• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Mengenal Kabupaten Mandailing Natal

2.5. DALIHAN NA TOLU

2.5.1. Pengertian Dalihan Na Tolu

Dengan mengacu pada pendekatan fungsional itu, maka stabilitas dan integrasi sistem sosial budaya sangat tergantung pada fungsi dari unsur-unsur yang menjadi bagian dari sistem.

Kalau suatu sistem organisme/makhluk hidup itu unsur-unsurnya adalah kaki, mata, telinga, tangan, mulut, atau hidung maka sistem sosial budaya yang bernama dalihan na tolu yang unsur-unsurnya terdiri dari mora, kahanggi, dan anak boru, semua unsur tersebut tidak hanya saling berhubungan akan tetapi juga saling menyumbangkan fungsinya masing-masing agar integrasi sistem tetap terjaga. Apabila salah satu unsur mengalami disfungsi atau tidak mampu menyumbangkan peran sesuai kapasitasnya, maka akibatnya akan dirasakan oleh unsur-unsur yang lain. Pada akhirnya integrasi sistem akan goncang.

Dalihan Na Tolu secra harfiah diartikan sebagai tungku yang penyangganya terdiri dari tiga, agar tungku tersebut seimbang. Secara etimologi berarti merupakan suatu tumpuan yang komponennya terdiri dari tiga unsur. Dalihan Na

Tolu pada masyarakat Mandailing mengandung tiga arti, tiga kelompok

masyarakat yang merupakan tumpuan. Dalam upacara-upacara adat lembaga dalihan na tolu ini memegang peran yang penting dalam menetapkan keputusan-keputusan. Tiga unsur yang terdapat pada dalihan na tolu terdiri dari kelompok:

a. Suhut dan kahangginya

b. Anak boru

c. Mora

14

Mora

Suhut dan Kahanggi Anak Boru

Ketiga unsur ini mempunyai fungsi dan kedudukan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kedudukan dan fungsi ini ditentukan oleh kedudukannya, apakah pada saat itu yang besangkutan berkedudukan sebagai kahanggi, anak

boru atau mora. Jika pada suatu saat tertentu seseorang berkedudukan sebagai

kahanggi, anak boru atau mora maka pada saat lain dapat berubah-ubah sesuai

dengan situasi, kondisi, dan tempat.

Masyarakat bersahaja biasanya didominasi oleh sistem kekerabatan, dan warga-warganya berinteraksi didalamnya berdasarkan sistem simbolik yang menentukan sikap mereka terhadap paling sedikit tiga kelas kerabat, yaitu kerabat karena hubungan darah, hubungan kawin, dan karena hubungan keturunan. Dalam usahanya menganalisis segala macam sistem kekerabatan Levis strauss berpangkal pada keluarga inti. Ketiga macam hubungan dalam rangka keluarga inti adalah :

1. Hubungan antara seseorang individu E dengan saudara-saudara

sekandungnya yang berupa hubungan darah.

2. Hubungan antara E dengan istrinya berupa hubungan karena kawin,

yang menghubungkan kelompok saudara sekandungnya dengan saudara sekandung istrinya.

3. Hubungan yang lain yaitu hubungan antara E dan istrinya dengan anak-anak mereka, yang merupakan hubungan keturunan.

Dalam kenyataan kehidupan kekerabatan ada hubungan positif dan hubungan negatif. Dianggap hubugan positif adalah hubungan berdasarkan sikap bersahabat, mesra, dan cinta-mencintai, sedangkan apa yang dianggapnya hubungan negatif adalah hubungan berdasarkan sikap sungkan, resmi , dan menghormati. (levis strauss)

Sebagaimana ketiga unsur yang ada di dalihan na tolu hubungan antara

kahanggi, anak boru aupun mora harus saling berhubungan satu sama lain.

Karena jika disetiap acara adat tidak melihat ketiga unsur itu dianggap tidak beradat. Karena itu, keluarga dan semua keturunannya tidak berhak memperolah perlakuan adat. Mora,kahanggi, dan anak boru membentuk relasi hubungan segi tiga. Ketiga unsur pembentuknya saling terkait seperti hubungan jala-jala. Konsep Dalihan na Tolu ini menjadi landasan sistem sosial adat dan budaya Mandailing.

1. Unsur Dalihan Na Tolu

A. Suhut dan kahanggi

Yang dimaksud dengan suhut dan kahanggi adalah suatu kelompok keluarga yang semarga atau yang mempunyai garis keturunan yang sama dalam satu huta (kampung) yang merupak bonabulu (pendiri kampung). Suhut berkedu

dukan sebagai tuan rumah di dalam pelaksanaan upacar-upacara adat. Suhut dan kahanggi terdiri dari :

Suhut adalah mereka yang merupakan tuan rumah dalam pelaksanaan upacara adat. Kelompok inilah yang merupakan penanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara adat tersebut

b. Hombar suhut Hombar suhut

Hombar suhut Hombar suhut adalah keluaraga dan kahanggi semarga dengan

suhut, tetapi tidak satu nenek. Hombar suhut ini tidak hanya berasal dari huta yang saama, tetapi juga dari luar huta yang masih mempunyai hubungan keluarga dan semarga dengan suhut.

c. Kahanggi pareban

Kahanggi pareban adalah kelompok pertama dan yang ketiga sama-sama mengambil istri dari keluarga yang sama. Dalam status adat kahanggi pareban ini dianggap sebagai saudara markahnggi berdasarkan perkawinan. Didalam suatu

huta dikenal dengan apa yang disebut dengan namora-namora di huta. Yang

dimaksud dengan namora adalah kerabat-kerabat, kahanggi, dan raja huta

B. Anak boru

Anak boru adalah kelompok keluarga yang dapat atau mengambil istri dari kelompok suhut. Anak boru sebagaimana halnya dengan suhut, terbagi atas:

Anak boru bona bulu

Anak boru bona bulu yaitu anak boru yang telah mempunyai kedudukan sebagai

anak boru sejak pertama kalinya suhut menempati huta. Anak boru inilah yang

pertama kali mengambil boru dari keluraga kelompok suhut. Anak boru ini

bertempat tinggal dengan suhut di huta tersebut. Anak boru ini dalam paradaton

terhadapsuhut akan menjadi keudukan anak boru terhadap moranya. Jika dipandang dari sudut suhut, maka pendampingnya adalah anak boru.

Anak boru busir ni pisang

Anak boru busir ni pisang yaitu anak boru yang karena orang tuanya mengambil istri dari kelompok suhut. Oleh sebab itu anak-ankanya akan tampil sebagai anak baru busir ni pisang. Dengan demikian secara turun temurun berhak mangambil istri dari kelompok suhut ini.

Anak boru sibuat boru

Anak boru sibuat boru yaitu anak boru yang mengambil istri dari suhut. Dengan

demikian ia berkedudukan sebagai anak boru. Lama kelamaan anak boru ini

(turunanya) akan menjadi anak boru busir ni pisang (anak boru pada tingkat kedua).

C. Mora kelompok

Mora adalah tingkat keluarga yang oleh suhut mengambil boru (istri) dari

kelompok ini. Mora terbagi atas tiga kelompok, yaitu:

Mora mata niari

Mora mata ni ari adalahkelompok keluarga yang secara turun-temurun menjadi

mora, karena kelompok suhut sejak pertama kalinya telah mengambil baru dari

kelompok ini. Dalaam upacar adat mora mata ni ari dapat hadir sebagai harajaon

Mora ulu bondar

Mora ulu bondar adalah mora tempat kelompok suhut mengambil boru. Mora ini

itu secar turun-temurun kelompok suhut dapat mengambil boru dari kelompok mora ini

Mora pambuatan boru

Mara pambuatan boru yaitu kelompok keluarga tempat suhut mengambil istri,

mora sebagai kelompok keluarga yang baru pertama kalinya memberi boru

kepada keluaga suhut. Suhut yang mengambil boru secara langsung ini menggap keluaga mora ini sebagai mora pambuat boru.

Apabila dalihan na tolu ini dikembangkan, mora tentu mempunyai mora,

maka jika dipandang dari sudut suhut, maka kedudukanya adalah mora ni mora. Demikian juga dengan anak boru tentu mempunyai anak boru dan jika dipandag dari sudut suhut, kedudukanya disebut pisang raut.