• Tidak ada hasil yang ditemukan

LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE KECAMATAN TAMBANGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE KECAMATAN TAMBANGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE KECAMATAN TAMBANGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

1989-2012

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : NUR AZIZAH NIM : 150706004

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan kepada penulis. Tidak lupa shalawat beriring salam penulis sanjungkan kepada junjungan besar baginda Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1989-2012”.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta pimbingan yang sangat banyak dan bernilai dari berbagai pihak, terutama dari dosen pembimbing dan straf pengajar jurusan ilmu sejarah.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Juli 2019 Penulis

Nur Azizah Nim 150706004

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan telah memberi pengaruh besar baik selama perkuliahan serta dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M. S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta Wakil Dekan I Prof. Drs.

Mauly Purba, M. A., Ph. D, Wakil Dekan II Dra. Heristina Dewi, M. Pd, dan Wakil Dekan III Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno M. Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan, nasihat dan motivasi kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat mengerjakan penulisan skripsi ini. Juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, M. SP. sebagai Sekretaris Program studi Ilmu Sejarah. Terima kasih banyak penulis ucapkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen khususnya di Departemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat.

3. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum sebagai dosen Penasehat Akademik penulis yang telah sabar dalam membimbing dan memberikan nasehat serta motivasi kepada penulis.

4. Ibu Dra. Lila Pelita Hati M. Si. sebagai dosen selaku pembimbing skripsi, yang selalu sabar dan tanpa henti-hentinya memberi nasihat serta arahan kepada penulis. Terima kasih atas segala arahan dan bantuannya dalam

(8)

penulisan skripsi ini, masukan dan bimbingan Ibu sangat penting menuntun penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak/Ibu staff pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan, bimbingan, nasehat dan dorongan selama penulis menjadi mahasiswa. Semoga ilmu yang telah penulis terima bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan juga Bapak Amperawati yang telah membantu penulis perihal administrasi di Program Studi Ilmu Sejarah.

6. Kepada Bapak/Ibu dosen penguji sidang skripsi, penulis ucapkan terima kasih banyak karena telah memberi ilmu pengetahuan, arahaan serta bimbingan saat ujian skripsi dan membantu penulisan ini lebih baik lagi.

7. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya motivasi, dukungan, bantuan, kritik, saran, dan doa kepada penulis dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak tersebut, terutama kepada Allah SWT dan kedua orang tua penulis kepada ayahanda Iswensi Pitopang dan Ibunda tersayang Etti Rahimah Batubara yang telah merawat, membesarkan, mendidik, membiayai, memberi dorongan dan nasehat.

Terima kasih atas segala doa, didikan dan dukungannya yang menjadikan penulis bisa sampai seperti ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada ketiga adik penulis, Hasmi Hawari, Lailatul Jannah dan Rahayu Anggraini yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis untuk tetap semangat, selalu mengingatkan penulis untuk berfikir positif dan mengingat Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih juga kepada semua keluarga besar penulis.

Terima kasih atas doa dan bantuannya baik materil maupun moril, tanpa kalian penulis tidak bisa menyelesaikan studi ini.

(9)

8. Untuk teman akrab penulis, Ocean Andreas Napitupulu. Penulis mengucapkan terima kasih karena selama penulisan skripsi ini selalu sabar, menyemangati, memberi nasehat, dukungan, menjadi pendengar yang baik dan bersedia menemani juga mengantar jemput penulis serta memberikan bantuan materil lainnya.

9. Kepada masyarakat desa Tambangan Jae yang telah memberi respon baik dan melayani kebutuhan penulis dengan baik juga bersedia memberikan informasi dan data-data yang berhubungan dengan bahan yang penulis teliti.

10. Untuk teman-teman satu stambuk penulis yaitu stambuk 2015. Terima kasih telah menjadi kawan sekaligus keluarga selama 4 tahun dalam menjalani perkuliahan, berbagi tawa dan canda, belajar bersama, memberi dukungan satu sama lain dan semoga kita semuanya sukses dalam bidang masing-masing.

11. Untuk semua pihak yang turut membantu penulis dalam penelitian skripsi ini baik masyarakat dan teman saya yang tinggal di Panyabungan.

Terimakasih karena kalian semua dengan sikap baik mau memberikan informasi kepada penulis waktu diwawancarai.

(10)

ABSTRAK

Penulisan ini berjudul : “Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1989-2012”. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah gambaran umum desa Tambangan Jae, latar belakang terbentuknya lubuk larangan desa Tambangan Jae 1989-2012, pengelolaan lubuk larangan desa Tambangan Jae 1999-2012, pemanfaatan lubuk larangan desa Tambangan Jae 1999-2012, dan pengembangan lubuk larangan desa Tambangan Jae 2009-2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan gambaran umum desa Tambangan Jae, latar belakang terbentuknya lubuk larangan desa Tambangan Jae 1898-2012, pemanfaatan lubuk larangan desa Tambangan Jae 1999-2012, pengelolaan lubuk larangan desa Tambangan Jae 1999-2012 dan pengembangan lubuk larangan desa Tambangan Jae 2009-2012.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu : Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi.

Kearifan lokal banyak ditemui pada masyarakat Indonesia dengan banyak sekali jenis dan ragamnya. Setiap daerah umumnya memiliki keariafan lokal tersendiri, salah satunya adalah lubuk larangan. Terbentuknya lubuk larangan tidak terlepas dari adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidupnya dengan cara yang berkesinambungan. Lubuk larangan di desa Tambangan Jae ini sempat mengalami penutupan karena dirasa tidak membawa manfaat bagi masyarakat dan desa. Namun kemudian dibentuk kembali dengan adanya kepengurusan oleh na poso na uli bulung yang mana keberadaan lubuk larangan setelah itu membawa banyak manfaat yang langsung di rasakan oleh masyarakat desa. Pemanfaatan yang dilakukan masyarakat dengan keberdaan lubuk larangan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat desa namun juga oleh masyarakat di luar desa. Pengelolaan dimulai dari pemeliharaan, pemanenan, kepengurusan, sampai pada penutupan. Pengembangan yang dilakukan untuk membantu anak yatim-piatu yang berada di desa dan menarik wisatawan yang mana sampai pada penulisan ini belum ditemukan adanya wisatawan dari mancanegara.

Kata kunci : Lubuk Larangan, Kearifan Lokal dan Tambangan Jae

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMA KASIH...ii

ABSTRAK...v

DAFTAR ISI...vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...9

1.3 Tujuan Penulisan...10

1.4 Manfaat Penulisan...11

1.5 Tinjauan Pustaka...12

1.6 Metode Penelitian...15

BAB II LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE 1989-2012 2.1 Gambaran Umum...18

2.2 Geografis Desa Tambangan Jae...20

2.2.1 Iklim...20

2.2.2 Keadaan Tanah...22

2.2.3 Sungai...23

2.3 Sistem Sosial...25

2.3.1 Penduduk...25

(12)

2.3.2 Kekerabatan...26

2.3.3 Pendidikan...27

2.4 Pencetus Ide...28

2.4.1 Ide Awal...28

2.4.2 Ide Pembentukan Kembali...31

2.4.3 Ide Pembagian Kawasan...32

2.5 Tindakan...33

2.6 Terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim 1989...35

2.7 Dibentuk Kembali 1999...37

2.8 Dijadikan Tempat Wisata 2009...41

2.9 Resmi Menjadi Tempat Wisata 2012...42

BAB III PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE 1999 3.1 Pemeliharaan Lubuk Larangan...46

3.2 Pemanenan Lubuk Larangan...50

3.3 Kepengurusan Lubuk Larangan...52

3.4 Pawang Lubuk Larangan...55

3.5 Pembagian Hasil Lubuk Larangan...56

BAB IV PENGEMBANGAN LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE 2009-2012 4.1 Tujuan Pengembangan...59

4.1.1 Membantu Anak Yatim-Piatu 2009...59

4.1.2 Menarik Wisatawan 2012...61

4.2 Kegiatan Pengembangan...62

(13)

4.2.1 Pembagian Kawasan Lubuk Larangan 2009...62

4.2.2 Pembuatan Tugu 2012...63

4.2.3 Warung Makanan...64

BAB V PEMANFAATAN LUBUK LARANGAN DESA TAMBANGAN JAE 1999-2012 5.1 Bagi Masyarakat Desa...66

5.1.1 Setelah Dibentuk Kembali 1999...66

5.1.2 Setelah Menjadi Tempat Wisata 2012...70

5.2 Bagi Masyarakat Luar Desa...72

5.2.1 Tempat Berwisata...72

5.2.2 Penyebaran Ikan...73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...75

6.2 Saran...77

DAFTAR PUSTAKA...78

DAFTAR INFORMAN...79 LAMPIRAN

(14)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kearifan lokal terdiri atas dua kata, yaitu : kearifan (wisdom) dan lokal (local). Secara umum, kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya1. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus- menerus dijadikan pegangan atau pandangan hidup dan pengetahuan masyarakat lokal untuk menghargai identitas budayanya berdasarkan kondisi lingkungan serta sistem pengetahuan adat istiadat yang dimilikinya. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalamnya sangat universal 2.

Kearifan lokal yang ada pada masyarakat Indonesia biasanya diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut. Indonesia memiliki banyak sekali jenis dan ragam kearifan lokal yang mana hampir setiap daerah yang ada di Indonesia pasti memiliki kearifan lokal sendiri, bisa berupa cerita rakyat, peribahasa, lagu dan permainan rakyat.

1Robert Sibarani. Kearifan Lokal : Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan, (Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan, 2014), hal. 60.

2Trubus Rahadiansyah, A, Prayitno. Transformasi Nilai Kearifan Lokal Dalam

Pendidikan Bangsa: Dialektika Pentingnya Pendidikan Berbasis Local Genius. (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2011), hal. 59.

(15)

Salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Lubuk Larangan.

Lubuk Larangan tersebut terdapat di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya ada di daerah Mandailing Natal, Sumatera Utara. Lubuk Larangan menjadi salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing Natal yang juga sudah dijadikan tradisi tahunan pada setiap desa yang ada Lubuk Larangannya di Kabupaten Mandailing Natal.

Lubuk Larangan adalah suatu kegiatan pemeliharaan ikan yang mencakup aspek lingkungan hidup yaitu melestarikan fungsi lingkungan hidup, penataan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengendalian lingkungan hidup sesuai UU No.23/1997 yang merupakan kearifan tradisional yang terlaksana secara berkesinambungan dari, oleh, dan untuk masyarakat3.

Lubuk Larangan merupakan tempat pemeliharaan ikan secara alamiah di dalam sungai dengan ketentuan pengambilan semua jenis ikan dalam jangka waktu tertentu4. Secara geografis mayoritas desa-desa yang ada di Kabupaten Mandailing Natal berdekatan dengan aliran sungai. Sungai-sungai tersebut antara lain, Sungai Batang Gadis, Sungai Batang Natal, Sungai Batang Batahan, Sungai Batang Tabuyung, Sungai Batang Bintuas dan Sungai Batang Toru, serta anak- anak sungai lain yang bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia). Dimana

3Meneth Ginting. Lubuk Larangan : Kearifan Tradisional Pengelolaan Lingkungan Hidup Masyarakat Madina Sumatera Utara, (Medan : USU Pers, 2000), hal 1.

4Leyla Hilda. Revitalisasi Kearifan Lokal Dalihan Na Tolu Masyarakat Muslim Mandaling Dalam Menjaga Harmonisasi Lingkungan Hidup, (Skripsi : IAIN Padangsidimpuan, 2016), hal 187.

(16)

pada aliran sungai-sungai itulah ada beberapa kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan Lubuk Larangan5.

Lubuk Larangan merupakan milik komunal yang ditanggung jawabai oleh seluruh masyarakat desa. Lubuk Larangan di Mandailing Natal biasanya dikelola atau ditanggung jawabi oleh perorangan, kepala desa, hatobangon6 atau persatuan muda-mudi suatu desa yang disebut parsatuan na poso na uli bulung7 yang artinya na poso yaitu daun muda yang dimaksudkan untuk pemuda dan na uli yaitu daun yang cantik untuk pemudi. Tergantung pada status dari pengelolaan Lubuk Larangan tersebut.

Terdapat variasi dari asal terbentuknya sebuah Lubuk Larangan, seperti ada Lubuk Larangan alami dan ada Lubuk Larangan buatan. Lubuk Larangan alami adalah Lubuk Larangan yang ada atau terbentuk secara alamiah di dalam sungai, sedangakan Lubuk Larangan buatan adalah Lubuk Larangan yang sengaja dibentuk oleh masyarakat atau kelompok dengan tujuan tertentu pada aliran sungai yang sudah ditetapkan8.

Hasil dari Lubuk Larangan ini juga tergantung pada status pengelolaannya.

Ada Lubuk Larangan yang di peruntukkan bagi anak yatim-piatu dan ada juga yang di peruntukkan bagi pembangunan desa setempat. Selain itu biasanya pada setiap Lubuk Larangan yang ada pasti memiliki pawang lubuk yang bertugas

5Pemkab Madina. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal 2011-2016 Bab II, (Kabupaten Mandailing Natal : Pemkab Madina, 2011),hal 5.

6Hatobangon adalah sebutan bagi orang yang dituakan di desa.

7Basyral Hamidy Harahap. Rakyat Mendaulat Taman Nasional Batang Gadis, (Panyabungan : Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, 2005), hal. 30.

8Menet Ginting, op.cit., hal. 1.

(17)

sebagai penjaga Lubuk Larangan. Seorang pawang pada Lubuk Larangan biasanya merupakan orang yang dipercaya mempunyai ilmu gaib untuk menjaga keberadaan ikan dalam Lubuk Larangan, yang mana pawang tersebut bisa jadi memperolehnya sendiri ataupun secara turun temurun yang sampai saat ini masih dipercaya oleh masyarakat Mandailing pada umumnya9. Hal ini berkaitan erat pada kearifan lokal yang dianggap mistis oleh masyarakat setempat tentang keberadaan Lubuk Larangan yang mana hal tersebut dimunculkan atau diciptakan agar masyarakat tetap memiliki adab dan aturan serta tidak semena-mena dengan keberadaan Lubuk Larangan juga menghindari dari tangan-tangan jahat yang nantinya aka merusak, oleh karena itu masyarakat pada zaman dulu menciptakan cerita atau mitos bahwa Lubuk Larangan itu adalah tempat yang keramat dan dihuni oleh banyak makhluk yang tidak kasat mata yang mana oleh manusia sekarang ini dianggap perbuatan mushrik padahal hal tersebut merupakan kearifan lokal dari adanya Lubuk Larangan.

Salah satu Lubuk Larangan yang ada di Mandailing Natal ada di desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan yang menurut penuturan pihak hatobangon di desa tersebut merupakan salah satu Lubuk Larangan tertua yang ada di Kabupaten Mandailing Natal. Namun kini Lubuk Larangan ini tidak hanya dibuka pada saat panen saja namun juga sudah dijadikan tempat wisata. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dibuat oleh masyarakat desa tentang adanya pembagian kawasan ikan seluas 100 meter yang keberadan ikannya tidak boleh di

9Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin, 13 Mei 2019, Pukul 11.30 Wib.

(18)

panen lagi. Akibatnya walaupun ikan telah besar dan bisa dipanen, masyarakat tetap tidak bisa memanennya, kecuali di luar kawasan tersebut10.

Lubuk Larangan ini bisa dikatakan sebagai Lubuk Larangan, karena menurut penuturan kepala desa Tambangan Jae Abdul Wahab Lubis, dari sejak beliau kecil sampai sekarang kawasan sungai yang mengaliri desa mereka ini sudah disebut sebagai kawasan Lubuk Larangan hanya saja kini juga sudah bertambah fungsi menjadi tempat wisata dengan adanya pembagaian kawasan ikan yang tidak boleh di panen lagi atau dibudidayakan dari sebelumnya masyarakat tidak begitu memperdulikan dan mengurusinya. Namun pada tahun 1999 keperdulian masyarakat desa Tambangan Jae akan keberadaan Lubuk Larangan ini dimunculkan dan di bentuklah kepengurusan oleh na poso na uli bulung sebagai pengurus dari Lubuk Larangan yang mana setelah memiliki kepengurusan dan dikelola banyak perubahan baik yang terjadi akan keberadaan Lubuk Larangan di desa Tambangan Jae tersebut, baik untuk masyarakat desa serta pembangunan desa11.

Pembukaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan ini biasanya dilakukan setelah hari Raya Idul Fitri, yang mana pesertanya tidak hanya warga desa Tambangan Jae saja tapi warga dari luar desa juga akan berbondong-bondong datang, hal ini dikarenakan antusias warga menyambut pemanenan ikan yang dilakukan dan bisa dikuti oleh semua orang

10Wawancara : Muhammad Husin Lubis, Desa Tambangan Jae, Rabu, 26 Desember 2018, Pukul 11.00 Wib.

11Wawancara : Mizwar, Desa Tambangan Jae, Minggu 23 Desember 2018, Pukul 10.00 Wib.

(19)

tanpa terkecuali, namun peserta pada umumnya adalah kaum laki-laki dari berbagai kalangan dan usia. Adapun persyaratan untuk bisa ikut serta antara lain, dengan membayar tiket perorangan sesuai dengan ketetapan yang di berlakukan oleh pihak panitia Lubuk Larangan Anak Yatim yang dalam hal ini adalah pihak hatobangon desa. Tidak diperbolehkan menangkap ikan menggunakan alat apapun, kecuali jala dan mandehe12. Hal ini dimaksudkan agar hanya ikan-ikan besar saja yang tertangkap dan ikan-ikan kecil yang berada dalam Lubuk Larangan tidak ikut tertangkap karena lobang jaring pada jala cukup besar yang memungkinkan ikan kecil dapat lolos dan tetap bisa berkembang biak kembali untuk menjaga kesinambungannya13.

Alasan penulis memilih Lubuk Larangan sebagai judul penelitian adalah karena ketertarikan akan salah satu kearifan lokal yang masih terlestarikan di Kabupaten Mandailing Natal. Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkkan bahwa keberadaan Lubuk Larangan bagi masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal ini membuat hubungan kekerabatan antar sesama masyarakat menjadi semakin erat, terutama hubungan antar masyarakat desa dan masyarakat dari luar desa.

Selain itu alasan penulis tertarik mengangkat Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae ini karena adanya menambahan fungsi Lubuk Larangan yang kini tidak hanya sebagai kawasan Lubuk Larangan saja namun juga

12Mandehe adalah cara menangkap ikan dengan menggunakan tangan kosong.

13Meneth Ginting, op.cit., hal. 9.

(20)

dijadikan tempat wisata yang cukup banyak di kunjungi masyarakat dari dalam maupun luar daerah karena ikannya yang terkenal besar-besar.

Alasan penulis memilih tahun 1989-2012 adalah karena pada tahun 1989 pembibitan pada Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae pertama kali dilakukan oleh seorang warga desa yang bernama Darman. Dimana warga tersebut melakukan pembibitan dan pemeliharaan ikan di dalam sungai dengan keinginannya sendiri tanpa meminta izin dari kepala desa selaku pemimpin desa atau pun bermusyawarah dengan masyarakat desa lainnya. Hal ini membuat warga desa merasa terganggu dan tidak suka yang mengakibatkan terjadinya kesalah fahaman dan Lubuk Larangan Anak Yatim itu kembali dibiarkan jadi sungai bebas14.

Penulisan ini diakhiri pada tahun 2012 karena pada tahun ini Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalui Dinas Pariwisata memberikan bantuan dana untuk pengembangan Lubuk Larangan Anak Yatim yang sebelumnya oleh masyarakat desa pada tahun 2010 melakukan mengajukan permohonan. Awalnya masyarakat desa Tambangan Jae melakukan aksi gotong-royong dan penggalangan dana suka rela dari sesama warga desa Tambangan Jae dengan tujuan membersihkan dan menghias sekitar lubuk larangan serta membuat sebuah tugu (lihat lampiran 2: gambar 1). Kemudian dilanjutkan dengan bantuan dana dari Dinas Pariwisata yang semula akan dipergunakan untuk membuat lahan parkir namun karena terkendala oleh tidak tersedianya lahan yang luas, dialihkan

14Wawancara : Muhammad Husin Lubis, Desa Tambangan Jae, Rabu, 26 Desember 2018, Pukul 11.00 Wib.

(21)

pada pembangunan sebuah musholla (lihat lampiran 2: gambar 2) dan MCK umum dibawah Musholla (liaht lampiran 2: gambar 3) sebagai fasilitas bagi masyarakat yang sedang berwisata. Tujuan dibuatnya tugu tersebut adalah untuk menandakan sekaligus memperjelas bahwasanya Lubuk Larangan Anak Yatim ini merupakan Lubuk Larangan Anak Yatim-Piatu yang ada di desa Tambangan Jae sekaligus resmi menjadi kawasan wisata Lubuk Larangan Desa Tambangan Jae.

(22)

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas, dirumuskan masalah dalam penulisan ini :

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1989-2012 ?

2. Bagaimana pengelolaan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1999 ?

3. Bagaimana pengembangan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 2009-2012 ?

4. Bagaimana pemanfaatan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 2009-2012 ?

(23)

1.3 Tujuan Penulisan

Setelah melihat apa yang menjadi latar belakang dan rumusan masalah, oleh penulis selanjutnya dibuat tujuan penulisan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan latar belakang terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1989-2012.

2. Menjelaskan pengelolaan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1999.

3. Menjelaskan pengembangan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 2009-2012.

4. Menjelaskan pemanfaatan Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1999-2012.

(24)

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi masyarakat umum, penulisan ini diharapkan dapat lebih memahami tentang Lubuk Larangan dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Mandailing Natal.

2. Sebagai bahan tambahan literatur dalam penulisan sejarah khususnya mengenai Lubuk Larangan yang menjadi kearifan lokal di beberapa daerah di Sumatera Utara.

3. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi) sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana jurusan ilmu sejarah.

(25)

1.5 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan sebuah kegiatan penelitian dan penulisan, perlu dilakukan tinjauan pustaka. Dimana pada tinjauan pustaka ini dilakukan dengan buku-buku maupun skripsi, tesis sarjana yang relevan dengan topik yang dibahas dengan tujuan memperoleh gambaran umum tentang topik bahasan yang tentunya sangat membantu peneliti dalam penulisan.

Robert Sibarani, dalam Kearifan Lokal : Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan (2014) menjelaskan tentang kearifan lokal sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Buku ini membantu penulis memahami deskripsi kearifan lokal tentang keberadaan Lubuk Larangan yang ada pada masyarakat Mandailing Natal yang di jaga dan dilestarikan dengan baik sebagai bentuk upaya dalam pengoptimalan kepribadian budaya setempat yang telah berlangsung secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Trubus Rahadiansyah, A, Prayitno, dalam Transformasi Nilai Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Bangsa : Dialektika Pentingnya Pendidikan Berbasis Local Genius (2011) menjelaskan pengertian kearifan lokal, bagaimana kearifan lokal dan cara mentranformasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam praktek pendidikan serta pandangan hidup dan strategi kehidupan yang berwujud aktifitas masyarakat. Buku ini membantu penulis mengetahui kearifan lokal dan bagaimana kearifan lokal itu masih ada dan terlestarikan sampai sekarang seperti

(26)

halnya Lubuk Larangan yang masih dijaga dengan baik keberadaannya oleh masyarakat Mandailing Natal serta menjadi salah satu kearifan lokal yang berasal dari Mandailing Natal yang sangat berpengaruh bagi masyrakatnya.

Williem Iskander, dalam Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk yang diterjemahkan oleh Basyral Hamidy Harahap (2002) menjelaskan tentang kehidupan orang Mandailing pada zaman dahulu melalui sajak yang berisikan perbendaharaan tentang nasihat orang tua dulu dan nilai-nilai luhur budaya dan kearifan lokal masyarakat Mandailing. Buku ini membantu penulis memahami kehidupan masyarakat Mandailing zaman dulu dan cara mereka mengelola budaya dan kerifan lokal yang ada.

Meneth Ginting, dalam laporan penelitian tentang Lubuk Larangan : Kearifan Tradisional Pengelolaan Lingkungan Hidup Masyarakat Madina Sumatera Utara (2000) menjelaskan tentang bagaimana masyarakat Mandailing Natal mengelola lingkungan hidup mereka secara kearifan lokal dan tradisional, yaitu dengan membuat Lubuk Larangan pada beberapa kawasan aliran sungai tertentu pada beberapa desa atau daerah yang memang dialiri sungai. Hal ini sangat berpengaruh tentunya bagi kehidupan masyarakat Mandailing Natal. Buku ini membantu penulis memahami pengaruh dan dampak adanya Lubuk Larangan bagi masyarakat Mandailing Natal yang mana sangat menjaga keberadaan Lubuk Larangan itu sendiri agar tetap terlestaraikan sampai seterusnya.

Erwin Putra, dalam Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi Dan Aspek Lingkungan (Studi Kasus di

(27)

Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara) Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Tesis) (2001) menjelaskan Lubuk Larangan dijadikan sebagai organisasi masyarakat yang ditinjau dari segi aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungannya dengan berfokus pada Lubuk Larangan sebagai organisasai masyarakat Mandailing Natal. Tesis ini bisa menjadi bahan bantu penulis dalam melakukan sebuah penelitian sejarah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Bedanya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah tesis ini mengkaji Lubuk Larangan sebagai organisasi masyarakat ditinjau dari aspek sosial dan ekonominya sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada Lubuk Larangan di satu desa di Mandailing Natal yang sejak tahun 2009 kawasan Lubuk Larangannya dijadikan sebagai tempat wisata.

(28)

1.6 Metode Penelitian

Dalam sebuah penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah sangat perlu dilakukan. Metode sejarah dapat diartikan sebagai proses untuk menguji juga menganalisa secara kritis dari rekaman peninggalan masa lampau untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penelitian yang relevan dengan pokok permasalah yang harus dikaji secara mendalam.

Menurut Louis Gotchalk ada empat tahapan yang harus digunakan dalam penelitian, sehingga penulis harus mengkaji beberapa proses tahapan dalam melakukan penelitian sejarah antara lain :

1. Pengumpulan Sumber (Heuristik), yaitu merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mencari data-data melalui berbagai sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik ini sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu :

 Studi Lapangan (field research), dilakukan dengan cara wawancara terbuka dengan informan, tokoh masyarakat, pawang Lubuk, organisasi dan masyarakat yang ikut terlibat untuk mengumpulan data dan cara observasi yang berhubungan langsung dengan pokok permasalahan yang akan diteliti.

 Studi Pustaka (library research), dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui buku, dokumen dan mengunjungi perpustakaan daerah dan perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

2. Kritik Sumber, yaitu proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai dari kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif,

(29)

dimana pada tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, antara lain :

 Kritik internal, yaitu kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti dan memmperoleh dokumen yang kredibel dengan menganalisi beberapa sumber tertulis. Menganalisis buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan Lubuk Larangan melalui metode perbandingan sumber yang lain.

 Kritik eksternal, yaitu kritik yang dilakukan untuk mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Analisis Fakta Sejarah (Interpretasi), yaitu hasil yang diperoleh dari pengamatan, penganalisaan dan pengumpulan terhadap sumber-sumber yang telah diteliti. Dalam tahap ini data yang diperoleh dianalisis sehingga sifatnya lebih objektif. Dengan kata lain, data-data yang diperoleh dianalisis sehingga dapat menjadi fakta.

4. Penulisan Sejarah (Historiografi), yaitu penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Historiografi juga merupakan klimaks dari sebuah metode penelitian sejarah15. Jenis penulisan ini adalah deskriptif analitis yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis

15Sartono Kartodirdjo. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, (Jakarta:

Gramedia, 1982), hal. 58.

(30)

mengenai pokok permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu penulis menyajikannya dalam sebuah tulisan yang berjudul Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal 1989-2012.

(31)

BAB II

LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA LUBUK LARANGAN ANAK YATIM DESA TAMBANGAN JAE 1989-2012 2.1 Gambaran Umum

Desa Tambangan Jae terletak di Kecamatan Tambangan yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Ibukota Kecamatan Tambangan adalah Laru Lombang dengan luas wilayah Kecamatan Tambangan 15.859,86 Ha dengan rasio 3,23% dari total luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang mencakup 1 kelurahan dan 19 desa yang antara lainya yaitu : Desa Angin Barat, Desa Huta Tonga, Desa Laru Baringin, Kelurahan Laru Bolak, Desa Laru Dolok, Desa Laru Lombang, Desa Lumban Pasir, Desa Muara Mais, Desa Muara Mais Jambur, Desa Padang Sanggar, Desa Panjaringan, Desa Pasar Laru, Desa Pastap, Desa Pastap Julu, Desa Rao-Rao Dolok, Desa Rao-Rao Lombang, Desa Simangambat Tb, Desa Tambangan Pasoman, Desa Tambangan Tonga, dan yang terakhir Desa Tambangan Jae 16.

Kecamatan Tambangan terletak di daerah aliran sungai kecil yang disebut Aek atau Batang Tambangan17, oleh karena itu desa tersebut dinamakan Tambangan sesuai nama air yang mengalirinya. Ada 3 (tiga) desa yang dialiri arus

16Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Tambangan Dalam Angka, (Kecamaan Tambangan : BPS, 2010), hal 2.

17Aek atau Batang adalah Air.

(32)

sungai tersebut yang ketiganya di beri nama Tambangan yaitu : Desa Tambangan Jae, Desa Tambangan Tonga dan Desa Tambangan Pasoman18.

Desa Tambangan Jae memiliki luas 402,91 Ha dengan hanya memiliki satu dusun yaitu dusun I. Jarak desa Tambangan Jae ke Panyabungan sebagai ibukota Kabupaten Mandailing Natal berkisar 1 jam 30 menit menggunakan angkutan umum atau mobil dan sekitar 1 jam menggunakan sepeda motor. Sejak di buka kembali, keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae membuat desa ini terkenal dengan sebutan desa ikan. Hal tersebut dikarenakan apabila diadakannya panen Lubuk Larangan, ikan yang tertangkap oleh masyarakat peserta panen pasti berjumlah banyak sampai terasa berlebih, akibatnya pada saat panen sedang berlangsung peserta yang sudah merasa ikannya cukup untuk dibawa pulang akan menjualnya secara langsung saat itu juga kepada masyarakat yang sedang menonton, dan masyarakatpun akan merespon dengan terjadinya tawar-menawar hingga menemui kesepakatan harga. Dari banyaknya ikan yang dihasilkan pada setiap kali panen itulah desa ini kemudian disebut desa ikan yang terkenal sampai ke luar desa. Selain keberadaan ikannya yang banyak, ukuran ikan yang besar-besar juga menjadi salah satu ketertarikan masyarakat untuk mengikuti kegiatan panen dan hal itu sudah menjadi ciri khas dari Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae ini19.

18Wawancara : Muhammad Husin Lubis. Desa Tambangan Jae, Rabu, 26 Desember 2018, Pukul 11.00 Wib.

19Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 11.30 Wib.

(33)

2.2 Geografis Desa Tambangan Jae

Desa Tambangan Jae berada di Kecamatan Tambangan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara, dengan keadaan topografi dan letak geografisnya merupakan daerah lereng atau punggung bukit dari Bukit Barisan.

Adapun batas-batas Desa Tambangan Jae tersebut ialah :

Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Tambangan Tonga Sebelah Barat berbatasan dengan desa Simangambat

Sebelah Utara berbatasan dengan desa Rantonatas

Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Laru Lombang 20.

2.2.1 Iklim

Iklim di desa Tambangan Jae umumnya sama dengan iklim di daerah lainnya di Mandailing Natal yang mempunyai dua iklim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dimana musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai September dengan arus angin berasal dari Australia yang tidak mengandung uap air dan sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan September sampai Maret dengan arus angin banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudera Fasifik yang mana hal tersebut juga berpengaruh pada curah hujan karena keadaan iklim, keadaan wilayah dan perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu, curah

20Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 10.00 Wib.

(34)

hujan yang terjadi bisa beragam menurut bulan dan wilayah di setiap daerah yang ada21.

Adapun hubungan pengaruh iklim pada keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae ataupun Lubuk Larangan pada umumnya yaitu pada saat penentuan waktu dilakukannya panen dan waktu pembibitan rutin setelah panen. Dimana waktu panen dan pembibitan biasanya akan dilakukan pada musim kemarau, yang menurut penuturan dari hasil wawancara musim kemarau dipilih karena pada saat panen keberadaan ikan dalam Lubuk Larangan akan mengahasilkan banyak ikan. Berbeda pada saat musim hujan, pengaruh curah hujan yang bisa mengakibatkan meluapnya air sungai dan terjadinya banjir, bisa membawa keberadaan ikan dalam sungai banyak terseret arus hingga ke sungai Batang Gadis yang mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan ikan pada saat panen. Sama halnya dengan waktu pembibitan, musim kemarau juga di pilih agar bibit yang baru ditebar tidak langsung habis ikut terbawa arus sungai yang meluap karena banjir. Selain itu pengaruh musim hujan pada Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae ini adalah masyarakat yang berkunjung akan berkurang, hal ini di karenakan keadaan air sungai yang menjadi keruh dan jorok mengakibatkan para pengunjung tidak bisa melihat keberadaan ikan kecuali memanpancingnya dengan menaburkan pelet, berbeda dengan musim

21Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Tambangan Dalam Angka, (Kecamatan Tambangan : BPS, 2010), hal 3.

(35)

kemarau, dimana keadaan air sungai lebih bersih dan tanpa di pancing dengan menabur pelet, ikan akan terlihat sangat jelas dari atas jembatan22.

2.2.2 Keadaan Tanah

Keadaan tanah di Kecamatan Tambangan tergolong subur bagi desa yang berada di daerah lereng, hal ini karena Kecamatan Tambangan terdiri dari daerah perbukitan yang merupakan gugusan dari Bukit Barisan yang mana sebagian wilayahnya digunakan masyarakat untuk perkebunan dan sebagian lagi sudah termasuk dari Taman Nasional Batang Gadis. Umunyan jenis tanahnya vulkanik dan humus. Pembagian daerah Kecamatan Tambangan meliputi, 10 desa berada di daerah lereng, 1 kecamatan dan 9 desa berada di daerah lembah, salah satunya adalah desa Tambangan Jae yang berada di daerah lereng Bukit Barisan menjadikan masyarakat di desa Tambangan Jae ini bermata pencaharian sebagai petani dan berkebun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya23.

Berdasarkan hasil wawancara yang didapat, rata-rata mata pencaharian masyarakat di desa Tambangan Jae adalah bertani dan berkebun, seperti bersawah dan berkebun karet, kakao, kopi, kemiri, kayu manis dan sawit yang mana dengan adanya Lubuk Larangan Anak yatim ini masyarakat desa tersebut akan rela meninggalkan kegiatan bersawah dan berkebunnya untuk menjadi penangkap ikan

22Wawancara : Ammar Nasution, Desa Tambangan Jae. Minggu, 9 Juni 2019 Pukul : 10.00 Wib.

23 Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin Mei 2019, Pukul 12.00mWib.

(36)

dalam sehari saat dilakukannya panen dan hal itu terjadi pada setiap kali waktu panen tiba24.

2.2.3 Sungai

Gugusan Bukit Barisan merupakan sumber mata air dari sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum, sungai-sungai di Kabupaten Mandailing Natal beraliran pendek, terjal, dan sempit. Alur sungai tersebut senantiasa bergerak secara horizontal dan jalur sungai yang berpindah- pindah secara terus-menerus yang di pengaruhi oleh bentuk wilayah dari daerah aliran sungai itu sendiri. Di wilayah Mandailing Natal terdapat enam daerah aliran sungai, yaitu :

a. DAS Batang Gadis : 369.963,95 Ha b. DAS Batang Batahan : 116.685,78 Ha c. DAS Batang Natal : 79. 410,89 Ha d. DAS Batang Tabuyung : 43.265,65 Ha e. DAS Batang Bintuas : 33.300,10 Ha f. DAS Batang Toru : 19.443,63 Ha25

Daerah aliran sungai yang terbesar adalah daerah aliran sungai Batang Gadis.

Namun selain itu masih banyak daerah aliran sungai lainnya yang memiliki anak-

24Wawancara : Dangsiah Nasution., Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 13.00 Wib.

25Pemkab Madina. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal 2011-2016 Bab II, (Kabupaten Mandailing Natal : Pemkab Madina, 2011), hal 5-6.

(37)

anak sungai kecil yang mana semua daerah aliran sungai tersebut bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia).

Kecamatan Tambangan dialiri oleh sungai besar dan sungai kecil.

Beberapa aliran sungai tersebut adalah Batang Gadis, Aek Mais dan Aek Botung26. Dari hasil wawancara, sungai yang mengaliri desa Tambangan Jae berasal dari hulu desa yaitu desa Panjaringan yang mana desa tersebut berbatasan langsung dengan gugusan Bukit Barisan yang menjadi sumber mata air dan kemudian mengalir ke desa lainnya. Sungai tersebut dikenal dengan nama Sungai Batang Pasoman, namun setelah sampai di desa Tambangan Tonga sampai ke Tambangan Jae disebut Sungai Batang Tambangan oleh masyarakat yang kemudian ke hilir bermuara sampai ke Muara Batang Gadis dan berakhir ke Pantai Barat (Samudera Indonesia). Panjang sungai yang mengaliri desa Tambangan Jae hanya seluas 1km dengan luas menyesuaikan pada luas aliran sungai27.

Keberadaan sungai yang mengaliri desa Tambangan Jae menjadi penyebab dan hal utama terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae.

Secara umum sungai merupakan syarat utama untuk membentuk sebuah Lubuk Larangan. Syarat tersebut berlaku bagi seluruh Lubuk Larangan yang ada baik itu Lubuk Larangan alami ataupun Lubuk Larangan buatan. Tanpa adanya sungai yang mengaliri desa Tambangan Jae sebagai tempat untuk keberadaan ikan,

26Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, Statistik Daerah Kecamatan Tambangan, (Kecamaan Tambangan : BPS, 2011), hal 3.

27Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 10.00 Wib.

(38)

Lubuk Larangan Aank Yatim tersebut tidak mungkin ada dan menjadi salah satu tempat wisata terkenal seperti saat ini di wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

2.3 Sistem Sosial 2.3.1 Penduduk

Penduduk desa Tambangan Jae umumnya mayoritas merupakan etnis asli Mandailing yang bermarga Nasution dan Lubis. Mayoritas penduduknya hampir semua beragama islam. Keadaan jumlah penduduk di desa Tambangan Jae selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat berdasarakan data dari sensus penduduk yang didapat dari hasil survey dan wawancara dengan Camat Tambangan Partahian Pohan, tidak ditemukannya data jumlah penduduk tahun 1989-2008, data jumlah penduduk yang ada hanya dari tahun 2009-hingga tahun ini namun oleh penulis diambil sesuai tahun penulisan yaitu 2009-2012.

Dimana dari tahun 2009-2012 menunjukkan jumlah penduduk yang terdapat di desa Tambangan Jae mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 lebih banyak dari pada tahun sebelumnya dengan jumlah perempuam lebih banyak dari pada jumlah laki laki28.

No. Jumlah 2009 2010 2011 2012

1 Jumlah Penduduk 669 679 697 745 2 Jumlah Rumah Tangga 155 169 175 184

28Wawancara : Partahian Pohan, Kantor Camat Tambangan, Senin 17 Juni 2019, Pukul 10.00 Wib.

(39)

Dari hasil wawancara juga di dapat bahwa hubungan keterkaitan antara penduduk dengan Lubuk Larangan Anak Yatim adalah dimana penduduk di desa Tambangan Jae ini lah yang nantinya akan menjadi pengisi dalam segala rangkaian kegiatan Lubuk Larangan yang di mulai dari pemeliharaan, pemanenan, kepengurusan, dan sampai pada penutupan. Penduduk ini juga yang akan ikut menjadi peserta dalam kegiatan panen ditambah dengan penduduk yang datang dari luar desa untuk meramaikan kegiatan panen yang berlangsung pada tiap tahunnya.

2.3.2 Kekerabatan

Masyarakat Mandailing Natal merupakan masyarakat yang homogen, yaitu suku Mandailing, berbahasa Mandailing dan pada umumnya mayoritas beragama Islam serta masih menjunjung tinggi adat istiadat dengan taat. Dalam adat istiadat, susunan masyarakat Mandailing terikat pada sistem kekerabatan patrilineal Dalihan Na Tolu yaitu tiga unsur masyarakat yang terdiri dari kahanggi, mora dan anak boru. Kahanggi adalah kerabat menurut garis laki laki dari keturunan laki laki yang semarga. Mora adalah kerabat dari pihak pemberi perempuan serta pihak yang paling dihormati dalam adat dan Anak Boru adalah kerabat dari pihak perempuan29.

Kekerabatan tersebut terikat dalam partuturon atau sebutan terhadap seseorang dalam berinteraksi. Namun pada saat ini Dalihan Na Tolu pada masyarakat Mandailing sudah mengalami sedikit perubahan. Dimana saat ini

29Menet Ginting, op.cit., hal 3.

(40)

dalam sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu seseorang bisa masuk dalam dua unsur masyarakat, misalnya seseorang tersebut bisa menjadi pihak kahanggi sekaligus mora atau pihak mora sekaligus anak boru. Hal ini diakibatkan seiring terjadinya pernikahan satu marga pada masyarakat Mandailing.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, tidak ada hubungan yang terkait atau saling mempengaruhi antara Dalihan Na Tolu dengan kegiatan pada Lubuk Larangan. Hal tersebut dimaksudkan karena kegiatan Lubuk Larangan seperti pemeliharaan, pemanenan, kepengurusan, sampai pada penutupannya tidak ada kaitannya pada susunan hubungan kekerabatan Dalihan Na Tolu yang ada pada masyarakatnya, karena seluruh kegiatan dilakukan berdasarkan demokrasi dan musyawarah dengan masyarakat desa30.

2.3.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan pada masyarakat di desa Tambangan Jae menurut hasil wawancara terbilang cukup merata namun pendidikan agama islam lebih menonjol dari pada pendidikan umum. Masyarakat di desa Tambangan Jae sekarang ini umumnya hanya mengenyam pendidikan sampai lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan lulusan Pesantren. Hal ini dikarenakan permasalahan dalam faktor ekonomi masyarakat dan masih kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat desa Tambangan Jae. Penyesuaian pada persyaratan bekerja yang umumnya mengharuskan memiliki ijazah SMA menjadi salah satu alasan masyarakat di desa Tambangan Jae bersekolah dan tak

30 Wawancara : Ammar Nasution, Desa Tambangan Jae. Minggu, 9 Juni 2019 Pukul : 10.30 Wib.

(41)

banyak pula dari itu setelah lulus kemudian memilih merantau untuk mencari pekerjaan atau penetap di desa menjadi petani atau berkebun31.

Berdasarkan hasil wawancara, mereka ini lah yang paling banyak ikut dan juga terlibat dalam kegiatan Lubuk Larangan yang mana mereka ini sudah termasuk dalam muda mudi yag disebut na poso nauli bulung desa yang menjadi pengurus Lubuk Larangan. Hanya saja baru berstatus anggota yang nantinya bisa menjadi pengurus inti32.

2.4 Pencetus Ide 2.4.1 Ide Awal

Air dan sungai telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana keperluan sehari-hari untuk bertahan hidup yang digunakan juga untuk keperluan mandi, mencuci pakaian, mencuci piring, kebutuhan sarana ibadah di mesjid dan untuk mengaliri lahan pertanian. Selain itu masyarakat juga memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk menangkap ikan. Pada masyarakat Mandailing Natal hal tersebut terlihat dari sajak yang ditulis oleh William Iskandar yang merupakan seorang pujangga Mandailing yang berbunyi :

Muda langka au manjala Artinya : Kalau pergi saya menjala Dapot au dua mera Saya dapat dua ikan jurung

Hugadis mai sada Saya jual satu

31Wawancara : Abdul Wahab Lubis, Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 11.30 Wib.

32 Wawancara : Alamuddin, Desa Tambangan Jae. Minggu, 9 Juni 2019 Pukul : 10.30 Wib.

(42)

Aso adong panabusi sira Supaya ada pembeli garam33

Keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae menurut hasil wawancara dengan pihak hatobangon di desa adalah bahwa menurut mereka aliran sungai yang mengaliri desa mereka tersebut memang sudah dipercaya menjadi kawasan Lubuk Larangan dari zaman dahulu bahkan dari sejak mereka kecil, hanya saja masyarakat desa tidak begitu memperhatikan keberadaannya dan melakukan perlakuan khusus untuk melestarikannya. Masyarakat kebanyakan hanya membiarkannya layaknya sungai bebas, masyarakat tetap sama-sama mengetahui bahwasanya aliran sungai tersebut adalah kawasan Lubuk Larangan berdasarakan apa yang disampaikan dari mulut ke mulut melalui generasi ke generasi, dan hal tersebut tetap dipatuhi oleh masyarakat, namun bukan berarti masyarakat tidak diizinkan mengambil ikan yang berada di dalam sungai. Walau diakui sebagai kawasan Lubuk Larangan, masyarakat desa tetap bisa mengambil ikan dengan cara memancing, hal tersebut terjadi karena ketidak perdulian masyarakat tadi akan keberadaannya, jadi bagi masyarakat asal jangan sampai merusak habitat ikan di dalam sungai pengambilan ikan boleh dilakukan, karena sanksi yang ada pada saat itu tidak seperti sanksi yang ada saat ini dengan segala macam tuntutan34.

Sanksi yang ada pada saat itu menurut salah satu hatobangon yang merupakan mantan kepala desa Tambangan Jae Muhammad Husin Lubis

33 Meneth Ginting. Op.cit., hal. 6

34 Wawancara : Muhammad Husin Lubis. Desa Tambangan Jae, Kamis, 27 Desember 2018, Pukul 10.00 Wib

(43)

mengatakan, Lubuk Larangan Anak Yatim itu tidak pernah diawasai karena memang tidak ada yang menjaganya, masyarakatpun sudah tau apabila mereka tidak permisi dan mengutarakan niat kenapa dia harus mengambil ikan di dalam Lubuk Larangan maka orang tersebut akan terkena sanksi moral sendiri yang dipercaya masyarakat Mandailing pada umumnya adanya sakit perut kembung yang bisa menyebabkan kematian hal ini sebelumnya telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka dari itu juga Lubuk Larangan di Mandailing Natal terkenal keramat dan banyak orang yang takut memasukinya kalau bukan pada saat dibuka.

Keperdulian masyarakat akan keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae ini berawal dari munculnya ide yang bermula pada tahun 1989 dari salah seorang warga bernama Darman yang melakukan pembibitan dan pemeliharaan ikan di dalam sungai dengan keinginannya sendiri tanpa meminta izin dari kepala desa selaku pemimpin desa atau pun melakukan musyawarah dengan masyarakat lainnya. Pak Darman menabur bibit ikan dan memberi pakan ikan ke dalam Lubuk Larangan dengan dana dan tenaga sendiri. Namun hal tersebut dirasa masyarakat suatu kegiatan yang mengganggu dan menimbulkan perselisihan. Warga lainnya merasa sejak hal tersebut dilakukan, ada banyak timbul larangan untuk menangkap ikan di dalam sungai yang mana sebelumnya masyarakat bisa memancing menjadi tidak boleh sama sekali mengambil ikan.

Akhirnya pada tahun 1992 warga yang sudah sangat resah menghentikan secara paksa pembibitan dan pemeliharaan tersebut karena menimbulkan keresahan dan

(44)

kesalah fahaman antar warga desa yang juga merasa terganggu dan tidak suka dengan hal tersebut35.

2.4.2 Ide Pembentukan Kembali

Pada tahun 1999 munculnya ide pembukaan kembali Lubuk Larangan Anak Yatim dimusyawarahkan oleh masyarakat desa yaitu pihak na poso bulung melalui Muhammad Husin Lubis yang merupakan ketua persatuan na poso bulung Tambangan Jae pada saat itu. Namun hal tersebut tidak sertamerta langsung mendapat dukungan dari masyarakat desa lainnya justru mendapat penolakan dari pihak hatobangon desa yang mana mereka menganggap hal tersebut akan seperti tahun-tahun sebelumnya dan tidak akan membawa pengaruh bagi desa namun di sisi lain pihak na poso bulung bersikeras menginginkan pembentukan kembali Lubuk Larangan Anak Yatim tersebut. Setelah melalui banyak pertimbangan dan perbedabatan, akhirnya disepakailah kembali pembukaan Lubuk Larangan Anak Yatim dengan hasil penetapan kepengurusan Lubuk Larangan Anak Yatim yang di kelola oleh pihak na poso nauli bulung, panitia penyelenggara kegiatan panen oleh hatobangon, kepala desa sebagai penasehat dan seluruh warga desa sebagai penanggung jawab. Tujuan dari adanya Lubuk Larangan Anak Yatim diperuntukkan bagi pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat terutama anak yatim-piatu yang berada di desa Tambangan Jae36.

35 Wawancara : Muhammad Husin Lubis. Desa Tambangan Jae, Kamis, 27 Desember 2018, Pukul 10.30 Wib

36Wawancara. op.cit., Muhammad Husin Lubis.

(45)

2.4.3 Ide Pembagian Kawasan

Pada tahun 2008 ketua persatuan na poso na uli bulung desa Tambangan Jae saat itu Mizwar melakukan perubahan terhadap keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim. Beliau merasa apa yang dilakukan terhadap keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim selama ini pada tahun sebelumnya bukanlah untuk tujuan yang mempunyai dan mendatangkan banyak manfaat, namun hanya sekedar melakukan pembibitan dan pemeliharan untuk nantinya dipanen. Tidak ada pembudidayaan untuk melestarikan keberlangsungan hidup ikan secara alamiah dalam sungai seperti yang tercantum dalam kriteria adanya Lubuk Larangan. Oleh karena itu beliau mencetuskan ide adanya pembagian kawasan Lubuk Larangan yang keberadaan ikannya di khususkan tidak untuk dipanen lagi.

Melalui musyawarah desa disepakati adanya pembagian kawasan luas pada Lubuk Larangan Anak Yatim seluas 100 meter terhitung dari sebuah jembatan penghubung jalan antara desa Simangambat dan desa Tambangan Jae, 50 meter ke hulu (lihat lampiran 2: gambar 4) dan 50 meter ke hilir (lihat lampiran 2: gambar 5) tidak boleh dibuka atau dipanen lagi. Pada tahun 2009 ikan yang tidak lagi dipanen tersebut menarik minat masyarakat untuk datang melihatnya.

Dari sinilah kemudian muncul ide tentang penambahan fungsi Lubuk Larangan Anak Yatim untuk dijadikan tempat wisata yang kemudian disepakati masyarakat desa karena masyarakat mulai banyak yang berdatangan melihat ikan yang dibudidayakan di dalam sungai dan pengajuan pun dilakukan oleh Muhammad Husin Lubis sebagai kepala desa dan Mizwar sebagai ketua pengurus Lubuk

(46)

Larangan Anak Yatim ke Dinas Pariwisata Mandailing Natal untuk menjadikan Lubuk Larangan Anak Yatim sebagai tempat wisata37.

Namun hal tersebut tidak kunjung mendapat respon dari pihak pemerintah.

Sampai pada tahun 2012 Dinas Pariwisata Mandailing Natal memberikan respon dengan bantuan dana pengembangan terhadap Lubuk Larangan Anak Yatim yang kemudian terkendala karena tidak adanya cukup lahan untuk melakukan mengembangan terhadap Lubuk Larangan Anak Yatim sebagai tempat wisata yang bisa menampung banyak wisatawan dan mendatangkan pemasukan bagi desa38.

2.5 Tindakan

Tindakan yang dilakukan saat munculnya ide awal pembentukan Lubuk Larangan Anak Yatim oleh seorang warga yang bernama Darman pada tahun 1989 hanya berupa pembibitan dan pemeliharaan yang dilakukan dengan cara menyebarkan bibit ikan mas ke dalam sungai kemudian masyarakat dilarang untuk mengambilnya sebelum waktu yang tidak ditentukan. Namun hal tersebut tidak membawa pengaruh sama sekali pada masyarakat dan desa. Hal tersebut justru menimbulkan keresahan bagi masyarakat karena masyarakat menjadi tidak bisa mengambil ikan seperti pada sebelum terjadinya pembiban dan pemeliharaan tersebut yang mengakibatkan pembibitan dan pemeliharaan tersebut dihentikan secara paksa.

37Wawancara : Mizwar, Desa Tambangan Jae, Selasa, 25 Desember 2018, Pukul : 13.00 Wib.

38Wawancara : op.cit., Mizwar.

(47)

Pada tahun 1999 munculnya ide tentang pembentukan kembali Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae yang sempat dihentikan secara paksa dimusyawarahkan oleh masyarakat melalui persatuan na poso na uli bulung desa.

Dimana masyarakat desa melakukan musyawarah untuk pengambilan tindakan yang akan dilakukan guna untuk melakukan pembentukan kembali terhadap Lubuk Larangan Anak Yatim yang dimulai dengan menyesuaikan pada pemenuhan kriteria sebagai Lubuk Larangan yang ada agar bisa dikatakan sungai tersebut kawasan Lubuk Larangan selain dari pengakuan perseorangan ataupun masyarakat desa. Adapun kriteria tersebut meliputi, yaitu39. :

1. Pemilihan lokasi, pemilihan lokasi Lubuk Larangan antara lain adalah sungai haruslah dalam yang dihuni oleh banyak ikan dan dekat dengan permukiman penduduk, berada di pinggir jalan, dekat dengan mesjid atau surau, dan merupakan tempat pemandian yang digunakan masyarakat Dalam hal ini Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae memenuhi kriteria. Dimana lokasi Lubuk Larangan Anak Yatim yang berada di pingggir jalan utama desa yang juga dekat dengan permukiman penduduk serta masjid desa Tambangan Jae dan penjadi tempat pemandian.

2. Penentuan batas dan panjang, untuk batas Lubuk Larangan masyarakat desa setempat biasa membuat tali pada bagian hulu dan hilir, yang ditarik berupa garis lurus dari setiap pinggir (kiri kanan) diatas sungai. Penentuan

39Erwin Putra. Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Mayarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi Dan Aspek Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara), (Medan : Pers USU 2001), hal. 37.

(48)

batas Lubuk Larangan Anak Yatim desa Tambangan Jae disesuaikan dengan panjang sungai yang mengaliri desa Tambangan Jae yaitu menurut hasi wawancara sepanjang 1 km dengan lebar lubuk larangan disesuaikan dengan lebar sungai.

3. Pemberian nama, nama yang diberikan masyarakat pada setiap Lubuk Larangan berbeda-beda yang pada umumnya diambil dari nama desa, nama organisasi, dan nama sungai. Dalam hal ini Lubuk Larangan di desa Tambangan Jae diberi nama sesuai nama desa dan kepentingan dibentuknya yaitu : Lubuk larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan.

Setelah terpenuhinya kriteria untuk menjadi sebuah Lubuk Larangan, tindakan selanjut yang dilakukan oleh masyarakat adalah pemberian bibit ikan baru serta pakan ikan pada Lubuk Larangan yang kemudian berlanjut pada pemeliharaan, dan pembentukan kepengurusan Lubuk Larangan yang diserahkan pada persatuan muda mudi desa sebagai pihak yang paling menginginkan keberadaan Lubuk Larangan Anak Yatim tersebut yang ditanggung jawabi oleh seluruh masyarakat desa dan berlanjut hingga saat ini.

2.6 Terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim Desa Tambangan Jae 1989 Pada tahun 1989 pembibitan pada Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae pertama kali dilakukan oleh seorang warga desa yang bernama

(49)

Darman40. Dimana pembibitan ini menjadi awal terbentuknya Lubuk Larangan Anak Yatim dan munculnya kepedulian masyarakat akan keberadaan Lubuk Larangan di desa Tambangan Jae yang memang sudah ada dan diakui masyarakat sejak dulu sebagai kawasan Lubuk Larangan dari tahun-tahun sebelumnya, namun masyarakat hanya membiarkannya layaknya sungai bebas tanpa ada kepengurusan dan tidak adanya perlakuan khusus seperti pada tahun-tahun berikutnya. Warga desa yang melakukan pimbibitan tersebut menabur bibit ikan dan melakukan pemeliharaan ikan di dalam sungai dengan dana dan keinginannya sendiri tanpa meminta izin dari kepala desa selaku pemimpin desa atau pun melakukan musyawarah dengan masyarakat desa lainnya ataupun menjelaskan maksudnya melakukan hal tersebut.

Sejak Pak Darman tersebut membuka Lubuk Larangan Anak Yatim serta melakukan pembibitan dan pemeliharaan, aturan dan larangan banyak diberlakukan di sepanjang sungai secara sepihak, yang mana sebelumnya aturan dan larangan tersebut tidak ada karena masyarakat desa masih bisa melakukan pengambilan ikan asal tidak mengganggu keberadaan ikan di dalam Lubuk Larangan. Hal itupun menimbulkan perselisihan dan mengakibatkan masyarakat desa merasa terganggu dan tidak senang dengan adanya aturan dan larangan tersebut Masyarakat desa merasa sungai tersebut di ambil alih oleh Pak Darman karena peraturan yang diterapkannya hanya memperbolehkan pengambilan ikan dalam kurun waktu sekali dalam setahun namun masyarakat merasa hal itu terlalu

40Wawancara : Muhammad Husin Lubis, Desa Tambangan Jae, Rabu 26 Desember 2018, Pukul 11.30 Wib.

(50)

lama dan meresahkan karena tidak bisa lagi mengambil ikan untuk keperluan sehari-hari41.

Pada tahun 1992, masyarakat desa melakukan pemberhentian paksa akan keberadaan Lubuk Larangan yang dipelihara oleh Pak Darman dengan melakukan musyawarah desa yang menuntut diberhentikannya segala kegiatan yang dilakukan Pak Darman pada lubuk larangan yang mana oleh Pak Darman kemudian ditanggapi dengan rela karena takut diamuk masa. Akibatnya dari tahun 1992-1999 Lubuk Larangan di desa Tambangan Jae kembali dibiarkan tanpa kepengurusan yang jelas dan kembali menjadi sungai bebas, namun tetap diakui masyarakat desa Tambangan Jae sebagai kawasan Lubuk Larangan Anak Yatim hanya saja masyarakat desa tidak lagi bisa mengambil ikan di dalam sungai seperti sebelumnya karena sudah dilakukan pelarangan dengan peringatan melalui sebuah patok dengan tulisan dilarang mengambil ikan di sungai ini oleh masyarakat desa42.

2.7 Dibentuk Kembali 1999

Pada tahun 1999, masyarakat desa mengadakan musyawarah akan keberadaan Lubuk Larangan yang telah lama dibiarkan dengan ide pembukaan kembali oleh pihak na poso bulung yang di usulkan oleh Muhammad Husin Lubis sebagai ketuanya. Dimana pada tahun 1999 ini kepedulian masyarakat desa akan keberadaan Lubuk Larangan yang telah lama dibiarkan kembali dimunculkan

41Wawancara : Dangsiah Nasution., Desa Tambangan Jae, Senin 13 Mei 2019, Pukul 13.00 Wib.

42Wawancara : Muhammad Husin Lubis. Desa Tambangan Jae, Kamis, 27 Desember 2018, Pukul 10.30 Wib

(51)

dengan penilaian positif yang mana sebelumnya sempat terjadi kesalah fahaman akan pembibitan dan pemeliharaannya. Namun hal tersebut tidak langsung mendapat sambutan baik dari masyarakat desa, bahkan mendapat penolakan dari pihak hatobangon yang merasa hal tersebut akan sia-sia seperti sebelumnya, pihak hatobangon terlalu takut mengambil resiko dengan pembukaan kembali Lubuk Larangan karena berkaca dari tahun sebelumnya yang mengakibatkan terjadinya perselisihan antar warga karena Lubuk Larangan tersebut, namun pihak na poso bulung berusaha agar Lubuk Larangan tersebut tetap dibuka kembali dan dengan penuh pertimbangan kemudian disepakati bahwasanya Lubuk Larangan Anak Yatim akan di bentuk kembali demi kepentingan bersama yang kemudian di musyawarahkan dengan pembibitan kembali serta pembentukan kepengurusan yang diserahkan pada muda-mudi desa sebagai pengelola serta pengurus Lubuk Larangan karena mereka yang berusaha dan berkeinginan untuk membuka kembali Lubuk Larangan Anak Yatim tersebut43.

Pada tahun 2000, pembibitan pun kembali dilakukan dan pada tahun ini juga pembukaan atau panen Lubuk Larangan Anak Yatim dilakukan untuk pertama kalinya yang kemudian akan berlanjut pada setiap tahun berikutnya yang dilakukan setelah hari Raya Idul Fitri. Penerapan peraturanpun dilakukan oleh masyarakat guna mengindari hal-hal negatif dan pelanggaran yang terjadi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, seperti halnya pemberlakuan penjualan tiket/karcis yang diperuntukkan bagi pemasukan desa, masyarakat dilarang menangkap ikan sebelum waktunya dipanen yang apabila kedapatan akan

43Wawancara : Muhammad Husin Lubis. Desa Tambangan Jae, Kamis, 27 Desember 2018, Pukul 11.30 Wib

(52)

di berikan sanksi berupa denda sejumlah uang yang akan disepakati oleh masyarakat desa dan juga terkena sanksi moral yang masih dipercayai masyarakat Mandailing Natal pada umumnya apabila mengambil ikan di setiap kawasan Lubuk Larangan akan terkena penyakit perut kembung yang bisa mengakibatkan kematian. Dan masyarakatpun mematuhinya karena apa yang akan diterapkan merupakan hasil kesepakatan bersama yang telah dimusyawarahkan yang mana artinya semua masyarakat telah mengetahui tentang peraturan dan larangan yang ada pada Lubuk Larangan Anak Yatim tersebut tidak berdasarkan keinginan sendiri seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun 2005, bantuan bibit datang dari Dinas Perikanan Padang Sidimpuan yang membawa jenis ikan tawas yang biasa hidup di Lubuk Larangan yang ada di daerah Padang Sidimpuan44. Hal ini membuat ikan yang ada dalam kawasan Lubuk Larangan Anak Yatim di desa Tambangan Jae beragam jenisnya, ada ikan mas, ikan jurung, ikan garing, ikan lele, ikan nila dan ditambah ikan tawas serta jenis ikan lainnya yang telah hidup dalam sungai yang menjadi kawasan Lubuk Larangan Anak Yatim. Namun dari beberapa jenis ikan yang ada dalam Lubuk Larangan Anak Yatim tersebut keberadaan ikan tawas tidak bertahan lama dalam Lubuk Larangan, menurut masyarakat dari hasil wawancara bisa jadi ikan tersebut dimakan oleh ikan lainnya karena mempunyai ukuran sedikit kecil dibanding ikan lainnya. Saat Lubuk Larangan Anak Yatim ini dipanen, masyarakat dari desa lain pun banyak yang berbondong-bondong datang hanya sekedar ikut dalam acara pemanenan Lubuk Larangan Anak Yatim yang

44 Wawancara ; op.cit., Muhammad Husin Lubis.

Gambar

Gambar 2 :  Musholla.
Gambar 7 :  Pondasi/Jalan
Gambar 9  :  Saluran Irigasi.
Gambar 12 :  Selebaran.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengindentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat Kecamatan Tambangan dalam menjaga kelestarian kawasan

Dengan kondisi tersebut secara umum strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa Lubuk Bayas yang dapat.. dilakukan adalah strategi Turn Around yaitu

Partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan desa wisata di Desa Lubuk Dagang dapat berjalan dengan lancar dan telah menghasilkan rencana

Sikap orangtua terhadap anak yang menikah dini di desa ini, biasanya orangtua bersikap tegas dan memarahi anaknya di rumah karena merasa bahwa anaknya sudah membuat

Abstrak. Masalah dalam penelitian ini adalah pemerintah belum serius menangani tempat wisata rekreasi yang berada di Lubuk Nyarai.Berdasarkan latar belakang penulis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Masyarakat Desa Lubuk Beringin ini terkenal dengan kegotong-royongan

Penyajian peta lokasi sebaran obyek potensial wisata alam yang terdapat di desa Tanjung Belit dan desa Lubuk Bigau Kecamatan Kampar Kiri Hulu memuat informasi sarana dan prasarana

Desa Way Lubuk Selatan memiliki kondisi pesisir yang mirip dengan pesisir Desa Merak Belantung dimana Desa Merak Belantung merupakan desa dengan potensi wisata besar sebagai