• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada Isteri Pasangan Usia Subur (Pus) Di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada Isteri Pasangan Usia Subur (Pus) Di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012 Chapter III VI"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu yang bersamaan antara faktor-faktor yang memengaruhi dan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS yang berada di wilayah Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012. Alasan pemilihan lokasi adalah karena di Kecamatan Doloksanggul pencapaian program KB terutama kontrasepsi jangka panjang masih rendah. Data pada Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2010, jumlah isteri PUS yang berusia 15-49 tahun di Kecamatan Doloksanggul ada sebanyak 4975 orang, sedangkan yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya ada sebanyak 383 orang (7,7%).

3.2.2 Waktu penelitian

(2)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh isteri PUS yang memakai alat kontrasepsi modern yang bertempat tinggal di Kecamatan Doloksanggul pada bulan Januari 2012 sebanyak 2061 orang, yang terdiri dari isteri PUS Akseptor KB jangka panjang sebanyak 642 orang dan yang bukan akseptor KB jangka panjang sebanyak 1419 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh istri dari PUS akseptor KB metode modern yang tinggal di Kecamatan Doloksanggul yang tercatat dalam laporan bidan desa. Besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis satu populasi (Lwanga, 1991) :

�=��1−�/2�����+�1−�������

Po : proporsi isteri PUS yang menjadi akseptor MKJP di Kecamatan Doloksanggul

: nilai deviasi standar pada β 10% 1 sisi = 1,282.

= 7,7% ≈ 8 → Qo = 1 – Po

(3)

�=�

1,96�(0,08)(0,92) + 1,282�(0,18)(0,82)�² (0,18−0,08)²

n = 102,43 ≈ 102 orang.

Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan sampel berimbang (proportional sampling). Walaupun karakteristik sama tetapi karena distribusi PUS yang tidak merata di tiap desa maka dari 28 desa/kelurahan yang ada diambil 5 gugus/desa yang dipilih secara acak dan karena banyaknya subjek yang terdapat pada tiap gugus/desa tidak sama sehingga sampel yang diteliti adalah seperti dalam tabel berikut :

Tabel 3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

No Nama Desa/ Jumlah PUS Rekapitulasi Perhitungan Besar Kelurahan akseptor Sampel Sampel

KB Modern

1 Bonanionan 45 45/863 x 102 = 5,3 5 2 Kelurahan Pasar 593 593/863 x 102 = 70,1 70 3 Purba Manalu 97 97/863 x 102 = 11,5 12 4 Simangaronsang 66 66/863 x 102 = 7,8 8 5 Sirisirisi 62 62/863 x 102 = 7,3 7

Jumlah 863 102

(4)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Digunakan 2 cara pengumpulan data, yaitu :

1) Data primer, adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan, di mana sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

2) Data sekunder, diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Doloksanggul, Kantor KB Humbang Hasundutan, dan instansi terkait lainnya.

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Bila seseorang ingin mengukur berat suatu benda maka dia harus menggunakan timbangan. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan total skor kuesioner tersebut dengan melihat nilai corrected item total correlation (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel (=0,361 pada taraf signifikansi 5%, df = 28) maka pertanyaan valid, dan jika nilai r hitung < r tabel maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2002; Notoatmodjo, 2005; Ancok, 2006).

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya/diandalkan. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Pengukuran reliabilitas menggunakan uji statistik

(5)

Uji coba kuesioner sebagai alat pengumpul data dilakukan pada 30 orang isteri PUS di Desa Sibuntuon Parpea Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap pertanyaan untuk setiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut :

(6)

Lanjutan Tabel 3.2

(7)

dan 2 butir (pengetahuan 7 dan 18) memiliki nilai Corrected ItemTotal Correlation < 0,361 yang berarti pertanyaan tersebut tidak valid sehingga dikeluarkan dari kuesioner penelitian, dengan nilai Cronbach’s alpha (α) = 0,853 > 0,6 yang berarti

reliabel. Untuk variabel persepsi nilai anak terlihat bahwa 9 dari 10 butir pertanyaan memiliki nilai Corrected Item Total Correlation > 0,361 (valid) dan ada 1 butir (persepsi nilai anak 8) yang tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner dengan nilai

Cronbach’s alpha (α) = 0,738 > 0,6 (reliabel). Sedangkan untuk variabel dukungan

suami dan ada/tidaknya KIE semua butir pertanyaan adalah valid dan reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel terdiri dari : variabel dependen (pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang pada PUS); dan variabel independen yang terdiri dari karakteristik responden (umur, jumlah anak hidup), pengetahuan, persepsi nilai anak, dukungan suami, dan ada/tidaknya KIE dari petugas.

3.5.2 Definisi operasional

1. Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang adalah kondisi responden/isteri PUS untuk memakai atau tidak memakai metode kontrasepsi jangka panjang sebagai alat untuk mencegah kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

(8)

3. Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara yang dihitung dari ulang tahun terakhir (dibulatkan pada yang lebih mendekati).

4. Jumlah anak hidup adalah banyaknya anak hidup (laki-laki dan perempuan) yang dimiliki responden pada saat penelitian/wawancara.

5. Pengetahuan adalah pengertian/pemahaman responden tentang metode kontrasepsi jangka panjang, yang mencakup pengertian, manfaat, jenis, cara pemakaian, efek samping, kelebihan dan kekurangan.

6. Dukungan suami adalah pendapat atau persepsi responden terhadap keterlibatan suami dalam mengambil keputusan untuk memakai atau tidak memakai metode kontrasepsi jangka panjang.

7. Ada/tidaknya KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) adalah pendapat atau persepsi responden terhadap keterlibatan petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan penjelasan yang lengkap mengenai metode kontrasepsi jangka panjang.

8. Persepsi nilai anak adalah tanggapan/wawasan responden terhadap arti penting/nilai seorang anak.

3.6 Metode Pengukuran Variabel dependen

(9)

Kategori : 0 = Menggunakan MKJP 1 = Tidak menggunakan MKJP Skala : Ordinal

Variabel Independen

1. Umur adalah umur responden berdasarkan ulang tahun terakhir. Dikategorikan berdasarkan batas usia anjuran untuk pemakaian MKJP.

Kategori : 0 = < 30 tahun 1 = ≥ 30 tahun Skala : ordinal

2. Jumlah anak hidup, dikategorikan menjadi 2 berdasarkan anjuran program KB. Kategori : 0 = ≤ 2 orang

1 = > 2 orang Skala : ordinal

3. Pengetahuan, diukur berdasarkan jumlah jawaban yang benar dari kategori pengetahuan kemudian dipersentasikan terhadap total skor yaitu 43. Untuk setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan untuk jawaban yang tidak benar diberi skor 0. Variabel pengetahuan dikategorikan menjadi 3 (baik, sedang, kurang) dengan skor sebagai berikut (Nursalam, 2008) :

(10)

4. Persepsi nilai anak, penilaian responden terhadap pentingnya arti seorang anak berdasarkan hal-hal yang menguntungkan dan yang merugikan apabila mempunyai anak. Apabila responden menjawab setuju (S) untuk pertanyaan dari hal yang menguntungkan diberi skor 1 dan apabila menjawab tidak setuju (TS) diberi skor 0. Sebaliknya untuk pertanyaan hal yang merugikan, apabila responden menjawab setuju diberi skor 0 dan bila menjawab tidak setuju diberi skor 1. Dikategorikan berdasarkan nilai median.

Kategori : 0 = Persepsi baik : skor ≥ 5 1 = Persepsi kurang : skor < 5 Skala : ordinal

5. Dukungan suami. Apabila responden menjawab ya untuk item pertanyaan dukungan suami diberi skor 1 dan apabila menjawab tidak diberi skor 0, kemudian dikategorikan menjadi 2 berdasarkan ada tidaknya dukungan suami. Pengkategorian ini berdasarkan nilai median.

Kategori : 0 = Ada dukungan : skor ≥ 6 1 = Tidak ada dukungan : skor < 6 Skala : ordinal

6. Ada/tidaknya KIE. Responden diberi skor 1 untuk setiap jawaban ya dari pertanyaan ada/tidaknya KIE dan skor 0 untuk jawaban tidak, dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median.

(11)

Skala : ordinal

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Analisis Univariat, yaitu analisis variabel independen dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (gambaran deskriptif dari semua variabel independen dan dependen).

2) Analisis Bivariat, untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan yang bermakna antara dua variabel yang meliputi variabel bebas dengan variabel terikat. Uji

statistik yang digunakan adalah Chi Square (

χ

²) dengan tingkat kemaknaan

<0,05.

(12)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

Kecamatan Doloksanggul adalah ibukota dari Kabupaten Humbang Hasundutan, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Doloksanggul memiliki 1 kelurahan dan 27 desa yang secara geografis terletak pada 2º9'-2º25' Lintang Utara dan 98º35'-98º49' Bujur Timur dan di ketinggian 1300-1622 m di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 20.929,53 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pollung dan Baktiraja

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Onan Ganjang dan Sijamapolang c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parlilitan

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lintong Nihuta 4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Doloksanggul Tahun 2011 adalah 46.419 jiwa yang terdiri dari 22416 jiwa laki-laki dan 24003 jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk 179,56 jiwa per kilometer persegi. Distribusi jumlah penduduk menurut kepala keluarga dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

(13)

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2011

Desa KK Laki-laki Perempuan Jumlah

Sumber : Kantor Camat Doloksanggul, Tahun 2011

4.1.3 Sarana Kesehatan

(14)

a. Rumah Sakit Umum Daerah 1

b. Puskesmas 2 yaitu Puskesmas Matiti dan Puskesmas Saitnihuta c. Puskesmas Pembantu 1

d. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) 30 e. Posyandu 49

Responden dalam penelitian ini berjumlah 102 orang istri PUS yang memakai KB modern di Kecamatan Doloksanggul dan berada di Desa Bonanionan (5 orang), Kelurahan Pasar (70 orang), Desa Purba Manalu (12 orang), Desa Simangaronsang (8 orang), dan Desa Sirisirisi (7 orang), dengan karakteristik seperti dalam tabel berikut :

(15)

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat 58 orang responden (56,9%) memakai metode KB yang bukan MKJP dan 44 orang (43,1%) memakai MKJP yang terdiri dari IUD sebanyak 19 orang, Implant 15 orang, dan MOW 10 orang. Berdasarkan umur didapat bahwa 76 orang (74,5%) berumur 30 tahun atau lebih dan 26 orang (25,5%) berumur di bawah 30 tahun. Bila dilihat dari jumlah anak hidup sebanyak 80 orang (78,4%) memiliki anak hidup > 2 orang dan 22 orang (21,6%) memiliki anak hidup ≤ 2 orang. 4.2.2 Pengetahuan

Gambaran pengetahuan responden tentang KB MKJP dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Pengetahuan di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Jawaban

No Pengetahuan tentang MKJP B S f % f % 1 Sepengetahuan ibu apakah metode kontrasepsi

jangka panjang itu ?

a. Metode kontrasepsi yang masa kerjanya lama 89 87,3 13 12,7 b. Metode kontrasepsi yang bentuknya panjang 42 41,2 60 58,8 2 Yang termasuk metode kontrasepsi jangka panjang

adalah

a. Implan/susuk KB 92 90,2 10 9,8

b. AKDR/spiral 88 86,3 14 13,7

c. Kontrasepsi mantap/sterilisasi (MOW/MOP) 97 95,1 5 4,9 3 Secara ekonomis, metode kontrasepsi jangka

panjang lebih murah dari kontrasepsi jangka

pendek 81 79,4 21 20,6

4 Efektivitas metode kontrasepsi jangka panjang

lebih tinggi dibandingkan metode KB lainnya 71 69,6 31 30,4 5 Angka kegagalan metode kontrasepsi jangka

(16)

Tabel 4.3 (Lanjutan)

Jawaban

No Pengetahuan tentang MKJP B S f % f % 6 Cara kerja AKDR/spiral :

a. Mencegah kehamilan dengan cara mencegah

sperma dan sel telur bertemu 80 78,4 22 21,6 b. Mencegah kehamilan dengan cara

membunuh hasil pembuahan 56 54,9 46 45,1 7 Beberapa keuntungan AKDR/spiral adalah :

a. Efektif segera setelah pemasangan 83 81,4 19 18,6 b. Kesuburan segera kembali jika spiral dibuka 83 81,4 19 18,6 c. Tidak mempengaruhi produksi ASI 62 60,8 40 39,2 d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual 61 59,8 41 40,2 e. Dapat dipasang segera setelah melahirkan

atau keguguran 71 69,6 31 30,4

8 Keterbatasan AKDR/spiral adalah :

a. Tidak mencegah penularan IMS, HIV/AIDS 37 36,3 65 63,7 b. Ibu tidak dapat memasang dan melepas

sendiri AKDR-nya 86 84,3 16 15,7

c. Ibu harus memeriksa posisi benang AKDR

dari waktu ke waktu 57 55,9 45 44,1

d. Bisa membuat haid menjadi lebih lama

dan banyak serta nyeri 51 50,0 51 50,0

9 Cara kerja implan/susuk KB adalah :

a. Mencegah terjadinya pelepasan sel telur 38 37,3 64 62,7 b. Mematikan janin yang sudah terbentuk 57 55,9 45 44,1 10 Keuntungan pemakaian implan/susuk KB adalah :

a. Tidak menekan pembentukan ASI 62 60,8 40 39,2 b. Kesuburan cepat kembali setelah pencabutan 80 78,4 22 21,6 c. Bebas dari pengaruh hormon estrogen 17 16,7 85 83,3 d. Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan 84 82,4 18 17,6 11 Keterbatasan implan/susuk KB adalah :

a. Bisa menimbulkan perubahan pola haid 66 64,7 36 35,3 b. Membutuhkan tindakan bedah kecil untuk

pemasangan dan pencabutan 90 88,2 12 11,8

(17)

Tabel 4.3 (Lanjutan)

Jawaban

No Pengetahuan tentang MKJP B S

f % f % 12 Cara kerja sterilisasi wanita (MOW) adalah :

a. Menghambat perjalanan sel telur sehingga

tidak dapat dibuahi sperma 57 55,9 45 44,1 b. Mematikan sel telur wanita 67 65,7 35 34,3 13 Keuntungan sterilisasi wanita (MOW) adalah :

a. Efek kontrasepsi langsung setelah sterilisasi 51 50,0 51 50,0 b. Tidak ada efek samping jangka panjang 68 66,7 34 33,3 c. Tidak mengganggu hubungan seksual 80 78,4 22 21,6 d. Mengurangi risiko kanker indung telur 23 22,5 79 77,5 14 Yang tidak boleh menjalani sterilisasi wanita :

a. Menderita penyakit jantung, paru, infeksi akut 51 50,0 51 50,0 b. Perdarahan dari jalan lahir yang belum

diketahui penyebabnya 50 49,0 52 51,0

c. Masih menginginkan anak lagi 85 83,3 17 16,7 15 Cara kerja sterilisasi pria (MOP) adalah :

a. Menghalangi jalannya sperma 52 51,0 50 49,0

b. Mematikan sperma 61 59,8 41 40,2

16 Keuntungan sterilisasi pria (MOP) adalah :

a. Aman, sederhana, mudah dan cepat 83 81,4 19 18,6 b. Klien tidak perlu dirawat di rumah sakit 78 76,5 24 23,5 c. Tidak mengganggu hubungan seksual 75 73,5 27 26,5

(18)

implant mematikan janin yang sudah terbentuk; keuntungan implant adalah bebas dari pengaruh hormon estrogen; keterbatasan implant adalah tidak melindungi penularan IMS, HIV/AIDS; cara kerja MOW adalah mematikan sel telur wanita; keuntungan MOW adalah mengurangi risiko kanker indung telur; yang tidak boleh menjalani MOW adalah wanita dengan perdarahan dari jalan lahir yang belum diketahui penyebabnya; dan cara kerja MOP adalah mematikan sperma.

Sebagaimana hasil distribusi jawaban responden pada tiap item pernyataan tentang pengetahuan KB MKJP yang telah terurai di atas, maka dapat dirangkum proporsi kategori pengetahuan responden yang terdiri dari pengetahuan baik, cukup, dan kurang seperti tersaji pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden tentang KB MKJP

No Pengetahuan f Persentase (%)

1 Baik 24 23,5

2 Cukup 43 42,2

3 Kurang 35 34,3

Jumlah 102 100,0

(19)

4.2.3 Persepsi Nilai Anak

Persepsi atau pandangan responden terhadap arti penting atau nilai seorang anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Persepsi Nilai Anak di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Jawaban

No Persepsi Nilai Anak S TS f % f % 1 Orang yang tidak mempunyai anak tidak

akan dapat merasakan kebahagiaan yang

sesungguhnya 47 46,1 55 53,9

2 Banyak anak banyak rezeki 38 37,3 64 62,7

3 Anak adalah jaminan hidup di hari tua 76 74,5 26 25,5 4 Tanpa anak hidup tidak lengkap 84 82,4 18 17,6 5 Anak adalah pencegah utama terjadinya

perceraian 78 76,5 24 23,5

6 Anak adalah pemberian Tuhan tidak boleh

dibatasi jumlahnya 60 58,8 42 41,2

7 Laki-laki adalah penerus marga jadi setiap

keluarga harus punya anak laki-laki 73 71,6 29 28,4 8 Mengurusi anak melelahkan badan 31 30,4 71 69,6 9 Anak sering menjadi sumber pertengkaran

suami-isteri 31 30,4 71 69,6

(20)

tidak boleh dibatasi jumlahnya dan laki-laki adalah penerus marga jadi setiap keluarga harus punya anak laki-laki, tetapi hanya 30,4% yang setuju bahwa mengurusi anak melelahkan badan, dan anak sering menjadi sumber pertengkaran suami-isteri.

Berdasarkan persepsi nilai anak, 37 orang (36,3%) responden mempunyai persepsi baik terhadap nilai anak dan 65 orang (63,7%) berpersepsi kurang. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Persepsi Nilai Anak

No Persepsi Nilai Anak f Persentase (%)

1 Baik 37 36,3

2 Kurang 65 63,7

Jumlah 102 100,0

4.2.4 Dukungan Suami

Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang dukungan suami dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Dukungan Suami di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Jawaban

No Dukungan Suami Ya Tidak

f % f % 1 Suami menganjurkan ibu untuk ber-KB jangka

panjang 46 45,1 56 54,9

2 Suami memberi kesempatan kepada ibu untuk

memilih metode KB sendiri 89 87,3 13 12,7

3 Suami mengijinkan ibu untuk ber-KB jangka

(21)

Tabel 4.7 (Lanjutan) 4 Suami mau menyediakan waktu untuk

mendampingi ibu ber-KB 53 52,0 49 48,0

5 Suami mau menyediakan dana untuk ibu

ber-KB 71 69,6 31 30,4

6 Suami membantu mencari informasi tentang

KB yang cocok untuk ibu 51 50,0 51 50,0

7 Suami selalu mengingatkan ibu untuk kontrol

metode KB ibu 56 54,9 46 45,1

8 Suami selalu memperhatikan kesehatan ibu 91 89,2 11 10,8

Hasil penelitian dukungan suami menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menjawab ya untuk hampir semua pertanyaan dukungan suami kecuali pertanyaan suami menganjurkan ibu untuk ber-KB jangka panjang dan suami membantu mencari informasi tentang KB yang cocok untuk ibu.

Berdasarkan ada/tidaknya dukungan suami untuk memakai MKJP diperoleh hasil bahwa 58 responden (56,9%) mendapat dukungan dari suami dan 44 responden (43,1%) menyatakan tidak ada dukungan dari suami. Keseluruhannya terlihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi Dukungan Suami untuk Memakai MKJP

No Dukungan Suami f Persentase (%)

1 Ada 58 56,9

2 Tidak ada 44 43,1

(22)

4.2.5 Ada/Tidaknya KIE

Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan ada/tidaknya KIE dari petugas dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Ada/Tidaknya KIE di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Jawaban

No Ada/Tidaknya KIE Ya Tidak

f % f % 1 Ibu mendapat informasi dari petugas

mengenai jenis-jenis KB jangka panjang 100 98,0 2 2,0 2 Petugas menjelaskan keuntungan dan

kerugian metode KB jangka panjang 90 88,2 12 11,8 3 Petugas menjelaskan efek samping metode

KB jangka panjang 77 75,5 25 24,5

4 Petugas menganjurkan ibu memakai metode

KB jangka panjang 78 76,5 24 23,5

5 Petugas menjelaskan dimana tempat pelayanan/ mendapatkan metode KB

jangka panjang 95 93,5 7 6,5

6 Petugas menjelaskan apa yang harus dilakukan jika timbul masalah dalam

pemakaian KB jangka panjang 77 75,5 25 24,5

(23)

Berdasarkan ada/tidaknya KIE dari petugas tentang MKJP diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Distribusi Ada/Tidaknya KIE tentang MKJP

No Ada/Tidaknya KIE f Persentase (%)

1 Ada 78 76,5

2 Tidak ada 24 23,5

Jumlah 102 100,0

4.3 Analisis Bivariat

Pada analisis ini dilakukan tabulasi silang antara variabel independen yaitu karakteristik responden (umur, jumlah anak hidup), pengetahuan, persepsi nilai anak, dukungan suami, dan ada/tidaknya KIE dari petugas dengan variabel dependen yaitu pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna di antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan uji statistik dengan uji Chi Square.

4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(24)

Tabel 4.11 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Doloksanggul

Tahun 2012

Pemakaian MKJP

Karakteristik Responden Ya Tidak Total p

f % f % f %

Umur

< 30 tahun 6 23,1 20 76,9 26 100,0 0,031

≥ 30 tahun 38 50,0 38 50,0 76 100,0

Jumlah anak hidup

≤ 2 orang 5 22,7 17 77,3 22 100,0 0,052 > 2 orang 39 48,8 41 51,2 80 100,0

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa pada responden dengan umur ≥ 30 tahun yang memakai MKJP sebanyak 38 orang (50,0%), yang tidak memakai MKJP sebanyak 38 orang (50,0%) juga dan yang berumur < 30 tahun yang memakai MKJP sebanyak 6 orang (23,1%), yang tidak memakai MKJP sebanyak 20 orang (76,9%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan pemakaian MKJP (p = 0,031).

(25)

4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Pada analisis ini dilakukan tabulasi silang antara pengetahuan dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang, dengan hasil seperti yang tercantum dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Pemakaian MKJP

Pengetahuan Ya Tidak Total p

f % f % f %

Baik 10 41,7 14 58,3 24 100,0

Cukup 21 48,8 22 51,2 43 100,0 0,576

Kurang 13 37,1 22 62,9 35 100,0

(26)

4.3.3 Hubungan Persepsi Nilai Anak dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Pada analisis ini dilakukan tabulasi silang antara persepsi nilai anak dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang, dengan hasil seperti yang tercantum dalam Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hubungan Persepsi Nilai Anak dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kecamatan Doloksanggul

Tahun 2012

Pemakaian MKJP

Persepsi Nilai Anak Ya Tidak Total p

f % f % f %

Baik 19 51,4 18 48,6 37 100,0 0,291

Kurang 25 38,5 40 61,5 65 100,0

(27)

4.3.4 Hubungan Dukungan Suami dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Pada analisis ini dilakukan tabulasi silang antara dukungan suami dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang, dengan hasil seperti yang tercantum dalam Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hubungan Dukungan Suami dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Pemakaian MKJP

Dukungan Suami Ya Tidak Total p

f % f % f %

Ada 30 51,7 28 48,3 58 100,0 0,071

Tidak ada 14 31,8 30 68,2 44 100,0

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden yang ada dukungan dari suami yang memakai MKJP sebanyak 30 orang (51,7%), yang tidak memakai MKJP sebanyak 28 orang (48,3%), sedangkan responden yang tidak ada dukungan dari suami yang memakai MKJP sebanyak 14 orang (31,8%) dan yang tidak memakai MKJP sebanyak 30 orang (68,2%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan pemakaian MKJP (p = 0,071).

4.3.5 Hubungan Ada/Tidaknya KIE dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(28)

Tabel 4.15 Hubungan Ada/Tidaknya KIE dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kecamatan Doloksanggul

Tahun 2012

Pemakaian MKJP

Ada/Tidaknya KIE Ya Tidak Total p

f % f % f %

Ada 34 43,6 44 56,4 78 100,0 1,000

Tidak ada 10 41,7 14 58,3 24 100,0

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden yang mendapat KIE dari petugas yang memakai MKJP sebanyak 34 orang (43,6%), yang tidak memakai MKJP sebanyak 44 orang (56,4%), sedangkan responden yang tidak mendapat KIE dari petugas yang memakai MKJP sebanyak 10 orang (41,7%) dan yang tidak memakai MKJP sebanyak 14 orang (58,3%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ada/tidaknya KIE dengan pemakaian MKJP (p = 1,000).

4.3.6 Hubungan Antar Variabel Independen

(29)

Tabel 4.16 Hubungan Antara Variabel Umur dengan Jumlah Anak Hidup

Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa responden yang memiliki jumlah anak hidup ≤ 2 orang dan berumur < 30 tahun ada sebanyak 14 orang (63,6%), sedangkan yang berumur ≥ 30 tahun sebanyak 8 orang (36,4%). Responden yang memiliki jumlah anak hidup > 2 orang dan berumur < 30 tahun sebanyak 12 orang (15,0%) dan yang berumur ≥ 30 tahun sebanyak 68 orang (85,0%).

Tabel 4.17 Hubungan Antara Variabel Pengetahuan dengan Ada/Tidaknya KIE Ada/Tidaknya KIE

(30)

Tabel 4.18 Hubungan Antara Variabel Ada/Tidaknya KIE dengan Dukungan Suami

Dukungan Suami

Ada/tidaknya KIE Ada Tidak ada Total p

f % f % f %

Ada 52 66,7 26 33,3 78 100,0 0,001

Tidak ada 6 25,0 18 75,0 24 100,0

Tabel 4.18 menunjukkan ada sebanyak 52 orang (66,7%) responden yang mendapat KIE dari petugas juga mendapat dukungan dari suami dan hanya 26 orang (33,3%) tidak mendapat dukungan dari suami. Sedangkan yang tidak mendapat KIE dari petugas ada sebanyak 18 orang (75,0%) juga tidak mendapat dukungan dari suami dan hanya 6 orang (25,0%) yang mendapat dukungan dari suami.

4.4 Analisis Multivariat

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik responden (umur, jumlah anak hidup), pengetahuan, persepsi nilai anak, dukungan suami, dan ada/tidaknya KIE dari petugas terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang di Kecamatan Doloksanggul, maka dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda. Berdasarkan analisis bivariat diperoleh bahwa variabel independen yang memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam analisis multivariat adalah umur, jumlah anak hidup dan dukungan suami (p < 0,25).

(31)

bertahap (metode enter). Hasil akhir analisis multivariat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.19 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada

Isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Variabel Penelitian B Exp (B) p CI 95% Umur -1,171 0,310 0,026 0,110-0,870 Dukungan suami 0,797 2,218 0,063 0,959-5,130

Tabel 4.19 merupakan hasil akhir analisis multivariat uji regresi logistik ganda, karena hanya umur yang memiliki p < 0,05 sehingga variabel tersebutlah yang berpengaruh terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul. Besar pengaruh variabel tersebut dilihat dari nilai Exp (B) dimana dari hasil analisis terlihat bahwa jika responden berumur ≥ 30 tahun maka peluang responden untuk memakai metode kontrasepsi jangka panjang 0,3 kali lebih besar dibandingkan jika berumur < 30 tahun.

(32)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

Hasil penelitian menunjukkan proporsi pemakaian MKJP yang cukup tinggi di Kecamatan Doloksanggul yaitu sebanyak 44 orang (43,1%) dari 102 orang responden, yang terbanyak adalah IUD (18,7%), diikuti Implant (14,7%) dan MOW (9,8%), sedangkan yang memakai KB jangka pendek (pil, suntik, kondom) sebesar 56,9%. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan data nasional berdasarkan SDKI 2007 dan Riskesdas 2010, dimana persentase tertinggi untuk pemakaian MKJP adalah IUD (4,9% SDKI 2007; 5,1% Riskesdas 2010) diikuti MOW (3,0% SDKI 2007; 2,1% Riskesdas 2010) dan Implant (2,8% SDKI 2007; 1,4% Riskesdas 2010). Jumlah PUS di 5 desa yang menjadi lokasi penelitian adalah sebanyak 1670 orang dan yang memakai KB modern ada sebanyak 863 orang, sehingga bila dihitung persentase pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang terhadap jumlah PUS maka diperoleh angka 22,3%. Angka ini di atas angka nasional pemakaian MKJP (berdasarkan hasil Riskesdas 2010) yang sebesar 8,8% dari semua wanita pernah kawin berusia 10-49 tahun tetapi masih kurang dari target BkkbN untuk pemakaian MKJP untuk tahun 2012 yang sebesar 25,9%.

(33)

Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2010 untuk pemakaian MKJP di Kecamatan Doloksanggul adalah sebesar 7,7% dari semua PUS yang berusia 15-49 tahun, terlihat adanya peningkatan pemakaian MKJP yang cukup bermakna dalam 2 tahun terakhir di Kecamatan Doloksanggul, hal ini bisa terjadi akibat dibukanya klinik KB di Kantor KB Humbang Hasundutan yang terletak di Kecamatan Doloksanggul yang memberikan pelayanan KB gratis kepada masyarakat untuk semua jenis KB kecuali MOW yang hanya bisa dilaksanakan 1x per tahun (juga gratis), dan adanya pelayanan KB ke desa-desa yang dilakukan oleh Kantor KB Kabupaten Humbang Hasundutan sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan pelayanan KB yang bermutu dan gratis. Penelitian Rahayu, dkk (2009) yang membandingkan pemakaian KB dan pemilihan jenis KB antara data SDKI 1997 dengan SDKI 2007 menemukan pemakaian MKJP di daerah pedesaan pada tahun 2007 menurun dibandingkan tahun 1997, dimana wanita di pedesaan lebih memilih Pil atau Suntik KB karena harga yang lebih murah. Sementara di Kecamatan Doloksanggul pelayanan KB untuk semua jenis/metode KB adalah gratis sehingga memungkinkan terjadi peningkatan pemakaian KB MKJP.

(34)

Doloksanggul yang tadinya mayoritas petani dengan tingkat pendidikan rendah serta tingkat penghasilan menengah ke bawah berkembang menjadi campuran antara petani dengan pegawai (negeri maupun swasta) dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang lebih tinggi yang mempunyai kesadaran dan penerimaan lebih tinggi terhadap program KB termasuk MKJP.

5.2 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah umur dan jumlah anak hidup.

(35)

mayoritas responden yang berumur ≥ 30 tahun memiliki anak > 2 orang (85,0%) sementara yang berumur < 30 tahun sebanyak 63,6% memiliki anak < 2 orang.

Responden dalam penelitian ini mayoritas adalah yang berumur ≥ 30 tahun dengan jumlah anak hidup > 2 orang sebanyak 68 orang (66,7%) dan kelompok inilah yang lebih banyak memakai metode kontrasepsi jangka panjang (84,1%), hanya 15,9% dari responden yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang yang berumur < 30 tahun atau mempunyai anak hidup ≤ 2 orang atau keduanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Murti (2009), ada hubungan yang kuat antara umur dengan pemakaian MKJP khususnya IUD dan sterilisasi wanita (MOW) yang meningkat pemakaiannya sesuai dengan peningkatan umur, sedangkan implant lebih tinggi pemakaiannya pada umur muda dan menurun pada umur yang lebih tua.

Kehamilan pada usia >30 tahun akan mengakibatkan meningkatnya risiko komplikasi medis pada kehamilan dan persalinan, meningkatnya risiko terjadinya keguguran dan janin yang cacat, serta meningkatnya risiko persalinan sulit dengan komplikasinya. Oleh karena itu wanita yang berusia > 30 tahun dan yang sudah memiliki beberapa anak sangat dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan dengan menggunakan metode KB yang sangat efektif dan jangka panjang (MKJP) (BkkbN, 2009c).

(36)

Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh umur terhadap pemakaian MKJP (p = 0,026) sesuai dengan penelitian Kusumaningrum (2009) di kecamatan Blado Kabupaten Batang yang menemukan umur isteri merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pemilihan jenis KB (MKJP/Non MKJP).

5.2.2 Pengaruh Jumlah Anak Hidup terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki jumlah anak hidup ≤ 2 orang sebanyak 21,6% dan yang memiliki jumlah anak hidup > 2 orang sebanyak 78,4%. Dari hasil tabulasi silang dapat dilihat bahwa responden memiliki jumlah anak hidup ≤ 2 orang yang memakai MKJP sebanyak 22,7% dan yang memiliki jumlah anak hidup > 2 orang yang memakai MKJP sebanyak 48,8%. Terlihat peningkatan yang bermakna dari pemakaian MKJP pada responden dengan jumlah anak hidup > 2 orang dibandingkan ≤ 2 orang, tetapi hasil uji Chi Square

memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jumlah anak hidup dengan pemakaian MKJP (p = 0,052). Ini sesuai dengan hasil penelitian Rahayu, dkk (2009) yang menemukan bahwa peningkatan jumlah anak hidup berbanding lurus dengan peningkatan pemakaian MKJP tetapi tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak hidup dengan pemakaian MKJP.

(37)

umumnya belum mau memakai MKJP. Kemudian ada sebanyak 15% responden yang telah memiliki anak hidup > 2 orang tetapi umurnya masih < 30 tahun yang pada umumnya juga belum mau memakai MKJP dengan berbagai alasan antara lain takut dengan efek samping MKJP, masih ingin menambah anak lagi, dan khusus untuk MOW memang belum dianjurkan untuk ibu berumur < 30 tahun. Responden dalam penelitian ini juga mayoritas adalah Suku Batak dan tinggal di daerah pedesaan yang masih menginginkan anak > 2 orang, terutama apabila masih hanya memiliki anak laki-laki saja atau perempuan saja, dan masih ada yang memiliki persepsi banyak anak banyak rejeki.

Seorang ibu sebaiknya tidak hamil dan melahirkan lebih dari 4 kali karena berbagai penelitian membuktikan bahwa jumlah kehamilan dan persalinan yang terlalu banyak (lebih dari 3) berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi. Jumlah anak hidup akan memengaruhi keputusan dari PUS apakah mereka masih ingin menambah jumlah anak atau tidak. PUS yang tidak ingin lagi menambah jumlah anak cenderung akan memilih metode KB yang lebih efektif dengan masa kerja yang lama (MKJP) (BkkbN, 2009c; Alemayehu, 2012).

(38)

5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Dari hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup dan kurang (76,5%), sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 23,5%. Dari hasil tabulasi silang terlihat bahwa responden yang memakai MKJP terbanyak adalah yang berpengetahuan cukup (48,8%) diikuti berpengetahuan baik (41,7%) dan yang terendah yang memakai MKJP adalah yang berpengetahuan kurang (37,1%). Hasil uji

Chi Square memperlihatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemakaian MKJP (p = 0,576). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kusumaningrum (2009).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru. Sangat penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideas) karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, juga diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan dengan orangtua, kakak-adik, tetangga, kawan-kawan sekolah, dan lain-lain (Soekanto, 2007)

(39)

adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemakaian KB MKJP. Pengetahuan yang kurang akan informasi yang benar tentang MKJP menyebabkan mereka memiliki perasaan takut untuk memilih alat kontrasepsi tersebut. Seperti yang dikemukakan dalam teori Lawrence Green yakni faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi tertentu, tidak lepas dari faktor perilaku masing-masing individu. Perilaku individu tersebut disebabkan oleh faktor penyebab perilaku, yang salah satunya adalah pengetahuan, dimana faktor ini menjadi dasar atau motivasi bagi individu dalam mengambil keputusan. Faktor pengetahuan yang kurang selain disebabkan tidak adanya minat dan keinginan untuk mencari tahu juga disebabkan karena kurang adanya informasi yang cukup tentang KB MKJP itu sendiri yang seharusnya diperoleh setiap klien saat konsultasi pertama di tempat pelayanan kesehatan yang dikunjungi.

(40)

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Purba (2008) yang menemukan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemakaian alat kontrasepsi (p=0,014) dan penelitian Murti (2009) dengan hasilnya ada hubungan yang kuat antara pengetahuan tentang KB modern dengan pemakaian MKJP. Alemayehu, dkk (2012) di Etiopia menemukan bahwa wanita berpengetahuan cukup (moderate knowledge) kemungkinan memakai MKJP 6 kali dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang (low knowledge), sedangkan yang berpengetahuan baik (high knowledge) kemungkinan memakai MKJP 8 kali dibandingkan yang berpengetahuan kurang. Perbedaan hasil penelitian ini bisa disebabkan oleh perbedaan lokasi dan metode penelitian, karakteristik serta latar belakang sosial budaya responden. Responden dalam penelitian ini pada umumnya memiliki pengetahuan baik hanya tentang metode KB yang dipakainya sedangkan pertanyaan pengetahuan meliputi semua jenis MKJP sehingga skor total untuk pengetahuan menjadi rendah.

5.4 Pengaruh Persepsi Nilai Anak terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(41)

Chi Square memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi nilai anak dengan pemakaian MKJP (p = 0,291).

Dengan memiliki anak orangtua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan dan hal-hal yang merugikan (Ancok, 2006). Responden yang memiliki persepsi nilai anak yang baik memiliki keyakinan bahwa anak memberi lebih banyak keuntungan daripada kerugian. Hal ini akan membuat responden ingin memiliki lebih banyak anak yang dengan sendirinya akan memengaruhi keputusan responden untuk memilih metode kontrasepsi yang akan dipakainya. Mereka akan cenderung untuk memilih metode jangka pendek dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan saja atau tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali.

Anak dapat dilihat dari 2 segi yaitu kegunaannya (utility) dan dari segi biaya (cost). Kegunaannya antara lain dapat memberikan kepuasan, dapat memberikan balas jasa ekonomi/ membantu dalam pekerjaan dan dapat menghidupi orangtua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Di negara maju kekayaan mengalir dari orang tua ke anak, sedangkan di negara berkembang adalah sebaliknya kekayaan mengalir dari anak ke orang tua. Jika anak merupakan sumber jaminan ekonomi maka masyarakat tersebut akan mengalami fertilitas yang tinggi dan tentu saja peran serta dalam program KB akan rendah (Hatmadji, 1981; Siregar, 2003).

(42)

tentang peranan perempuan dan tentang pekerjaan, semuanya mengalami pergeseran. Ini menyangkut perubahan sosial dan budaya, dimana akhirnya pandangan terhadap manusia lebih meningkat dan dihargai sebagai aset, bukan hanya faktor produksi. Dengan kemungkinan hidup yang lebih lama hasrat masyarakat terhadap investasi pendidikan anak-anaknya tumbuh karena masyarakat meyakini akan hasilnya bagi hari tua anak-anaknya.

(43)

5.5 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Hasil penelitian dukungan suami untuk memakai MKJP diperoleh 56,9% responden mendapat dukungan dari suami, sedangkan yang tidak mendapat dukungan dari suami ada sebanyak 43,1%. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memakai MKJP adalah yang mendapat dukungan dari suami (51,7%) sedangkan yang tidak mendapat dukungan dari suami yang memakai MKJP hanya 31,8%. Tetapi hasil uji Chi Square memperlihatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan pemakaian MKJP (p = 0,071). Ini sesuai dengan hasil penelitian Kusumaningrum (2009).

Pemakaian kontrasepsi termasuk kontrasepsi jangka panjang akan semakin baik jika ada dukungan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Friedman dan Sarwono dalam Purba (2008), ikatan suami istri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Di dalam masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di pedesaan, suamilah yang berperan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, sedangkan isteri hanya memberikan sumbang saran.

(44)

Tetapi apakah perubahan tingkah laku yang diilhami oleh faktor eksternal ini akan menyebabkan perubahan sikap yang mengakar di dalam diri mereka, masih harus diamati lebih jauh.

Dalam upaya pengembangan program KB kaum pria juga diberikan perhatian agar dapat ikut berperan dalam program KB. Apabila PUS sudah sepakat bahwa isteri yang akan ber-KB, peranan suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada isteri untuk menggunakan kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan keinginannya.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara variabel ada/tidaknya KIE dengan variabel dukungan suami (p = 0,001). Mayoritas (66,7%) responden yang mendapat dukungan suami mengatakan ada mendapat KIE dari petugas dan 75,0% yang tidak ada dukungan suami mengatakan tidak mendapat KIE dari petugas. Bila suami dan isteri mendapat KIE tentang KB dan kesehatan reproduksi dari petugas maka diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan dan kesadaran yang akan mempercepat terjadinya perubahan perilaku berupa penerimaan/ pelaksanaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sesuai dengan tujuan program KB.

5.6 Pengaruh Ada/Tidaknya KIE terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(45)

petugas. Dari hasil tabulasi silang terlihat bahwa responden yang mendapat KIE dari petugas yang memakai MKJP sebanyak 43,6% dan yang tidak mendapat KIE dari petugas yang memakai MKJP sebanyak 41,7%. Hasil uji Chi Square memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ada/tidaknya KIE dengan pemakaian MKJP (p = 1,000). Rahayu, dkk (2009) menemukan bahwa berdasarkan data SDKI 1997 pemakaian MKJP signifikan lebih rendah pada wanita yang dikunjungi petugas KB dibanding wanita yang tidak dikunjungi, hal ini berubah pada tahun 2007 dimana pemakaian MKJP sedikit meninggi pada wanita yang dikunjungi oleh petugas KB tetapi peningkatannya tidak signifikan.

(46)

KIE sebagai salah satu komponen operasional yang strategis dalam program KB Nasional mempunyai fungsi dan peranan penting guna meningkatkan dan memantapkan penerimaan masyarakat akan program KB. Meningkatnya pengetahuan masyarakat/keluarga tentang kesehatan reproduksi dan KB akan mendorong perubahan sikap dan perilaku untuk penerimaan dan pemakaian metode kontrasepsi termasuk MKJP (BkkbN, 2009d).

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ada/tidaknya KIE dengan pemakaian MKJP. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lokasi penelitian, hal ini antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam memberikan KIE yang komprehensif, jujur dan lengkap serta dengan cara yang menyenangkan tentang KB MKJP, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Juga bisa disebabkan masih adanya responden yang mempunyai persepsi banyak anak banyak rejeki (37,3%) sehingga menghindari pemakaian alat kontrasepsi terutama yang jangka panjang dan bersifat mengakhiri kesuburan (MKJP). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Purba (2008) yang menemukan ada pengaruh dukungan petugas kesehatan terhadap pemakaian alat kontrasepsi (p = 0,005).

5.7 Keterbatasan Penelitian

(47)

pengambilan keputusan responden untuk memakai atau tidak memakai MKJP. Namun desain ini mampu untuk memprediksi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Karena itu penelitian ini tidak bermaksud melihat hubungan sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependen. 2. Penggunaan sampel penelitian yang relatif terbatas sebagai sumber informasi,

diperkirakan dapat mengganggu atau “tidak 100% akurat” generalisasi hasil penelitian terhadap seluruh anggota populasi di lokasi penelitian. Untuk meminimalisir hal ini peneliti mengambil jumlah sampel yang cukup besar dengan pemilihan sampel secara acak.

3. Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS masih relatif kurang di Indonesia, sehingga peneliti sulit menemukan perbandingan penelitian, dan keragaman variabel penelitian. Untuk hal ini peneliti lebih banyak membaca literatur dan buku-buku terbitan BkkbN.

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Proporsi istri PUS yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 43,1% yang terbanyak adalah IUD (18,7%), diikuti Implant (14,7%) dan MOW (9,8%). Persentase pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang terhadap jumlah PUS adalah 22,3% jauh melebihi proporsi pemakaian MKJP tahun 2010 walaupun masih di bawah target BkkbN tahun 2012 (25,9%).

Mayoritas pengetahuan responden tentang MKJP adalah cukup (42,2%) dan kurang (34,3%). Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pengetahuan yang kurang baik tersebut adalah kurangnya minat dan keinginan responden serta informasi yang kurang diberikan oleh tenaga kesehatan saat pertama kali konsultasi.

(49)

6.2 Saran

Gambar

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012
Tabel 4.3  Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Pengetahuan di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Optimasi jadwal pember- sihan bertujuan untuk menentukan berapa banyak pembersihan pada setiap penukar panas dalam periode yang ditinjau, yang dipengaruhi oleh biaya

Rs, sebagai informan kedua dalam penelitian ini, juga menceritakan hal yang sama, proses komunikasi terapeutik yang dilakukannya diawali dengan tahap persiapan, yaitu

From the project time management perspective, during project monitoring activity, pro- ject team would need to make up-to-date predictions on the project total duration as

Smith (2005) categorized some proactive strategies in formulating the strategic public relations. Based on the review of information gathered, the corporate communication of

Pemilihan media untuk melakukan komunikasi politik dengan masyarakat memang sangat bervariatif, sejauh penelitian yang telah dilakukan, DPRD Kota Bandung sudah semaksimal

Perancangan Aplikasi Pengenalan Karakter Korea pada Platform Android Menggunakan Metode OCR Adaptive Classifier.. Image Preprocessing For Improving

Dari kedua penelitian yang ada, keunggulan dari penelitian ini adalah merancang video animasi 3D pengenalan rumah adat Jawa joglo menggunakan teknik highpoly , karena informasi

Berdasarkan aturan dalam Pelelangan sederhana dengan Pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi