• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Mengenal Kabupaten Mandailing Natal

2.5. DALIHAN NA TOLU

2.5.2. Mekanisme kerja lembaga Dalihan Na Tolu

Koentjarningrat (1979) menyatakan bahwa lembaga sosial adalah sistem sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola atau sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa lembaga dalihan na tolu berperan dalam upacara-upaca adat. Kedudukan suhut/kahanggi, anak boru, dan mora dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Meskipun kedudukannya dapat berubah mereka tetap saling menghormati, saling memberi, saling menerima, dan saling mendengarkan satu sama lain. Bagaimana hubunga ketiga unsur dalihan na tolu ini sudah diatur di dalam hukum adat.

Bagi lembaga dalihan na tolu tanggung jawab untuk mensuksekan suatu

pekerjaan adalah merupakan hak dan kewajiban. Cara kerja dalihan na tolu

merupakan suatu sistem yang saling terkait, saling berhubung maupun saling mendukung. Di dalam pelaksanaan upacara-upacara adat ketiga unsur dalihan na tolu, harus tetap mardomu ni tahi (selalu mengadakan musyawarah mufakat). Musyawarah maupun mufakat akan tercapai jika unsur rasa kesatuan, rasa tanggung jawab, dan rasa saling memiliki tetap terpelihara. Berhasilnya suatu pekerjaan di tentukan oleh :

1) Adanya rasa persatuan dan kesatuan

Rasa persatuan dan kesatuan adalah merupakan salah satu faktor yang harus di junjung tinggi dalam lembaga dalihan na tolu. seluruh proses pelaksanaan di dalam upacra-upacara adat yang memrlukan adanya musyawarah untuk mufakat, dapat tercapai jika rasa kesatuan dan persatuan ini tetap terjalin. Setiap unsur dari

dalihan na tolu ini yang terdiri dari kahanggi, anak boru, dan mora harus tetap

menyadari hak dan kewajibanya. Rasa persatuan dan kesatuan di dalam masyarakat hukum bukanlah hal yang baru, sudah ada sejak dulu. Rasa persatuan dan kesatuan yang dimiliki masyarakat Mandailing merupakan flasafah dasar yang bersal dari adanya nilai-nilai holong dohot domu.

Holong artinya cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang ini sudah terpatri di dalam lubuk hati setiap manusaia sejak ia dilahirkan. Dari rasa cinta dan kasih sayang akan menimbulakan rasa persatuan dan kesatuan (domu) yang juga bermakna rukun dan damai yang didasarkan pada kasih sayang, sehingga holong dohotdomu ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Berdasarkan holong

dohotdomu tadi maka ketiga unsur kahanggi, anak boru, mora dapat di persatukan di dalam suatu lembaga yang disebut dalihan na tolu.

rasa persatuan dan kesatuan ini bukan saja didsarkan atas adanya ikatan teritorial, tetapi juga yang geneologi yang walau dimanapun ia berada rasa persatuan dan kesatuan. Holong dohot domu (kasih dan rukun) sebagai falsafah hidup masyarakat adat Mandailing adalah merupakan pedoman hidup yang sekaligus merupakan cita-cita hidup yang ingin dicapai. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa domu adalah perwujudan dari holong yang sudah dibawa sejak lahir yang sudah merupakan surat tumbaga holong. Surat tumbaga holong merupakan makna ajaran abadi dari nenek moyang dalam masyarakat Mandailing. Dengan kata lain falsafah hidup masyarakat ini dapat dijadikan sebagai :

a. Dasar hidup untuk bermasayarakat

b. Cita-cita/tujuan yang dicapai

c. Jiwa dan kpribadian

d. Pegangan hidup

Dengan berpedoman pada keempat unsur tersebut maka akan tercapailah ketentraman dan kebahagian lahir dan batin dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

2) Adanya rasa memiliki

Sejalan dengan rasa kesatuan dan persatuan yang dalam melakukan setiap pekerjaan harus dimusyawarahkan bersama, dikerjakan bersama, makahasilnya adalah hasil dari usaha bersama. Dengan demikian jika hasilnya ataus usaha bersama, maka timbulah persaan bahwa hasilnya tersebut merupakan milik

bersama yang harus dinikmati bersama. Persaan memiliki kemudian akan menimbulkan dorongan kepada masing-masing untuk memelihara miliknya tersebut. Para ahli pembangunan menyebutkan bahwa berhasilnya pembangunan

harus didukung oleh15

a. Social support yaitu memberi dorongan kepada masyarakat untuk ikut

berbagi kebahagian kampungnya (hutanya). Hal ini digambarkan dengan semboyan :

:

1. Baen ma huta marjalangan na so marongit

2. Baen ma huta marguluan na so marlinta

3. Baen ma huta martalaga no so ra hiang

4. Bahat ni sabur sabi, anso adong salongon

Semboyan ini merupakan anjuran bagi setiap anggota masyarakat untuk mengusahakan agar kampungnya aman, tanpa ada pencurian dan pemerasaan. Berbuatlah untuk kemakmuran kampung, agar kesejahteraan keluarga tetap terjaga, jika menabur benih akan menuai hasilnya.

b. Social participacion maksudnya jika sudah ada dorongan untuk berbuat,

maka akan timbul rasa ikut berpartisipasi secra bersama-sama menciptakan kesejahteraan bersama. Di dalam masyarakat adat ada di gambar semboyan seperti :

1. Tampokna do rantosna, rim ni tahi do gogna

2. Mago pahat mago kuhuran, di toru ni jabi-jabi

15

H. Pandapotan Nasution, SH, Adat budaya Mandailing dalam tantangan zaman, cetakan pertama (FORKALA Prov.Sum. Utara 2005), hal 90-94

3. Mago adat, tulus aturan anggo dung mardomu tahi.

Yang artinya, bahwa jika semua turut merasakan partisipasi yang dilandasi rasa persatuan dan kesatuan, maka akan tercapai musyawarah untuk mufakat. Dan jika pekerjaan tersebut dimusyawarahkan, maka segala kesulitan akan dapat diatasi, karena musyawarah untuk mufakat tersebut sangat dijunjung tinggi.

c. Sosial control, dijelaskan bahwa pekerjaan yang disarankan sebagai milik

bersama akan menimbulakan tanggung jawab untuk mengawasinya. Adanaya rasa saling mengawasi diri sediri dan diri orang orang lain.

a. Tarida urat ditutupan, masopak dangka di rautan.

b. Unduk-unduk di toru bulu, ise na tunduk inda tola dibunu.

Yang artinya, kesalahan orang lain malu bersama harus diperbaiki bersama. Jika orang sudah mengaku bersalah janngan lansung diberi hukuman, tetapi harus dianggap merupakan pengalam yang berharga.

1) Adanya rasa tanggung jawab

Rasa tanggung jawab bersama ini yang terutama yang harus dilaksanakan oleh unsur lembaga dalihan na tolu. dengan sendirinya muncul sebagai akibat adanya rasa persatuan dan kesatuan serta rasa saling memiliki. Rasa tanggungjawab tersebut ditimbulkan oleh rasa, bahwa beban oang lain adalah beban bersama, kesusahan orang lain adalah kesusahan bersama, kegagalan orang lain adalah kegagalan bersama, keberhasilan orang lain adalah keberhasilan bersama. Rasa tanggung jawab tersebut tidak hanya dalam bentuk moril saja tetapi meterial. Tanggung jawab di dalam melaksankan setiap pekerjaan tertuang dalam

patik-patik ni paradaton (patokan, ketentuan, dan norma adat). Yang selalu dipeggang teguh oleh masyarakat adat itu sendiri. Masyarakat mandailing memiliki prinsip yang harus dipegang teguh agar tercapai sebuah kebahagian dan ketentraman. Prinsip tersebut ialah :

Songon siala sampagul

Rap tuginjang rap tu tori

Muda malamun saulak lalu

Sa bara sa bustak

Sa lumpat sa indege

Yang artinya, sebagai anggota masyarakat prinsip rasa saling bertanggung jawab itu harus diumpamakan sebagai buah kincung (siala) yang bersatu padu, sama-sama ranum, sama-sama masak. Juga seprti ternak peliharaan harus satu kandang dan satu tempat dalam pemberian makanan. Pahit manisnya harus sama-sama dirasakan. Kesulitan harus dialami harus sama-sama-sama-sama diatasi. Perbedaan pendapat selalu tetap ada, namun dengan rasa kesatuan dan persatuan yang melahirkan rasa tanggung jawab bersama ini, akan tetap terbina dan dijunjung tinggi.

Rasa tanggungjawab ini akan menimbulkan persepsi, bahwa harus selalu menyatukan pendapat. Pendapat yang berbeda akan menghasilkan keadaan yang bertentangan dengan apa yang diharapkan semua pihak, tetapi tidak semua pihak diminta pertanggungjawaban. Maka sebab itu pendapat yang yang dihasilakan dari musyawarah untuk mufakat harus tetap dijunjung tinggi. Perbedaan pendapat boleh jika untuk kebaikan, tetapi jangan menjadi perselisihan.

Bapak kepala desa mengatakan “bahwasanya Masyarakat di desa Rumbio masih menerapkan rasa tanggung jawab yang terdapat didalam daliahan na tolu tetapai hanya

dalam prosesi adat saja, misalnya Horja (acara pernikahan), Mengayunkan anak, maupaun adanya

keluarga yang mendapat musibah saja, dikarenakan sistem

raja sudah tidak ada lagi di desa Rumbio16

16

Hasil wawancara dengan kepala Desa Rumbio

.

Jika pembanguan yang dilakukan dirasakan adalah kepentingan bersama, miliknya bersama, maka setiap orang harus dapat memberi dukungan, ikut berpartisipasi serta saling mengawasi di dalam pelaksanaan dan sama-sama menikmati hasilnya. Di dalam masyarakat adat Mandailing ketiga ini juga di tuntut bagi setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

Setiap keluarga umumnya mendambakan seorang anak, karena anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat dinantikan karena akan menjadi penerus keturunan manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang mengharapkan atau menjalin dua keluarga (kekerabatan) yang belum dikaruniai anak. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat manusia. Berapa jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya.

Dengan keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Ternyata anak itu memiliki nilai dalam keluarga,nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat bagi orang tua untuk mencurahkan kasih sayangnya, anak sebagai sumber kebahagiaan keluarga, anak sebagai bahan pertimbangan pasangan suami-istri ketika ingin bercerai, anak sebagai tempat untuk mensosialisasikan nilai-nilai dalam keluarga, dan harta kekayaan keluarga diwariskan, serta anak sebagai tempat orang tua dalam menggantungkan berbagai harapan. Karena pentingnya anak bagi setiap keluarga, maka dari itu setiap masyarakat memiliki tradisi dalam penyambutan

anak 1 seperti : Masyarakat Jepang meyakini dan percaya bahwa setelah anak lahir, tali pusar bayi akan ditaruh di dalam kotak kayu bersama dengan boneka kecil yang mewakili sosok bayi sedang tidur memakai kimono. Tali pusar bayi biasanya ditempatkan di dalam kimono. Tradisi ini diyakini dapat menjaga hubungan positif antara anak dan ibu. Kemudian satu minggu setelah anak lahir, orang tua dan kerabat dekat akan mengadakan upacara penamaan bayi yang disebut oshichiya, di mana anak menerima namanya resminya di depan butsudan ( altar rumah Buddha ).

Berbeda dengan kepercayaan masyarakat Mesir, mereka percaya setelah tujuh hari kelahiran bayi, masyarakat Mesir akan mengadakan upacara penamaan

yang disebut sebooh. Dalam tradisi ini, seorang ibu akan menempatkan bayinya

ke dalam sebuah keranjang besar putih dan kemudian menggoyangnya dengan lembut. Hal ini diyakini dapat membantu bayi yang baru lahir untuk menjadi terbiasa dengan liku-liku kehidupan. Selanjutnya, bayi akan diletakkan di atas selimut di lantai, dengan pisau yang ditaruh di sepanjang dadanya untuk mengusir roh jahat, sementara para tamu menyebarkan biji-bijian, emas, dan hadiah lainnya di sekelilingnya.

Dalam tradisi masyarakat China ketika usia bayi menginjak satu bulan, orang tua dan kerabat akan mengadakan upacara Bulan Purnama. Upacara ini diadakan untuk memperingati bulan penuh yang pertama untuk kehidupan seorang bayi, dan ini menjadi peristiwa penting untuk anak yang baru lahir.

1

http://dodkop.blogspot.co.id/2014/07/tradisi-paling-unik-menyambut-kelahiran bayi.html#ixzz41SCVrnK9 di akses pada tanggal 28 Februari 2016

Dalam tradisi ini, para kerabat dan teman-teman akan berkumpul untuk memberikan berkat dan hadiah untuk bayi. Uniknya, dalam tradisi ini, orangtua bayi juga memberikan hadiah kepada kerabat dan teman-teman mereka.

Dalam tradisi menyambut anak di Jamaika, setelah ibu melahirkan tali pusar bayi akan ditanam di sebuah lokasi khusus dan kemudian ditancapkan pohon di atasnya. Pohon itu disediakan oleh orang tua, wali baptis, atau kerabat dan teman-teman. Pohon itu adalah alat untuk mengajarkan kepada anak tentang cara bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Pohon ini juga digunakan untuk menunjukkan kepada anak bahwa ini awal dari hidupnya dan dia harus mengurusnya.

Kepercayaan masyarakat Trinidad dan Tobago, ketika orang mengunjungi bayi yang baru lahir, mereka biasanya menaruh uang di tangan bayi untuk membawa kemakmuran dan berkah yang baik bagi bayi tersebut.Kebiasaan lain dari negara ini adalah beberapa orang tua tidak mengizinkan orang lain untuk datang ke rumah mereka setelah jam 18.00, karena diyakini embun malam akan membuat bayi sakit.

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai sukuyang juga memiliki berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan dalam menyambut datangnya seorang anak yang akan menjadi penerus harapan orang tua. Ada beberapa tradisi suku

dalam menyambut anak seperti Tradisi Masyarakat Jawa2dalam menyambut

kelahiran bayi orang Jawa memiliki beberapa upacara penting yang biasa

2

Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Mayarakat Pendukukungnya Masa Kini. (DIY : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan1994/1995) .

dilakukan. Berbagai upacara ini bertujuan sebagai rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa momongan yang menjadi harapan setiap keluarga.Selain sebagai satu bentuk rasa syukur, berbagai upacara tradisi Jawa untuk menyambut kelahiran bayi biasanya juga dilangsungkan sebagai salah satu bentuk doa agar si jabang bayi dan keluarganya selalu diberi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan oleh Yang Kuasa.Berikut ini beberapa upacara tradisi Jawa yang dilakukan saat kelahiran bayi, yaitu mengubur ari-ari. Ari-ari secara medis merupakan sebuah organ yang berfungsi untuk menyalurkan berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin di dalam rahim. Lewat ari-ari juga zat-zat antibodi, berbagai hormon dan gizi disalurkan sehingga janin bisa tumbuh dan berkembang menjadi bayi.

Bagi orang Jawa ari-ari memiliki “jasa” yang cukup besar sebagai batir bayi

(teman bayi) sejak dalam kandungan. Oleh karena itu sejak fungsi utama ari-ari berakhir ketika bayi lahir, organ ini akan tetap dirawat dan dikubur sedemikian rupa agar tidak dimakan binatang ataupun membusuk di tempat sampah. Upacara mendhem ari-ari ini biasanya dilakukan oleh sang ayah, berada di dekat pintu utama rumah, diberi pagar bambu dan penerangan berupa lampu minyak selama 35 hari (selapan).Brokohan merupakan salah satu upacara tradisi Jawa untuk menyambut kelahiran bayi yang dilaksanakan sehari setelah bayi lahir. Kata Brokohan sendiri berasal dari kata barokah-an, yang artinya memohon berkah dan keselamatan atas kelahiran bayi. Dalam acara ini biasanya para tetangga dekat dan sanak saudara berdatangan berkumpul sebagai tanda turut bahagia atas kelahiran bayi yang dapat berjalan dengan lancar. Tak sedikit para tetangga yang membawa

bermacam oleh-oleh berupa perlengkapan bayi dan makanan untuk keluarga yang

melahirkan. Sepasaran menjadi salah satu upacara adat Jawa yang dilakukan

setelah lima hari sejak kelahiran bayi.

Dalam acara ini pihak keluarga mengundang tetangga sekitar beserta keluarga besar untuk ikut mendoakan atas bayi yang telah dilahirkan. Acara sepasaran secara sederhana biasanya dilakukan dengan kenduri, bagi yang memiliki rejeki yang lebih, biasanya dilaksanakan seperti orang punya hajat (mantu). Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah upacara selamatan sekaligus mengumumkan nama bayi yang telah lahir.

Upacara puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut

bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri memohon

pada Tuhan agar si anak yang telah puput puser selalu diberkahi, diberi

keselamatan dan kesehatan. Orang tua jaman dulu melaksanakan upacara puputan dengan menyediakan berbagi macam sesaji, namun masyarakat Jawa modern

biasanya acara puputan dibuat bersamaan dengan upacara sepasaran ataupun

selapanan, hal ini tergantung kapan tali pusar putus dari pusar bayi. Akulturasi budaya Jawa-Islam sangat terlihat dalam upacara Aqiqah.

Upacara yang dilakukan setelah tujuh hari kelahiran bayi ini biasanya dilaksanakan dengan penyembelihan hewan kurban berupa domba/kambing. Jika anak yang dilahirkan laki-laki biasanya menyembelih dua ekor kambing, dan bila anak yang dilahirkan adalah perempuan maka akan menyembelih satu ekor kambing.

Upacara Selapanan dilakukan 35 hari (selapan) setelah kelahiran bayi.

Upacara selapanan ini dilangsungkan dengan rangkaian acara bancakan weton

(kenduri hari kelahiran), pemotongan rambut bayi hinngga gundul dan pemotongan kuku bayi. Pemotongan rambut dan kuku ini bertujuan untuk menjaga kesehatan bayi agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih. Sedangkan

bancakan selapanan dimaksudkan sebagai rasa syukur atas kelahiran bayi,

sekaligus sebuah doa agar kedepannya si jabang bayi selalu diberi kesehatan, cepat besar, dan berbagai doa kebaikan lainnya.

Komunitas kampung Sasak yang tinggal di Bayan3, Barat laut Lombok,

Indonesia dikenal dengan Wetu Telu dan sering diperlawankan dengan waktu

lima. Masyarakat ini memiliki ritual buang au (upacara kelahiran/buang abu).saat bayi dilahirkan, dukun beranak (balian) setelah menolong persalinan membakar arang dan menempatkannya di bawah ranjang bayi dibaringkan. Ini dimaksud untu menjaga agar sibayi merasa hangat dan dapat tidur nyenyak. Kira-kira satu

minggu kemudian barulah orangtua si bayi mengadakan upacara buang au yang

seacra harfiah membuang abu. Dalam upacara ini balian membuang abu yang

dihasilakan arang. Orang tua mengumumkan nama bayi yang baru dilahirkan. Orang Bayan meyakini bahwa nama yang tidak cocok menyandangnya akan mengundang nasib buruk. Karena alasan inilah orang tua biasnya berkonsultasi

dengan pemangku atau kiai mengenai nama yang cocok untuk anaknya. Dalam

memilih nama kiai dan pemangku menggunakan perhitungan astrologis

3

Budiwanti, Erni.. Islam Sasak, cetakan 1. (Yogyakarta : Lkis Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan IKAPI dan Ford Foundation 2000 )

berdasarkan waktu, tanggal, bualan, dan tahun saat bayi dilahirkan. Meski begitu berapa orangtua memakai nama kakek atau kakek buyut yang sudah meninggal untuk bayi mereka demi mengenang asal usulnya.

Orang Bayan percaya bahwa bayi membawa dosa orangtua di masa lalu.

Oleh karena itu dalam upacara buang au bayi disucikan dengan

menyelenggarakan bedak keramas dan doa kiai. Bedak keramas adalah campuran

santan kelapa, dara ayam dan sembek (ampas bekas kunyahan siruh) yang ditaruh di tempurung kelapa. Ramuan ini dioleskan di kening bayi dan orangtuanya.

Bedak keramas adalah upacara pembersihan. Bedak keramas disusul dengan

makan bersama, paripaan buang au, yang dihadiri Kiai, Pemangku, Taoq Lokaq,

kerabat patrinelal ayah si bayi, dan beberapa pengawasan. Buang au adalah

praktek setempat sepertri upacara-upacara lainya sarat dengan ciri khas menghubungi arwah dan kepercayaan bahwa mereka bisa memberikan berkah bagi anak turun yang masih hidup. Pembacaan doa keselamatan berbahasa Arab. Dalam upacara tersebut menunjukan bahwa tradisi lokal dipercayai untuk menyerap pengaruh-pengaruh dari luar.

Tradisi Masyarakat Batak Toba dalam menyambut kelahiran seorang anak

hal pertama yang harus di lakukan adalah, upacara adat Mangirdak atau

Mangganje atau Mambosuri boru adalah upacara yang diterima oleh seorang ibu

yang usia kandungannya tujuh bulan. Dalam suku Batak apabila seorang putra Batak menikah dengan dengan seorang perempuan baik dari suku yang sama maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan yang harus dilaksanakan. Sebagai contoh, seorang putra Batak yang bermarga Pardede menikah maka sudah

merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya ketika menjelang kelahiran, hal kunjungan ini disebut dengan istilah Mangirdak (membangkitkan semangat). Makna spiritualitas yang terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari orangtua si perempuan dalam memberikan semangat.

Pemberian Ulos Tondi merupakan kedatangan kerabat untuk melilitkan

selembar ulos yang dinamakan ulos tondi (ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si

putri dan suaminya). Pemberian ulos ini dilakukan setelah acara makan. Makna

spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian ulos ini dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran. Setelah itu dilakukan acara Martuaek. Pada hari ketujuh setelah bayi lahir, bayi tersebut dibawa ke pancur saluran air dan dimandikan, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang

dikenal dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama saat itu

yaitu Ulu Punguan.

Hal ini telah ditentukan oleh sibaso tersebut dan dilakukan pada waktu pagi-pag,i waktu matahari terbit, kemudian sang ibu menggendong anaknya yang pergi bersama-sama dengan rombongan para kerabatnya menuju ke suatu mata air dekat kampung mereka. Setelah sampai disana, bayi dibaringkan dalam keadaan

telanjang dengan alaskan kain ulos. Kemudian Sibaso menceduk air lalu

menuangkannya ke tubuh si anak, yang terkejut karenanya dan menjerit tiba-tiba, melalui ritus ini keluarga menyampaikan persembahan kepada dewa-dewa

terutama dewi air Boru Saniang Naga yang merupakan representasi kuasa Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur untuk menyucikan si bayi dan menjauhkannya dari kuasa-kuasa jahat, sekaligus meminta agar semakin banyak

bayi yang dilahirkan. Upacara martutu aek biasanya dilanjutkan dengan

membawa si bayi ke pekan.

Kita tahu pada zaman dahulu Onan (pekan atau pasar) terjadi satu kali

seminggu. Onan adalah simbol pusat kehidupan dan keramaian sekaligus simbol