• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI POLITIK DAN AGAMA DALAM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTEGRASI POLITIK DAN AGAMA DALAM ISLAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI POLITIK DAN AGAMA DALAM ISLAM PENDAHULUAN

Ditulis setelah penulisan makalah selesai

PEMBAHASAN

1. Negara dan konstitusi1.

Ketika membahas masalah literatur tentang negara, politik pada umumnya kita selalu berorientasi dan merujuk kepada literature Yunani dan Barat2. Padahal dalam tradisi islam sendiri terdapat konsep negara yang bahkan telah memenuhi kriteria syarat terbentuknya negara modern.

Dalam khazanah Islam diskursus negara diderivasi dari beberapa kalimat. Negara atau bangsa dalam bahasa Arab disebut Qawmiyyah, dari qaum yang berarti kinsfolk (karib kerabat), race (ras), people (orang sebagai kelompok) dan nation (bangsa)3. Juga diambil dari kata Daulat atau (dawlah) yang artinya Negara atau pemerintahan4. Kemudian secara khusus gagasan Islam mengenai komunitas diambil dari terminologi “ummah” yaitu masyarakat atau bangsa, yang konsep dasarnya adalah Islam. yang artinya bahwa suatu komunitas yang tunduk kepada tuhan dan masuk dalam kesepakatan damai. konsep ini menggambarkan hubungan yang fundamental antara manusia dengan tuhan, serta Kesatuan agama dan kekuasaan5. Jadi Negara adalah sekelompok masyarakat yang mengikat diri dalam satu kesatuan.

Sedikitnya terdapat tiga syarat suatu komunitas bisa terbentuknya negara. Pertama, apabila terdapat wilayah teritorial. Kedua, adanya pemerintah yang mengatur dan di taati. Dan yang ketiga adalah adanya alat kekuasaan sertarakyat6. Negara adalah suatu bangunan masyarakat yang, mengakui satu undang-undang, dan menjalankan kehidupan sesuai dengan sistem yang satu, dan diantara masyarakat yang baru itu terdapat ikatan ras, bahasa dan agama yang kuat, serta adanya perasaan solidaritas secara umum7. Jadi Negara sebuah institusi politik yang mana didalamnya terdapat unsur rakyat, pemerintah, wilayah dan Undang-Undang.

1 Sri Soemantri Martosoewignyo menyamakan arti konstitusi dengan undang-undang dasar. Berbeda dengan L.J. Vanapeldoorn mengatakan bahwa konstitusi lebih luas daripada undang-undang dasar. Cakupannya tidak hanya undang-undang dasar yang tertulis, tetapi juga yang tidak tertulis. Lihat Abdul Muin sAlim. Op.Cit. hlm 48

2 Muhammad Alim, Asas-Asas Negara Hukum Modern Dalam Islam,2010, (Yokyakarta: LKIS),hlm.1

3 Rifyat ka’bah, Politik dan Hukum Dalam al-Qur’an, 2005, (Jakarta: Khairul Bayan) hlm, 39.

4 Ibid hlm 50.

5 Antony Black,pemikiran Politik Islam, 2001(Jakarta: Serambi), hlm 44.

6 Iman Toto K Raharjo dan Soko Sudarso, Bung Karno Masalah Pertahanan dan Keamanan,2010,(Jakarta: Gramedia Widia Sarana), hlm 162.

(2)

Negara selalu terkait erat dengan konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis,”constituer” yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara8. Dalam bahasa latin merupakan gabungan dari dua kata “constitution” yang berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama, dan bentuk jamak dari “constitutiones” yang berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan. Jadi suatu komunitas masyarakat bisa dikatakan menjadi sebuah negara apabila didalamnya sudah terdapat wilayah, rakyat, pemerintah dan konstitusi.

Terdapat beberapa fungsi pokok konstitusi. Ia merupakan hukum dasar dan menjadi norma sekaligus sebagai sumber hukum. Kemudian memuat

Maka untuk lebih jelasnya perlu melihat sekilas potret sejarah bagaimana pengejewetahan negara dan konstitusi dalam Islam. Muhammad SAW adalah merupakan agent of chance konstelasi politik di Yasrif (Madinah). Pertama kali yang dilakukannya adalah menghilangkan sekat-sekat primordial dan sektarian dengan semangat ukhuwwah Islamiyyah. yaitu suatu spirit persaudaraan dengan prinsip keislaman, pola keislaman serta nafas keislaman. dengan demikian persatuan dan kesatuan yang merupakan salah satu simbol kekuatan dan peradaban bisa terjalin erat.

Setelah terjalinnya persatuan Muhammad SAW bermusyawarah dengan berbagai kelompok elemen masyarakat untuk merumuskan constitution of medina “Piagam Madinah”. Proses ini merupakan serangkaian dari “bai’at al –aqabah kedua atau bai’at al –Aqabah kubra. Pada awal perumusannya terjadi dialog dari salah seorang dari Yasrif bertanya kepada nabi:

“Rasulullah, kami dengan orang-orang itu, yakni orang-orang Islam, terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan, tetapi apa jadinya kalau kami lakukan itu lalu kelak Tuhan memberiikan kemenangan pada tuan, lalu tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami. Sambil tersenyum Muhammad Saw menjawab, ”tidak. Darah (kalian) ialah darah(ku). Kehormatan (kalian) adalah kehoratanku, aku bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dari diriku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengannya10”.

Isi dari kesepakatan itu menunjukkan perlindungan, serta telah merambah wilayah politik, karena menyangkut perlindungan diantara kedua belah pihak. Ikrar ini menjadi fakta contrac sosial/persekutuan, yang dengan demikian kaum muslimin dapat mempertahankan diri.11

Kemudian ada dua hal penting yang dilakukan oleh rasulullah di Yasrif (kemudian menjadi Madinah). pertama adalah membangun masjid Quba” yang

8 Muhammad Alim.Op.cit. hlm 61.

9 Abdul Muin Salim. Op.cit. hal 48.

10 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,2003(Jakarta: Lentera Antar Nusa),hlm 171.

(3)

mana fungsinya tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai wadah untuk mewujudkan masyarakat yang egaliter dengan menghilangkan sekat-sekat suku, ras dan lainnya. kedua, menyatukan persaudaraan yang menurut haekal, persaudaraan adalah dasar peradaban Islam12.

Diantara klausal piagam Madinah adalah “memperoleh pertolongan dan persamaan tanpa penganiayaan dan tidak menolong musuh mereka” (pasal 16), saling bahu membahu dalam perang yang dilakukan bersama kaum muhajirin dan anshor (pasal 18), bersama-sama menanggung biaya perang.(pasal 24), hak-hak dan kewajibanyang sama juga diberlakukan terhadap kaum Islam. (pasal 26)13.

Secara keseluruhan constitution of medina (piagam Madinah) setidak-tidaknya terdapat lima makna utama yaitu, pertama, penempatan nama Allah di posisi teratas, kedua, adanya kesepakatan dalam perjanjian (sosial contract), ketiga, kemajemukan peserta, keempat, keanggotaan terbuka (open memberiship), dan kelima, adanya kesatuan dalam kebhinekaan (unity in diversity)14.

Negara Madinah secara konstitusional di deklarasikan pada hari jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun ke-14 kenabian atau tahun pertama Hijrah (bertepatan dengan 27 September 622 M) di masjid Quba’15. Secara historis the constitution of medina (piagam Madinah) merupakan sebagai manifesto politik pertama yang tertulis (written constuitution) di dunia sebagai sebuah konstitusi16.

Dengan demikian Muhammad SAW berhasil membangun komunitas dengan wadah “ummat”, di (Yasrif) Madinah. Juga menurut pandang politik modern telah memenuhi kriteria dan syarat sebuah negara dalam yang ditandai dengan lahirnya “piagam Madinah”. Jadi negara dalam tradisi Islam tidak hanya sebatas dalam law in the books, tetapi betul-betul telah dilaksanakan dalam law in action.

2. Politik Islam (as-siyasah as-syar’iyyah)

Diskursus as-siyasah as-syar’iyyah merupakan pembahasan yang masih masih terus berkembang. Karena ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya maka kajian ini lebih bersifat kontektual, bergantung perbedaan tempat dan waktu. Meskipun demikian syari’ah tidak serta merta menjadi relatif karena memiliki kemutlakan yang tidak akan pernah berubah dalam mewujudkan keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah17.

Maka sebelum masuk pada pokok pembahasan, terlebih dahulu sampaikan beberapa definisi politik Islam. secara bahasa politik Islam diambil dari kalimat sya-sya, yasyu-su syiya-syatan adalah mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan18. Berkaitan dengan ini as-siyasah diambil dari sebuah hadith:

12 Muhammad Husain Haekal, Op.cit. hlm 181.

13 Muhammad Alim, Op.cit. hlm 79.

14 Ibid, hlm 81.

15 Masjid Quba’ adalah masjid pertama di bangun setelah kenabian Muhammad Saw. Masjid in di bangun bukan hanya semata-mata untuk ibadah, melainkan sebagai pusat pemersatu umat Islam dan menghilangkan sekat ras, suku dan golongan.

16 Muhammad Ali hlm 77.

17 H.A. Djazuli. Op.Cit. hlm. 1.

(4)

"ءايبنلا مهسوست ليئرسإ اونب تناك" yang artinya: Bani Isra’il dikendalikan

oleh nabi-nabi mereka19. juga as-siyasah bisa berarti memimpin

sesuatu dengan cara membawa kemaslahatan. Jadi politik adalah

pengendalian dan pengaturan dalam mencapai tujuan.

Adapun secara istilah politik menurut ibnu Taimiyah adalah berkaitan dengan pemegang kekuasaan , yang berkewajiban menyampaikan amanat kepada yang berhak. Dan berhubungan dengan rakyat. Ibnu Aqil sebagaimana dikutip Ibn al-Qayyim menyatakan: politik adalah segala perbuatan yang membawa manusia kepada lebih dekat kepada kemaslahatan dari kemafsadatan, sekalipun rasul tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah SWT tidak menentukannya20. berkenaan dengan kekuasaan dan administrasi dalam masyarakat sipil. Sementara dalam Ensiklopedi “Al-Ulum As-Siyasah” dikatakan bahwa politik Islam adalah segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian berbagai konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat21. Jadi politik Islam adalah keharusan menjalankan amanah bagi pemegang kekuasaan/pemerintah, dalam mengatur/ mengeluarkan kebijakan umum (public policies), mengendalikan dan mengambil keputusan (decision making) untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. 

Adapun yang menjadi batasan obyek kajiannya. politik Islam mencakup hubungan antara pemerintah/penguasa dengan rakyatnya yang diatur melalui formulasi undang-undang (syari’ah)22. Pengaturan hubungan sesama warga

negara, juga warga negara dengan lembaga negara dan mekanisme hubungan sesama lembaga negara23. Jadi politik Islam kajiannya seputar komunikasi antar sesama lembaga pemerintah dan rakyat.

Mengenai istilah Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan politik dalam terminologi al-Qur’an diketahui dalam tiga istilah. Pertama, sulthan24 secara

harfiyyah berarti “kekuatan dan paksaan” adapun secara istilah adalah kemampuan fisik untuk melaksanakan pengaruh dan atau memaksa terhadap orang lain. Kedua, mulk secara harfiyyah berarti “ keabsahan dan kemampuan” kemudian secara istilah adalah kekuasaan sebagai obyek hak (pemilikan)25. Ketiga, hukm26 yang berarti memberi kekang, dan mencegah seseorang dari yang

diingininya27. Juga Ibn Manzhur memberikan arti ilmu dan pengetahuan dan

21 Yusuf Qardhawi, Meluruskan dikotomi Agama dan Politik, 2008 (Jakarta: Pustaka al-kautsar), hlm 19.

22 Yususf Qardhawi, Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syari’ah, 2008,(Bandung: Pustaka Setia), hlm. 29.

23 H.A. Djazuli, op.cit, hlm 29.

24 Q.S. An-Nisa’, 4: 90, Q.S. Al-Hasyr, 59: 6, Q.S. Al-Isra’ 17:33.

25 Abdul Muin SAlim. Op.cit. hal. 92.

26 Q.S. Al-Qalam,68: 36-38, dan 48. Q.S. Al-Maidah, 5: 50, dan 95.

27 Ibid. hal. 160.

28 Begitu juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak ada cara lain untuk mengetahui keadilan dan kezaliman kecuali dengan ilmu. Lihat, Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam,

(5)

wewenang dan otoritas secara de jure dan de facto untuk mengatur dan menjalankan fungsi amar ma’ruf nahi munkar.

Dari pembahasan ini tampak jelas korelasi antara agama dan politik berjalin berkelindan. Ini berbeda dengan pandangan pemikir Arab kontemporer Muhammad Abed al-Jabiri. Ia menyatakan bahwa politik dan agama adalah sesuatu yang berbeda dengan mengatakan:

“Adalah memisahkan agama dan politik dalam arti menghindari fungsionalisasi agama untuk tujuan-tujuan politik dengan pertimbangan bahwa agama adalah mutlak dan permanen sedangkan politik bersifat relatif dan berubah: politik digerakkan oleh kepentingan individu dan kelompok sedangkan agama harus dipisahkan dalam hal ini, jika tidak agama akan kehilangan substansi dan ruhnya29.

Ia juga menambahkan bahwa substansi agama adalah mempersatukan, sedangkan politik adalah mengelompokkan. Karena jika agama dan politik menjadi satu ikatan akan membawa dampak negatife. Misalnya ketika terjadi pertikaian dan peperangan yang mendorong sektarianisme secara otomatis akan membawa bakteri perselisihan kedalam ranah agama30. Jadi syari’ah atau agama akan terkontaminasi jika masuk keranah politik. Hal ini tentu berseberangan dengan pendapat jumhur ulama’ bahwa politik merupakan bagian dari agama.

Diakui memang Islam sebagai agama universal secara mantuq tidak disebutkan “as-siyasah as-syar’iyyah” tetapi secara mafhum dapat diketahui bahwa teks Al-Qur’an membicarakan banyak mengenai bidang kehidupan sosial, ekonomi juga politik31. Artinya agama tidak hanya sedar ritual keagamaan saja tetapi juga mengatur seluruh dimensi kehidupan.

Juga Ibnu Aqil berkata” bahwa politik adalah perbuatan manusia yang lebih dekat pada kebaikan dan jauh dari kerusakan, meskipun perbuatan tersebut belum dilakukan oleh rasul dan tidak ada pula wahyu yang menjelaskannya32. Lebih tegas lagi komentar Ibn al-Qayyim:

“Politik syar’I adalah kebenaran yang sesuai dengan realitas, sementara mereka menyangka bahwa politik itu tidak mengandung kaidah-kaidah syari’at. Demi Allah SWT. Sesungguhnya politik itu tidak bertentangan dengan risalah yang dibawa rasulullah SAW…”33.

Jadi politik dan agama/ syari’ah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, memang politik dan agama adalah sesuatu yang berbeda tetapi tidak berarti harus berpisah atau dipisahkan, demikian halnya jasad dan ruh adalah sesuatu yang berbeda tetapi harus menyatu dalam jasad seseorang maka itu dinamakan manusia. Begitu pula agama dan politik merupakan satu kesatuan yang utuh dalam bentuk formulasi syari’at (hukum Islam) itu sendiri menjadi sistem Politik Islam (as-siyasah as-syar’iyyah).

29Muhammad Abed Al-Jabiri, Agama, Negara dan Penerapan Syari’ah,

2001(Yokyakarta: Fajar pustaka) hlm 112.

30 Ibid hlm 113.

31 Hamid Fahmy Zarkasyi, Identitas dan Problem Politik Islam, “ Islamia: Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam”Vo. 2, No. 2 ( (Jakarta: INSIST, 2009)hlm, 5

32 Yususf Qardhawi, LegAlitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syari’ah, 2008,(Bandung: Pustaka Setia)hlm, 61.

(6)

Adapun landasan normatif dalam menjalankan politik bisa berkaca kepada pelaku Sejarah politik/politikus masa lampau yang tertuang dalam kisah-kisah Al-Qur’an. Misalnya: Pemberian kerajaan yang besar kepada keluarga ibrahim34, pengangkatan Thalut sebagi raja35, pemberian hikmah dan kerajaan kepada Daud36, anugerah kerajaan kepada Dzulqarnain dan memperoleh jalan untuk mencapai segala sesuatu37, ratu Balqis sebagai raja yang adil dan egaliter38, anugerah berupa kepemimpinan orang-orang mesir yang tertindas39. Juga ada contoh perilaku politik yang tercela. Misalnya Celaan kepada raja yang dzalim, Fir’aun seorang pemimpin yang tiran dan memecah belah umat40. Dengan demikian teks (al-Qur’an dan Hadith) dalam memberikan petujuk dan landasan berpolitik tidak hanya sebatas sedeteran teori-teori, tetapi juga memberikan gambaran masa lalu sebagi ibrah berupa sejarah yang otentisitas dan kevaliditasannya laraibafiih (tidak diragukan sama sekali).

Maka pengejewetahan politik Islam adalah upaya menjalankan

pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara mentransformasikan aturan-aturan, ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama melalui system pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian diharapkan terciptanya kesatuan sikap, cara berfikir, cara bermasyarakat. Sehingga terbina kehidupan bersama dalam suasana persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi serta masyarakat yang unggul44. Selain itu juga menciptakan kesejahteraan social dengan cara mendorong peningkatan produksi dan membangun sarana dan prasarana produksi, juga diperlukannya institusi penangan zakat, dimana zakat tidak hanya sebatas ibadah sosial, tetapi juga dalam konteks politik dan ekonomi pembangunan sebagai indikator keberhasilan produksi dan pendapatan masyarakat, juga upaya untuk

34 QS.An-Nisa, 4: 54. dipercayakan orang berupa perkataan, perbuatan, harta, pengetahuan, atau segala nikmat yang ada pada manusia yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Sementara Al-Maraghi membedakan amanah menjadi tiga. Pertama, tanggungjawab manusia kepada Allah. Kedua, tanggungjawab menusia kepada sesamanya. Dan yang ketiga, tanggungjawab manusia kepada dirinya sendiri.

42 Tentang ideology ini Dalier Noer menjelaskan sebagai “ cita-cita yang dalam dan luas yang bersifat jangka panjang, malah dalam hal-hal dasar diyakini bersifat universal”. Jadi seluruh cita-cita masyarakat terangkum dalam sebuah ideology (ajaran-ajaran agama atau filsafat atau ajaran filsafat dan pemikiran manusia, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama) bangsa sebagai haluan dalam berpolitik. Maka dalam politik Islam peran agama menjadi titik sentral dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara.

43 Al-hisbat adalah institusi yang menangani kewajiban amar ma’ruf nahi munkar yang memiliki kekuasaan memerintahkan warga masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan memcegah mereka dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama

(7)

menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Maka meningkatkan mutu pendidikan, menjaga stabilitas nasional dan menciptakan kesejahteraan social merupakan cita-cita pokok yang mesti dilaksanakan. Akan tetapi ketiga-tiganya akan menjadi konsep yang kosong dan tidak memiliki substansi jika tidak dibarengi dengan keadilan yang merupakan kaedah pokok dari maqashid asy-syari’ah45. Dan tema ini akan dikaji dalam pembahasan selanjutnya.

Dengan demikian politik Islam merupakan salah satu bentuk pengaturan, pengendalian dan pengarahan kehidupan umat, terkait dengan keharusan moral dan politis untuk senantiasa mewujudkan keadilan, rahmat dan kemaslahatan yang berasaskan rambu-rambu syari’ah.

3. Keadilan Dalam Politik Islam.

Terdapat banyak ragam definisi keadilan. Hobbes mengemukakan bahwa keadilan adalah perjanjian yang dibuat kemudian di ingkari, itulah ketidak adilan. Demikian Nietshe memahami keadilan sebagai kebenaran yang diakui kuat, Hume menyatakan keadilan adalah” suatu kebaikan palsu. Stoa berpendapat bahwa keadialan adalah”, menyamakan semua orang. Hal senada juga diungkapkan Plato bahwa keadilan adalah, ”mensejajarkan semua orang. Sementara Dewey mendefinisikan bahwa keadilan adalah: “kebaikan biasanya dianggap kebaikan yang tidak dapat berubah, bahkan persaingan adalah wajar dan adil dalam kapitalisme kompetitif individualistic. Dari berbagai pernyataan tersebut diatas terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tolak ukur/standar sebagai landasannya. Maka benar apa yang di katakan Friedman bahwa “adalah kegagalan kegagalan dalam menentukan standar keadilan yang mutlak kecuali dengan dasar-dasar agama”.46

A.M Syaefuddin mengatakan begitu pentingnya asas keadilan dalam hukum Islam sehingga termaktub lebih dari seribu kali, dan menempati posisi terbanyakk ketiga setelah kalimat Allah dan ilmu pengetahuan. Begitu juga Muhammad Daud Ali menyebutkan asas yang sangat penting dalam hukum Islam karena itu asas keadilan dapat di katakan sebagai asas semua asas hukum Islam47.

Syari’ah merupakan neraca untuk menimbang semua persoalan moral, semua masalah tingkah laku baik yang baik maupun yang buruk. Dilain pihak akal dengan berbagai variasinya memberiikan definisi dan bentuk yang bertentangan kepada keadilan karena gagalnya mencapai keadilan itu sendiri, tetapi wahyu dengan standar keadilannya yang mutlak tidak hanya mencapai tetapi juga merupakan sumber yang abadi bagi keadilan.

Keadilam mulak hanya ada dalam syari’ah48. Ia menyatukan hukum sebagai “adanya” dengan hukum sebagai ”seharusnya”. Artinya hukum tidak memihak (tidak pandang bulu) dan adanya keharusan untuk menegakkan

45 Umar Chepra, Islam dan Tantangan Ekonomi, 2000, (Jakarta: Gema Insani Press), hlm. 211.

46 Muslehuddin, Op.cit. hlm 79.

47 Muhammad Alim, hlm 315.

(8)

supremasi hukum.. Jadi stabilitas dalam hukum. Antara adanya hukum dan pelaksanaannya adalah menggambarkan tujuan tertinggi hukum yang tidak lain kecuali adalah keadilan49.

Dalam surat al-Maidah ayat 105, terdapat kata “amanah” menurut Razi, terdiri atas segala bentuk yang harus dilaksanakan seseorang, dimana yang paling utama adalah keadilan, fakta keadilah mutlak diketahui hanya oleh Allah50. Lawan dari keadilan adalah dzulm misalnya masalah pelanggaran51, pengertian salah52. Jadi keadilan adalah kebaikan yang tidak mengandung pelanggaran, kekejaman, kesalahan maupun dosa53.

Keadilan adalah hak setiap manusia dan menjadi dasar bagi setiap hubungan individu. Oleh karena itu merupakan hak semua orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah, dan menjadi kewajiban bagi para pemimpin atau penguasa untuk menegakkan keadilan dan dan memberiikan jaminan keamanan yang cukup bagi warganya54.

PENUTUP

49 Ibid, hlm 79.

50 Q.S. 2: 216

51 Q.S. 2: 59, Q.S, 42:41

52 Q.S, 10:46.

53 Ibid, hlm 80-81.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabiri, Muhammad Abed. 2001. Agama, Negara dan Penerapan Syari’ah. Yokyakarta: Fajar pustaka.

Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal. Jakarta: Gema Insani Press.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2005. Kebebasan Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Black,Antony. 2001. pemikiran Politik Islam. Jakarta: Serambi.

H.A. Djazuli. 2003. Fiqih Siyasah. Bandung: Kencana.

Haekal,Muhammad Husain. 2003. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Lentera Antar Nusa.

Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat. Jakarta: Gema Insani Press. Imarah, Muhammad. 1998. Islam Versus Barat. Jakarta: Rabbani Press.

K Raharjo, Iman Toto dan Soko Sudarso. 2010. Bung Karno Masalah Pertahanan dan Keamanan. Jakarta: Gramedia Widia Sarana.

Ka’bah, Rifyat. 2005. Politik dan Hukum Dalam al-Qur’an. Jakarta: Khairul Bayan.

Muhammad, Ali Abdul Mu’ti. 2010. Filsafat Politik Antara Barat dan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Muslehuddin, 1991. Filsafat hukum Islam dan Pemikiran Orientalis. Yokyakarta: Tiara Wacana.

An-Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Sistem Pemerintahan Islam. Bangil: Penerbit Al-Izzah.

Qardhawi, Yusuf. 2008. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik. Jakarta: Pustaka al-kautsar.

______________. 2008. Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syari’ah. Bandung: Pustaka Setia.

(10)

Rais, M.Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Sa’fan, Kamil. 2009. Kontroversi Khilafah dan Negara Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Abdul Salim, Mu’in. 1994. Fiqih Siyasah konsepsi kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Rajawali Press.

Salim, M. Arskal. 1998. Etika Intervensi Negara Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyyah. Jakarta: Logos.

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini berisi pembahasan hasil yang diperoleh dalam penelitian di mana kesesuaian hasil dengan tujuan penelitian akan menghasilkan sebuah rekomendasi

Kebijakan pemantauan kesehatan siswa selama periode latihan secara periodik dalam upaya pelayanan kesehatan telah dikeluarkan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri Ramdani (2015)tentang tingkat pengetahuan ibu menopause tentang perubahan fisiologi dan psikologi pada

Karena IC seringkali didefinisikan sebagai sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang mana perusahaan dapat menggunakannya

Kedua, Anak tiri yang dimaksud di sini adalah anak kandung yang di bawa oleh suami atau istri kedalam perkawinan sehingga salah seorang dari mereka menyebut DQDN LWX

Jika ketika akad nikah maharnya disebutkan dan belum terjadi jima‟ antara suami dan isteri lalu suami mentalak isterinya, maka isteri berhak mendapatkan setengah

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHQJNDML GDQ PHQGHVNULSVLNDQ SUDNWLN - SUDNWLN NHZLUDXVDKDDQ JHUHMD EHUDOLUDQ SHQWDNRVWDO GDODP PHQJHQWDVNDQ NHPLVNLQDQ GL .RWD :DPHQD

Kompetensi dasar untuk kemampuan menyimak kelas XI adalah menulis kata, frasa, dan kalimat dengan huruf, ejaan dan tanda baca yang tepat dan mengungkapkan informasi secara