami kunjungi nanti. Permintaan anak boru untuk kalian kalian agar bertambah baik pencarian kami agar ada yang kami berikan untuk kalian, semakin rajin kami bekerja. Berapapun yang kami dapat harus ada untuk kalian. Kami juga tetap meminta agar pencarian kalian juga bertambah baik. Agar tetap terbuka pintu rumah mora untuk menirama kami.”
“Horas untu mora kami semua, semoga cepat lahir adik tulang muda ini, tetapi semoga anak perempuan, agar ada untu kami. Horas !”
Ompung mora
“hita marsyukur tu hdirat Allah SWT madung mangalehen ksempatan dohot hahorasan marsuo di ari na sadrion. Di son surdu burangir nami, ima burangir oncot tondi marhite-hite sian haroro ni pahompu nami sian laut tu tonga-tonga ni hita na markoum sisolkot. Sai simbur magodang on, pengpeng lala ho matua, denggan muse rasokina, dengan muse gorarna tamauk tarbongal tujae tu julu. Partalag on na so hiang, partangga si bingkang bayo, na ro on mambaen hadengganan tu dongan na dua tolu. dung muse, sai panyambung ni parkouman on nian pahompu on tu pudi ni ari, mangalap boru tulang anso adong mangurupi namboruna di bagason
Pege sakarimpang : setumpuk jahe
Na ni suan di toru rimbang : yang ditanam dibawah pohon
rimbang
Silian on simbur magodang : sermoga laki-laki ini cepat besar
Tumbar ni bolu godang : tumabang bambu besar
Mardua mata sabariba : :berdua mata sebelah
Simbur laho magodang :tumubuh sehat dan cepat besar
Pengpeng laho matua : tetap tangkas jika sudah tua
Pusuk dohot timbko : pucuk dan tembakau
Ugari dohot uhum : ugari dan uhum
Bisuk honian marpangalaho :semoga berkelakuan baik
Malo muse nian markoum :pandai juga bersaudara
Muda laho tu batng toru : pada saat kamu ke batang toru
Angkon palu tu sibolga : jangan lupa singgah kesibolga
Lolot ho ompun mangolu :semoga kamu berumur panjang
Lalu muse nian tu moka :semoga juga dapat pergi ke mekah
Sanggop ma tampua :singgah burung manyar
Di toruni ayuara : dibawah kayu besar
Muda anak martua :jika ada bermertua
Jagar-jagar mai tu mora : baik-baiklah ke mora
Khusus tu homu inang dohot babere. Mudah-mudahan sai horas hamu na dua. Mur pagogo homu mencari sinadongan, molo-molo homu mngajari pahompu on, harana simatobangna da na manontuhaon pardalanan ni pahompu on di portibi on. Di sin anggimadong ami oban abit parompa ambaen pangambit mu, anso ho ulang ngali-ngalian di waktu modom ja na adong mangurro-urro ho dompak ngot. Hami sude na ro on marniat mangambit pamatang dohot tondimu, anso ulang adong toni na madao-dao dohot manduru-duru, tai totop do tondimu anggi hobol tu pamatangmu, dung i mese di togu-togu tondi nami sude di barisan dalihan na tolu.
Poken di Panayabunag :pasar dipanyabungan
Haramianna di kotu luhur : begitu ramai di waktu zuhur
Rap magido hita tu tuhan : sama-sama kita meminta kepda tuhan
Anso salamat hita sude sepanjang umur: agar kita semua selamat sepanjang umur
Malos ma dingin-dingin : layu daun dingin-dingin
Obanon tu Sipogu : dibawa ke Sipogiu
Horas ma tondi madingin :horas jiwa yang dingin
Pir tondi matogu : seamkin keras dan kuat jiwa
Artinya:
“Kita bersyukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan untu bertemu dihari ini.
“Disini ada daun sirih kami, “sirih untu tondi” telah lahir cucu kami di tengah-tengah kita saudara dekat.”
“dan juga, menjadi penyambung persaudaraan cuci ini nantinya, mengambil boru tulang, agar ada yang mengurusi namboru di rumah ini.”
“khusus untuk inang dan babere, mudah-mudahan sehat terus kalian berdua. Semakin kuat mencari yang kurang, pandai-pandai kalian mengajari cucu ini, karena orang yang paling tualah yang menentukan jalannya cucu ini di kehidupanya”
“Disni kami membawa kain gendong untuk kain mu, agar kamu tidak kedinginan saat kamu tidur, juga tidak ada yang menggangu mu pada saat kamu sudah bangun. Kami berniat mengenguatkan tubuh dan tondi mu, agar tidak ada tondi yang jauh, agar tondi mu tetap ada ditubuh mu, dan juga tuntun tondi kami semua dibarisan di dalihan na tolu.”
Kata-kata pangupayang dilakukan oleh ompung suhut, anak boru, ompung
mora maupun semua yang turut hadir juga ikut berbicara sesuai dengan
kedudukanya dengan berbagai variasi, tapi pada intinya adalah semua
mengucapkan rasa syukur, gembira dan doa kepada tuhan semoga anak yang baru
lahir ini sehat walafai’at, panjang umur, baik rezekinya kelak dan berguna untuk
orang tua, keluarga, masyarakat dan negara .
Jika bayi yang baru lahir di rumah sakit acara
manyuyup-nyuyupi(membasuh/menghapus wajah dengan air) tetap dilakukan pada saat akan
dibawa keluar dari rumah sakit, hanya sekedar mengusapwajah baik dengan
sedikit air dan setelah sampai dirumah merebus telur ayam dan memberikanya
kepada orang tua si bayi dan untuk bayinya.
Dalam kegiatan upacara ataupun ritual dalam mengayunkan anaktidak ada
perbedaan kegiatan mengayunkan anak antara laki-laki dan anak perempuan mulai
dari awal samapai akhir semuanya sama. Hanya saja perebedaanya pada saat
pemotongan hewan, karena setelah masuknya agama islam ke Mandailing acara
laki-laki memotong dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan satu ekor
kambing.30
4.2.3.Hubungan Dalihan Na Tolu Pada Pelaksanaan Mengayunkan Anak Sebagaimana telah di jelaskan bahwa lembaga dalihan na tolu sangat
berperan dalam upacara-upacara adat. Di dalam upacara adat unsur dalihan na
tolu (kahanggi, anak boru, dan mora) memiliki kedudukan yang berbeda-beda
sesuai dengan situasi dan kondisinya. Suhut (orang yang melakukan hajatan) akan
saling berhubungan dengan kahanggi, anak boru dan moranya akan saling
berhubungan dalam mempersiapkan upacara-upacara adat.
“Bapak Askolani Nasution mengatakan, hubungan dalihan na tolu denga mengayunkan anak merupakan sudah persyaratan dari acara adat yang sudah di atur dalam patik-pati ni paradaton. Patik patik ni paradaton adalah petunjuk dan pegangan hidup yang harus di patuhi dan dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat. Yang berisi berbagai batsan dan aturan yang berlaku didalam masyarakat adat yangterdiri dari patik, uhum, ugari, hapantunon. Jika salah satu dari dalihan na tolu tidak ada, maka acara tersebut tidak boleh dilaksanakan, dan
juga disebut sebagai orang yang tidak memiliki adat”.31
1. Hubungan suhut dengan kahangginya
Bagaimana fungsi dan kedudukanya di dalam upacara adat maupun ritual
dalam mengayunkan anak semuanya telah diatur dalam adat sebagi berikut:
Kelompok suhut dengann anak boru merupakan kelompok tuan rumah di
dalam pelaksanaan upacara adat. Maka suhut dengan di dukung oleh kahangginya
harus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Suhut dan
kahangginya memiliki prinsip yaitu harus seia sekata, seiring sejalan, senasib
30
Hasil wawancara dengan Hj. Tobang Asni
31
sepenanggungan. Jika tejadinya kesalahan antara suhut dengan kahangginya
dalam mempersiapakan upacara adat, tidak mengakibatkan perpecahan, namun
akan mempererat hubungan.
2. Hubungan antara suhut dengan kahangginya terhadap anak boru
Jika hubungan suhut dengan kahangginya bersifat satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan, maka hubungan antara suhut dengan anak boru lebih
mengutamkan tolong-menolong anak boru sebagai tempat meminta
tenaga(pangidoan gogo), baik tenaga fisik, pikiran, maupun material.
3. Hubungan suhut dan kahangginya terhadap mora
Mora berkudukan sebagai sebagai yang di hormati, mora disebut sebagai
mata ni ari so gokgohan, artinya matahari yang tidak boleh ditentang. Mora
dianggap sebagai sumber berkat. Oleh sebab itu di dalam etika sopan santun
ketiga unsur ini bersikap sesuai dengan kedudukannya. Suhut terhadapa
kahangginya harus bijaksana, terhadap anak borunya harus harus pandai
mengambil hatinya, terhadap mora harus hormat. Meskipun berbeda, namun satu
sama lainya tidak ada yang lebih rendah.
Kehadiran pihak mora, kahanggi maupun anak boru merupak peristiwa adat
dalam acara ritual mengayunkan anak. mora, kahanggi maupun anak boru
membawa nasi bungkus(indahan tungkus) dan kain gendong(parompa). Kata-kata
yang menyenangkan serta harapan-harapan kepada sibayi dan orang tuanya
diucapakan agar hubungan dengan kekerabatan dalihan na tolu tetap erat dan
hangat. Kemudian pihak mora mengunyah sirihuntuk tondi (burangir tondi oncot)
gembira dan bahagia, karena telah lahir cucu dari pihak anak borunya, sebagai
buah perkawinan antara gadis mereka dengan putra dari pihak anak borunya.
4.3 Beberapa Kegiatan Mengayunkan Anak dari Warga Desa Rumbio
Masyarakat Desa Rumbio yang baru saja memiliki anak biasanya
melakukan upacara tradisional mengayunkan anak. Di sini dengan memberikan
contoh mencoba untuk lebih spesifik melihat acara mengayunkan anak yang
dilakukan oleh warga desa rumbio yaitu Bapak Dirman dan Bang Kehek.
4.3.1 Mengayunkan Anak di Rumah Bapak Dirman Nasution
Bapak Dirman merupakan seorang warga desa rumbio yang sudah hampir
belasan tahun tidak memiliki anak.Setelah istrinya meninggal bapak Dirman
menikah lagi dan bapak Dirman dikaruniai seorang anak perempuan. Kebahagian
yang dirasakan bapak Dirman dan keluarga serta bentuk rasa syukur yang mereka
rasakan diwujudkan dengan membuat acara mengayunkan anak. Acara yang
dibuat bapak Dirman bisa dibilang acara yang besar sebab dari segi pemotongan
hewan, bapak Dirman memotong seekor kambing. Sedangkan dari keluarga yang
diundang, bapak Dirman mengundang keluraga yang tinggal jauh dari desa
Rumbio seperti uwak Irsan yang tinggal di Medan. Uwak Irsan merupakan abang
Kandung bapak Dirman. Bapak Dirman juga mengudang anak-anak uwak Irsan
yaitu kakak Taing dan abang Gundur yang tinggal di Jakarta masing-masing dari
mereka sudah berkeluarga. Kemudian bapak Dirman mengundang ibunya, dan
juga abang kandung dan adik kandungnya yang tinggal sama satu desa
dengannya. Ayah bapak Dirman sudah lama meninggal, sebelum bapak Dirman
Setelah keluarga kandung lengkap, bapak Diraman mengundang kahanggi
dan moranya. Keluarga kahanggi yang terdiri dari nenek Muchtar, Abang Solih,
kakak Fatma, uwak Tawon, uwak Tira, bou Hasim, kakak Nuri, abang Godang.
Kahanggi ini merupakan keluarga dari pihak ayahnya bapak Dirman. Ompung
laki-laki bapak Dirman atau ayah dari ayahnya bapak Dirman memiliki hubungan
abang adik dengan ompung laki-laki dari keluarga kahanggi yang diundang.
Kemudain kahanggi dari pihak ibunya bapak Dirman yang berada tidak jauh dari
desa Rumbio yaitu desa Mompang Julu. Keluarga yang diundang adalah keluarga
dari adik kandungnya ibu bapak Dirman, yaitu bujing Bapak Dirman.
Dari pihak mora, bapak Dirman hanya mengundang kedua orang tua dari
istrinya dan adik laki-lakinya. Sebab orangtua istrinya hanya memiliki dua anak
yaitu istinya dan adik istrinya yang masih sekolah SMA. Setelah itu bapak
Dirman mengundang tetangga dekatnya seperti bou Hasanah, Nenek Safwan, bou
Bahrul. Tetangga yang diundang juga masih memilik hubungan saudara dengan
bapak Dirman dan juga mengundang tetangg-tetangga yang lainya.
Tiga hari sebelum acara mengayunkan anak, orangtua bapak Dirman,
abang, adiknya serta istri-istri dari abang dan adiknya mulai membicarakan
bagaimana acara yang akan dibuat , hewan apa yang akan dikurbankan,
bahan-bahan yang diperlukan, serta pembagian tugas untuk hal apa-apa saja yang akan
dikerjakan. Seperti siapa yang akan pergi berbelanja, memasak dan sebagainya.
Pembicaraan tersebeut dilakukan setelah selesai isa, karena jika dilakukan pada
siang hari keluarga bapak Dirman pergi bekerja. Hari kedua sebelum acara
mulai menyanpaikan undangan atau kabarpataonkon. Penyampaian undangan
tersebut dilakukan oleh pihak suhut ataupun kahanggi yang sebelumnya keluarga
maupun saudara yang akan diundang sudah dimusyawarahkan sebelumnya. Jika
keluarga yang diundang rumahnya diluar Kecamatan Panyabungan dan Siabu
ataupun keluarga yang berada di Medan, Jakarta akan diundang lewat telephone
Satu hari sebelum acara mengayunkan, pihak kanggi dan tetangga dekat
mulai membuat lepat, lepat yang dibuat bisa dibilang banayak sebab pisang yang
digunakan untuk membuat lepat ada enam tandan pisang kepok. Lepat yang yang
akan dibuat terbagi menjadi dua jenis, pertama, lepat yang untuk dibagikan
ketetetangga, dan yang kedua, untuk digantungkan diayunan si anak. Bahan-bahan
untuk membuat lepat ini adalah kelapa, pisang, tepung beras, gula merah dan gula
putih. Lepat yang akan dibagikan ke tetangga dan untuk diikat hanya berbeda dari
bahanya saja yaitu pisang. Lepat yang akan diiikat diayuan nantinya tidak
menggunakan pisang.
Foto 9
Tetangga dan keluarga yang membantu mempersipan acara mengayunkan anak
Lepat yang dibagikan ketetangga menandakan bahwa seoarang anak telah
untuk menghadiri acara ditempat si suhut. Jika acaranya besar maka lepat yang
akan dibagikan tidak hanya sebanjarnya (wilayah) saja, tetapi seluruh desa. Lepat
yang akan digantungkan diayunan menandakan lomo-lomi ni roa(kebikan hati).
Lepat memiliki rasa yang manis, dari luar saja sudah terlihat manis akibat wana
dari gula merah tadi, apalagi belum dimakan. Maka dari itu lepat yang
digantungkan menunjukan bahwa agar anak itu nantinya seperti lepat, melihat dari
luarnya saja kita sudah tau bahwa anak itu baik.32
Bapak Dirman dan keluarga mengayunkan anaknya pada saat berumur dua
bulan. keluarga bapak Dirman tidak melakukan paijur danaksebab sebelumnya
sudah dilakukan pada saat istri bapak Dirman di rumah sakit karena pada saat itu
istri bapak Dirman melahirkan di Rumah Sakit. Bapak Dirman dan keluarganya Lepat yang akan dibagikan oleh
bapak Dirman satu wilayah denaganya serta tetangga-tetangga yang dikenal serta
dekat denganya.
Setelah lepat selesai dimasak dan telah dibagikan, malam harinya pihak
anak boru mepersiapakan bahan-bahan yang akan dimasak, serta
keperluan-keperluan lainya. Seperti hiasan-hiasan dinding, hiasan untuk ayunan dan lain
sebagainya. Ayunan yang digunakan adalah ayunan yang tebuat dari rotan,
meskipun begitu ayunan selendang tetap digunakan. Anak boruyang bertugas
memesak tidak akan pulang kerumahnya mereka akan tidur dirumah suhutsebab
pada saat memasak dilakukan pada jam 4 pagi agar masakan yang akan
dihidangkan masih segar.
32
hanya melakukan kegiatan upah-upah saja sekaligus menambalkan nama
anaknya. Bahan upah-upah yang digunakan adalah ayam, telur, garam, nasi, dan
air putih. Yang melakukan upah-upah adalah orangtua laki-laki dari istrinya
bapak Dirman, sebab pada orangtua laki-laki sudah meninggal. Setelah selesai
acara upah-upah barulah pemeberian nama, nama yang akan diberikan kepada
anak tersebeut, sebelumnya sudah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak keluarga,
baik keluarga laki-laki maupun keluarga perempuan.
Foto 10 upah-upahpembarian nama
Setelah itu anak bapak Dirman diletakan diatas ayunan yang sudah dihiasi
dengan bunga-bunga, gabah-gabah dan lepat yang diikat disisi kanan dan kiri
ayunan. Kemudian anak bapak Dirman diayun-ayun secara bergantian sambil
membacakan shlawat dan memarhabankanya. Pertama kali yang mengayunkan
anaknya adalah ibunya, setelah itu bapak Dirman, kemudian orang tua bapak
Dirman. Setalah itu kahanggi-kahangi yang lainya, tamu-tamu yang diundang
lainya. Kemudian barulah memperebutkan lepat yang diikat diayunan anaknya.
Yang memperebutkan lepat tersebut adalah keluarga maupun tamu-tamu
perempuan yang ada tempat acara.
Selanjutnya tamu-tamu maupun keluarga yang berada didalam rumah
disuruh berdiri membentuk lingkaran untuk memberikankepada anaknya doa
anaknya. Setealah itu bapak Dirman mengendong anaknya sedangkan istrinya
memegang bedak bayi dan parfum kemudain bapak Dirman mengelilingi tamu
dan mempersilahkan tamu mencium bayinya dan yang mencium bayinya sambil
membacakan doa dan harapan kemudian membedaki bayi dengan bedak yang
dipegang oleh ibunya kewajah anaknya, kemudian ibunya mengoleskan parfum
kebaju tamu yang telah mendoakan anaknya.
Setelah kegiatan selesai dilakukan barulah menyantap hidangan yang telah
dipersiapak oleh pihak yang melakukan acara. Yang menyantap hidangan yang
petama adalah laki-laki sebab laki-laki dan perempuan tidak dibolehkan
bergabung, tidak ada perebaan jenis makanan yang dihidangkan untuk laki-laki
dan perempuan semuanya sama malah tamu perumpuan yang hadir selesai makan
diberi nasi bungkus. Dalam ajaran agama masyarakat Rumbio laki-laki dan
perempuan tidak boleh sama dan juga mengajarkan dalam islam nilai anak
laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan. Maka dari itu masyarakat Rumbio
Tempat hidangan makanan dibagi menjadi dua tempat, pertama dirumah
bapak Dirman, kemudian dirumah Uwak Irsan. Sebab rauangan di rumah bapak
Dirman tidak cukup menampung tamu-tamu yang hadir.
Foto11
Pihak Lelaki dan tamu yang diundang mulai menikmati hidangan setelah acara mengayunkan anak telah selesai
Setelah laki-laki selesai makan kemudian bergantian dengan tamu-tamu
perempuan karena itu juga merupakan aturan yang sudah ditetapkan oleh
masyarakat desa Rumbio. Acara mengayunkan anak bapak Dirman selesai pada
jam dua siang.
4.3.2 Mengayunkan Anak di Rumah Abang Ashar Hasibuan (Kehek)
Kehek merupakan nama panggilan yang biasanya dilakukan masyarakat
desa Rumbio. Abang Kehek sudah memiliki enam orang anak yang terdiri empat
orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Anak abang kehek semuanya
sudah bersekolah dan juga sudah ada yang tamat SMA, tetapi Abang kehek masih
menginginkan anak dan alhamdulliah Allah mengabulkan permintaannya ia dan
(ujar mereka berdua). Anak pertama, kedua, kelima dan keenam adalah anak
laki-laki sedangkan anak ketiga, keempat dan ketujuh merupakan anak terakhir adalah
perempuan. Semua anak abang kehek pada saat lahir semaunya diayunkan,
memang pada saat anak mereka diayunkan rezekinya berbeda-beda seperti anak
pertama acaranya bisa diakatan besar karana pada saat itu tanggungan keluarga
belum banyak dan juga rezeki abang kehek lagi baik. Pada saat anak kedua lahir
dan ketiga lahir acara mengayunkan seperti anak pertama sudah tidak sama lagi
besarnya karena pada saat itu ekonomi keluarga lagi sulit karena abang kehek
mengganti pekerjaan yang baru. Sebelum itu abang kehek bekerja sebegai
pedagang sayur-sayuran dipasar, menurut abang kehek hasil yang didapat dari
jualan sayur-sayuran tidak mencukupi kebutuhan keluarganya maka dari itu abang
kehek mengganti profesi sebagai supir bus mini.
Pada saat lahir anak ke empat ekonomi keluarga abang kehek sudah
membaik, abang kehek membuat acara mengayunkan untuk anaknya yang ke
empat seperti anak pertama yaitu besar dan meriah. Kemudian lahirnya anak ke
lima juga sama seperti anak pertama dan ke empat. Lahirnya anak ke lima dan ke
enam sudah mulai sederhana karena banyaknya kebutuhan ekonomi dan juga
anak-anak abang kehek sudah mulai bersekolahan.
“ Tidak ada perbedaan antara anak pertama, terakhir
dan 33
33
Hasil wawancara dengan abang kehek dan istri
anak keberapa lainya semua sama. Semua sama,
berbeda makanya acara mengayunkannya juga
berbeda”(abang Kehek dan istri).
Anak-anak abang kehek juga tidak ada merasa bahwasanya perbedaan saat
mereka diayunkan atau merasakan tidak adil, karena mereka juga mengerti
keaadan ekonomi keluarga.
Meskipun kelahiran anak terakhir abang kehek ingin melakukan acara
mengayunkan seperti yang ia lakukan ke anak-anaknya yang lain, meskipun
acaranya tidak meriah sebab ekonomi keluaraga bisa dikatakan tidak begitu
mencukupi dan mereka hanya mengundang keluarga dekat saja. Seperti orang tua
perempuan dari istrinya, kedua orang tua abang Kehek telah meninggal, Kakak
abang kehek tinggal bersama dengan abang Kehek, jadi sebelum acara
mengayunkan anak, orang tua perempuan dari istrinya abang Kehek sudah
mempersiapakan keperluan untuk acara mengayunkan nanttinya. Istri Abang
kehek berkata “pinomat” “minimal”ada dibuat acaranya meskipun tidak besar,
tida