• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE MENGAJAR NABI Telaah Metode Menga (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODE MENGAJAR NABI Telaah Metode Menga (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

METODE MENGAJAR NABI:

Telaah Metode Mengajar Rasulullah SAW dan Implementasinya di Dunia Pendidikan

Mohamad Samsudin

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah pertama: untuk mengetahui bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya kepada para sahabat; kedua, untuk mengetahui implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya di dunia pendidikan masa kini.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan penelitian yang bersifat library research

dengan menggunakan bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis, hermeneutik, dan ilmu pendidikan. Hal ini dilakukan mengingat penelitian ini berkenaan dengan metode mengajar dari seorang rasul yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Oleh karena itu, penulis menganalisis metode mengajar Rasulullah SAW berdasarkan Hadits dan riwayat para sahabat, kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan metode tersebut dengan pendidikan masa kini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasulullah SAW adalah pendidik yang ideal. Dalam mendidik para sahabat, di samping menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat, karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran ditentukan oleh metode mengajar yang tepat dengan melalui evaluasi. Walaupun sistem pengukuran (measurement) yang dilakukan Rasulullah SAW tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau. Pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

PENDAHULUAN

Belajar mengajar adalah proses interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tersebut seorang guru tidak terlepas dari penggunaan metode mengajar. Sepandai apapun seorang guru dalam menguasai ilmu pengetahuan, tidak akan mencapai tujuan pembelajaran jika ia tidak cermat dalam menggunakan metode mengajar. Karena metode adalah jalan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan. Tanpa metode mengajar, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap seorang siswa tidak akan berpindah dari guru kepada siswa. Ini artinya, metode adalah penghubung antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Banyak di antara guru merasa tidak berhasil dalam mengajar kemudian menyalahkan siswa karena kurangnya kecerdasan mereka dalam memahami pelajaran. Begitu pula sebaliknya banyak ketidakberhasilan siswa dalam belajar menyalahkan guru karena kurang kompetensi dalam menguasai materi ajar. Apabila ditelusuri dari aspek metode mengajar sebenarnya tidak dapat ditarik kesimpulan demikian. Tetapi bisa jadi terdapat kesalahan dalam menggunakan metode mengajar sehingga tujuan belajar dan mengajar tidak tercapai. Karena metode mengajar yang tidak tepat akan berakibat kurangnya motivasi belajar pada siswa sehingga

Mohamad Samsudin, lahir di Kediri 18 Maret 1974. Lulus S1 dari STAI Darul Qalam Tangerang dan S2 dari Institut

(2)

proses pembelajaran menjadi membosankan.1 Di sinilah metode menempati posisi penting dalam pembelajaran.

Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari

bahasa Yunani, yang terdiri dari dua susunan kata, yaitu metha (melalui atau melewati), dan

hodos berarti (jalan atau cara). Dengan demikian metode dapat berati cara atau jalan yang harus

dilalui untuk mencapai suatu tujuan.2 Pakar pendidikan Elgar Bruce Wesley yang dikutip oleh

Omar Muhammad at-Taumî as-Syaibânî memberikan arti metode sebagai rentetan kegiatan terarah bagi pendidik yang menyebabkan timbulnya proses belajar pada anak didik, atau ia adalah proses yang pelaksanaannya sempurna menghasilkan proses belajar, atau ia adalah jalan yang

dengannya pelajaran jadi terkesan.3 Dengan pengertian yang terakhir ini, metode berarti upaya

untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode mengajar adalah cara yang digunakan dalam

upaya mengajar. Kata “metode mengajar” di sini dapat diartikan secara luas menjadi metode

pendidikan. Karena mengajar adalah salah satu bentuk mendidik.

Aminuddin Rasyad berpendapat bahwa faktor keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (endogen) dan eksternal (eksogen). Faktor internal antara lain seperti minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat indra, dan lain-lain. Adapun faktor eksternal seperti keadaan lingkungan belajar, cuaca, letak sekolah, interaksi sosial dengan teman sekolah, sarana prasarana, metode mengajar yang digunakan guru dalam menyajikan materi ajar,

dan lain-lain.4 Menurut Muhaimin, faktor-faktor terpenting dalam meningkatkan mutu pendidikan

di samping komponen-komponen lain adalah guru, kurikulum, metode, sarana-prasarana, dan

evaluasi.5 Adapun menurut Veithzal Rivai beberapa faktor yang berperan dalam melaksanakan

pendidikan yaitu: instruktur (guru), peserta (siswa), materi, metode, tujuan pendidikan, dan lingkungan yang menunjang, efektivitas biaya, prinsip-prinsip pembelajaran, dan fasilitas yang

sesuai.6 Semua faktor tersebut merupakan komponen yang saling terkait satu sama lain dalam

menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran faktor-faktor tersebut harus dapat diintegrasikan secara utuh demi mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam konteks Islam, salah satu misi sentral Nabi Muhammad SAWadalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar utuh, tidak hanya secara jasmaniah tetapi juga secara batiniah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan misi profetis nabi, yakni untuk mendidik manusia, memimpin mereka ke jalan Allah SWT, dan mengajarkan kepada mereka untuk menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis, sejahtera secara material maupun spiritual. Nabi Muhammad SAWdiutus untuk mengembangkan kualitas kehidupan manusia, menyucikan moral mereka, dan membekali mereka

dengan bekal-bekal untuk menghadapi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.7 Amanat

1

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II, h. 86.

2

Ismail S.M., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Semarang: Rasail Media Group bekerja sama dengan LSIS [Lembaga Studi Islam dan Sosial], 2008),h. 7; Lihat pula Jasa Ungguh Muliawan, P en d i d ika n Isla m In t eg r a t if, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), h. 144-145.Lihat pula Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Deengan Pendekatan Baru,(Bandung : Remaja Rosdakarya,2010),cet.XV. h. 198

3

Omar Muhammad at-Taumî as-Syaibânî, Falsafah Pendidikan Islam,terj. Hasan Langgulung,(Jakarta: Bulan Bintang,1979), cet. I, h. 552

4

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA Press, 2006), Cet. V, h. 99. 5

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), cet. ke-1, h. 50

6

Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 12. 7

(3)

kenabian ini secara terus-menerus diemban oleh para sahabat Nabi sampai generasi berikutnya

sebagai waratsatul anbiyâ‟ (pewaris para nabi).

Dalam menyampaikan risalahnya, Rasulullah SAW begitu piawai dan cermat. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilannya dalam mengubah bangsa Arab bahkan umat manusia di dunia meninggalkan tradisi jahiliyah menuju umat yang beradab dan berkebudayaan. Kesuksesan Rasulullah SAW yang gemilang tersebut tidak terlepas dari peran metode yang digunakannya dalam mendidik umat manusia. Terbukti dengan Rasulullah SAW dalam menyampaikan penjelasan risalahnya disesuaikan dengan taraf berfikir umatnya. Sebagaimana hadis di bawah:

د حم ْب دْ بع ا ثدح ،ة ثْ خ ا بْخأ

,

ْح ْب د حم ا ثدح

,

ْكب ا ثدح

,

كلام ْب ْح ا ثدح

,

ه بأ ْ ع

,

ع

ْه لا

,

ب س ْلا ْب د عس ْ ع

,

اا س هْ ع ب لا ع

:

«

ا لا ك ْ أ ا ْ مأ كل ك ءا بْ ْْا شاعم ا إ

ْ هلوقع ْدقب

“Telah mengabarkan pada kami Khaitsamah ia berkata : telah menceritakan pada kami „Ubaid Bin Muhammad, ia berkata memberitakan pada kami Muhammad Bin Yahya, telah menceritakan pada kami Bakr, ia berkata memberitakan pada kami Yahya Bin Malik, dari

ayahnya, dari Az-Zuhri,dari Sa‟d Bin al-Musyyab dari Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Kami adalah golongan para nabi, seperti itulah aku diutus berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka.” 8

Oleh karena itu, dalam menjelaskan sebuah masalah Rasulullah SAW pun tidak menyamaratakan antara sahabat satu dengan sahabat lainnya, terutama kepada kaum Arab Badui yang notabene pola berfikirnya masih primitif. Bahkan Rasulullah SAW berpesan dalam menerangkan sebuah ilmu haruslah melihat kepada siapa dan bagaimana ilmu tersebut diberikan.

Sebagai pendidik yang ideal, Rasulullah SAW mendidik para sahabat, di samping menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat, karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran akan dapat dilihat hanya dengan melalui evaluasi.

Walaupun sistem pengukuran (measurement) yang dilakukan Rasulullah SAW tidak

menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau. Dengan demikian pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Dalam konteks kekinian pendidikan adalah sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Kedua pemetaan tersebut tidak terlepas dari permasalahan apabila dilihat dari realitas pendidikan itu sendiri. Begitu pula pendidikan nasional yang masih banyak memerlukan pembenahan, baik pada aspek internal maupun eksternal. Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah menjadikan pendidikan sebagai jasa komoditas yang dapat diakses oleh masyarakat (pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja. Di sisi lain, kehidupan sosial yang berlandaskan sekularisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh)

dan materialistik (money oriented) sehingga mengakibatkan motif penyelenggara dan pengenyam

pendidikan saat ini lebih bertujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak dikaitkan dengan tujuan membentuk akhlak mulia). Selain daripada itu, kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter politikus Machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam merumuskan kebijakan pendidikan di Indonesia.

8Mizanul „Amal, bab Bayanu wadhoiifil Muta‟allim wal Mu‟allim fil „Ulum

(4)

Dalam kaitannya pendidikan sebagai suatu sistem, permasalahannya pun terus berkembang, seperti: 1). Keterbatasan eksesibilitas dan daya tampung; 2). Kerusakan sarana/prasarana ruang kelas; 3). Kekurangan jumlah tenaga guru; 4). Kinerja dan kesejahteraan guru belum optimal; 5). Proses pembelajaran yang konvensional; 6). Jumlah dan mutu buku yang belum memadai; 7). Otonomi pendidikan; 8). Keterbatasan anggaran; 9). Mutu SDM pengelola

pendidikan; 10). Life skill yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan; 11). Pendidikan yang

belum berbasis masyarakat dan lingkungan; dan 12). Kurangnya menjalin kemitraan dengan dunia industri. Permasalahan tersebut perlu mendapatkan solusi yang cepat apabila tidak ingin negara ini berkubang dalam keterpurukan mutu pendidikan. Ditambah lagi dengan pesatnya arus teknologi informasi, khususnya internet, yang ternyata mampu menggeser paradigma pendidikan. Selain itu, hal lain yang mempercepat pergeseran paradigma pendidikan adalah kompetisi bebas,

free trade dan hilangnya monopoli.9

Beberapa konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang selama ini berjalan antara lain adalah sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Akan tetapi, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang dengan mudah

memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence

(distributed knowledge).10 Fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama. Pemahaman akan sebuah konsep akan dilakukan secara bersama pula. Guru tidak lagi dapat memaksakan pandangan dan kehendaknya karena mungkin para murid memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Di sinilah peserta didik kehilangan figur panutan dan pembimbing dalam membentuk akhlak mulia.

Walaupun perbaikan di dunia pendidikan semakin nyata, baik dalam aspek manajemen,

kurikulum, metode pembelajaran maupun sarana dan prasarananya tetapi output yang dihasilkan

masih jauh dari yang diharapkan, terutama aspek moralitas. Gejala-gejala tersebut dapat ditemukan tatkala melihat perilaku kehidupan anak-anak usia remaja yang notabene kondisi mentalnya masih labil sehingga amat mudah menerima pengaruh dan mengikuti perubahan tanpa mengadakan penyaringan terlebih dahulu. Pada akhirnya mereka sering mengikuti pola-pola kehidupan yang dibawa oleh arus informasi dan teknologi secara membabi buta tanpa memperhitungkan dampak yang diakibatkannya. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan sedikit demi sedikit mengarahkan mereka kepada sikap mengagungkan kecemerlangan rasio yang pada akhirnya merobek nilai idealisme-humanisme. Sikap materialistis yang mengarah kepada konsep hedonisme secara bertahap akan menghapus aspek-aspek etika religius dan mengikis dinding moralitas dan humanisme. Akibat dari semua itu akan muncul ragam demoralitas seperti: tawuran antar pelajar, seks bebas, kriminalisasi di berbagai lingkungan, kebohongan, korupsi, dan lain sebagainya. Dan yang lebih menyedihkan adalah apabila hal tersebut malah dijumpai di dunia pendidikan. Jika demikian kondisinya, pendidikan kita selama ini gagal menampilkan fungsi-fungsi sosialnya saat dituntut membantu menyelesaikan berbagai persoalan moralitas bangsa ini.

Dalam penelitian ini membahas mengenai metode mengajar yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya. Hal ini perlu dikaji dan diketahui kembali mengingat pentingnya metode mengajar dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, keyakinan yang tak terbantahkan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok pendidik yang ideal baik sebagai seorang rasul maupun pemimpin pemerintahan. Beliau adalah panutan umat manusia (uswah al-hasanah) dalam berbagai aspek kehidupan. Di sisi lain mengingat pendidikan tidak diartikan mengubah potensi dasar manusia tetapi mengkondisikan agar pemberdayaan potensi

9

Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 30-34. 10

(5)

dasar manusia dan masyarakat itu menjadi lebih mengalami peningkatan kualitas dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan. Potensi yang perlu dikembangkan adalah potensi metodologik yang lebih bermakna dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Hal inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji metode mengajar Rasulullah SAW dalam mendidik umat manusia, sekaligus menelusuri implementasinya dalam pendidikan masa kini

Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya kepada para

sahabat?

b. Bagaimana implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya di

dunia pendidikan masa kini

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam rumusan masalah sebelumnya adalah:

a. untuk mengetahui bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya

kepada para sahabat

b. untuk mengetahui implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan

risalahnya di dunia pendidikan masa kini

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Teknik

pengambilan data penulis memfokuskan pada penelitian kepustakaan (library risearch) dengan

sumber data dari bahan-bahan tertulis baik berupa kitab-kitab Hadis maupun buku-buku yang telah dipublikasikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis, hermeneutik, dan ilmu pendidikan. Hal ini dilakukan mengingat penelitian ini berkenaan dengan metode mengajar dari seorang rasul yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Oleh karena itu, penulis menganalisis metode mengajar Rasulullah SAW berdasarkan Hadis dan riwayat para sahabat, kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan metode tersebut dengan pendidikan masa kini. Melalui analisis filosofis akan dihasilkan inti gagasan, sedangkan melalui analisis hermeneutik dan ilmu pendidikan akan dihasilkan interpretasi-interpretasi yang ditimbulkan dari munculnya gagasan tersebut, serta kemungkinan menghubungkannya dengan situasi lain di masa sekarang, khususnya yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Langkah-langkah dalam analisis filosofis dilakukan dengan cara mencari hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, menentukan titik persamaan dan perbedaannya, menganalisis dan menarik kesimpulan. Sedangkan dalam analisis hermeneutik langkah-langkahnya adalah menentukan masalah yang dibahas, mencari interpretasi-interpretasi yang berhubungan dengan masalah secara tematik. Sementara dalam analisis ilmu pendidikan langkah-langkahnya adalah menentukan metode mengajar Rasulullah SAW dan interpretasinya dan mencari hubungan antara satu metode mengajar dengan metode mengajar lainnya, termasuk metode mengajar di dunia pendidikan masa kini.

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Belajar Mengajar Dalam Islam

(6)

mengajar, anak adalah sebagai subjek sekaligus objek dalam kegiatan pengajaran. Oleh karena itu keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dalam segi fisik saja melainkan juga keaktifan dalam segi psikis. Apabila hanya fisik anak saja yang aktif tetapi psikisnya tidak aktif, maka tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai, karena anak didik tidak merasakan perubahan dalam dirinya.

Padahal perubahan secara fisik dan psikis adalah hakekat dari sebuah pembelajaran.11

Aminuddin Rasyad mengutip beberapa pendapat pakar psikologi tentang definisi belajar antara lain pendapat E.R. Hilgard dan D.G. Marquis yang menyatakan bahwa belajar adalah proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya, sehingga terjadi perubahan dalam dirinya. Sedangakan pendapat James L. Mursell mengatakan bahwa belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri sendiri, dan memperoleh sendiri. Ini artinya belajar menurut Mursell adalah bertumpu

pada pengalaman.12 Sementara dalam pandangan Islam proses mencari dan menyebarkan ilmu

mendapat perhatian khusus dan derajat tinggi dalam kedudukannya.Hampir seluruh ayat

Al-Qur'an memberikan kandungan pendidikan, baik pendidikan yang berhubungan dengan aqîdah,

syarî‟ah maupun mu‟âmalah. Di sisi lain, Allah SWT sangat memuji dan meletakkan ilmu serta ahlinya di atas yang lain. Betapa tingginya derajat ahli ilmu sehingga Allah SWT merangkaikan

persaksian-Nya bersama para malaikat13. Dalam surat Al-Mujâdilah ayat 11, Allah SWT berjanji

akan mengangkat derajat orang yang beriman dan ahli ilmu melebihi yang lainnya dengan beberapa derajat. Dalam ayat lain Allah SWT menerangkan bahwa barangsiapa yang diberi ilmu (hikmah), maka ia telah diberikan kebaikan yang banyak.14Dengan ilmu itulah manusia dibedakan kualitasnya di sisi Tuhan dengan makhluk lain bahkan dengan malaikat sekalipun. Terbukti dengan Nabi Adam AS berhak dihormati oleh semua malaikat di langit karena ilmu yang telah

Allah SWT ajarkan kepadanya.15 Bahkan menurut Allah SWT orang yang paling takut

kepada-Nya adalah ulama (ahli ilmu),16 karena dengan ilmu yang dimilikinya maka akan menambah

keimanan. Dengan keimanan yang mantap maka akan bertambah ketakwaan seseorang.

Dengan demikian Islam memandang hakekat belajar mengajar tidak hanya perubahan fisik dan psikis semata, melainkan adanya perubahan aspek batiniah berupa keimanan dan ketakwaan yang terwujud nyata berupa tingkah laku yang baik (akhlak mulia). Hal ini menjadi

penting karena hakekat penciptaan manusia tidak hanya sebagai „abdullah (hamba Allah) saja

melainkan juga sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di muka bumi). Dengan menduduki kedua

fungsi tersebut manusia menggapai derajat insan al kamil. Konsep insan kamil (manusia

seutuhnya) dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertakwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif.

B. Kedudukan Metode Dalam Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi unsur-unsur manusiawi yaitu sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru harus berusaha mengatur lingkungan belajar yang nyaman dan tidak membosankan bagi anak didik. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar.Kerangka berpikir itu, melahirkan pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Metode sebagai alat motivasi

11

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II, h. 44.

12

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA Press, 2006), Cet. V, h. 28. 13Lihat Q.S. Āli „Imrân [3]: 18

14

Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 269. 15

Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 31. 16

(7)

ekstrinsik merupakan salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar.

Penggunaan metode terkadang harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Guru harus menyesuaikan dengan kondisi, suasana kelas, jumlah siswa, dan guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu guru lebih mudah menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menjunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Menurut Sardiman, motif ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi membangkitkan belajar seseorang, karena adanya perangsang dari luar. Dengan demikian penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat

motivasi ekstinsik dalam kegiatn belajar mengajar di sekolah.17

Dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua anak didik mempu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama.Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Perbedaan daya serap tersebut mengharuskan guru untuk menentukan strategi pengajaran yang tepat. Guru harus juga memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Pemilihan metode yang tepat merupakan solusi terbaik karena metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Jika guru tidak memiliki tujuan yang jelas maka proses belajar mengajar yang dilakukan hanya akan sia-sia saja dan tujuan dari kegiatan tersebut tidak akan tercapai. Metode adalah pelicin jalan pengajaran untuk menuju tujuan yang hendak dicapai.Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuannya. Oleh karena itu, antara metode dengan tujuan haruslah sejalan karena kegiatan belajar mengajar tidak akan ada artinya tanpa mengindahkan tujuan.

C. Prinsip-Prinsip Metode Mengajar

Metode mengajar dan proses belajar merupakan tujuan terakhir proses pembelajaran. Metode dengan proses belajar mengajar memiliki hubungan yang sangat erat dan dapat diukur hasilnya. Untuk memperoleh proses belajar yang baik dan hasil suatu metode mengajar, ada beberapa prinsip metode pembelajaran menurut Asy-Syaibani. Adapun prinsip-prinsip metode

pembelajaran tersebut adalah:18

1. Menjaga motivasi pelajar dan kebutuhan, minat, dan keinginannya pada proses belajar, sebab

menggerakkan motivasi yang terpendam ini dan menjaganya dalam pengalaman-pengalaman yang diajukan kepada pelajar dan juga berbagai aktivitas yang diminta pelajar melakukannya, dan juga metode dan peran guru dalam memelihara motivasi anak didik akan menjadikan pelajar ingin belajar lebih aktif.

2. Menjaga tujuan pelajar dan membantu anak didik untuk mengembangkan tujuan tersebut,

karena seorang pelajar yang memiliki tujuan yang jelas dalam proses belajar mengajar akan menyukai dan mengusahakan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tersebut. Peran guru sangat dibutuhkan untuk membantu anak didiknya yaitu menentukan tujuannya dalam belajar dan menjaga tujuan dalam proses pengajaran, serta membimbing anak didik supaya ia lebih suka kepada pelajaran.

3. Memelihara tahap kematangan yang dicapai oleh pelajar dan ketertarikan pelajar untuk

belajar. Tahap kematangan jasmani, akal, dan emosi pelajar mulai dari yang telah mereka ketahui hingga yang belum diketahui, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dari yang

17

AM Sardiman, Motivasi dan Interaksi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 90 18

(8)

sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum kepada yang khas, dan dari yang mudah kepada yang susah.

4. Menjaga perbedaan-perbedaan perseorangan di antara pelajar-pelajar baik dalam segala

bentuk pertumbuhan dan segi-segi kehidupan mereka lebih-lebih saat proses pengajaran belangsung. Oleh sebab itu, keberadaan guru sangat diharapkan pada situasi seperti ini, karena pelajar tetap pada tujuan pembelajaran yang diharapkan.

5. Mempersiapkan peluang partisipasi yang praktikal. Guru seharusnya berusaha dengan

sungguh-sungguh untuk mengkaitkan antara kajian teoritikal dan pelaksanaan pratikal supaya kedua segi tersebut saling melengkapi. Guru juga harus membimbing murid-muridnya untuk mengulangi apa yang telah dipelajari dan apa yang telah diperolehnya berupa pengetahuan, keterampilan-keterampilan, dan sikap secara berulang-ulang sehingga anak didik bukan hanya mampu dalam memahami pembelajaran tetapi bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

6. Memperhatikan pemahaman, hubungan, kepaduan dan kelanjutan pengalaman, pembaharuan,

keaslian, dan kebebasan berpikir. Guru harus menekankan pentingnya pengetahuan tentang hubungan dan pertalian antara unsur-unsur pengalaman pengajaran yang satu dengan yang lainnya sebagai jalan untuk menuju tujuan pendidikan yang diinginkan.

7. Membuat proses pendidikan itu sebagai suatu proses yang mengembirakan dan menciptakan

kesan yang baik pada diri pelajar. Guru seharusnya menciptakan situasi yang membuat anak didik merasa gembira, nyaman, dan tidak merasa terbebani dalam proses belajarnya sehingga hasil akhir yang diharapkan dari proses belajar mengajar akan tercapai dengan maksimal.

TEMUAN PENELITIAN

Dalam menyampaikan risalahnya, Rasulullah SAW selalu menggunakan metode sebagaimana seorang guru mengajarkan pelajaran kepada anak didiknya.Beliau menyapaikan

risalah tidak “main pukul rata” mengingat pola pikir umatnya tidak sama. Hanya sistem dan metode yang berbeda-beda sesuai taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing yang dapat menyampaikan tujuan dari pemahaman risalah. Di kalangan manusia yang budaya modern, sistem dan metode pendidikan yang digunakan setara dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya. Sistem dan metode tersebut diorentasikan kepada efektifitas dan efesiensi. Pada masyarakat primitif mempergunakan sistem dan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka akan lebih mengena daripada penggunaan metode yang berbelit. Untuk itu penulis akan memaparkan terlebih dahulu sebagaian besar metode-metodeyang digunakan Rasulullah SAW. Adapun metode-metode yang digunakan Beliau adalah sebagai berikut:

Pertama; metode ceramah. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW setelah turun wahyu yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan. Metode ini digunakan beliau terutama saat khutbah jumat untuk menerangkan berbagai permasalahan agama

maupun sosial.19

19

Abuddin Nata menyamakan metode ceramah dengan khutbah, menurutnya, metode ceramah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam penyampaian atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet. ke-1, h. 158. Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW berceramah saat menyampaikan wahyu kepada khalayak ramai, seperti riwayat di bawah ini:

(9)

Kedua; metode diskusi.Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW bersama para sahabat terutama untuk mencari kata mufakat.Seperti dalam kasus penanganan tawanan perang Badar, beliau bermusyawarah dengan para sahabat.Umar ibn al-Khattab mengusulkan agar tawanan tersebut dibunuh saja, tetapi Abu Bakar as-Shiddîq berpendapat agar tawanan tersebut diberi kesempatan untuk menebus dirinya untuk menjadi sumber

kekuatan Islam.Kemudian Rasulullah SAW menerima pendapat Abu Bakar as- Shiddîq.20

Ketiga; metode eksperimen.Rasulullah SAW tidak melarang metode ini.Hal ini dapat dilihat dari penjelasan beliau ketika menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu

dikawinkan untuk membuahkannya dan ternyata bahwa informasi beliau tidak terbukti

yang terdekat (Q.S. Al-Syu‟ara: 214), maka Rasulullah Shallallâhu „Alaihi Wasallam memanggil orang-orang Quraisy. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAW berbicara secara umum dan khusus.Dia bersabda,

“Wahai Bani Ka‟ab Ibn Luaiy, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Murrah Ibn Ka‟ab, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani „Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai

Bani Hâsyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani „Abdul Muthalib, selamatkanlah diri kalian

dari neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena aku tidak kuasa menolak sedikit pun

siksaan Allah Subhânahu Wa Ta‟âlâ terhadap kalian. Aku hanya punya hubungan kekeluargaan dengan kalian

yang akan aku sambung dengan sungguh-sungguh.”. Lihat AbûHusain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al-Mun‟im Syarh Shahih Muslim, (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2002), Cet. ke-1, Juz II, Bâb Mâ

Jâ‟a Fi Qaulihi Ta‟âlâ Wa Andzir „Asyîrataka al-Aqrabîn, h. 40. 20

Lihat Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. ke-2, , h. 61.

21

Metode eksperimen digunakan Rasulullah SAW terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kealaman. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan agama maka tidak boleh menggunakan metode ini karena ajaran agama adalah ajaran yang bersifat pasti, tidak bersifat coba-coba.

(10)

Keempat; metode tanya jawab.22 Metode ini digunakan juga oleh Rasulullah

Shallallâhu „Alaihi Wasallam, misalnya tanya jawab beliau dengan Malaikat Jibril „Alaihi

as-Salâm saat mengajari tentang iman, Islam, dan ihsân.23

Kelima; metode demonstrasi. Metode demonstrasi banyak diterapkan oleh Rasulullah SAW terutama dalam menjelaskan masalah ibadah seperti, salat, cara berwudhu,

manasik haji dan lain-lain.24

Keenam; metode keteladanan (al-uswah al-hasanah).Keteladanan Rasulullah SAW

sering ditunjukkan beliau dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam hal akhlak.25

22 Metode tanya jawab adalah suatu metode interaktif yang digunakan seorang guru dengan peserta

didik dalam upaya merangsang perhatiannya terhadap materi yang diajarkan. Menurut Zakiah Daradjat, metode ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Karena metode ini dapat memberi umpan balik terhadap peserta didik dalam merespon materi ajar sehingga masing-masing dari mereka dapat bertanya maupun menjawab tentang permasalahan yang sedang dibahas. Di sisi lain, metode ini dapat pula digunakan sebagai evaluasi pemahaman peserta didik. Lihat Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), Cet ke-2, h. 307-308.

23 Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada para sahabat tentang fungsi shalat dalam menghapus

dosa dan kesalahan, sebagaimana hadits di bawah ini:

اَنَ ثدَح

Dari Abî Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian?Apakah akan masih tersisa kotorannya? Mereka menjawab, “Tidak akan tersisa

kotorannya sedikit pun. “Dia bersabda, “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya Allah SWT

menghapus dosa-dosa.“(H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al -Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al-Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî, ditahqiq oleh Syaikh Qâsimasy-Syammâ‟i ar

-Rifâ‟î, Jld I (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb ash-Shalawât al-Khams Kaffârah, h. 282.

24 Rasulullah SAW tak segan-segan mempraktikkan sendiri tata cara ibadah dengan disaksikan para

sahabat, sebagaimana riwayat di bawah ini:

اَنَ ثدَح

“Menceritakan kepada kami Ādam, ia berkata, memberitakan kepada kami Syu‟bah, memberitakan

kepadaku al-Hakam, dari Dzarr, dari Sa‟îd Ibn „Abdurrahmân Ibn Abzâ, dari Ayahnya, ia berkata, “Telah datang Ammâr bin Yâsir berkata kepada „Umar Ibn Khattab, “Tidaklah anda ingat seseorang kepada „Umar

Ibn Khattab, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku sedang junub, dan aku tidak menemukan air?” Maka berkata

Ammâr Ibn Yâsir kepada „Umar Ibn Khattab, “Ketika saya dan Anda dalam sebuah perjalanan.Adapun anda

belum shalat, sedangkan saya berguling-guling di tanah kemudian saya shalat.Saya pun menceritakannya

kepada Rasulullah SAW, kemudian Dia bersabda, “Sebenarnya Anda cukup begini.Rasulullah SAW

memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya, kemudian mengusapkan keduanya pada wajah

dan tapak tangan Beliau.”(H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al

-Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al-Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî, ditahqiq oleh Syaikh Qâsim asy-Syammâ‟I ar

(11)

Ketujuh; metode pembiasaan (ta‟wîdiyah).Metode ini digunakan oleh Rasulullah SAW terutama dalam membiasakan ibadah yang bersifat rutinitas.Dengan metode ini beliau

menjadikan dirinya sebagai prototype peribadatan, sehingga para sahabat terbiasa dalam

melaksanakannya dengan mencontoh langsung dari beliau.26

Kedelapan; nasehat (mau‟idzah).Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam

upaya menyadarkan dan menggugah perasaan para sahabatnya.27

25

Keteladanan, secara sederhana dapat dipahami sebagai sesuatu yang pantas untuk diikuti karena mempunyai nilai-nilai yang baik bagi kemanusiaan.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa “keteladanan” adalah perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru dan dicontoh. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. ke-3, h. 1160. Dalam bahasa Arab,

keteladanan disebut dengan “uswah”.Menurut ar-Raghîb al-Ashfahânî, keteladanan adalah suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia yang lain, apakah dalam hal kebaikan, keburukan, kejahatan, atau kemurtadan. Lihat ar-Raghîb al-Ashfahânî, Mu‟jam al-Mufradât Li Alfâdz Al-Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 105. Sementara al-Qurthubi mengatakan bahwa “uswah” disebut juga dengan “al-qudwah” yang berarti meneladani semua perbuatan dan menjadikannya sebagai hiburan dalam segala kondisi.Lihat Abû Abdillâh Ahmad al-Anshârî al-Qurthubî, al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur'an, (Beirut: Libnan: Dâr al-„Ilmiyyah: 1993 M/1423 H.), Jld ke-7, h. 102.Dengan demikian, keteladanan (uswah) adalah sesuatu yang ditiru atau dicontoh dari sikap atau perilaku seseorang.Uswah dalam hal ini adalah uswah al-hasanah, keteladanan yang baik.

26

Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat.Karena perbuatan sampai menjadi akhlak tidak mungkin terbentuk tanpa adanya kontinuitas dari pelakunya.Oleh karena itu Rasulullah SAW sangat menekankan kontinuitas amal walaupun kecil. Sebagaimana hadits di bawah ini:

اَنَ ثدَح

"Menceritakan kepada kami „Abdul „Azîz Ibn „Abdillâh, Menceritakan kepada kami Sulaimân dari Mûsâ

Ibn Uqbah dari Abî Salamah Ibn Abdirrahmân dari „Āisyah , Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,“...

Dan Sesungguhnya amal perbuatan yang paling dicintai Allah Subhânahu Wa Ta‟âlâ adalah yang paling

kontiniu (rutin) walaupun sedikit.” (H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm

ibn al-Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al-Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî, ditahqiq oleh Syaikh Qâsim

asy-Syammâ‟i ar-Rifâ‟î, Juz VIII (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb al-Qashd wa al-Mudâwamah „alâ al

-„Amal, h. 469. 27

Nasehat berasal dari kata bahasa Arab “Nashaha” yang berarti murni, bersih, berkumpul, atau menambal. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 1424. Nasehat adalah menganjurkan, memerintah atau melarang seseorang yang disertai dengan motivasi atau ancaman dalam rangka memurnikan atau menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik umat, walaupun metode ini tidak digunakan terlalu sering oleh Beliau karena dikhawatirkan akan timbul perasaan bosan pada hati sahabat. Hal ini diterangkan dalam hadits di bawah ini: Syaqîq, Abî Wâ‟il, ia berkata, “„Abdullâh biasanya mengajari kepada kami setiap hari Kamis. Maka berkata

seseorang kepadanya, “Wahai Abû ‟Abdurrahmân, sesungguhnya kami menyukai pembicaraan Anda dan

merasa senang menyaksikannya.Kalau tidak keberatan, kami ingin agar engkau mengajari kami tiap hari.Lalu

„„Abdullâh berkata, “Tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, kecuali takut

membuat kalian jemu.Sesungguhnya Rasulullah SAW selalu memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasehat kepada kami dalam beberapa hari karena takut kami akan merasa bosan.” (H.R. Muslim). Lihat

(12)

Kesembilan; metode kisah.Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat agar mereka senantiasa mengambil pelajaran dan hikmah yang terkandung dalam sebuah kisah orang-orang terdahulu.

Kesepuluh; metode perumpamaan (amtsâl).28Metode ini sering digunakan oleh Al-Qur'an dalam menjelaskan masalah, begitu pula Rasulullah SAW menggunakannya dalam

mendidik para sahabatnya.29

Kesebelas; metode pemberian hadiah30 dan hukuman.31Metode ini diharapkan untuk memberi semangat bagi yang giat dalam melaksanakan perintah Allah SWT serta memberi

28

Amtsâl jamak dari matsal.Matsal, mitsl dan matsil semakna dengan syabah, syibh dan syabih. Yang dimaksud adalah penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan sesuatu dengan aslinya. Sedangkan menurut terminologinya mempunyai tiga pengertian: 1). Menurut istilah ulama ahli adab (sastra), amtsâl berarti ucapan yang banyak mengumpamakan keadaan sesuatu diceritakan dengan sesuatu yang dituju; 2). Menurut istilah ulama ahli bayân, amtsâl adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena adanya kesamaan (dalam ilmu balaghah disebut tasybih); 3).Menurut ulama ahli tafsir, amtsâl yaitu menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.Lihat Syaikh Manna‟ Khalil al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, Terj.Ainur Rafiq El Mazni, dari judul asli Mabahits fi Ulumil Qur‟an, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. V hal.352-354.

29

Metode ini mempunyai kelebihan antara lain: 1). Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak, karena pesan tersebut dapat dirasakan oleh panca indera melalui perumpamaan; 2). Makna yang tersirat dapat berkesan di ingatan siswa; 3). Mengungkap hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang jauh dari pikiran seperti mengemukakan sesuatu yang dekat pada pikiran; 4). Terdapat motivasi yang mampu mendorong siswa dalam mengaplikasikan pesan yang diterima. Lihat Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur'an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010), Cet. ke-2, h. 166-169. Oleh karena itu, Al-Qur'an maupun Rasulullah Shallallâhu „Alaihi

Wasallam sendiri sering menggunakan metode ini, sebagaimana hadits di bawah ini:

ِ َثدَح

ُد َُ

ُ ْ

ٍِااَح

اَنَ ثدَح

ُ ْ

ٍ ِدْهَم

اَنَ ثدَح

ٌم ِ َ

ْ َ

ِد ِ َ

ِ ْ

َ اَن ِم

ْ َ

ٍ ِ اَ

َااَ

َااَ

ُاوُ َ

ِ ا

-

ى ص

ه

م

ىِ َلَم

ْمُ ُ َ لَمَ

ِ َلَ َ

ٍ ُ َ

َدَ ْ َ

ً اَ

َ َ َ َف

ُ ِداَنَْا

ُا َ َ ْا َ

َ ْ َ َ

اَه ِف

َوُ َ

ُه ُ َ

اَهْ نَ

اَ َ َ

ٌ ِ

ْمُ ِ َ ُِ

ِ َ

ِ انا

ْمُ ْ َ َ

َ وُ َ َ

ْ ِم

ِدَ

ُ .

م م

َ

“Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Hâtim, menceritakan kepada kami Ibn Mahdî, menceritakan

kepada kami Sulîm, dari Sa‟îd Ibn Minâ‟, dari Jâbir, ia berkata, Rasulullah Shallallâhu „Alaihi Wasallam

bersabda, “Sesungguhnya perumpamaanku dan umatku adalah seperti seseorang yang menyalakan api yang

mengakibatkan binatang-binatang melata dan nyamuk terperangkap ke dalam api tersebut. Aku sudah berusaha memegang ikat pinggang kalian namun malah kalian menceburkan diri ke dalamnya.” (H.R.

Muslim). Lihat AbûHusain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al-Mun‟im Syarh Shahih Muslim, Juz VII, (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2002), Cet. ke-1, Bâb Syafaqatuhu Shallallâhu Alaihi Wasallam „alâ Ummatih, h. 109.

30Hadiah, bahasa Inggrisnya “reward” yang artinya ganjaran, upah, pemberian penghargaan.Lihat John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1980), h. 485.Sedangkan menurut kamus psikologi, hadiah adalah suatu alat perangsang, situasi, pernyataan lisan yang bisa menghasilkan kepuasan atau menambah kemungkinan suatu perbuatan yang telah dipelajari. Lihat C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, (Jakarta: Rajawali, 1989), Cet. ke-2, h. 436. Sementara menurut Abdurrahman Saleh Abdullah,

reward disamakan dengan tsawab dalam bahasa Arab, yang berarti pahala, atau sesuatu yang didapat oleh seseorang karena perbuatan baiknya, baik didapatkannya di dunia maupun di akhirat. Lihat Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, (Terj.) M. Arifin dan Zainuddin, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. ke-3, h. 221. Lain halnya Muhammad Usman Najati menyamakan arti reward dengan targhîb, yang berarti suatu motivasi untuk mencapai tujuan, keberhasilan mencapai tujuan yang memuaskan, motivasinya dianggap sebagai ganjaran atau balasan yang menimbulkan perasaan senang, gembira, dan puas. Lihat Muhammad Usman Najati, P sikologi dalam Al-Qur'an, Terj. Zaka al-Farisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. ke-1, h. 269. Sementara menurut Ibn Manzhûr kata

targhîb berarti memberikan apa yang ia harapkan. Lihat Ibn Manzhûr, Lisân al-„Arab, (Beirut-Libnan: Dâr at-Tatsî

al-„Arabi, 771 H), Jld 5, h. 254. Dengan demikian, hadiah (reward) adalah suatu penghargaan yang didapatkan oleh seseorang karena suatu perbuatan, sikap, atau tingkah laku positifnya, baik penghargaan yang berbentuk materi maupun non materi untuk mempertahankan bahkan meningkatkan prestasinya.

31

(13)

peringatan dan ancaman bagi yang melanggar larangan-Nya. Hal ini sesuai dengan peran

Rasulullah SAW sebagai penyampai kabar gembira (mubasysyir) dan penyampai ancaman

(mundzir).32

Kedua belas; metode al-hikmah33, al-mau‟idhah34, dan mujâdalah.35 Metode ini digunakan Rasulullah SAW sebagai implementasi dari ayat Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi:

terlebih dahulu dalam suatu percobaan, atau suatu perangsang yang mampu menimbulkan kesakitan atau perasaan tidak senang. Lihat C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, (Jakarta: Rajawali, 1989), Cet. ke-2, h. 408. Dalam kamus bahasa Arab, hukuman sama dengan „iqâb (jamaknya „uqubât), yang berarti sesuatu yang menyakitkan yang dijatuhkan kepada orang yang melanggar disiplin/undang-undang. Lihat Ahmad Warson Munawwir,

Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 952. Sementara Muhammad Usman Najati menyamakan punishment dengan tarhîb yaitu suatu kegagalan dalam meraih tujuan dan keberhasilan yang mana hal itu menyebabkan perasaan sakit, sumpek, dan tidak nyaman. Lihat Muhammad Usman Najati, Psikologi dalam Al-Qur'an, Terj. Zaka al-Farisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. ke-1, h. 270. Dengan demikian, hukuman atau punishment adalah suatu sikap, ucapan, atau tindakan yang tidak menyenangkan yang ditimpakan kepada seseorang akibat perbuatan salah yang ia lakukan yang bertujuan untuk menyadarkannya dari kesalahan. Sedangkan dalam hal hukuman, Rasulullah SAW membolehkan para orang tua untuk memukul (bukan pada wajah) anak-anak mereka yang membantah saat diperintah shalat ketika mereka sudah berumur sepuluh tahun.

32

Rasulullah SAW mengabarkan kepada sebagian sahabatnya akan masuk surga serta akan mendapat

syafa‟atnya di hari kiamat, merupakan salah satu contoh motivasi yang Beliau berikan kepada para sahabat agar selalu

berada dalam iman dan amal. Di samping itu, pujian khusus yang Beliau berikan kepada sahabat bagaikan motor penggerak kebajikan, sebagaimana riwayat berikut:

اَنَ ثدَح

“Menceritakan kepada kami „Abdul „Azîs ibn „„Abdillâh, ia berkata, menceritakan kapadaku Sulaimân,

dari „Amr Ibn Abî „Amr, dari Sa‟îd Ibn Abî Sa‟îd al-Maqbûrî, dari Abî Hurairah, bahwasannya ia berkata,

ketika ia berkata, “Ya Rasulullah! Siapakah orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatmu pada hari

kiamat?”Rasulullah bersabda, “Saya sudah menyangka, wahai Abû Hurairah bahwa tidak ada yang bertanya

kepada hadits ini seorang pun yang mendahuluimu, karena saya melihat semangatmu untuk Hadits.Orang

yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”

dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al-Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al-Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî, ditahqiq oleh Syaikh Qâsim asy-Syammâ‟i ar-Rifâ‟î, Juz I (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb al-Hirsh „ala al-Hadits, h. 113. 33Secara bahasa kata “

hikmah” berarti tali kekang pada binatang. Lihat Ibn Manzhûr al-Anshârî, Lisân

al-„Arab, (Beirut-Libnan: Dâr al-Tatsi al-„Arabî , 771 H), Jld IX, h.12. Dari kata tersebut, Samsul Nizar menyimpulkan

bahwa hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Sedangkan hubungannya dengan dunia pendidikan, hikmah berarti kemampuan menyusun, mengatur dan merencanakan secara sistematis materi ajar sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada tanpa bertentangan dengan hukum Allah SWT. Lihat Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan,

Hadits Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. ke-2, , h. 94.

34Mau‟idhah

berasal dari kata wa‟adha-ya‟idhu-wa‟dhan-„idhatan, yang berarti nasehat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 1568. Liht juga Ibn Manzhûr al-Anshârî, Lisân al-„Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), Jld VI, h.466. Jadi, mau‟idzah al-hasanah adalah kata-kata yang baik dan bermanfaat bagi orang lain untuk berbuat sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an.

35

Kata mujâdalah berasal dari kata jadala, artinya memintal atau melilit. Apabila ditambah alif pada huruf jim

(14)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”(Q.S. An-Nahl [16]: 125).36

Ketiga belas; metode gradual37 Yaitu metode pembelajaran secara berangsur-angsur, tidak sekaligus, bertahap agar lebih bisa diterima oleh peserta didik.Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat dalam melaksanakan suatu hukum

yang belum mungkin diterima secara cepat.38

guru dalam penggunaannya karena metode tersebut sangat bergantung dengan situasi dan kondisi, baik pada diri siswa maupun guru itu sendiri.

36

Departemen Agama R.I., Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: Lintas Media, 2006), h. 383. 37

Gradual berasal dari kata graduate yang artinya membagi dalam tingkatan, naik dengan perlahan-lahan, mencapai gelar, dan naik pangkat. Sedangkan gradual berarti dengan perlahan-lahan, berangsur-angsur, dan sedikit demi sedikit. Lihat Wojowasito, Kamus Umum Lengkap: Inggeris Indonesia, (Bandung: Pengarang, 1982), h. 153.

38

Metode ini digunakan juga oleh Allah SWTdalam mengharamkan khamr (minuman keras).Hal ini dapat dilihat dari ayat tetang khamr yang pertama diturunkan hanya menerangkan bahwa di dalam khamr itu terdapat kemudaratan yang besar daripada manfaatnya; kemudian disusul dengan ayat yang melarang meminum khamr pada waktu melaksanakan shalat; dan ketika umat Islam sudah siap untuk meninggalkan secara total, maka turunlah ayat

berkata, memberitakan kepadaku Humaid Ibn „Abdurrahmân, bahwa Abû Hurairah berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Saya telah binasa, wahai Rasulullah SAW .” Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang membinasakanmu?”Ia menjawab, “Saya menggauli istri saya di siang hari Ramadhan.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk memerdekakan budak?”Ia menjawab,

“Tidak.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu bisa berpuasa dua bulan berturut-turut?”Ia menjaswab,

“Tidak.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?”Ia menjawab

“Tidak. “Dia duduk kemudian Rasulullah SAW datang membawa keranjang berisi kurma, dan Beliau

bersabda, “Bersedekahlah dengan ini!” ia berkata, “Apakah ada orang yang lebih fakir dari kami? Tidak ada

dua bukit (Kota Madinah) keluarga yang lebih membutuhkan kepadanya melebihi kami.“Rasulullah SAW

tertawa hingga kelihatan gigi beliau, kemudian beliau bersabda, “Pergilah dan berilah makan keluargamu

dengannya.”(H.R. al-Bukhârî). Lihat Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath Bârî bi Syarhi Shahîh

(15)

Keempat belas; metode perbandingan (komparatif).Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam upaya merangsang para sahabat untuk menggunakan akal pikiran dalam

menarik kesimpulan dari dua hal yang berbeda.39

Kelima belas; metode kinâyah. Artinya adalah metode pembelajaran dengan menggunakan sindiran, kiasan atau mengatakan sesuatu dengan perkataan lain agar terhindar dari rasa malu. Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam membahas masalah-masalah

yang bersifat sensitif.40

39

Metode ini dimaksudkan agar peserta didik dapat mencerna informasi serta menarik kesimpulan dari perbandingan dua hal yang berbeda. Di dalam Al-Qur'an banyak terdapat kata yang berjumlah sama dengan antonimnya, seperti kata al-hayah dan al-maut masing-masing sebanyak 145 kali, al-manfa‟ah dan al-madharrah

sebanyak 50 kali, al-harr dan al-bard sebanyak 4 kali, dan lain-lain. Dan masih banyak lagi dari kemukjizatan Al-Qur'an yang dapat menunjukkan kebenarannya. Lihat Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007) cet. II, h. 40. Rasulullah SAWdalam mendidik umat juga menggunakan metode ini, seperti dalam riwayat berikut:

ِ ا ُاوُ َ َااَ ُاوُ َ ٍ ْهِف ِ َ اَ َ ًدِ ْوَ ْ ُم ُ ْ َِ َااَ ٌ ْ َ اَنَ ثدَح ُ ِ اَْ ِ اَنَ ثدَح ٍد ِ َ ُ ْ ََََْ اَنَ ثدَح

ى ص

م ه

«

ِ ِ َ ُ َ َ ْصِ ْمُ ُدَحَ ُ َ َْ اَم ُ ْلِم اِ ِ َ ِ ا ِ اَ ْ دا اَم ِ ا َ

ِ َ ا ااِ ََََْ َ اَاَ َ

ىمَ ْا ِ

ُ ِ ْ َ َِِ ْ ُلْنَ ْ َ ف

»

.

ُ

م م

َ

“Menceritakan kepada kami Yahyâ Ibn Sa‟îd, menceritakan kepada kami Ismâ‟il, menceritakan kepada kami

Qais, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan

dengan akhirat kecuali seperti seseorang yang menaruh jarinya ini-Beliau menunjuk kepada telunjuknya di

laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya.“ (H.R. Muslim). Lihat Imâm Hâfizh Abî

al-Fadhl „Iyâdh ibn Mûsâ ibn „Iyâdh, Ikmâl al-Mu‟lim bi Fawâid Muslim, ditahqiq oleh Yahyâ Ismail, (Pakistan: Dâr al-Wafâ‟ li ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 1998), Bâb Fanâ‟i ad-Dunyâ wa Bayân al-Hasyr Yaum al-Qiyâmah, h. 389.

40

Kinâyah artinya sindiran, kiasan, atau penggunaan kata-kata yang tidak terang-terangan. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke-14, h. 1235. Metode ini pernah digunakan Rasulullah SAWdalam menerangkan masalah haid di hadapan seorang perempuan. Karena sifat perempuan cenderung sensitif dan pemalu maka Rasulullah SAWmenggunakan bahasa kinâyah, sebagaimana riwayat berikut:

َ َنْ َ ُ ِ ْ ِ َ اً ََِ َ َ ُ ِ َ ُ ْ َ ُدِ انا ٍد َُ ُ ْ ُ ْ َ اَنَ ثدَح

َ َنْ َ ُ ُ ْ ُ اَ ْ ُ اَنَ ثدَح ٌ ْ َ َااَ

ٍ وُ ْنَم ْ َ

ِ نا ٌ َ َ ْم ِ َاَأَ ْ َااَ َ َ ِااَ ْ َ ِ ىمُ ْ َ َ ِ َص ِ ْ

-م ه ى ص

َااَ اَهِ َ ْ َح ْ ِم ُ ِ َ ْ َ َفْ َ

اَِِ ُ هَ َ َ ف ٍ ْ ِم ْ ِم ً َصْ ِف ُ ُ ْأَ ُ ُ ِ َ ْ َ َفْ َ اَهَ َ ُ َ ْ َ َ َ َف

.

َااَ اَِِ ُ هَ َ َ َفْ َ ْ َااَ

«

اَِِ ِ هَ َ

.

ِ ا َ اَ ْ ُ

»

.

َ َ َ ْ َ

ِ ِهْ َ ىَ َ ِ ِدَ ِ َ َنْ َ ُ ُ ْ ُ اَ ْ ُ اَنَا َ اَاَ َ

ُ ْفَ َ َ َ ِ اَهُ ْ َ َ ْ َ ُ َ ِااَ ْ َااَ َااَ

ِ نا َد َ َ اَم

-م ه ى ص

ِ دا َ َ ثَ اَِِ ىِ َ َ ُ ْ ُ َ ف

.

َ اَث اَِِ ىِ َ َ ُ ْ ُ َ ف ِ ِ َ َ ِ ِ َ َ ُ ِ َ ُ ْ َااَ َ

ِ دا

..

ُ

م م

َ

“Menceritakan kepada kami „Amr Ibn Muhammad al-Nâqid dan Ibn Abî „Umar, dari Ibn „Uyainah, „Amr

berkata, menceritakan kepada kami Sufyân Ibn „Uyainah, dari Manshûr Ibn Shafiyyah dari ibunya, dari

„„Āisyah, “Seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW tentang cara mandi dari haidnya.” Kata perawi,

“Maka „„Āisyah menyebutkan bahwa Beliau mengajari perempuan itu tentang cara ia mandi. Kemudian

perempuan itu mengambil kapas yang dibasahi minyak wangi, lalu bersuci dengannya.Ia bertanya,

“Bagaimana saya bersuci dengan kapas ini?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Bersucilah dengannya,

Subhanallah!Lalu, Beliau menutup muka sendiri, “Sufyan bin Uyaianah menjelaskan kepada kami bahwa

Beliau menutup muka dengan tangannya.”„„Āisyah berkata, “Aku tarik perempuan itu ke depanku maka aku

(16)

Keenam belas; metode menggunakan gambar (illustration).Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam menerangkan masalah kepada para sahabat yang tidak dapat

memahaminya hanya dengan perkataan.41

Sebagai pendidik yang ideal, Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat, di samping menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat, karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran akan dapat dilihat hanya

dengan melalui evaluasi. Walaupun sistem pengukuran (measurement) yang dilakukan

Rasulullah SAW tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau.

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut hemat penulis, pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif.Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian terdahulu mengenai metode mengajar Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Rasulullah SAW adalah pendidik yang ideal. Dalam mendidik para sahabat, Beliau

menggunakan metode penyampaian risalah sebagaimana yang dipraktekkan di dunia pendidikan masa kini, seperti metode ceramah metode diskusi, metode eksperimen,

metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode keteladanan (al-uswah al-hasanah),

metode pembiasaan (ta‟wîdiyah), nasehat (mau‟idzah), metode kisah, metode

perumpamaan (amtsâl), metode pemberian hadiah dan hukuman, metode hikmah,

al-mau‟idhah, dan mujâdalah, metode gradual, metode perbandingan (komparatif), metode

kinâyah, danmetode menggunakan gambar (illustration). Di sampan Rasulullah SAW menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat,

41

Kadangkala Rasulullah SAWjuga menggunakan media gambar untuk menerangkan suatu hal yang tidak dapat dipahami oleh sahabat secara lisan saja, seperti riwayat di bawah ini:

ِ ا ِدْ َ ْ َ ٍمْ َ لُ ِ ْ ِ ِ َ ْ َ ٍ ِ ْنُم ْ َ ِ َ ِ َثدَح َااَ َ اَ ْ ُ ْ َ ََََْ اَ َ َ ْ َ ِ ْ َ ْا ُ ْ ُ َ َدَص اَنَ ثدَح

ىض

ن ه

ِ نا طَ َااَ

م ه ى ص

اً ُ ُ طَ َ ، ُ ْنِم اً ِ اَ ِطَ َوْا ِ ا َ طَ َ ، اً َ ُم ا َ

َااَ َ ِطَ َوْا ِ ِ ا ِ ِ ِ اَ ْ ِم ، ِطَ َوْا ِ ِ ا َ َ َ ِ ً اَ ِص

«

ِ ِ ٌط ُِ ُ ُ َ َ َ َ َ ، ُ اَ ْ ِإ َ َ

ْدَ ْ َ

ِ ِ َطاَحَ

ُ َأَ ْ َ ْ ِ َ ، َ َ ُ َ َهَ َ َ ُ َأَ ْ َ ْ ِ َف ، ُ َ ْ َا ُ اَ ى ا ُطُ ُْا ِ ِ َ َ ، ُ ُ َمَ ٌجِ اَ َوُ ِ ا َ َ َ

َ َ ُ َ َهَ َ َ

.

ُ

ي ا ا

َ

“Menceritakan kepada kami Shadaqah Ibn Fadhl, memberitakan kepada kami Yahyâ, dari Sufyân, ia

berkata, menceritakan kepadaku ayahku, dari Mundzir, dari Rabi‟ Ibn Khutsaim, dari „„Abdullâh ra , ia

berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW menggambar segi empat dan satu garis lurus di tengah segi empat itu

sampai keluar. Lalu menggambar garis kecil-kecil di sebelah garis tengah sampai selesai (berakhir).Kemudian

sambil menunjuk gambar itu bersabda, “Ini manusia, dan ini adalah ajal yang mengelilinginya.Garis lurus ke

luar ini cita-cita dan harapannya.Sedangkan garis kecil-kecil ini problematika hidup (tantangan) yang

dihadapi. Kalau ia lepas dari yang satu, akan dihadang oleh yang lain, dan seterusnya.” (H.R. al-Bukhârî).

Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al-Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al-Ju‟fî,

(17)

karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran ditentukan oleh metode mengajar yang tepat dengan melalui evaluasi. Walaupun sistem pengukuran (measurement) yang dilakukan Rasulullah SAW tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau. Pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan

2. Implementasi metode mengajar Rasululah SAW dalam menyampaikan risalahnya masih

digunakan di dalam dunia pendidikan masa kini. Kendati demikian, tidak semua metode Rasulullah SAW dapat ditemukan dalam praktek pendidikan sekarang. Metode tersebut di antaranya adalah metode keteladanan, dimana keteladanan yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru akhir-akhir ini sedikit demi sedikit mulai terkikis. Hal tersebut dapat dilihat dari sedikitnya guru yang dapat dijadikan panutan oleh siswa-siswinya. Guru dan murid seakan sudah tidak ada jarak pembeda, sehingga kewibawaan guru menjadi sirna. Hilangnya kewibawaan guru tersebut apabila dilihat secara objektif akibat dari tidak adanya akhlak mulia pada guru itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Al-„Asqalânî, Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar, Fath al-Bârî bi Syarhi Shahîh al-Bukhârî, Juz IV, Kairo: Dâr ar-Rayyân li at-Turâts, Cet. Ke-2, 1988

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, (Terj.) M. Arifin

dan Zainuddin, Jakarta: Rineka Cipta, , Cet. ke-3,

Al-Ashfahânî, ar-Raghîb, Mu‟jam al-Mufradât Li Alfâdz Al-Qur‟ân, Beirut: Dâr al-Fikr, t.t Abû

Abdillâh Ahmad al-Anshârî al-Qurthubî, al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur'an, Beirut: Libnan:

Dâr al-„Ilmiyyah, Jld ke-7, 1993 M/1423 H.

Azra Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta :

PT. Logos Wacana Ilmu, 1999

Al-Bukhârî, Abû „Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al-Mughîrah ibn Bardzabah al-Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî, ditahqiq oleh Syaikh Qâsim asy-Syammâ‟i ar-Rifâ‟î, Jld I (Beirut: Dâr al-Qalam), Cet. ke-1, 1987

Chaplin, C.P., Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Jakarta: Rajawali,Cet. ke-2,

1989.

Daradjat, Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet ke-2,

2001

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, ,

Cet. II, 2002

(18)

Ibn „Iyâdh, al-Imâm al-Hâfizh Abî al-Fadhl „Iyâdh ibn Mûsâ, Ikmâl al-Mu‟lim bi Fawâid Muslim,

ditahqiq oleh Yahyâ Ismail, Pakistan: Dâr al-Wafâ‟ li ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr wa

at-Tauzî‟, Bâb Fanâ‟i ad-Dunyâ wa Bayân al-Hasyr Yaum al-Qiyâmah,1998

Manzhûr, Ibn, Lisân al-„Arab, Beirut-Libnan: Dâr at-Tatsî al-„Arabi, Jld 5, , 771 H

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Isla m di Sekolah, Madrasah dan

Perguruan Tinggi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke-1, 2005

Muliawan, Jasa Ungguh, P endidika n Isla m Integr a tif,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005.

Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif,

Cet. ke-14, 1997

Muslim, Abû Husain ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al-Mun‟im Syarh Shahih Muslim,

Kairo: Dâr asy-Syurûq, , Cet. ke-1, Juz II, Bâb Mâ Jâ‟a Fi Qaulihi Ta‟âlâ Wa Andzir

„Asyîrataka al-Aqrabîn, 2002

Muslim, Abû Husain ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al-Mun‟im Syarh Shahih Muslim,

Kairo: Dâr asy-Syurûq, Cet. ke-1, Juz X, 2002

Najati, Muhammad Usman, Psikologi dalam Al-Qur'an, Terj. Zaka al-Farisi, Bandung: Pustaka

Setia, Cet. ke-1,2005

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. ke-1,2005

Nizar, Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan

Ideal Perspektif Rasulullah, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. ke-2, 2011

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, Cet. ke-3,2003

Qaththan, Syaikh Manna‟ Khalil, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, Terj. Ainur Rafiq El Mazni,

dari judul asli Mabahits fi Ulumil Qur‟an, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, Cet. V, 2010

Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UHAMKA Press, Cet. V, 2006

Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni, Education Management, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2009

S.M, Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM: Pembelajaran Aktif,

Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Semarang: Rasail Media Group bekerja sama dengan LSIS [Lembaga Studi Islam dan Sosial], 2008)

Sardiman, AM, Motivasi dan Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press, 1992

Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Semarang: Pustaka Rizki Putra,Cet. ke-2,

2010.

Shihab, M. Quraisy, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

(19)

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Deengan Pendekatan Baru,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010

Syaibânî Omar Muhammad at-Taumî, Falsafah Pendidikan Islam,terj.Hasan Langgulung,

Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I, 1979

Referensi

Dokumen terkait

tindih satu sama lain. Pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan di Indonesia setidaknya harus tunduk pada berbagai turan perundang-undangan yang berlaku. Aturan

Sehubungan dengan hal tersebut maka pegawai di DJPK memiliki kebutuhan strategis terkait pemahaman atas pengelolaan keuangan daerah terutama mengenai siklus penyusunan dan

“Analisis Sumberdaya Kelautan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714, 715 dan 718 Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan” pada tahun 2015 ini

EVALUASI UNJUK KERJA KANAL PENGATUR DAYA PADA PENGOPERASIAN REAKTOR TERAS 78 RSG-GAS. Pengendalian operasi reaktor RSG-GAS digunakan suatu kanal pengatur daya. Kanal pengatur

Dalam rangka penerapan Jabatan Fungsional Pemeriksa di lingkungan BPK RI, Pusdiklat akan menyelenggarakan Diklat Peran Ketua Tim Senior (KTS) Angkatan XVIII Tahun 2015 mulai 24

Masyarakat yang sudah menjadi pengguna air bersih ini sangat setuju dan mendukung penuh program yang dilakukan oleh Yayasan Waha Mitra Indonesia.Masyarakat juga

Bab ini berisi tentang kajian, diskripsi, atau uraian terkait dengan permasalahan yang diangkat meliputi tentang Teori Kriminologi, Tinjauan Tentang Tindak Pidana,

Pada penelitian ini, paparan radiasi interna diukur melalui konsumsi ikan teri (Genus Stolephorus ) dan kerang (Genus Codakia ) yang merupakan bagian dari sumberdaya alam