BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menstruasi
2.1.1. Definisi menstruasi
Menstruasi adalah suatu fase yang ditandai dengan degenerasi dari zona fungsional endometrium.3 Pada pengertian klinik, haid dinilai berdasarkan pada
tiga hal. Pertama, siklus haid, yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti, dan ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid. Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid diantara 24-35 hari, lama haid 3-7 hari, dengan jumlah darah selama haid berlangsung tidak melebihi
80 mL, ganti pembalut 2-6 kali per hari.4,9
Haid normal merupakan hasil akhir suatu siklus ovulasi. Kurang lebih 14 hari pascaovulasi, bila tidak terjadi pembuahan, akan diikuti dengan haid.9 Daur haid timbul disebabkan fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi
(plasma) yang terjadi selama siklus ovarium.10
2.1.2. Aspek endokrin dalam siklus menstruasi
Terdapat dua area utama di otak yang berperan pada regulasi reproduksi,
yaitu hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Hipotalamus merupakan bagian dari diensefalon yang terletak di dasar otak dan membentuk dasar dan sebagian dinding lateral dari ventrikel tiga. Terdapat sel neural peptidergik pada hipotalamus yang mensekresi dan menginhibisi hormon. Sel ini memiliki karakteristik sel neuron dan kelenjar endokrin.4 Area pokok sintesis Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) dalam hipotalamus adalah nukleus arkuatus, yang
terletak pada basal organ. Akson berkembang dari nukleus arkuatus ke eminensia mediana dan menjadi saluran tubero-infundibularis.11
GnRH adalah suatu dekapeptida. Rangkaian asam amino tersebut bertindak sebagai stimulator pelepasan luteinizing hormone (LH) dan follicle
sekaligus sebagai regulator sintesis gonadotrop.11 Waktu paruh dari GnRH hanya 2-4 menit. Kontrol dari fungsi reproduksi bergantung pada pelepasan GnRH secara konstan, sehingga fungsi ini bergantung pada releasing hormone, neurohormon, gonadotropin hipofisis, dan steroid gonadal.4
Regulasi dari substansi-substansi tersebut diatur secara umpan balik, baik
positif ataupun negatif. The long feedback loop merujuk pada efek umpan balik dari jumlah hormon yang bersirkulasi dan terjadi pada hipotalamus dan hipofisis.
The short feedback loop merujuk pada umpan balik negatif dari hormon hipofisis
dari sekresinya sendiri, kemungkinan terjadi karena efek inhibisi dari releasing
hormone di hipotalamus. Ultrashort feedback merujuk pada inhibisi oleh releasing hormone pada sintesisnya sendiri.4
Pulsasi dari GnRH dikontrol oleh beberapa hal, seperti: traktus dopamin, traktus norepinefrin, dan neuropeptida Y. Traktus dopamin akan mensupresi
jumlah prolaktin dan gonadotropin yang bersirkulasi. Sementara traktus norepinefrin dan neuropeptida Y akan menstimulasi pulsasi GnRH.4
Kelenjar hipofisis terletak di bawah hipotalamus dan kiasma optikus dan berada di dalam sella tursika pada dasar tulang kranium.11 FSH dan LH disekresi oleh sel gonadotrop yang terletak di bagian lateral dari kelenjar hipofisis.4 Sintesis dan sekresi hormon gonadotropin berada di bawah pengaruh sekresi pulsatil
GnRH.11
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari dinding uterus dan
merupakan organ target sistem reproduksi. Haid merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari aksis Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (aksis H-H-O). Pada awal siklus, sekresi gonadotropin (FSH dan LH) meningkat perlahan, dengan sekresi FSH lebih dominan dibandingkan LH. Pada awal siklus
didapatkan beberapa folikel kecil, folikel pada tahap antral yang sedang tumbuh. Pada folikel didapatkan dua macam sel, yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari sel telur, oosit.9
Pada awal siklus (awal fase folikuler) reseptor LH hanya dijumpai pada sel teka, sedangkan reseptor FSH hanya di sel granulosa. LH memicu sel teka
bantuan enzim aromatase mengubah androgen menjadi estrogen (estradiol) di sel granulosa. Pada awal fase folikuler, peran FSH menonjol, seperti :
- Memicu sekresi inhibin B dan aktivin di sel granulosa. Inhibin B memicu LH meningkatkan sekresi androgen di sel teka dan memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh hipofisis.
Aktivin membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel granulosa. - Mengubah androgen menjadi estrogen.
- Memicu proliferasi sel granulosa. Folikel mem-besar.
- Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH di sel granulosa.9
Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan folikel antral membesar dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH, tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun mengakibatkan
hanya satu folikel yang siap, dengan penampang paling besar dan mempunyai sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh (folikel dominan). Folikel lainnya
akan mengalami atresia. Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat. Pada kadar estrogen 200 pg/mL yang terjadi pada sekitar hari ke-12, akan memacu sekresi LH, sehingga terjadi lonjakan LH. Pada akhir masa folikuler siklus tersebut sekresi LH lebih dominan dari FSH.
Pada pertengahan siklus, reseptor LH terdapat juga pada sel granulosa. Peran lonjakan LH :
- Menghambat sekresi Oocyte Maturation Inhibitor (OMI) yang
dihasilkan oleh sel granulosa, sehingga miosis II oosit dimulai.
- Memicu sel granulosa untuk menghasilkan prostaglandin (PG). PG intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel untuk pecah
agar oosit keluar saat ovulasi.
Kadar progesteron yang sedikit meningkat mempunyai peran:
- Memacu sekresi LH dan FSH sehingga kadar FSH meningkat kembali,
dan terjadilah lonjakan gonadotropin, LH, dan FSH dengan sekresi LH tetap dominan.
- Mengaktifkan enzim proteolitik, plasminogen menjadi plasmin yang
membantu menghancurkan dinding folikel, agar oosit dapat keluar dari folikel saat ovulasi.9
Kadar FSH yang meningkat pada pertengahan siklus berperan : - Membantu mengaktifkan enzim proteolitik.
- Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa. Pada reseptor LH yang terbentuk, inhibin A mulai berperan menggantikan inhibin B.9
Sekitar 36-48 jam dari lonjakan LH, oosit keluar yang dikenal sebagai
ovulasi. Pascaovulasi, luteinisasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron yang
tinggi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar FSH dan LH turun, dengan LH lebih dominan dari FSH. Sekresi LH diperlukan untuk mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks di korpus luteum selama fase luteal. Segera pascaovulasi estrogen menurun tetapi meningkat kembali
dengan mekanisme yang belum jelas.9
Pada fase luteal, kadar progesteron dan estrogen (progesteron lebih
dominan) meningkat, mencapai puncaknya pada 7 hari pascaovulasi. Kemudian kadar keduanya menurun karena atresia korpus luteum. Kurang lebih 14 hari pascaovulasi kadar keduanya cukup rendah, mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali, dengan FSH lebih dominan dibandingkan LH, lalu masuk ke
2.1.3. Perubahan histologi ovarium pada siklus haid a. Fase folikular
Panjang fase folikuler berkisar antara 10-14 hari. Fase ini memastikan bahwa terdapat folikel yang cukup untuk ovulasi, pada akhir fase ini (5-7 hari) hanya tersisa satu folikel dominan. Oogenesis/meiosis terhenti
selama fase ini karena adanya OMI.4,9
1) Folikel primordial
Primordial germ cells berasal dari endoderm yolk sac, allantois,
dan hindgut embrio. Pada minggu 5-6 kehamilan, sel ini bermigrasi ke
daerah genital. Sel-sel ini mengalami multiplikasi mitosis dengan cepat pada minggu ke 6-8 kehamilan, dan pada minggu 16-20, jumlah oosit pada kedua ovarium mencapai 6-7 juta. Folikel primordial merupakan folikel yang tidak tumbuh, berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis
profase yang terhenti pada tahap diplotene, dikelilingi selapis sel granulosa spindle-shaped. Jumlah oosit akan menurun hingga tersisa
1-2 juta saat janin dilahirkan dan 300.000-500.000 saat pubertas. Sekitar 400-500 folikel akan berovulasi selama umur reproduktif wanita. Pada saat menarke, aksis H-H-O akan aktif dan folikel yang masuk ke masa pertumbuhan ber-tepatan dengan aktivasi aksis H-H-O masuk ke tahap
rekrutmen siklik oleh FSH. Sementara kelompok folikel yang masuk ke masa pertumbuhan tidak bertepatan dengan awal siklus akan mengalami
atresia.4,9
2) Folikel preantral
Pada folikel preantral tampak oosit membesar, dikelilingi oleh membran, zona pellucida. Sel granulosa mengalami proliferasi, menjadi
berlapis, sel teka terbentuk dari jaringan di sekitarnya. Sel granulosa dari folikel preantral sudah dapat mensintesis tiga macam steroid seks, dominan estrogen dibandingkan androgen dan progesteron. Reseptor spesifik FSH muncul pada sel granulosa pada fase preantral. FSH dan estrogen secara sinergis memulai mitogenik pada sel granulosa untuk
semua sel memiliki reseptor gonadotropin, sel yang memiliki reseptor akan mentransfer sinyal (melalui gap junction) yang mengakibatkan aktivasi protein kinase pada sel tanpa reseptor.4,9
3) Folikel antral
Stimulus FSH dan estrogen secara sinergi menghasilkan sejumlah
cairan yang banyak dalam ruangan sel granulosa. Cairan ini membentuk rongga (antrum) dan pada tahap ini disebut folikel antral. Antrum ini memisahkan sel granulosa menjadi sel granulosa yang menempel pada dinding folikel dan sel granulosa yang mengelilingi oosit (kumulus
ooforus). Kumulus ooforus berperan menangkap sinyal dari oosit. Cairan folikel berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit androgen, dan tanpa LH.4,9
4) Folikel preovulasi
Pada folikel preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat per-lemakan, dan sel teka memiliki vakuola dan banyak mengandung
vaskularisasi, sehingga folikel tam-pak hiperemis. Mendekati maturasi, produksi estrogen folikel meningkat. Lonjakan LH terjadi saat estradiol mencapai kadar puncak. Untuk menciptakan stimulus pada folikel dominan, LH menurunkan kadar estrogen dan FSH pada folikel yang
lain, dan pada akhirnya me-ningkatkan androgen intrafolikuler. Androgen menyebabkan apoptosis sel granulosa pada folikel kecil
sehingga atresia dan androgen juga meningkatkan libido. LH pada folikel dominan menyebabkan luteinisasi sel granulosa yang berakhir dengan produksi progesteron.4,9
5) Fase ovulasi
Stimulus ovulasi diciptakan oleh folikel preovulasi sendiri dengan elaborasi bersama estradiol. Ovulasi terjadi 10-12 jam setelah lonjakan LH dan 24-36 jam setelah puncak estradiol tercapai. Ruptur folikel terjadi 34-36 jam pasca lonjakan LH. Lonjakan LH akan menginisiasi kelanjutan meiosis oosit, luteinisasi sel granulosa, ekspansi kumulus,
dan luteinisasi oosit prematur diinhibisi oleh faktor lokal. Aktivitas
LH-induced cyclic AMP mengatasi efek inhibisi dari OMI dan luteinization inhibitor. Lonjakan LH menyebabkan peningkatan kadar progesteron.
Progesteron meningkatkan distensi dari dinding folikel. FSH, LH, dan progesteron menstimulasi aktivitas enzim proteolitik, sehingga
mencerna kolagen pada dinding folikel. Sel granulosa pada membran basalis berubah menjadi sel luteal. Pada tikus, sel granulosa kumulus menjadi longgar akibat enzim asam hialuronik yang dipicu lonjakan FSH. FSH menekan proliferasi sel kumulus, tetapi FSH bersama faktor
yang dikeluarkan oosit, memacu proliferasi sel granulosa yang melekat pada dinding folikel.4,9
6) Fase luteal
Menjelang dinding folikel pecah dan oosit keluar saat ovulasi, sel
granulosa membesar, timbul vakuola dan penumpukan pigmen kuning (lutein), yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. Selama 3 hari
pascaovulasi, sel granulosa membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan stroma di sekitarnya. Vaskularisasi yang
cepat, luteinisasi dan membrana basalis yang menghilang,
menyebabkan sel yang membentuk korpus luteum sulit dibedakan
asalnya. Pasca lonjakan LH, kapiler mulai menembus lapisan granulosa menuju ke ruangan folikel dan mengisinya dengan darah. LH memicu
sel granulosa terluteinisasi menghasilkan Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) dan angiopoetin untuk memacu angiogenesis. Pada hari
ke 8-9 pascaovulasi, vaskularisasi mencapai puncaknya, bersamaan dengan puncak kadar progesteron dan estradiol. Pertumbuhan folikel
pada fase folikuler yang baik akan menghasilkan korpus luteum yang baik. Supresi FSH pada fase folikuler berhubungan dengan kerendahan kadar estradiol perovulasi, penurunan produksi progesteron midluteal, dan penurunan massa sel luteal. Korpus luteum mampu menghasilkan progesteron, estrogen, dan androgen. Kemampuan menghasilkan
fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam pascaovulasi. Kadar progesteron dan estradiol mencapai puncaknya sekitar 8 hari pasca lonjakan LH, kemudian turun perlahan, bila tidak terjadi pembuahan.4,9
2.1.4. Perubahan histologi endometrium pada siklus haid
Secara morfologis, endometrium dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
lapisan fungsionalis dan basalis (non-fungsional). Lapisan fungsionalis terdapat pada 2/3 atas endometrium, merupakan lapisan tempat implantasi blastokista dan daerah proliferasi, sekresi, dan degenerasi. Pada akhir fase luteal ovarium, sekresi estrogen dan progesteron menurun tajam mengakibatkan lapisan fungsionalis
terlepas.
Lapisan basalis tidak banyak berubah selama siklus haid dan tidak memberi respons terhadap stimulus steroid seks. Lapisan ini terletak di 1/3 bawah endometrium. Fungsi lapisan ini regenerasi endometrium setelah menstruasi.
a. Fase proliferasi
Fase proliferasi berkaitan dengan folikulogenesis dan peningkatan
sekresi estrogen. Siklus haid sebelumnya menyisakan lapisan basalis dan sedikit sisa lapisan spongiosum dengan ketebalan beragam. Steroid seks (estrogen) hasil dari folikulogenesis memicu penebalan kembali endometrium. Pada awalnya kelenjar berbentuk tubulus sempit, dilapisi
epitel kolumnar rendah. Epitel kelenjar mengalami proliferasi dan pseudostratifikasi, melebar dan bersentuhan dengan kelenjar yang
berdekatan. Stroma endometrium awalnya padat akibat haid menjadi edema dan longgar. Arteri spiralis lurus tidak bercabang, menembus stroma, sampai tepat di bawah membran epitel penutup permukaan kavum uteri, arteri spiralis membentuk anyaman longgar kapiler. Seluruh
komponen endometrium (kelenjar, stroma, dan endotel) mencapai puncaknya pada hari ke 8-10 siklus, sesuai dengan puncak kadar estradiol serum dan kadar reseptor estrogen di endometrium. Selama proliferasi, endometrium menebal dari 0,5 mm menjadi 3,5-5,0 mm. Estrogen memicu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Peran estrogen
menumpuk di sekitar bukaan kelenjar. Pola dan irama gerak silia mempengaruhi distribusi sekresi endometrium. Fase proliferasi memiliki variasi durasi yang lebar, antara 5-7 hari atau 21-30 hari.4,9
b. Fase sekresi
Pascaovulasi, ovarium memasuki fase luteal dan korpus luteum yang
terbentuk menghasilkan steroid seks diantaranya estrogen dan progesteron. Ketebalan endometrium bertahan pada 5-6 mm meskipun ketersediaan estrogen tetap berlanjut. Proliferasi epitel berhenti 3 hari pascaovulasi akibat dampak dari progesteron. Komponen jaringan endometrium tetap
tumbuh tetapi struktur dan tebal tetap, sehingga mengakibatkan kelenjar menjadi berliku dan arteri spiralis terpilin. Tujuh hari pascaovulasi, aktivitas sekresi dapat diamati dengan pergerakan vakuola dari intraseluler menuju intra-luminal. Puncak sekresi terjadi 7 hari pasca lonjakan
gonadotropin bertepatan dengan saat implantasi blastokista bila terjadi kehamilan. Tanda histologi pertama dari ovulasi adalah munculnya
vakuola glikogen intrasitoplasmik subnuklear pada epitel kelenjar pada hari 17-18 siklus. Pada fase sekresi, kelenjar secara aktif mengeluarkan glikoprotein dan peptida ke dalam kavum uteri. Fase sekresi endo-metrium selaras dengan fase luteal ovarium, durasinya berkisar antara 12-14 hari.4,9
c. Fase implantasi
Perubahan signifikan dari endometrium terjadi dari hari ke 7 hingga ke
13 pascaovulasi. Kelenjar men-jadi sangat berliku dan menggembung, kelenjar mengisi hampir seluruh ruangan dan hanya sedikit terisi oleh stroma. Tiga belas hari pascaovulasi, endometrium terdiferensiasi menjadi 3 bagian. Stratum basalis, merupakan bagian yang tidak mengalami
perubahan, kurang dari seperempat tebal endometrium. Stratum spongiosum, lapisan tengah, mengisi 50% dari endometrium. Stratum kompaktum, lapisan superfisial yang berbatasan dengan kavum uteri, mengisi 25% dari tebal endometrium. Pada hari ke-22 siklus mulai terjadi desidualisasi endometrium, tampak sel predesidua sekitar vaskular, inti sel
Desidua merupakan derivat sel stroma yang mempunyai peran yang sangat penting pada masa kehamilan. Sel desidua mengendalikan invasi trofoblas dan menghasilkan hormon yang berperan sebagai otokrin dan parakrin untuk jaringan fetal dan maternal. Saat implantasi, perdarahan endometrium dicegah karena kadar aktivator plasminogen dan ekspresi
enzim yang menghancurkan matriks stroma ekstraseluler (Matrix Activator
Inhibitor/MMPs) menurun, sementara kadar Plasminogen Activator Inhibitor-1 meningkat. Selama fase sekresi terdapat sel granulosit, yang
disebut sel K (Kornchenzellen) yang mempunyai peran sebagai
imunoprotektif saat implantasi dan plasentasi. Sel K mencapai puncaknya pada kehamilan semester I.4,9
d. Fase deskuamasi
Pada hari ke-25 siklus, 3 hari menjelang haid, pre-desidual membentuk
lapisan kompaktum pada bagian atas lapisan fungsionalis endometrium. Bila tidak terjadi kehamilan, maka usia korpus luteum berakhir, diikuti
dengan estrogen dan progesteron semakin berkurang. Kadar estrogen dan progesteron yang sangat rendah akan menyebabkan reaksi seperti vasomotor, apoptosis, pelepasan jaringan endometrium, dan diakhiri dengan haid. Kadar estrogen dan progesteron yang rendah menyebabkan:
- Tebal endometrium menurun. Hal ini menyebabkan aliran darah ke arteri spiralis dan aliran vena menurun dan terjadi vasodilatasi.
Kemudian arteriol spiralis mengalami vasokonstriksi, lalu endometrium menjadi pucat.
- Apoptosis. Pada awal fase sekresi, asam fosfatase dan enzim lisis yang kuat didapatkan di dalam lisosom, dan dihambat oleh
progesteron. Kadar estrogen dan progesteron yang rendah menyebabkan enzim ini terlepas.
- Pelepasan endometrium. Kadar progesteron yang menurun di endometrium memicu sekresi enzim MMPs meningkat di sel desidua pada akhir fase sekresi, saat kadar progesteron menurun. Sekresi
rusak, sehingga jaringan endometrium hancur dan lepas, dan diikuti dengan haid. Pascahaid, ekspresi MMPs menurun kembali karena tertekan estrogen.
Perdarahan haid berhenti karena: - Kolaps jaringan.
- Vasokonstriksi arteri radialis dan spiralis di stratum basalis.
- Stasis vaskuler. Hal ini didapat dari keseimbangan pembekuan dan fibrinolisis.
- Estrogen siklus berikutnya mulai meningkat memicu pertumbuhan
endometrium.4,9
2.1.5. Gangguan siklus menstruasi 2.1.5.1. Ritme (irama) haid
a. Polimenorea
Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu kurang dari 21 hari. Penyebab polimenorea bermacam-macam antara lain gangguan endokrin yang menyebabkan gangguan ovulasi, fase luteal memendek, dan kongesti ovarium karena
peradangan.5
b. Oligomenorea
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormon androgen. Oligomenorea dapat terjadi karena imaturitas aksis H-H-O, stres, penyakit kronis, gangguan
nutrisi, dan sindrom metabolik.5
c. Amenorea
Amenorea adalah tidak terjadi haid pada wanita dengan mencakup satu dari tiga tanda berikut:
- Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertai adanya pertumbuhan normal dan perkembangan tanda kelamin sekunder. - Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut
pada perempuan yang sebelumnya pernah haid.5
Secara klasik, dikategorikan menjadi dua yaitu amenorea primer dan
sekunder yang meng-gambarkan terjadinya amenorea sebelum atau sesudah terjadi menarke.5
Evaluasi penyebab amenorea dilakukan berdasarkan pembagian 4 kompartemen, yaitu :
Kompartemen I : gangguan pada uterus
Kompartemen II : gangguan pada ovarium
Kompartemen III : gangguan pada hipofisis
Kompartemen IV : gangguan pada hipotalamus/sistem saraf pusat.4
2.1.5.2. Durasi dan jumlah darah haid
2.1.5.1. Hipermenorea (menoragia)
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih dari 80 mL per siklus haid dan durasi haid lebih dari 7 hari. Dikatakan
menoragia bila ganti pembalut lebih dari 6 kali per hari. Setiap pembalut basah seluruhnya. Paling banyak disebabkan kelainan organik uterus dan kelainan darah. Sisanya oleh kelainan endokrinologi.6,7
2.1.5.2. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah kurang dari 5 mL per siklus haid dan durasi haid kurang dari 4 hari. Jarang
disebabkan kelainan organik. Pada umumnya disebabkan
2.2. Stres 2.2.1. Definisi
Dari sudut pandang psikologis, stres adalah suatu keadaan internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan,
menimbulkan perubahan-perubahan atau me-merlukan mekanisme pertahanan seseorang. Dalam keadaan stres, terjadi perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain. Pada saat perubahan itu menganggu fungsi psikis dan somatik, timbul keadaan distres.1 Stres dapat dikatakan respons automatik tubuh
yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mem-pertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme.
Reaksi fisiologis ini disebut general adaptation syndrome (GAS).1 Hans
Selye membagi respon ini menjadi 3 fase, yaitu: 1. Alarm Phase (Fight or Flight)
Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stresor dengan baik. Terjadi aktivasi simpatis.
2. Resistance Phase
Reaksi terhadap stresor sudah melampaui tahap kemampuan tubuh.
Pada keadaan ini sudah timbul gejala-gejala psikis dan somatik. 3. Exhaustion Phase
Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas.1,3
2.2.2. Sumber stres (stresor)
Jenis-jenis stresor dapat dibagi menjadi:
- Stresor biologis: bakteri, virus, hewan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan misalnya gigitan binatang dan infeksi. - Stresor fisis: perubahan iklim, cuaca, geografi, kebisingan, dll.
- Stresor kimia: pengobatan, alkohol, polusi udara, gas beracun,
pencemaran lingkungan, dll.
- Stresor sosial psikologis: frustasi, perasaan berdosa, masa depan, konflik, emosi, dll.
- Stresor spiritual: persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan.1,2
2.2.3. Tingkat dan sifat stresor
Potter & Perry membagi hubungan tingkat stresor dengan kejadian sakit:
- Stres ringan: biasanya tidak merusak aspek fisiologis. Umumnya dirasakan oleh setiap orang, misalnya sulit tidur, macet, dikritik, dll.
Situasi ini biasanya berakhir dalam beberapa menit.
- Stres sedang: terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari. - Stres berat: stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa
tahun.2
Sifat stresor dapat dibagi atas :
- Bagaimana individu mempersepsikan stresor
Jika stresor dipersepsikan buruk, maka tingkat stres yang dirasakan akan berat, dan sebaliknya.
- Intensitas
Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka
kemungkinan kekuatan fisik dan mental tidak mampu mengadaptasinya, dan sebaliknya.
- Jumlah stresor
Apabila pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang
- Durasi
Memanjangnya stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stres.
- Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu
dalam menghadapi stresor yang sama.
- Tingkat perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko stres berbeda pada tiap tingkat
perkembangan.2
2.2.4. Psikopatofisiologi
Stresor sebagai penyebab timbulnya gangguan psikosomatik, pada
mulanya menimbulkan perubahan emosi, fisiologis, biokemis, neuro
endokrinologi, dan neuroimunologi.
Perubahan ini saling terkait satu sama lain hingga menimbulkan gangguan psikosomatik.13 Beberapa teori perubahan fisiologi :
- Gangguan keseimbangan saraf otonom vegetatif
Konflik emosi diteruskan korteks serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf otonom vegetatif.
- Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter
Hal ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di presinaps atau gangguan sensitivitas pada reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmiter yang berpengaruh seperti noradrenalin,
dopamin, dan serotonin. - Hiperalgesia alat viseral
Keadaan ini mengakibatkan respons refleks berlebihan pada bagian alat viseral.
Perubahan ini terjadi melalui aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Hormon yang berperan pada jalur ini antara lain: growth hormone, prolaktin, ACTH, dan katekolamin.
- Perubahan sistem imun
Hal ini terjadi karena aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis. Fungsi imun
terganggu karena sel-sel imunitas yeng merupakan immunotransmitter mengalami berbagai perubahan. Salah satu contoh pada depresi, jumlah neutrofil meningkat. Sementara limfosit T dan B menurun. Aktivitas sel NK dan proliferasi monosit juga menurun. Begitu juga produksi
interferon.1
2.2.5. Diagnosa gangguan psikosomatik
Kriteria klinis diagnosis gangguan psikosomatik secara umum sbb : - Tidak didapatkan adanya gejala-gejala psikotik.
- Keluhan-keluhan yang timbul berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain (shifting phenomenon).
- Keluhan-keluhan yang timbul ada hubungannya dengan emosi dan perasaan negatif tertentu.
- Adanya riwayat hidup yang penuh tekanan. - Adanya faktor predisposisi.
- Adanya faktor prepitasi.13
2.3. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi
Psikosomatik dan seksologi merupakan mata rantai yang sulit dipisahkan karena saling mempengaruhi. Bentuk kelainan psikosomatik dalam bidang ginekologi dapat menimbulkan amenorea, menometroragi, dan dismenorea. Juga gangguan seksual seperti dispareunia dan vaginismus.14
Penyebab fungsional amenorea yang paling sering ditemukan berupa gangguan psikis. Terjadi gangguan pengeluaran GnRH, sehingga pengeluaran hormon gonadotropin berkurang.12 Percobaan pada monyet menunjukkan
corticotropin-releasing hormone (CRH) menginhibisi sekresi gonadotropin.
prolaktin, tetapi terjadi peningkatan sekresi kortisol. Terdapat juga penelitian yang memberikan hasil bahwa beberapa wanita dengan amenorea sentral mengalami inhibisi GnRH oleh dopamin.4
CRH dan arginin vasopressin menstimulasi produksi adreno-corticotropic
hormone (ACTH) di hipofisis. Hal ini juga meningkatkan produksi kortisol di