• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Bantaeng (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kerjasama Pemerintah Kabupaten Bantaeng (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan China Machinery Engineering Corporation (CMEC) dalam pembangunan Bantaeng Industrial Park (BIP) Tahun

2014

(2)

Abstrak

Bantaeng melakukan lompatan yang sangat besar dengan melakukan pembangunan industri yang dikenal sebagai Bantaeng Industrial Park (BIP). Bantaeng BIP menjadi strategi Pembangunan daerah Bantaeng . maka untuk mewujudkan BIP, pemerintah Kabupaten Bantaeng telah membangun kerjasama dengan beberapa perusahaan. Salah satu mitra kerjasama pemerintah Bantaeng adalah China Machinery Engineering Corporations (CMEC). Maka penulis dalam skripsi ini melihat alasan dan faktor pendorong kerjasama pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC dalam pembangunan BIP.

Metode yang digunakan untuk menganalisis kerjasama pemerintah Bantaeng dengan CMEC adalah kualitatif dengan pendekatan ekploratif. Sedangkan, teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan sutdi pustaka. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pemerintah Kabupaten Bantaeng. Dan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen, data, majalah dan berita yang terkait dengan kerjasama pembangunan BIP.

Bagi Bantaeng, kerjasama dengan perusahaan Tiongkok merupakan salah satu langkah mempercepat pembangunan BIP. Tiongkok dalam pembangunan BIP merupakan posisi yang sangat sentral. Hal ini tunjukkan dari posisi yang diberikan Bantaeng pada perusahaan CMEC di BIP. Hasil penelitian ini menunjukkan alasan dan faktor pendorong pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC adalah: Langkah strategis memperbesar peluang investasi banyak dipengaruhi oleh institusional gap dan efisiensi penyelengaraaan kebijakan Indonesia; Dan perluasan jejaring kerjasama ekonomi dipengaruhi oleh pembangunan daerah, ketidakpastian hukum, pertumbuhan alamiah ekonomi, dan interdependensi Tiongkok-Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah. Hampir di seluruh wilayah negara Republik Indonesia memiliki sumber daya alam yang berpotensi besar untuk mensejahterakan rakyat mulai dari perkebunan, pertanian, perikanan, hingga pertambangan. Salah satu sumber daya alam yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah bidang pertambangan. Bidang pertambangan Indonesia menjadi sangat penting karena memiliki kekayaan alamhasil tambang yang melimpah (Wiliamson, 2012).

(3)

maupun regional. Menurut Katili, sumber daya alam atau kekayaan alam memegang peran sebagai salah satu elemen penting bagi pembangunan regional dan nasional (Katili, 2007). Apabila suatu daerah dapat memanfaatkan secara penuh potensi sumberdaya alam untuk eksplorasi akan berdampak langsung kepada pembangunan di regionalnya termasuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta kesempatan kerja yang semakin besar bagi msayarakat.

Dalam perkembangannya dunia pertambangan memulai babak baru dengan terbitnya Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara. Kebijakan tersebut berisi pelarangan ekspor mineral dan batu bara dalam bentuk raw material. Jadi, para pelaku ekspor bahan tambang perlu melakukan pemurnian di dalam negeri sebelum di ekspor keluar. Pemerintah Bantaeng mengambil kesempatan yang besar tersebut dengan mendirikan industri hilir dalam bidang pertambangan yang diberi nama dengan Bantaeng Industrial Park (BIP).

Bantaeng melakukan lompatan yang sangat besar dengan melakukan pembangunan industri yang dikenal sebagai Bantaeng Industrial Park (BIP). Menurut Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, bahwa wilayah Bantaeng memiliki letak yang sangat strategi dalam pembangunan industri pengelolahan dan pemurnian biji besi, wilayah-wilayah yang dulunya tandus dan tidak produktif, kini beralih fungsi menjadi Bantaeng Industrial Park (BIP) (Pemkab Bantaeng, 2014).

CMEC merupakan perusahaan multinasional BUMN Tiongkok yang tergabung kedalam perusahaan BUMN Sinomach yang ikut terlibat dalam pembangunan industri smelter di Bantaeng. Keterlibatan BUMN Tiongkok dalam pembangunan di Indonesia merupakan merupakan pertamakalinya. Bagi Pemerintah Kabupaten Bantaeng, kerjasama dengan perusahaan asal Tiongkok merupakan langkah strategis untuk pembangunan di Bantaeng, khususnya pada bidang industri. Kerjasama pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC adalah keseriusan Bantaeng dalam membangun industrinya. Penalaran penulis terhadap sikap Pemerintah Bantaeng memilih Tiongkok sebagai mitra adalah, Tiongkok sebagai negara yang mempunyai nilai investasi yang besar dengan nilai Rp 55 triliun, sehingga penulis melihat pentingnya investasi sebagai modal pembangunan Bantaeng Industrial Park.

(4)

mempengaruhi pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam melakukan kerjasama luar ngeri dengan BUMN Tiongkok

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemerintah Kabpuaten Bantaeng dengan melakukan kerjasama luar negeri dengan perusahaan asal Tiongkok, dalam membangun zona industri. Dengan adanya pemahaman tersebut, diharapkan dapat membuka peluang kerjasama antara daerah dengan daerah lain maupun perusahaan lain, dan pemerintah pusat mengetahui adanya langkah strategis untuk mencapai industrialisasi daerah ini.

Untuk menganalisis kerjasama pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan CMEC, penulis mengunakan konsep local economic development digunakan untuk melihat tujuan pemkab Bantaeng untuk mencapai pembangunan daerah, sedangkan konsep paradiplomasi untuk cara untuk mencapai pembangunan daerah.

Paradiplomasi merupakan hubungan diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah lokal atau regional melakukan aktifitas melewati batas-batas wilayah nasional dan menyusun kerangka kerjasama luar negeri (Mukti, 2013). Aktifitas kerjasama luar negeri tersebut berasal dari kewenangan pemerintah daerah yang diperluas oleh pemerintah nasional.

Menurut Ivo Duchachek fenomena ikut berperannya pemerintah lokal dalam hubungan internasional dimana hubungan yang terjadi secara politik diartikan sebagai diplomasi. Kemudian, Duchachek dan Soldatos melihat bahwa diplomasi yang terjadi di tingkat daerah menunjukkan aktifitas pararel, terkordinasi, saling menguntungkan (Ariadi, 2000).

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kegiatan paradiplomasi oleh pemerintah daerah yaitu:

1. Factor domestik: segmentasi objektif (dorongan yang didasari oleh perbedaan geografi, budaya, bahasa, agama, politik), asymmetry of' federated (adanya ketidakseimbangan keterwakilan unit-unit sub nasional terhadap kebijakan nasional dalam hubungan luar negeri), perkembangan ekonomi dan institusional atau aktor globalisasi, me-tooism (dorongan mengikuti hal-hal yang dilakukan unit sub-nasional).

(5)

nation-building, ketidakpastian hukum, dan domestikasi politik luar negeri sebagai dampak dari mengemukanya isu-isu politik tingkat rendah.

3. Factor eksternal: interdependensi global, interdependensi regional dan keterlibatan/ penetrasi aktor eksternal.

Sedangkan local economic development atau Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010). Menurut Lincolin Arsyad (2010), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pemabangunan industri-industri, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru dan ahli ilmu pengetahuan, pengembangan industri-industri baru.

Dalam paper Timothy Bartik (2003) berjudul “Local Economic Development Policy” menyatakan "program pembangunan ekonomi" jatuh kedalam dua kategori yaitu:

1. Memberikan bantuan disesuaikan dan ditargetkan pada usaha perorangan yang dianggap memberikan manfaat pembangunan ekonomi yang lebih besar; dan 2. Inisiatif strategis dimana pajak umum, belanja, dan kebijakan peraturan

pemerintah berubah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal ini bisa dibilang terpengaruh oleh semua. Kerjasama luar negeri pemkab Bantaeng dengan Tiongkok merupakan aktivtias paradiplomasi yang mendukung pembangunan daerah (Bartik, 2003). Sehingga pembangunan daerah merupakan tujuan dari Pemerintah Kabupaten Bantaeng sedangkan paradiplomasi merupakan alat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tetapi terdapat banyak yang mempengaruhi pemerintah Bantaeng untuk melakukan kerjasama luar negeri (Bartik, 2003). Maka peneltian ini akan penulis akan berusaha untuk menghubungkan factor-faktor yang mempengaruhi paradiplomasi dengan pembangunan ekonomi lokal.

METODE  

(6)

bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, 2014). Sedangkan metode ekploratoris dilakukan untuk mengetahui suatu kejadian ketika peneliti kurang mengetahui dan memahami tentang suatu fenomena. Sehingga penulis akan mengetahui sebab-sebab terjadinya kejadian tersebut.

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penenlitian ini adalah telaah pustaka, observasi dan wawancara. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling (Sugiono, 2009). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menganalisa permasalahan dengan mengunakan pendekatan induktif umum. Pada tahap awal teknik analisa data dimulai dengan pengumpulan data, mengkaji kesesuaian data wawancara, literature dan observasi. Kemudian, penelitian dilanjutkan Interpretasi data, berupa penafsiran terhadap data-data yang disajikan dan penyimpulan data. HASIL

Dalam pembangunan daerah, Bantaeng telah menmbuat lompatan besar dalam industrialisasi dengan mendirikan kawasan industri smelter. Kawasan tersebut adalah Bantaeng Industrial Park (BIP). Dalam pembangunannya, BIP merupakan produk dari kerjasama pemkab Bantaeng yang melibatkan beberapa perusahaan internasional yaitu Malaysia, Tiongkok, dan Korea Selatan. BIP akan menjadi kawasan industri yang dikelolah oleh tiga actor Bantaeng-Tiongkok-Malaysia.

Ketertarikan investor pada BIP adalah karena BIP didukung oleh orientasi geografis yang sangat memungkinkan bagi pengusaha untuk melakukan distribusi produk mineral baik untuk dimurnikan maupun untuk di ekspor kepasar global.

Investor Tiongkok merupakan salah satu investor dengan jumlah persuahaan asing terbanyak yang berinvestasi pada industri smelter di BIP. Untuk mendukung pembangunan Bantaeng Indutrial Park, perusahaan Tiongkok tersebut telah mengutus beberapa perusahaan BUMN untuk ikut membangun Bantaeng Indutrial Park diantaranya China Machinery Engineering Company (CMEC) dan China Harbour Engineering Company (CHEC). Harapan bagi pemkab Bantaeng, Tiongkok akan menjadi mitra strategis dalam pembangunan BIP.

(7)

mempunyai dampak meluas hingga ketergantungan Negara asing terhadap produk Indonesia. Disisi lain, Indonesia membutuhkan dukungan dari investor karena keberhasilan dari kebijakan tersebut apabila investasi akan mengarah pada industri hilir.

Kebijakan hilirisasi industri mineral Indonesia memiliki pengaruh dalam menciptakan peluang terhadap kemajuan daerah khususnya, Bantaeng. Dengan adanya kesempatan tersebut, Bantaeng membangun Bantaeng Industrial Park yang akan menjadi industri yang bermanfaat dalam peningkatan pendapatah daerah, dan secara langsung berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur di Bantaeng.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pemkab Bantaeng dalam melaksanakan kerjasama dalam pembangunan BIP. Pertama adalah sebagai langkah strategi dalam memperbesar peluang investasi bagi Pemkab Bantaeng dalam mempercepat industrialisasi dan pembangunan kawasan Bantaeng Industrial Park. Dari langkah strategis tersebut terdapat beberapa factor pendorong Pemkab Bantaeng dalam memperbesar peluang investasi adalah sebagai berikut:

a. Institutional gap atau disparitas kelembagaan antara Bantaeng dengan daerah lainnya di Indonesia. Tidak terwakilnya berapa daerah dalam kebijakan hilirisasi industri, dimana pemerintah pusat hanya memusatkan perhatian pada investasi sekala besar seperti Newmout Nusa Tenggara dan Freeport di Papua. Hal ini menyebabkan Bantaeng membuka investasi pada perusahaan CMEC, karena perhatian pemerintah hanya terpusat di beberapa daerah. b. Efisiensi penyelengaraan kebijakan hilirisasi industi pertambangan di

Indonesia. Pemerintah pusat melihat ketidak terwakilan daerah dalam kebijakan tersebut, sehingga pemeritah mengeluarkan Inpres No.3/2013 untuk mengefisiensikan penyelengaraan kebijakan hilirisasi industri pertambangan. Inpres tersebut berisi untuk memberikan kemudahan dalam perizinan dalam investasi industri smelter oleh pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten. Bantaeng memanfaatkan Inpres tersebut dengan memperbesar laju investasi di BIP, sehingga perusahaan CMEC tertarik untuk menanamkan modalnya di Bantaeng.

(8)

CMEC akan mendukung pembangunan infrastruktur daerah, sehingga Bantaeng akan mendapatkan nilai tambah dari kerjasama tersebut.

Kedua, perluasan jejaring kerjasama ekonomi internasional. Ada beberapa factor yang mempengaruhi pemkab Bantaeng untuk memperluas jejaring kerjasama ekonomi internasional yaitu sebagai berikut:

a. Terdapat ketidakpastian hukum (constitutional uncertainities), dimana Investor tidak mendapatkan kepastian hukum melalui kebijakan hilirisasi industri pertambangan. Para pelaku usaha tambang melihat adanya ketidakpastian hukum pada industri pertambangan, sehingga mendorong pemkab Bantaeng memperluas jejaring kerjasama untuk mengundang investasi masuk dan dengan mempermudah perizinan.

b. Pertumbuhan alamiah ekonomi dan jejaring kerjasama pemkab Bantaeng. Dalam hal ini perkembangan jejaring internasional teknologi informasi, tidak terlepas dari peran Nurdin Abdullah sebagai pemimpin yang mempunyai jejaring kerjasama yang tinggi dengan pemerintah asing, sehingga CMEC tertarik untuk menanamkan modalnya karena informasi tentang Kabupaten Bantaeng yang mudah untuk diakses bagi jejaring internasional.

c. Interdependensi antara Indonesia dengan Negara investor industri hilir minerba berpengaruh peluang yang diperoleh pemkab Bantaeng untuk pembangunan daerah. Dimana terdapat ketertarikan perusahaan Tiongkok pada industri yang berada pada dikawasan timur Indonesia. Maka

interdependensi tersebut mendorong pemkab Bantaeng untuk melakukan

kerjasama dengan CMEC.

Keterlibatan atau Tiongkok kedalam gagasan pembangunan BIP. Persuahaan

asal Tiongkok sebagai pengagas untuk mendirikan kawasan industri, menjadi tolak

ukur penetrasi CMEC kedalam pembangunan BIP. Keterlibatan dan penetrasi tersebut

menjadi factor pendukung terjalinnya paradiplomasi.

(9)

PEMBAHASAN

Latar Belakang Pembangunan Bantaeng Industrial Park (BIP)

Pada awalnya, pemkab Bantaeng hanya meprioritaskan pada investasi dan pembangunan industri smelter yang tidak berorientasikan pada pembangunan kawasan industri skala besar. Menurut pemerintah kabupaten Bantaeng menjelaskan:

Pada awalnya Bantaeng tidak memprioritaskan pembanguan suatu kawasan industri, tetapi hanya diprioritaskan sebagai industri pengolahan mineral yang akan didirikan dengan luas lahan 500 Ha, dan kemudian terus mengalami perluasan lahan menjadi 1500 Ha (Wawancara Pemkab Bantaeng, 2015)

Konsep industri yang diberikan hanya seluas 500 Ha dan hanya untuk ditempati untuk industri pemurnian. Konsep awal ini merupakan strategi pemerintah untuk mengambil peluang dari berlakunya kebijakan hilirisasi industri mineral dengan mendirikan industri pengolahan mineral. Kemudian pemerintah mengadakan jajak pendapat dan survei mulai dari masalah teknis dan rancangan strategis. Pemerintah Bantaeng mulai mencanangan perluasan daerah industri smelter, yang ditawarkan kembali kepada investor.

Dan setelah mengadakan meeting pada smelter summit pada bulan Maret 2014 yang dihadiri beberapa investor luar negeri. Hasil pertemuan tersebut membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya untuk mengembangkan kawasan industri, sehingga jumlah investor bertambah. Kemudian dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Kabupaten Bantaeng, China Machinery Engineering Corporation (CMEC), China Harbor Company, PT Biidznillah Tambang Nusantara (BTN) Power Sdn.Bhd, dan Doosan Heavy Industries and Construction Co Ltd. Diantara investor tersebut investor asing memiliki peran besar mendorong pemerintah untuk mendirikan kawasan industri terpadu. Negara Industri maju yang mengimpor produk mineral mentah asal Indonesia seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Tiongkok ikut serta berinvestasi di Bantaeng.

(10)

modalnya pada industri hilir di Indonesia. Untuk lebih jelasnya terdapat tinjauan kebijakan mengenai pembangunan BIP adalah sebagai berikut:

1) Kebijakan Hilirisasi Pertambangan Di Indonesia

Mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang bernilai tinggi dan peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Berdasarkan amanat yang terkandung didalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Jadi sumber daya minerba perlu memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Selama ini Industri pertambangan minerba Indonesia tidak sesuai dengan amanat yang terkandung didalam pasal 33 UUD 1945. Industri pertambangan dinilai merugikan negara dan lebih menguntungkan investor, sehingga banyak menimbulkan masalah sosial di daerah. Sudah semestinya kekayaan tersebut merupakan nilai tambah bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Mineral tambang Indonesia cenderung dieskpor keluar dalam bentuk mentah, lalu dimurnikan di luar negeri. Apabila dijual kembali dalam ke Indonesia maka harga yang mineral yang telah murni akan bertambah cukup besar dari biaya industri pemurnian (smelter) dan pajak masuk. Hal ini menyebabkan Indonesia kehilangan peluang mendapatkan nilai tambah dari produksi mineral dalam negeri, dan pihak asing banyak diuntungkan dalam mendapatkan bahan baku industrinya serta mendapatakan harga yang terjangkau karena hanya membeli produk mineral mentah. Pada Tahun 2009, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara untuk mengganti UU No.11 Tahun 1967. Kedua Kebijakan pertambangan menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, terutama hiliirsasi industri pertambangan dan pada sistem Kontrak Karya (KK) yang berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP).

(11)

Untuk mendukung kegiatan pemurnian dalam negeri pemerintah melalui Permen ESDM No 7/2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahaan dan Pemurnian di Dalam Negeri, melakukan pengendalian ekspor bijih mineral mentah keluar untuk dimurnikan didalam negeri. Kebijakan tersebut termuat didalam pasal 16: “Komdoitas tambang mineral logam termasuk produk samping/ sisa hasil/ mineral ikutan, mineral bukan logam dan batuan tertentu yang dijual ke luar negeri wajib memenuhi batasan minimum pengolahan dan/ atau pemurnian komoditas mineral tertentu”(Media Tambang, 2013).

Penerapan Permen tersebut dianggap sebagai pelemahan terhadap semangat otonomi daerah, karena lebih bersifat merugikan perusahaan pertambagangan. Menurut Selby Ihsan Saleh ketua umum Asosiasi Nikel Indonesia (ANI), pasca diterbitkannya Permen ESDM No.7/2012, dunia pertambangan lesu. Kebijakan pelarangan ekspor sejumlah produk tambang pukulan bagi pengusaha tambang, karena industri pengolahaan dan pemurnian didalam negeri belum siap. Kemudian, ANI mengajukan gugatan ke Mahkama Agung sehingga beberapa pasal Permen tersebut dibatalkan dan mulai diterapkan pada tahun 2014 (Media Tambang, 2013).

Salah satu dampak dari berlakunya kebijakan hilirsasi minerba, adalah tumbuhnya industri-industri baru yang akan menambah nilai tambah dalam pendapatan negara dan daerah, sehingga hal tersebut menjadi kesempatan bagi setiap daerah untuk memanfaatkan dengan sepenuhnya kebijakan tersebut. Menurut pemkab Bantaeng:

(12)

Didukung dengan Inpres dan orientasi sumber daya dan letak geografis, Bantaeng telah melaksanakan pembangunan suatu kawasan industri smelter yang berdiri di atas lahan sebesar 3055Ha disebut sebagai Bantaeng Industrial Park (BIP) (Profil Bantaeng, 2015). Beberapa perusahaan dari luar negeri seperti dari Tiongkok, Malaysia, dan Korea Selatan ikut berinvestasi di industri smelter, bahkan perusahaan dari ketiga negara tersebut ikut serta dalam pembangunan fasilitas di BIP.

Jadi, kebijakan hilirisasi industri mineral Indonesia memiliki pengaruh dalam menciptakan peluang terhadap kemajuan daerah khususnya, Bantaeng. Dengan adanya kesempatan tersebut, Bantaeng membangun Bantaeng Industrial Park yang akan menjadi industri yang bermanfaat dalam peningkatan pendapatah daerah, dan secara langsung berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur di Bantaeng.

2) Program Pembangunan Daerah melalui BIP

Program pembangunan daerah yang mendukung industrialisasi adalah tertuang kedalam visi Kabupaten Bantaeng dalam RPJPD tahun 2013-2018 poin (b): Terwujudnya kemitraan / interkoneksitas dengan Kabupaten / Kota di Sulawesi

Selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya terkait pemanfaatan dan

pengelolaan potensi sumber daya alam, kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan

dalam rangka memenuhi kebutuhan industry, terselenggaranya event-event tingkat

provinsi dan tingkat nasional serta kerja sama dibidang pengembangan wirausaha

benih. Dan untuk mendukung visi pemkab Bantaeng menerapkan misi Kabupaten

Bantaeng pada poin (3) berisi: Peningkatan Jaringan Perdagangan, Industri dan

Pariwisata.

(13)

Maka, pemkab Bantaeng memilih daerah tersebut untuk dimanfaatkan secara penuh melalui bidang investasi dan mendongkrak perekonomian Kabupaten Bantaeng melalui investasi industry pengolahan. Pemerintah Kabupaten Bantaeng membentuk Kawasan Industri Bantaeng atau Bantaeng Industrial Park (BIP) di daerah Pajukkukang. Selain akan memberi nilai tambah bagi masyarakat Pajukkukang dalam hal ketenagakerjaan akan mendukung pembangunan infrastruktur daerah di Kabupaten Bantaeng.

Pembangunan Bantaeng Industrial Park

Kerjasama dalam pembangunan Banteng Industrial Park mengunakan kerangka investasi dengan sistem patungan (konsorsium) yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng melalui PT.Bintang Selatan (Perusda) dengan perusahaan asing masing-masing dari Malaysia dan Tiongkok yaitu BTN Power Sdn.Bdh (Malaysia) - China Machinery Engineering Corporation (Tiongkok) - PT. Bantaeng Sigma Persada (Swasta Lokal) - ADP Daya Prima (M) Sdn.Bdh (Malaysia). Dari kelima konsorsium perusahaan tersebut akan membentuk perusahaan baru (badan hukum) sebagai pengelola BIP. Menurut pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam wawancaranya:

“Bentuk kerjasamanya (banteng industrial park) adalah joint venture” (Wawancara Pemkab Bantaeng, 2015)

Joint venture merupakan suatu bentuk kerjasama tertentu antara pemilik modal

nasional (swasta atau Perusahaan Negara) dan pemilik modal asing. Sedangkan dalam kerangka hokum penanaman modal asing, Ismail Suny membedakan 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan modal nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1 Tahun 1967 yaitu joint venture, joint enterprise dan kontrak karya (Nursidi, 2014)

1. Kerjasama dalam bentuk joint venture dalam hal mana para pihak tidak membentuk suatu badan hukum, yakni badan Indonesia ;

2. Kerjasama dalam bentuk joint enterprise dalam hal mana para pihak bersama- sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan Indonesia.

(14)

Walaupun dalam kerangka hukum Indonesia membedakan antara joint venture dan joint interprises tapi dalam konteksnya, joint interprises adalah bagian dari join venture (Nursidi, 2014). Jadi dalam pembangunan BIP, kerjasama konsorsium merupakan bagian dari joint venture, yang kemudian berafiliasi membentuk badan hukum atau perusahan (PT).

Kemudian untuk mengidentifikasi bentuk kerjasama konsorsium dan joint venture antara Bantaeng-Malaysia-Tiongkok adalah termasuk dalam aktiftas paradiplomasi, maka perlu melihat kategori yang termasuk dalam aktivitas paradiplomasi. Berdasarkan prakteknya, Lecorus aktifitas paradiplomasi diaktegoikan menjadi tiga yaitu (Mukti, 2013):

1. Hubungan kerjasama pemerintah sub-nasional yang hanya berorientasi pada tujuan-tujuan ekonomi semata, seperti perluasan pasar, pengembangan investasi keluar negeri, dan investasi secara timbal balik.

2. Paradiplomasi yang melibatkan berbagai bidang dalam kerjasama atau multipurpose antara ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, ahli teknologi, dan sebagainya

3. Paradiplomasi kompleks yang melibatkan motif-motif dan identitas nasionalis wilayah yang spesifik. Melakukan kerjasama untuk menunjukkan dan mengapresiasikan identitas nasionalnya yang secara otonom berbeda dengan sebagian besar wilayah di Negaranya.

(15)

Bagan Paradiplomasi atau mekanisme Joint Venture pembangunan BIP

Dari bagan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi kerangka

terciptanya kerjasama paradiplomasi oleh kabupaten Bantaeng adalah mekanisme

joint venture antara pemerintah Bantaeng melalui Perusda dengan dua perusahaan

asal Malaysia, dan satu perusahaan Tiongkok. Walaupun secara mendasar bahwa

hubungan tersebut merupakan hubungan ekonomi, tetapi dalam kegiatanya

mekanisme tersebut merupakan bagian dari paradiplomasi. Dimana ketiga unsur

tersebut membentuk konsorsium untuk membuat satu badan hukum (perusahaan)

yatiu BIP.

Kerjasama dengan Perusahaan Tiongkok

Tiongkok merupakan salah satu Negara yang aktif melakukan investasi di

Indonesia. Berdasakan informasi dari Kementrian Perindustrian, Tiongkok akan

menanamkan investasi kebeberapa industri manufaktur dan industry mineral dan

batubara, terutama di kawasan Indonesia timur. Kementerian Perindustrian pun

menjadwalkan pertemuan lanjutan dengan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Liu

Jianchao guna membahas nota kesepahaman yang akan dijalin antarkedua Negara

(Kemenprin, 2014). Hal ini didukung oleh kesiapan 9 perusahaan mineral Tiongkok

untuk membangun smelter di Indonesia. Kesiapan tersebut telah tertuang didalam

perjanjian yang ditandatangani pada kesempatan pertemuan Indonesia-China Business

(16)

Berdasarkan data tersebut Investasi Jepang, Singapura, Malaysia, Korea Selatan

dan Amerika Serikat mengalami penerunan, sedangkan investasi Tiongkok

mengalami peningkatan. Bahkan untuk pertama kalinya Amerika Serikat, yang

selama ini selalu masuk dalam lima besar investasi di Indonesia digeser oleh

Tiongkok. Peningkatan investasi Tiongkok memegang peran terpenting dalam

kemajuan ekonomi Indonesia, mengingat iklim investasi yang menurun oleh sejumlah

Negara besar.

Dalam pembangunan BIP, Perusahaan Tiongkok memegang peran sentral.

Dimana terdapat ketertarikan Tiongkok pada industri yang berada pada dikawasan

timur Indonesia. Sedangkan Bantaeng sendiri memiliki orientasi geografis yang

sangat setrategis untuk mengundang investasi (Media Industri, 2013). Untuk itu,

kerjasama Bantaeng-Tiongkok dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.3. Invetasi Tiongkok pada pembangunan Bantaeng Industrial Park

No Nama Investor (perusahaan) Produksi Bentuk

Investasi

5 PT.Mex Internastional NPI 12%,

(17)

7 China Machinery Engineering

8 Xinhai Technology PLTU Power Plant 300 MoU,Belum

aktif

10 PT. China Harbour Indonesia Port, Road,

and Public

Service

Port 1000 MoU -

Berdasarkan table, secara garis besar kerjasama pemerintah Kabupaten

Bantaeng dengan perusahaan asal Tiongkok adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan Industri Smelter, kerjasama ini terdiri enam perusahaan di

antaranya adalah: Macrolink International Mineral Cp.Ltd, PT.Cheng Feng Mining, PT.NingXia Anhydrous Port Logistik, PT.Yinyi Indonesia Mining Investment, PT.Yinyi Indonesia Mining Investment, dan Xin Hai Technology. 2. Pembangunan Pembangkit Listrik, kerjsama ini terdiri dari: China Machinery

Engineering Company (CMEC), Xinhai Technology, dan Senhua Guohua Power.

3. Pembangunan dermaga yang kerjasama yang dilakukan dengan PT. China Harbour Indonesia.

Tiongkok dalam pembangunan BIP merupakan posisi yang sangat sentral.

Dimana Tiongkok menyumbangkan investor sebanyak 38% jumlah perusahaan,

dengan total nilai investasi sebesar 4,9 Milliar US$. Bagi Bantaeng, kerjasama

dengan perusahaan Tiongkok merupakan salah satu langkah mempercepat

pembangunan BIP. Dalam wawancara dinyatakan:

“Hampir seluruh teknologi yang digunakan dalam pembangunan adalah

berasal dari perusahaan-perusahaan luar negeri” (Wawancara Pemkab Bantaeng, 2015)

Teknologi industri yang digunakan dalam pembangunan BIP adalah bersumber

dari investor asing BIP, sehingga beberapa teknologi industri Tiongkok juga berperan

(18)

konstruksi, mesin-mesin industri yang modern, sehingga mendukung proses

percepatan pembangunan BIP. Selain itu, juga akan mendukung capaian masterplan

BIP menjadi kawasan industri modern. Dari seluruh investasi terdapat tiga perusahaan

Tiongkok yang memiliki peran besar dalam pembangunan BIP yaitu:

Pertama, CMEC merupakan salah satu perusahaan Tiongkok konstruksi yang

bekerja pada spesialisasi proyek pembangkit tenaga listrik, transmisi dan distribusi.

CMEC adalah salah satu anak perushaan BUMN dari Tiongkok yaitu, China National

Machinery Engineering Corporations (Sinomach). Hal tersebut mendukung kondisi

keterwakilan pemerintah Tiongkok dalam kawasan industri Bantaeng, sehingga

CMEC dipilih sebagai wakil dalam joint venture BIP. Untuk mewakili banyaknya

perusahaan asal Tiongkok yang berinvestasi di BIP, China Machinery Enginering

Company (CMEC) menjadi wakil Tiongkok dalam konsorsium dengan pemerintah

Kabupaten Bantaeng. CMEC dan Bantaeng mencapai keseriusan pembangunan

dimana pembangunan pembangkit listrik dari tiga Negara

Tiongkok-Malaysia-Indonesia dalam tahap pembangunan, dan direncanakan akan diresmikan pada bulan

Mei 2015 (Observasi, 2015).

Kedua, China Harbour Engineering Company merupakan perusahaan kontraktor

internasional asal Tiongkok yang terkenal di dunia dengan konstruksi dermaga,

pengerukan dan reklamasi, jalan dan jembatan, kereta api, bandara, real estate, pabrik,

survey dan desain. China Harbour telah menjadi perusahaan kontrakor di Indonesia

yang telah menagangi banyak proyek di Indonesia, seperti: jembatan Suramadu,

Jakarta Internasional Container Terminal II dan IV, Pembangkit Listrik Teluk Naga

dan lain-lain.

Dalam pembangunan BIP, CHEC merupakan perusahaan yang mempunyai

pengaruh besar pembuatan kawasan industri tersebut. menurut pemerintah Bantaeng

dalam wawancara:

“China Harbour itu perusahaan yang mengagas untuk mendirikan

kawasan industri di Bantaeng” (Wawancara Pemkab Bantaeng, 2015) CHEC merupakan salah satu pengagas yang akan mendirikan, sehingga perusahaan tersebut juga ikut serta dalam merancang masterplan pembangunan BIP. Terlihat dalam masterplan BIP, CHEC menjadi desain konstruksi wilayah-wilayah industri di BIP. Investasi yang diberikan CHEC senilai 1,000 Juta US$ akan diarahkan sektor pelayan publik dan distribusi produk industri seperti dermaga

(19)

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad. Lincolin. 2010. “Ekonomi Pembangunan” UPP STIM YKPN. Yogyakarta. CIDES (Center for Information and Development Studies). 1993. “Pembangunan

Regional & Segitiga Pertumbuhan” CIDES-Jakarta

Katili, J.A.2007.“Harta Bumi Indonesia: Biografi J.A Kartili” Grasindo. Jakarta. Sugiono. 2009. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitati dan R&D”. ALFABETA.

Bandung.

Mukti, Takdir Ali. 2013, ‘Paradiplomacy: Kerjasama Luar Negeri oleh Pemda Di Indonesia’ The Phinisi Press, Yogyakarta.

Moleong, Lexy J.2014. “Metodologi Peneltian Kualitatif”. Remaja Rosdakarya. Bandung

Bartik, Timothy. 2003. “Local Economic Development Policy”. Upjohn Institute Staff Working Paper

Didi Nursidi, “Join Venture Sebagai Bentuk Kerjasama Penanaman Modal Asing Di Indonesia”http://e-journal.kopertis4.or.id. Diunduh pada 8 Maret 2015.

Ariadi

Kurniawan.

  “

Paradiplomasi, otonomi Daerah, dan Hubungan Luar Negeri” dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, No. 21, S eptember/Oktober 2000. Williamson, Victor Imanuel. 2012. “Hak Menguasai Negara Atas Mineral Dan

Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba” didalam Jurnal Konstitusi Volume 9 Nomor 3 September 2012

http://www.thenewbantaeng.com/index.php?option=com_content&view=article&id=

81:52-investor-dari-8-negara-hadiri-smelter-summit-2014-di-bantaeng&catid=42:berita. Diakses pada 22 Desember 2014.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/9342/Kawasan-Industri-Bantaeng-Tarik-Investasi-Rp-55-Triliun. diakses pada 11 November 2014

Majalah Media Industri no. 4 Tahun 2013. “ Hilirisasi MInerba Meningkatakan Industri Nasional”. Kementrian Perindustrian.

Gambar

Tabel 3.3. Invetasi Tiongkok pada pembangunan Bantaeng Industrial Park

Referensi

Dokumen terkait

a) Berendam dan berenang dapat merangsang gerakan motorik bayi melalui gerakan tubuh yang dilakukan bayi di dalam air, sehingga kemampuan kontrol otot bayi akan meningkat

Dalam hal ini, penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan skandal BLBI yang sarat dengan kepentingan, ideologi, dan konstruksi terhadap realitas yang sebenarnya

Sehingga dilakukan tugas akhir dengan judul "Perancangan Aplikasi Chat Translator Berbasis Desktop Untuk Komunikasi Dua Bahasa Dalam Jaringan Komputer"yang

Penelitian ini menggunakan teori Lawrence Green se- bagai referensi kerangka konsep dengan melibatkan vari- abel faktor predisposing, enabling, dan reinforcing, yang

nelayan kupang di Desa Balungdowo merupakan salah satu kegiatan sosial ekonomi masyarakat karena melalui kegiatan ini hubungan sosial dalam masyarakat dapat

• Momentum: Oversold (Jenuh Jual), Overbought (Jenuh Beli) and Neutral • Resistance Fractal: Strong Resistance.. • Support Fractal:

Pertama, melakukan tindakan yang telah direncanakan oleh peneliti dan telah disepakati bersama kolaborator terdiri atas; (1) kegiatan awal yaitu kegiatan yang

Dapat menambah pemahaman bagi guru dan sekolah mengenai informasi pengaruh prestasi belajar, motivasi belajar dan kondisi ekonomi orangtua terhadap minat siswa