• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Prestise dalam Upacara Kematian pada Etnis Batak Toba di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Prestise dalam Upacara Kematian pada Etnis Batak Toba di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Masyarakat dan Nilai Budaya

Budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena meliputi seluruh aspek hidup yang ada dalam diri individu berupa

kemaampuan berpikir, bertindakdan berperilaku, serta dilaksanakan guna kelangsungan hidup bermasyarakat. (Widiastuti, 2013). Kebudayaan merupakan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat.

2.1.1. Masyarakat Batak Toba dan Adat

Kehidupan adat masyarakat Batak Toba diatur dalam sistem hubungan sosial Dalihan Na Tolu, yang dibuat dalam bentuk norma-norma sehingga terdapat hubungan sosial yang harmonis dan saling menghargai dan menghormati.

Norma-norma tersebut wajib dilaksanakan orang orang Batak meskipun di berda di tanah rantau (Tano Parserahan).(Sianipar, 1991). Ada lima bentuk kehidupan

sosial pada masyarakat Batak, yakni: a. Kehidupan dalam adat

Dalam setiap kegiatan adat Batak, semua orang yang hadir dalam

acara tersebut pasti memiliki kedudukan masing-masing. Keberadaan seseorang dalam adat, harus menunjukkan tanggung jawab karena dalam

setiap kedudukan tersebut memiliki tugas dan kewajiban masing-masing.

(2)

2. Hula-hula (Kelompok orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan).

3. Boru (Kelompok orang dari pihak marga suami dari masing-masing

saudara perempuan suhut). b. Kehidupan dalam marga

Seorang Batak dapat menempatkan dirinya dalam masyarakat berdasarkan marga.

c. Kehidupan dalam huta

Punguan Parsahutaon atau sekarang yang lebih dikenal dengan STM (Serikat Tolong Menolong) berkewajiban meringankan dan membantu beban

anggota STM tersebut dalam masalah adat atau bukan adat. STM menunjukkan bahwa seluruh masyarakat yang menjadi anggota dari kelompok tersebut merupakan sebuah keluarga besar yang harus saling tolong

menolong.

d. Kehidupan dalam kebersamaan

Setiap keluarga yang melaksanakan kegiatan adat, maka dia harus

berusaha agar setiap orang yang dikenalnya turut serta didalam adat tersebut, meskipun tidak ikut berperan tetapi ikut merasakan baiknya dan nikmatnya

adat tersebut. Dalam kehidupan masyarakat Batak harus memiliki rasa kebersamaan. Kebersamaan tersebut tampak pada setiap kegiatan yang dilakukannya, baik itu dalam pekerjaan, kegiatan adat, maupun ketika adanya

musibah dalam kelompok masyarakat tersebut. Dalam kebersamaan tersebut tidak ada bantuan yang diberikan secaracuma-cuma, karena semua yang kita

(3)

Masyarakat Batak juga memiliki tiga nilai nilai budaya yang dijadikan sebagai tujuan hidup masyarakatnya. Setiap masyarakat Batak akan berusaha untuk mencapai ketiga nilai tersebut demi tercapainya kesempurnaan hidup.

a. Hagabeon, berarti bahagia dan sejahtera. Bagi masyarakat Batak kebagaiaan utama akan didapatkan pada saat memiliki anak laki-laki

dan perempuan. Anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga. Sistem patrilinear yang berlaku pada masyarakat Batak membuat keberadaan anak laki-laki menjadi sangat penting dan

dianggap sebagai anggota keluarga penuh. Sebaliknya anak perempuan akan menikah dan menjadi anggota keluarga dari pihak marga

suaminya. Seseorang yang meninggal tanpa memiliki anak laki-laki dianggap kurang bermakna ataupun sempurna.

b. Hamoraon, berarti kekayaan yaitu kepemilikan harta yang berwujud

materi maupun non materi yang di peroleh melalui usaha sendiri ataupun dari warisan yang diterimanya. Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan hidup seorang Batak mensejahterakan kehidupan

keluarganya.

c. Hasangapon, yang berarti kehormatan, dalam hal ini masyarakat akan

berusaha meraih status sosial yang dianggap berpengaruh, misalnya menduduki posisi ataupun jabatan di pekerjaan, di lingkungan masyarakat, maupun di punguan-punguan yang diikuti.

2.1.2. Tradisi Upacara Kematian dalam Masyarakat Batak Toba

Pelaksanaan upacara kematian pada masyarakat Batak toba sangatlah

(4)

posisi kematian. Berikut ini adalah pembagian posisi kematian seseorang yang diatur dalam adat Batak:

a. Mate di Bortian, sebutan bagi anak yang meninggal dalam kandungan

ibunya. Kematian ini belum menadapatkan perlakuan adat. b. Mate Poso-poso adalah meninggal ketika masih bayi.

c. Mate Dakdanak adalah meninggal ketika masih anak-anak.

d. Mate Bulung adalah meninggal saat remaja.

e. Mate Ponggol adalah meninggal ketika sudah dewasa tapi belum

menikah).

f. Mate Mangkar, kematian jenis ini terbagi lima, yaitu:

1. Mate Matompas Tataring sebutan bagi Ibu yang telah berumah tangga

dengan meninggalkan anak yang masih kecil-kecil.

2. Mate Namatipul Ulu sebutan bagi Ayah yang telah berumah tangga

dengan meninggalkan anak yang masih kecil-kecil.

3. Mate naso marpahompu dope, yaitu mati dengan belum memiliki

cucu.

4. Mate Punu, sebutan bagi orang yang hanya memiliki anak perempuan.

5. Mate Pupur, sebutan bagi orang yang tidah mempunyai anak laki-laki

dan perempuan. (T.M. Sihombing, 1989)

Selanjutnya ada pula jenis kematian yang pada masyarakat Batak menunjukkan prestise ataupun memiliki status yang dianggap terhormat di

(5)

a. Sari Matua

Seorangtua meningal dunia disebut Sari Matua, apabila sudah mempunyai cucu dari anak laki-kali dan anak perempuannya. Tidak jadi

masalah walaupun masih ada yang belum berumah tangga.

b. Saur Matua

Seorangtua meninggal disebut Saur Matua apabila sudah semua anaknya berumah tangga dan telah mempunyai cucu, tidak masalah apakah masih ada keluarga anakmya yang belum mempunyai anak.

b. Mauli Bulung

Seorangtua disebut Mauli Bulung, apabila orangtua itu sudah mempunyai

nini dan nono, punya cucu, dan semua anak-anaknya sudah berumah tangga.

2.2. Nilai Prestise di dalam Masyarakat

Stratifikasi sosial adalah pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimiliki. Dalam kehidupan bermasyarakat, secara sadar maupun tidak

sadar manusia akan berada dalam stratifikasi sosial. Menurut Max Weber stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu

sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, hak istimewa, dan prestise. Ada banyak sistem yang digunakan untuk menganalisis stratifikasi sosial salah satunya adalah menganalisis sistem

penghormatan (prestise dan reward) yang diciptakan oleh suatu kelompok sosial (komunitas). Analisis ini diarahkan pada respon yang diberikan kepada suatu

(6)

Simbol yang dianggap memiliki nilai yang dihargai dalam suatu kelompok sosial tertentu akan digunakan sebagai dasar untuk membentuk stratifikasi sosial yang

bersifat kumulatif (Doddy Sumbodo,2011).

Masalah kehormatan sifatnya relatif. Dalam arti bahwa kehormatan harus kita kaitkan dengan suatu kebudayaan atau sistem sosial tertentu. Weber (dalam Kamanto, 2000) mengatakan bahwa gaya hidup berarti persamaan status

kehormatan yang di tandai dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup yang sama. Sebuah kelompok status merupakan pendukung adat, yang

menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

2.3. Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik menunjuk pada sikap khas dari interaksi antar

manusia. artinya manusia saling menerjemahkan dan mendefenisikan tindakannya baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Proses interaksi yang terbentuk melibatkan simbol-simbol, bahasa, ketentuan adat

istiadat, agama dan pandangan-pandangan lain.

Menurut Herbert Blumer (dalam Kamanto Sunarto, 2004) pokok

pemikiran interaksionisme simbolik ada tiga, yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya, dimana makna tersebut muncul dari interaksi

(7)

Interaksionisme simbolik digunakan untuk menjelaskan suatu tindakan bersama, pada saatnya nanti akan membentuk struktur sosial atau kelompok-kelompok melalui interaksi yang khas. Menurut Soeprapto (dalam Dadi Ahmad,

2008), teori ini mengasumsikan bahwa individu-individu melaui aksi dan interaksinya yang komunikatif, dengan menggunakan simbol-simbol bahasa serta

isyarat lainnya yang akan mengonstruk masyarakatnya.

Menurut Herbert Blumer (Poloma, 2010) interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial dengan orang lain.

3. Makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung.

Menurut Blumer (Poloma, 2010) Interaksionisme simbolis yang diketengahkan mengandung sejumlah ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagai

berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan-kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa

yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

2. Interaksi terdiri dari bebrbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nin simbolis

(8)

3. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori yang luas: (a) obyek fisik,

seperti meja, tanaman, atau mobil; (b) obyek sosial seperti ibu, guru, menteri, atau teman; dan (c) obyek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan

peraturan

4. Manusia hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretasi yang dibuat oleh manusia itu sendiri

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok, hal ini yang disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan

berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut oleh para sosiolog

sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”

2.4. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide maupun gagasan untuk mengetahui penjelasan, maksud, dan pengertian. Defenisi konsep yang digunakan

(9)

1. Prestise

Prestise adalah wibawa yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang (KBBI). Prestise dalam hal ini adalah suatu kebanggaan ataupun

kehormatan yang diperoleh seseorang karena telah mencapai padangan hidup ideal dalam masyarakat suku Batak Toba yakni hagabeon,

hamoraon, dan hasangapon. Prestise dapat juga diartikan sebagai

pengakuan sosial terhadap kedudukan tertentu, tingkat tertentu pada posisi-posisi yang dihormati.

2. Kebudayaan

Menurut E.B. Taylor dalam Soerjono Soekanto (2012), Kebudayaan

adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat.

3. Upacara Kematian Suku Batak Toba

Upacara merupakan rangkaian atau kegiatan yang terikat pada aturan

tertentu berdasarkan adat-istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara juga dapat diartikan sebagai perayaan yang dilakukan sehubungan dengan

peristiwa penting. Upacara kematian suku Batak Toba adalah ritual yang diberlakukan kepada seseorang yang telah meninggal berdasarkan umur dan statusnya.

4. Dalihan Na Tolu

Dalihan na tolu adalah sistem hubungan sosial yang terdapat pada

(10)

a. Somba marhula-hula

Hormat pada kelompok ataupun keluarga marga pihak istri.

b. Manat mardongan tubu

Menjaga hubungan baik dengan kelompok ataupun orang-orang yang semarga.

c. Elek marboru

Menjaga hubungan baik dengan kelompok orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan.

5. Suhut

Orang yang melaksanakan satu olaon dan bertanggung jawab atas ulaon

tersebut.

6. Hula-hula

Mertua dari Suhut, atau dapat juga diartikan sebagi kelompok atau

keluarga dan marga dari pihak istri.

7. Boru

Kelompok orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara

perempuan.

8. Piso-piso

Berupa uang ataupun kerbau yang diberikan kepada hula-hula sebagai tanda penghormatan.

9. Bius

(11)

10. Tilahaon

Kondisi seseorang apabila anaknya meninggal.

11. Punguan

Kumpulan atau kelompok masyarakat berdasarkan, marga, tempat tiggal, ataupun pekerjaan.

12. Soit

Bagian dari daging yang diberikan kepada hula-hula sebagai tanda penghormatan karena telah di berikan ulos.

13. Dongan Sahuta

Orang-orang yang tinggal dalam satu wilayah adat atau sekarang serinng

disebut dengan STM (Serikat Tolong Menolong)

14. Tugu atau Tambak

Tempat penguburan orang-orang yang telah berhasil mencapai pandangan

Referensi

Dokumen terkait

8 Mardianto, ( 2012), Psikologi Pendidikan , Medan: Perdana Publising, hal.193.. mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses

It covers political education, social education, local cultural wisdom (through Kiai Kanjeng), religious education, critical character building, and civic education, 50 as

Jika diketahui ukuran logical address adalah 16-bit dengan page size sebesar 256 Byte, maka tentukanlah alamat pemetaan page number tersebut pada memori utama jika pasangan

PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo, Tbk, y.ang b€ftedudukan di Kdta Tangerang, derigan ini mengumunkan bahwa pihaknya bermaksud untuk mengambilalih 100% saham-saham yang

Methodology adopted in the project is based on the estimating building height using shadow analysis technique from single high resolution QUICKBIRD satellite data

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir. RKA SKPD 2.2 PEMERINTAH

Second approach assumes that the non-overlapping region of AWiFS contains similar Earth’s surface features of LISS III overlapping region; then it is possible to enhance the

Based on the analysis the XST as four separate processes, namel Acquisition’, ‘RT Data processing display’ and ‘XScheduler’.This is propagation of failure of one