• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Chapter III VI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan

desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan penderita DM Tipe II sebagai kontrol. Adapun alasan menggunakan desain ini karena

studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan

penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status paparannya (Murti, 2003). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

retrospektif dimana efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).

Rancangan penelitian case control ini diajukan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Skema Rancangan Case Control

Kontrol: Responden yang tidak

menderita DM Faktor Risiko (+)

Faktor Risiko (-)

Faktor Risiko (+)

Faktor Risiko (-)

Retrospektif

Kasus: Responden dengan

DM

(2)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten

Aceh Utara. Alasan pemilihan Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh

Utara sebagai tempat penelitian dikarenakan di Rumah Sakit ini merupakan Rumah

Sakit Tipe B dan tersedia data tentang DM yang ingin diteliti.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini berlangsung mulai bulan Maret 2016 – Agustus 2016.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

a. Populasi kasus

Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan menderita

DM tipe II.

b. Populasi kontrol

Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan tidak

(3)

3.3.2. Sampel a. Sampel Kasus

Sampel kasus adalah pasien baru yang menderita DM Tipe II yang berobat di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan

dengan rekam medik dan didukung dengan hasil pemeriksaan Laboratorium

yang tercatat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupten Aceh Utara

b. Sampel Kontrol

Sampel kontrol adalah sebagian pasien yang berobat di Rumah Sakit Umum

Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tetapi tidak menderita DM Tipe II.

3.3.3. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi untuk Kasus

1. Tercatat sebagai pasien poli Edukasi Diabetes di Rumah Sakit Umum

Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang baru didiagnosa menderita

DM tipe II dan belum terjadi komplikasi.

2. Bisa berkomunikasi dengan baik

3. Bersedia menjadi Responden

b. Kriteria Inklusi untuk Kontrol

1. Pasien baru yang berobat di poli edukasi diabetes dan dinyatakan tidak

menderita DM tipe II

(4)

3.3.4. Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus besar sampel untuk studi

kasus kontrol berpasangan menurut Sostroasmoro (2013) yaitu:

ni = n2 = dimana p =

p = Proporsi faktor risiko

q = 1- p

Penentuan besar sampel penelitian dengan memperhatikan hasil OR dari

beberapa penelitian terdahulu tentang variabel yang berhubungan dengan resiko

kejadian penyakit DM Tipe II seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Besar Sampel Berdasarkan Odds Ratio Penelitan Terdahulu

(5)

Untuk memenuhi jumlah sampel minimal maka digunakan OR terkecil dari

variabel penelitian terdahulu. Perhitungan besar sampel dengan menggunakan OR

dari hasil penelitian Manik (2012) di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga

Kabupaten Samosir Sumatera Utara dengan variabel Tekanan Darah Tinggi (OR =

2,2) yaitu:

P = = = 0,68 q = 1- p = 0,32

Besar Sampel:

n1 = n2 =

=

= = 45,54= 46

Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat besar sampel minimal adalah

46 orang penderita DM Tipe II. Sehingga jumlah sampel untuk kelompok kasus yaitu

sebanyak 46 orang penderita DM tipe II dan kelompok kontrol sebanyak 46 orang

bukan penderita DM Tipe II. Perbandingan kasus dengan kontrol adalah 1:1 dengan

(6)

3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diperoleh dengan dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien baru pada poli rawat jalan, dengan mengikut sertakan

semua usia dari populasi yang ada sampai mencapai 46 sampel kasus yang menderita

DM tipe II dan 46 sampel kontrol yang tidak menderita DM tipe II.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

untuk mengetahui umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, aktivitas fisik, pola makan,

perilaku merokok.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder untuk mengetahui berat badan, tinggi badan, tekanan darah

diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh

Utara.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Adapun pengujian validitas dan realibilitas dijelaskan sebagai berikut (Agus

Riyanto, 2011) :

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu

keuisioner. Kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada angket mampu untuk

(7)

validitas alat ukur terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat

ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir, dimana nila rtabel =

0,361.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi

17.00 untuk menguji keshahihan butir. Kriteria yang digunakan untuk menguji

keshahihan butir yaitu sebagai berikut:

a. Jika rhitung > rtabel, dengan taraf signifikan Ƚ = 0,05 maka pertanyaan dikatakan

valid

b. Jika rhitung < rtabel, dengan taraf signifikan Ƚ = 0,05 maka pertanyaan dikatakan

tidak valid.

Tabel 3.2. Uji Validitas Instrumen

Item Pertanyaan rhitung rtabel Ket

Pengetahuan

P1 0,645 0,361 Valid

P2 0,619 0,361 Valid

P3 0,596 0,361 Valid

P4 0,499 0,361 Valid

P5 0,426 0,361 Valid

P6 0,626 0,361 Valid

P7 0,616 0,361 Valid

P8 0,780 0,361 Valid

P9 0,721 0,361 Valid

Berdasarkan tabel 3.1 diatas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan

(8)

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk suatu kuesioner yang merupakan indikator dari

variabel atau kostruk. Butir pertanyaan dikatakan reliable atau andal apabila jawaban

dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisten. Uji reliabilitas dilakukan

dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 dan butir pernyataan yang sudah

dinyatakan valid dalam uji validitas ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 maka pertanyaan reliabel.

b. Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,6 maka pertanyaan tidak reliabel.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen dapat

dipercaya. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Variabel dikatakan reliabel jika nilai r Alpha Cronbach > 0,6, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach Alpha Keterangan

Pola makan 0,794 Reliabel

Merokok 0,790 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha dari seluruh variabel yang diujikan nilainya sudah diatas 0,6 maka dapat disimpulkan

bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini dalam uji reliabilitas dinyatakan reliabel.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 responden yang datang

(9)

memiliki karakteristik yang sama dan pada responden yang telah ikut dalam uji

validitas dan reabilitas tidak dibenarkan lagi menjadi sampel penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen, yaitu faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan

diabetes), faktor risiko yang dapat dimodifikasi (IMT, aktivitas fisik, tekanan darah

tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok). Variabel dependen, yaitu kejadian

Diabetes Mellitus.

3.5.2. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah:

1. Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi

a. Umur adalah masa hidup responden dari lahir sampai ulang tahun terakhir

pada saat dilakukan wawancara.

b. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara

biologis sejak responden lahir.

c. Riwayat keluarga dengan diabetes adalah kondisi keluarga yang dinyatakan

positif menderita DM Tipe II dengan diagnosis oleh dokter baik orang tua

(10)

2. Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi

a. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah pembagian berat badan dalam kilogram

dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat yang dihitung berdasarkan

metode Antropometri.

b. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan yang biasa dilakukan pasien DM

Tipe II setiap hari selama 24 jam.

c. Tekanan darah tinggi adalah bila hasil pengukuran tekanan darah sistolik

൑140 mmhg dan diastolik ൒90 mmhg.

d. Pola makan adalah kebiasaan makan makanan pokok, konsumsi sayuran/

buah dan jumlah konsumsi gula pasir.

e. Kebiasaan merokok adalah orang yang menghisap semua jenis rokok

secara aktif dan rutin atau pernah merokok sebelumnya.

3.6.Metode Pengukuran a. Riwayat keluarga DM

0 = Tidak, jika tidak ada orang tua atau saudara kandung yang menderita DM

1 = Ya, jika bila salah seorang orang tuanya atau saudara kandung menderita

DM

b. Indeks Massa Tubuh (IMT), diukur dengan menggunakan metode antropometri

yaitu membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m).

Selanjutnya nilai IMT dikategorikan menjadi 2 yaitu :

(11)

1 = IMT berisiko, jika IMT pasien ൒ 25,0

c. Aktivitas fisik, menurut WHO adalah aktivitas fisik sedang sampai berat selama

30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan sekurang kurangnya

3(tiga) kali seminggu yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Yang dibagi

menjadi 2 kategori, berisiko dan tidak berisiko yaitu :

0 = Aktivitas fisik teratur, jika pasien melakukan aktivitas baik olahraga rutin 3

kali seminggu dan tidak ada jeda lebih dari 3 hari atau melakukan salah

satu pekerjaan di industry ringan, mahasiswa, militer yang tidak sedang

berperang, kerja rumah tangga, bersepeda, bowling, jalan cepat, berkebun,

golf atau sepatu roda atau pekerjaan rumah yang dilakukan minimal 30

menit dalam sehari secara teratur.

1 = Aktivitas fisik tidak teratur, jika pasien tidak pernah olahraga atau olahraga

ringan jika dilakukan 1-2 kali per minggu dan atau durasi kurang dari 30

menit setiap melakukan olahraga atau melakukan pekerjaan seperti

pegawai kantor, guru, ahli hukum, sekretaris kantor, memancing atau supir.

d. Tekanan darah tinggi, diukur menggunakan tensi meter dengan satuan mmhg.

Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah responden relaks (duduk atau

berbaring selama 5 menit). pengelompokannya adalah sebagai berikut :

0 = Tekanan darah tidak berisiko, jika sistolik/diastolik < 140/90 mmHg

(12)

e. Pola makan, kebiasaan makan makanan pokok, mengkonsumsi sayuran/ buah

dan jumlah konsumsi gula pasir yang di bagi menjadi 2 kategorikan sebagai

berikut :

0 = Seimbang, jika pasien mengkonsumsi makanan pokok 3-4 porsi,

sayuran/buah 3-5 porsi dan konsumsi gula pasir 2-3 porsi

1 = Tidak seimbang, jika pasien mengkonsumsi makanan pokok >4 porsi,

sayuran/buah >5 porsi dan konsumsi gula pasir >3 porsi

f. Kebiasaan merokok, diukur dengan menanyakan pasien pada saat wawancara

pernah merokok sebelumnya untuk semua jenis rokok, Selanjutnya kelompok

dikategorikan kedalam 2 kategorikan yaitu :

0 = Tidak merokok, jika pasien tidak merokok atau sudah berhenti merokok

sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir

1 = Merokok, jika pasien merokok untuk semua jenis rokok.

Tabel 3.4. Tabel Pengukuran Variabel Penelitian Nama Variabel Indikator Cara

Pengukuran Hasil Ukur

Skala Ukur Riwayat Keluarga 1 Kuesioner Tidak

Ya Ordinal

IMT 1 Metode

Antropometri

IMT Tdk berisiko (<25,0)

IMT berisiko ( ≥ 25,0) Ordinal

Aktivitas Fisik 5 Kuesioner Teratur

(13)

Tabel 3.4. (Lanjutan)

Pola makan 5 Kuesioner Seimbang

Tidak Seimbang Ordinal

Merokok 3 Kuesioner Tidak Merokok

Merokok Ordinal

2.7. Metode Analisis Data 2.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang menjelaskan setiap variabel penelitian

dengan penyajian dalam tabel distribusi frekuensi. Adapun variabel independen yaitu

umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, IMT, aktivitas fisik, tekanan darah, pola

makan, merokok. Variabel dependen, yaitu kejadian Diabetes Mellitus.

2.7.2. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen terhadap variabel

dependen dengan menggunakan uji Mc Nemar pada tingkat derajat kepercayaan

95%, yaitu α = 0,05 dengan ketentuan bila nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut. Selain itu digunakan juga perhitungan odds ratio (OR) yang digunakan untuk mengestimasi tingkat risiko antara variabel independen dengan variabel dependen.

Hasil interpretasi nilai OR adalah:

a. Bila OR = 1, artinya variabel independen bukan faktor risiko.

(14)

c. Bila OR < 1, artinya variabel independen sebagai faktor protektif (Sastroasmoro,

2011).

2.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen

dengan seluruh variabel independen yang diteliti, sehingga diketahui variabel yang

paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II dengan menggunakan uji

conditional logistic regression. Variabel independen yang diuji pada analisis multivariat adalah variabel yang pada hasil analisis bivariat mendapat nilai p < 0,25.

Selanjutnya untuk mengetahui kasus dengan DM tipe II yang dapat dicegah

dengan memperbaiki faktor resiko yang dominan maka dilakuka perhitungan

Population Attributable Risk (PAR), yaitu : PAR =

Keterangan:

P = Proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan

(15)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Karakteristik Responden Meliputi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016

Variabel

Pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing terdapat sebanyak 20 (43,5%)

(16)

berpendidikan SMA, masing-masing terdapat sebanyak 21 orang (45,7%). Pada

kelompok kasus mayoritas responden memiliki pekerjaan pegawai negeri sebanyak

14 orang (30,4%) dan pada kelompok kontrol mayoritas responden memiliki

pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 17 orang (36,9%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasangan Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016

Kasus

E- : Variabel yang tidak terpapar

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat

15 (32,6%) responden yang memiliki riwayat keluarga DM pada kelompok kasus,

tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak memiliki riwayat keluarga DM,

(17)

kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki riwayat

keluarga DM.

Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 21 (45,7%) responden yang

berisiko IMT pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut

tidak berisiko IMT, selanjutnya terdapat 7 (15,2%) responden yang tidak berisiko

IMT pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut berisiko

IMT.

Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 17 (36,9%) responden yang

memiliki aktivitas fisik tidak teratur pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol

dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang teratur, selanjutnya terdapat 3

(6,52%) responden yang memiliki aktivitas fisik teratur pada kelompok kasus, tetapi

kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang tidak teratur.

Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 8 (17,4%) responden dengan

tekanan darah yang berisiko pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari

pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang tidak berisiko, selanjutnya terdapat

11 (23,9%) responden dengan tekanan darah yang tidak berisiko pada kelompok

kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang

berisiko.

Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 22 (47,8%) responden dengan

(18)

responden dengan pola makan seimbang pada kelompok kasus, tetapi kelompok

kontrol dari pasangan tersebut memiliki pola makan tidak seimbang.

Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 4 (8,7%) responden yang

merokok pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak

merokok, selanjutnya terdapat 6 (13%) responden yang tidak merokok pada

kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki kebiasaan

merokok.

4.2. Analisis Bivariat dengan Uji McNemar

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel

independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji Mc Nemar pada tingkat kemaknaan α < 0,05.

Tabel 4.3 Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016

(19)

Tabel 4.3 (Lanjutan)

Keterangan : *Signifikan (p<0,05)

E+ : Variabel yang terpapar E- : Variabel yang tidak terpapar

4.2.1 Pengaruh Riwayat Keluarga DM terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat disimpulkan tidak

terdapat pengaruh riwayat keluarga DM terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis

diperoleh nilai (OR = 1 dengan 95%CI 0,455-2,195).

4.2.2 Pengaruh IMT terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,008 maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh IMT terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 3

dengan 95%CI 1,228,8,353) artinya responden yang memiliki IMT berlebih 3 kali

kecenderungannya berisiko dibanding dengan yang tidak memiliki IMT berlebih.

4.2.3 Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,017 maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai

(OR = 5,7 dengan 95%CI 1,639-30,180) artinya responden yang melakukan aktifitas

fisik tidak teratur 5,7 kali berisiko terkena DM Tipe II dibanding dengan yang teratur

(20)

4.2.4 Pengaruh Tekanan Darah terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,491 maka dapat disimpulkan tidak

terdapat pengaruh tekanan darah terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis

diperoleh nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,253-1,985).

4.2.5 Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh pola makan terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai

(OR = 5,5 dengan 95%CI 1,867-21,955) artinya responden yang pola makannya tidak

seimbang 5,5 kali berisiko terkena DM tipe II dibandingkan dengan responden yang

pola makannya sembang.

4.2.6 Pengaruh Merokok terhadap Kejadian DM Tipe II

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,527 maka dapat disimpulkan tidak

terdapat pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh

nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,138-2,811).

4.1.3. Analisis Multivariat dengan Uji Conditional Logistic Regression

Variabel yang dimasukan dalam uji conditional logistic regression adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dimana hasil seleksi variabel tersebut dapat

(21)

Tabel 4.4 Hasil Seleksi Variabel yang Dapat Masuk Dalam Model Conditional Logistic Regression

No. Variabel p value Nilai Ketetapan Pemodelan

1. Riwayat keluarga DM 1,000 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan

2. IMT 0,008 p < 0,25 Masuk pemodelan

3. Aktivitas fisik 0,017 p < 0,25 Masuk pemodelan

4. Tekanan darah 0,491 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan

5. Pola makan 0,004 p < 0,25 Masuk pemodelan

6. Merokok 0,527 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari seluruh variabel independen terdapat tiga

variabel yang dimasukkan ke dalam model yaitu variabel IMT, aktivitas fisik, dan

pola makan. Variabel yang tidak dapat dimasukkan dalam model adalah variabel

riwayat keluarga DM, tekanan darah, dan merokok, hal ini disebabkan karena

variabel ini memiliki nilai p > 0,25.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Multivariat dengan Conditional Logisitic Regression

Faktor Risiko Kejadian DM Tipe II

Variabel Model 1 Model 2

(22)

pola makan (OR = 4,7 95%CI 1,843-12,032) artinya responden yang pola makannya

tidak seimbang 4,7 kali kecenderungannya menderita penyakit DM tipe II

dibandingkan dengan responden yang pola makannya seimbang.

Selanjutnya untuk memperoleh nilai Population Attributable Risk (PAR) untuk variabel pola makan dapat dihitung sebagai berikut dimana nilai p (perkiraan

prevalensi paparan dalam populasi) sebesar 0,39 yaitu seperti berikut ini:

100

Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DM Tipe II dapat dicegah sebesar 59%

(23)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Riwayat Keluarga Penderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil uji bivariat diperoleh nilai p= 1,000 (OR = 1 dengan 95% CI

0,455-2,195)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh riwayat keluarga DM

terhadap kejadian DM Tipe II.

Dari hasil penelitian di ketahui bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan

antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM tipe II. Riwayat

keluarga menderita DM tidak merupakan faktor resiko. Berdasarkan hasil wawancara,

responden tidak mengetahui apakah keluarga ada yang menderita DM atau tidak,

karena sudah meninggal dan tidak pernah memeriksakan diri.

Faktor riwayat keluarga menderita DM merupakan salah satu faktor resiko

penyakit DM, namun kejadian penyakit DM ini dapat juga terjadi pada penderita

yang tidak memiliki riwayat keluarga DM apabila tidak menjalankan pola hidup sehat

dengan pola makan seimbang dan aktifitas fisik teratur.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang

menyatakan resiko penderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM

adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk

(24)

kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90%

jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi

masyarakat yang memiliki keluarga yang menderita DM, harus segera

memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderitaDM besar.

Seseorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen

diabetes. Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus

timbulnya pradiabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari

keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar identik

merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut Codario (2005) jika

seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko

sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes dan diabetes.

5.2 Pengaruh IMT dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil analisis pengaruh IMT terhadap kejadian penyakit DM tipe II diperoleh

nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,134-4,081) artinya tidak ada pengaruh IMT terhadap

kejadian DM tipe II.

Berdasarkan hasil penelitian didapat pada kasus 13 orang penderita DM

tipe II tidak memiliki IMT berlebih 9 orang diantaranya memiliki riwayat

keluarga menderita DM dengan proporsi 69%, , hal ini dikarenakan faktor

riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus

timbulnya diabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga

(25)

menderita DM tipe II dan tidak memiliki IMT berlebih 13 orang diantaranya

memiliki riwayat keluarga menderita DM dengan proporsi 48 %. Peningkatan

resiko terjadinya DM tidak hanya pada responden yang memiliki IMT berlebih

dan faktor riwayat keluarga menderita DM, tetapi juga dapat terjadi pada

responden yang memiliki IMT normal ini disebabkan karena perubahan gaya

hidup yang kurang aktif atau kurang aktifitas sehingga terjadinya resistensi

insulin. Kurangnya aktifitas fisik tidak sebanding dengan dampak terhadap

obesitas, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan otot otot tidak sensitive

terhadap efek insulin (Nathan, 2010).

Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya seprti

penelitian yang dilakukan Hu et a l., 2004 menunjukkan obesitas merupakan faktor risiko kejadian diabetes tipe II, dimana IMT 26 sampai 29,9 memilki risiko

1,72 kali mengalami diabetes tipe II dibanding dengan orang yang memilki IMT

normal dan IMT ൒ 30 memilki risiko 5,68 kali mengalami diabetes tipe 2

dibanding dengan orang yang memiliki IMT normal.

5.3 Pengaruh Aktifitas Fisik dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,017 maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai

(26)

melakukan aktifitas fisik 2,8 kali berisiko terkena DM tipe II dibanding dengan yang

teratur melakukan aktifitas fisik.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwasanya penderita diabetes

masih banyak yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu dalam

1 minggu kurang dari 3x atau kurang dari 30 menit, dan kebanyakan mereka

hanya melaksanakan 1x seminggu, bahkan ada yang tidak melakukan olah raga.

Olahraga dapat menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif

terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa

dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini

dapat berlanjut beberapa ja m setelah melakukan olah raga.

Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk

menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit

akibat pola hidup seperti diabaetes, serangan jantung dan stroke (Johnson,

1998).Pada waktu melakukan aktifitas fisik, otot-otot akan memakai lebih

banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktifitas fisik, dengan demikian

konsentrasi glukosa darah akan turun. Melalui aktifitas fisik, insulin akan

bekerja lebih baik sehingga dapat masuk kedalam sel untuk dibakar menjadi

tenaga (Soegondo, 2010).

Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah

menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin

(27)

yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar

tetapi ditimbun didalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak

mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM

(Kemenkes,2010).

Diberikan juga edukasi tentang pentingnya berolah raga. Olah raga yang

dianjurkan pada pasien dengan hipertensi yaitu tipe olah raga aerobik yaitu

jogging atau berjalan kaki selama minimal 30 menit dengan frekuensi 5-7 kali

per minggu. Pada pasien dengan prediabetes belum memerlukan terapi farmakologi,

dengan modifikasi gaya hidup yang sesuai dan dilakukan secara disiplin akan

mengurangi resiko komplikasi selanjutnya.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wandasari (2013)

yaitu ada hubungan antara aktifitas fisik dan kejadian DM tipe II. Seseorang yang

teratur melakukan olah raga yaitu 3 kali/mingguselama minimal 30 menitdapat

menurunkankejadian DM tipe Iisebesar 3,21 kali dibandingkan dengan yang tidak

melakukan aktifitas fisik. Hasil penelitian Yusmayati (2008) yaitu orang yang

kurang melakukan aktifitas fisik 3,2 kali lebih mudah terkena DM tipe II

dibandingkan dengan orang yang sering melakukan aktifitas fisik.

Penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Prevention Program (2002) di

(28)

untuk melakukan latihan fisik paling sedikit 150 menit dalam seminggu,

sedangkan Diabetes Australia menganjurkan latihan fisik 30 menit minimal 3 kali

seminggu seperti jalan kaki, jogging, berenang dan aerobik (Hotma,2014).

5.4 Pengaruh Tekanan Darah dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,491 (OR = 0,7 dengan 95%CI

0,253-1,985)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh tekanan darah terhadap

kejadian DM Tipe II.

Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang bisa

menjelaskan hubungan kuat antara hipertensi dengan kejadian penyakit DM.

Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh

hipertensi terhadap kejadian DM disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri

yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit yang menyebabkan

proses pengangkutan glukosa menjadi terganggu. (Conen dkk,2007).

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sunjaya (2009) menemukan

bahwa individu yang mengalami hipertensi mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar

terkena DM disbanding individu yang tidak hipertensi. Trisnawati (2012) menyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian DM yaitu

penderita hipertensi 6,85 kali beresiko terkena DM dibanding yang tidak hipertensi.

Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses

(29)

penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang

diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua,

indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami

komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit

(Webber, 2009).

Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70%,

Pada laki laki 32%, wanita 45% pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit

putih sebanyak 37% dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa

hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa

diabetes (Weir et al. 1999).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) dengan kasus kontrol study,

kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil

OR=8,574. Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45

responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan

kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 (P > 0,05).

5.5 Pengaruh Pola Makan dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh pola makan terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai

(30)

Dari hasil wawancara denga responden didapat bahwa responden dengan DM

tipe II memiliki kebiasaan makan lebih dari 3 kali sehari, begitu juga dengan lauk

protein hewani dan nabati dan responden jarang memakan sayur sayuran dan buah

buahan. Kurangnya konsumsi serat seperti sayur dan buah dapat menyebabkan proses

absorbsi glukosa sangat cepat sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah.

Sedangkan kan sayur dan buah adalah makanan yang dapat memperlambat absorbsi

glukosa sehingga dapat menurunkan kadar gula darah (Almatsier,2010)

Aceh sangat terkenal dengan kulinernya yang sangat kental khas Timur

Tengah dan India terutama makanan yang berlemak terbuat dari santan kelapa dan

kue kue yang sangat manis terbuat dari gula. Kebiasaan masyarakat aceh

menghidangkan makanan tersebut pada hari hari besar seperti hari raya atau pada saat

perayaan pesta. Begitu pula dengan minuman, kebiasaan masyarakat aceh adalah

minum manis baik itu teh maupun kopi .Dari hasil wawancara dengan responden pria

didapatkan juga bahwa mereka memiliki kebiasaan duduk di warung kopi bisa sampai

2-3 jam dan 1-2 kali dalam sehari, biasa mereka menikmati kopi bisa sampai 3-4

gelas perharinya. Begitu pula dengan kebiasaan makan makanan khas aceh seperti

kari kambing yang biasanya hanya pada hari jumat saja, tapi pada saat ini penjual kari

kambing sudah ada pada setiap harinya dan semakin banyak warung yang

menyediakan menu kari kambing.

Diabetes UK(2010) menganjurkan pola makan yang teratur sebanyak 3 kali

sehari bahkan lebih dengan asupan kalori yang seimbang dan dengan jadwal yang

(31)

teratur dan konsisten. Bila hal ini dapat berlangsung dengan baik maka ketahanan

pankreas untuk menyekresi insulin dapat optimal (Hotma, 2014).

5.5 Pengaruh Merokok dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,527 (OR = 0,7 dengan 95%CI

0,138-2,811) maka dapat disimpulkan bahwa merokok tidak memengaruhi kejadian DM

Tipe II.

Tidak ada pengaruh secara signifikan kebiasaan merokok terhadap

kejadian DM. Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di

dekat perokok. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit

DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh

rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan da pat meningkatkan kadar

glukosa. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki

risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang

tidak terpajan (Irawan,2010).

Berdasarkan hasil di lapangan bahwa responden laki-laki memiliki

kebiasaan merokok dengan mengkonsumsi 10-20 bantang per hari,

sedangkan penderita DM perempuan tidak satupun yang merokok dikarenakan

fakt or agama. Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang

(32)

resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono,

(33)

84

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Variabel yang mempengaruhi kejadian penyakit DM tipe II adalah pola makan

dan aktifitas fisik.

2. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II adalah

pola makan dengan OR = 4,7 yang berarti bahwa responden yang pola makannya

tidak seimbang lebih mudah 4,7 kali terkena DM tipe II dari pada responden

yang pola makannya seimbang.

6.2 Saran

1. Bagi pihak Rumah Sakit agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan

pendamping pasien mengenai pola makan dan gizi seimbang dan aktifitas fisik

yang baik dilakukan oleh pasien sebagai upaya pencegahan penyakit DM tipe II

dan upaya terjadinya komplikasi. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan

dengan mengadakan penyuluhan misalnya dengan menayangkan video edukasi

kesehatan melalui media televisi, menempelkan poster poster, menyediakan

majalah dan booklet diruang tunggu pasien.

2. Bagi pihak Dinas Kesehatan agar lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan

(34)

85

seimbang dapat juga dengan melibatkan petugas Puskesmas dan tokoh

masyarakat, baik pemuka agama ataupun kepala desa.

3. Bagi Puskesmas ditiap kecamatan agar melaksanakan program skrining diabetes

di masyarakat agar dapat mendeteksi dini penderita DM sehingga cepat

mendapatkan pengobatan dan dapat mencegah komplikasi diabetes

4. Disarankan kepada semua masyarakat usia 20 tahun keatas atau yang memiliki

riwayat keluarga DM untuk secara dini menerapkan pola hidup sehat dengan

Gambar

Gambar 3.1. Skema Rancangan  Case Control
Tabel 3.1 Besar Sampel Berdasarkan Odds Ratio Penelitan Terdahulu
Tabel 3.2. Uji Validitas Instrumen
Tabel 3.4.  Tabel Pengukuran Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

UNDERSTANDING IDEA OF CURRICULUM 2013 AND ITS CONSISTENCY ON DEVELOPING CURRICULUM DOCUMENT AT LEVEL OF EDUCATION UNIT (KTSP) AT PRIMARY SCHOOL LEVEL.

Derajat stenosis pada arteri koroner dapat dilihat dengan tindakan angiografi dan biasanya diukur dengan evaluasi visual dari presentasi pengurangan diameter relatif

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dan Example Non Example Terhadap Prestasi Belajar Untuk Siswa Kelas VIII1. Di MTs Negeri

“Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Asosiasi Merek, dan Kelompok Referensi terhadap Keputusan Pembelian (Studi kasus pada Konsumen Sepeda Motor Scoopy di Semarang)..

Hasil pengujian menunjukkan bahwa promosi penjualan, periklanan serta penjualan personal secara simultan mempunyai pengaruh terhadap keputusan konsumen untuk menginap di

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. Thank You

6 Keluarga saya banyak yang berbagi informasi mengenai pengalaman mereka menggunakan sepeda motor Honda sehingga saya terdorong untuk menggunakannya. Keputusan

dalam bentuk infus atau dalam bentuk oral (tablet) (3,4,5) dengan skala data ordinal; 2) Stadium kanker payudara adalah derajat keparahan kondisi pasien berdasarkan tingkat