• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEM (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEM (2)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH

Untuk Memenuhi Tugas Fiqih Mu’amalah

Dosen Pengampu : Imam

Mustofa,S.H.I.,M.S.I

Disusun Oleh :

Lita Dwi Astuti

: 1502100268

Semester / Kelas

: III / A

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

PRODI S1 PERBANKAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

JURAI SIWO METRO

(2)

MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH

A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang implementasi Mudharabah dalam lembaga keuangan syariah.

Kajian tentang mudharabah penting untuk disajikan pada kelas Perbankan Syariah, karena pemahaman teori fiqh muamalah di kalangan masyarakat umum khususnya mahasiswa masih memerlukan sosialisasi lebih optimal, misalnya pemahaman tentang teori mudharabah jika diterapkan dalam perbankan. Minimnya pemahaman masyarakat muslim terhadap istilah fiqh pada perbankan syariah.1

Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam kitab, buku dan jurnal yang berkaitan langsung dengan masalah mudharabah.

Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi mudharabah, dasar hukum, rukun dan syarat dan ketentuan mudharabah serta implementasinya dalam perbankan syariah.

1 Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah di Indonesia”, dalam

(3)

B. DEFINISI MUDHARABAH

Pengertian mudharabah menurut al-Juzairi sebagaimana dikutip oleh Zaenal Arifin dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah Suatu perumpamaan (ibarat) Seseorang yang memberikan (menyerahkan) Harta Benda (modal) kepada orang lain agar di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama dengan syarat-syarat tertentu dan jika rugi,maka kerugian di tanggung pemilik modal.2

Mudharabah berasal dari kata dharab, berarti memukul atau berjalan.

Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.3 Mudharabah berasal dari kata

adhdharby fl ardhi yaitu pepergian untuk urusan berdagang. Disebut juga qiradh

yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.4

Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara

mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kotrak,

sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.5

Secara terminologi mudharabah berarti sejumlah uang yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk modal usaha,apa bila mendapat keuntungan maka dibagi dua yaitu,untuk pihakpemilik modal (shahibul maal) dan pelaku usaha atau yang menjalankan modal (mudharib) dengan persentase atau jumlah

2 Zaenal Arifin, “Realisasi Akad Mudharabah dalam Rangka Penyaluran Dana Dengan Prinsip Bagi

Hasil di Bank Muamalat Indonesia Cabang Semarang”, Tesis di Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang (2007), h. 30-31.

3 Muhammad Rawas Qal’aji sebagaiman dikutip dari Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah:

Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 95

4 Nurhayati, Sri Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. (Jakarta: Salemba Empat, 2015), h. 128 5 Ahmad asy-Syarbasyi sebagaiman dikutip dari Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari

(4)

sesuai kesepakatan. Sementara apabila terjadi kerugian maka ditanggung oleh pemilik modal.6

Mudharabah dalam buku Islamic Financial Management dijelaskan secara rinci sebagai berikut:7

1. Mudharabah adalah akat kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal), yang menyediaakan seluruh kebutuhan modal, dan pihak pengelolah usaha (mudharib) untuk melakukan suatu kegiatan usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh di bagi menurut perbandingan

(nisbah) yang disepakati.8

2. Dalam hal terjadi kerugian, maka ditanggung pemilik modal selama bukan diakibatkan kelalaian pengelolah usaha. Sedangkan, kerugian yang timbul karena kelalaian pengelola akan menjadi tanggung jawab pengelola usaha itu sendiri.9

3. Pemilik modal tidak ikut campur dalam pengelola usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. 10

Berdasarkan pemaparan definisi diatas, dapat dipahami bahwa mudharabah adalah kerja sama antara dua pihak untuk menjalankan suatu usaha atau bisnis tertentu, dimana pihak satu sebagai pemilik modal, pihak lainnya sebagai pelaksana usaha. Apabila terjadi kerugian maka yang menanggung kerugian adalah pihak pemilik modal, kecuali kerugianterjadi karena kelalaian yang dilakukan pihak yang menjalankan usaha. Sementara apabila usaha tersebut mendapatkan keuntungan, maka dibagi sesuai dengan kesepakatan diantara mereka.11

6 Wahbah al-Zuhaili sebagai mana dikutip dari Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2016), h. 150

7 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016) h.161 8Ibid., h. 161

9Ibid., h. 161

10Veithzal Rivai dan Andria Permata Viethzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep,

Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa,(Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.123

(5)

C. DASAR HUKUM MUDHARABAH

a. Al-Qur’an

“.. maka, jika sebagian kamu mempercayai yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah Tuhannya...”. (QS. Al-Baqarah: 283)

b. As-Sunnah

Dari Su’aib Ar Rumi r.a., bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan yaitu; jual beli secara tangguh,

muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk jual beli. (HR. Ibnu Majah)

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)

D. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH 1. Rukun MUDHARABAH

(6)

pada prinsip syariah di mana hal tersebut dilakukan agar tidak akan terjadi masalah pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam perbankan diberlakukan prinsip kehati-hatian (prudential principle).12

2. Syarat MUDHARABAH

Syarat-syarat sah yang harus dipenuhi dalam melakukan Akad Mudharabah sebagai berikut:13

c. Ada tiga kategori tindakan bagi mudharib, yaitu sebagai berikut:15

1) Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak, yaitu menyangkut seluruh pekerjaan utama dan sekunder yang diperlukan dalam pengelolaan usaha berdasarkan kontrak.

2) Tindakan yang berhak dilakukan mudharibberdasarkan kekuasaan perwakilan secara umum, yaitu tindakan yang tidak ada hubungannya dengan aktifitas utama tapi membantu melancarkan jalannya usaha.

3) Tindakan yang berhak dilakukanmudharibtanpa izin eksplisit dari penyedia dana, misalnya meminjam atau menggunakan dana mudharabahuntuk keperluan pribadi.

d. Tindakan yang dilakukan shahibul maaldalam mudharabah antara lain adalah tindakan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan teknis operasional, seperti membeli dan menjual.16

12 Agus Iskandar, “Kajian Hukum Perjanjian Pembiayaan Al-Mudharabah Berdasarkan Prinsip

Syariah”, dalam Jurnal Pranata Hukum vol.5 No.2 Juli 2010, h. 117

13Ibid., h. 120-121 14Ibid.,

(7)

2. Sighat17

a. Sighat dianggap tidak sah jika salah satu pihak menolak syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, atau salah satu pihak meninggalkan tempat berlangsungnya negosiasi kontrak tersebut, sebelum kesepakatan disempurnakan.

b. Kontrak boleh dilakukan secara lisan ataupun secara tertulis dan ditandatangani atau dapat juga melalui korespondensi dan cara-cara komunikasi modern, seperti faksimile dan komputer (e-mail) menurut Akademi Fiqh Islam dari Organisasi Islam (OKI)

3. Modal18

a. Harus memiliki jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang)

b. Harus tunai

Beberapa ulama membolehkan modal mudharabah berbentuk asset perdagangan, misalnya inventaris. Pada waktu akad, asset tersebut serta biaya yang telah terkandung didalamnya (historical cost)harus dianggap sebagai modal mudharabah. Pengelola memanfaatkan asset ini dalam suatu usaha dan berbagi hasil dari usahanya dengan penyedia asset dan pada akhir masa kontrak pengelola harus mengembalikan asset-asset tersebut.

4. Nisbah keuntungan19

a. Harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu pihak tidak diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi kepada pihak lain.

b. Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan. Misalnya, 60 % dari keuntungan untuk pemodal dan 40 % dari keuntungan pengelola.

c. Bila jangka waktu mudharabahrelatif lama (tiga tahun ke atas), maka nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.

(8)

d. Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang ditanggung pemodal dan biaya-biaya apa saja yang ditanggung pengelola. Kesepakatan ini penting, karena biaya akan mempengaruhi nilai keuntungan.

e. Untuk pengakuan keuntungan harus ditentukan suatu waktu untuk menilai keuntungan yang dicapai dalam suatu mudharabah. Menurut Fiqh Islam OKI, keuntungan dapat dibayarkan ketika diakui, dan dimiliki dengan penyertaan atau hanya dapat dibayarkan pada waktu dibagikan.

f. Menurut Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi’i, keuntungan harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh (walaupun belum dibagikan). Sedangkan Mazhab Hambali menyebut, bahwa keuntungan hanya diakui ketika dibagikan secara tunai kepada kedua belah pihak.

g. Pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul maal, namun kebanyakan ulama menyetujui bila kedua pihak sepakat membagi keuntungan tanpa mengembalikan modal. Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung. Bila keuntungan telah dibagikan, setelah itu usaha mengalami kerugian, sebagian ulama berpendapat, bahwa pengelola akan diminta menutup kerugian tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan kepadanya.20

(9)

E. IMPLEMENTASI MUDHARABAH DALAM LKS

Secara sederhana aplikasi mudharabah dalam perbankan syari’ah adalah digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

1. Nasabah investor menetapkan dananya dalam bentuk tabungan

mudharabah.

2. Bank syariah akan menyalurkan seluruh dana nasabah penabung dalam bentuk pembiayaan.

3. Bank syariah mendapatkan pendapatan atas pembiayaan yang telah disalurkan.

4. Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar Revenue Sharing, yaitu pembagian bagi hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya disesuaikan dengan saldo rata-rata tabungan dalam bulan laporan.

5. Pada akhir bulan, nasabah penabung akan mendapatkan keuntungan dari bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya.21

(10)

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:22

1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.23

2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara yakni:

 Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing).

 Perhitungan dari keuntungan proyek.24

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persejutuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.25

4. Bank berhak melakukan pengawasanterhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakansanksi administrasi.26

Penyertaan modal (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil meliputi penyertaan melalui akad-akad mudharabah dan musyarakah. Karakteristik dari akad mudharabah ialah adanya dua pihak, yaitu yang satu sebagai pemilik dana (shahibu al-mal) dan yang lain sebagai pengelola usaha (mudharib).27

Secara umum, tujuan pembiayaan menyangkut dua hal; makro dan mikro. Secara makro pembiayaan bertujuan:28

a. Peningkatan ekonomi umat;

b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha; c. Meningkatkan produktifitas;

d. Membuka lapangan kerja baru; dan

22 Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 218 23 Ibid.,

24Ibid., 25Ibid.,

26 Adiwarman A. Karim, Bank islam,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2010), h. 104

27 A. Chairul Hadi, “Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia”,

dalam jurnal Mashlahah Vol.2, No. 1, Maret 2011, (1-17), h. 2.

28Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam Peraturan

(11)

e. Distribusi pendapatan.

Adapun tujuan secara mikro adalah:29

a. Upaya memaksimalkan laba dan meminimalkan risiko; b. Pendayagunaan sumber ekonomi;

c. Menyalurkan kelebihan dana;

Standar akuntansi tentang jual beli murabahah mengacu pada PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2008. PSAK 102 diterapkan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan tersebut.30

Pada akad mudharabah di perbankan syariah dikenal apa yang disebut “dua tahap” atau “two-tier” mudharabah. Hal ini karena perbankan syariah merupakan lembaga “perantara” atau “intermediaries” sebagai dasar penghimpunan dana masyarakat untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan dan penyertaan modal.31

Bank syariah sebagai mudharib akan membagi keuntungan keuntungan kepada

shahib al-mal sesuai dengan nisbah (persentase) yang telah disetujui bersama.

Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama priode tersebut. Misalnya, seseorang memiliki saldo tabungan mudharabah sebesar Rp5 juta. Nisbah (perbandingan) bagi hasil 50%: 50%.32

Diasumsikan total saldo rata-rata dana tabungan mudharabah yang ada di bank syariah Rp100 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan (profit distribution) sebesar Rp3 juta. Pada akhir bulan, nasabah akan memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut:33

Rp5.000.000,00

Rp3.000.000,00 x 50% = Rp75.000,00 (belum dipotong pajak) Rp100.000.000,00

29Ibid.,

30 Waldo sebagaimana dikutup oleh Kristia Octavina & Emile Satia Darma, Pengaruh Kas, Bonus

SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia), Marjin Keuntungan, dan Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan Mudharabah: Studi Empiris pada Bank Umum Syariah di Indonesia,dalam Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 13 No. 1, halaman: 53-67, Januari 2012, h. 55

31 Manzoor Ali sebagaimana dikutip oleh Chairul Hadi...,h. 2

32 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Sapek-Aspek Hukumnya,

(Jakarta: Prenadamedia, 2014), h. 326

(12)

Adapun deposito mudharabah, yang yang disebut juga dengan deposito investasi mudharabah, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil. Imbalan ini dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian misalnya, 70 : 30. Artinya, untuk deposan sebesar 70% dan untuk bank 30%. Jangka waktu deposito mudharabah ini berkisar antara 1 tahun, 6 bulan,3 bulan, dan 1 bulan. Misalnya, seseorang menempatkan dana deposito investasi mudharabah

sebesar Rp10 juta untuk jangka waktu satu bulan. Diamsusikan total dana investasi mudharabah sebesar Rp250 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana deposito (profit sharing) sebesar Rp6 juta. Pada saat jatuh tempo, nasabah akan memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut:34

Rp10.000.000,00

X Rp6.000.000,00 x 70% = Rp168.000,00 (belum dipotong pajak) Rp250.000.000,00

Dalam investasi tidak langsung pihak perbankan menerima dana dari

shahibul mal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana

yang disalurkan kepihak perbankan syariah dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudhara-bah dengan jangka waktu yang bervariasi. Kemudian dana yang sudah terkumpul disalurkan kembali oleh pihak bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan atau earning assets. Keuntungan dari penyaluran pembiayaan ini yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik modal, sehingga neraca suatu bank syariah.35

Praktik pembiayaan mudharabah di perbankan syariah Indonesia mengalami sedikit perbedaan dengan konsep klasik. Penerapan mudharabah

pada perbankan syariah Indonesia juga terdapat beberapa kendala antara lain;

1) kesulitan menarik kembali dana apabila terjadi wan prestasi, 2) kesulitan perhitungan keuntungan / bagi hasil karena cicilan

pengembalian dana, dan

34Ibid., h. 326-327

(13)

3) tidak bo-leh ada jaminan.36

Dengan memperhatikan beberapa kendala tersebut diupayakan adanya keseriusan dari pihak bank untuk menjelaskan secara detail tentang operasional pembiayaan dengan akad mudharabah.37

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arianto menyebutkan bahwa ada beberapa upaya untuk praktik mudharabah pada bank syariah antara lain adalah: Pertama, kesinambungan dan transparansi informasi terhadap usaha yang akan dijalankan. Informasi usaha dan pasar adalah

sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha. Oleh karena itu langkah ini bisa di-maksimalkan melalui database yang aktual, rinci, dan faktual, sambil terus mencari dan menemukan format usaha yang sesuai de-ngan iklim usaha tersebut. Kedua, pengembangan industri-industri kecil yang dibina langsung oleh bank syariah. Industri ini benar-benar milik rakyat, prospektif, dan dikelola dengan amanah. Ketiga, Membuat aturan dan regulasi yang tepat, terstan-darisasi, dan sesuai dengan prinsip syariah.38

Namun, pada kenyataannya produk Mudharabah dalam perbankan syariah belum terlalu diminati masyarakat, karena kurangnya pemahaman dan pengenalan masyarakat mengenai perbankan syariah. Dalam perjalanan usahanya, bank syariah tidak bisa memberikan kontribusi yang maksimal untuk mendukung kemajuan sektor riil, khususnya UMKM. Hal ini terjadi karena pembiayaan yang diberikan didominasi oleh pembiayaan non bagi hasil

(murabahah dan ijarah).39 Padahal menurut Irfan Syauqi Beik dalam tingginya

porsi pembiayaan berbasis bagi hasil mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

1) Pembiayaan mudharabah akan menggerakkan sektor rill karena pembiayaaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk kebutuhan investasi dan modal kerja. Jika investasi di sektor riil meningkat tentunya akan menciptakan ke-sempatan kerja baru sehingga dapat me-ngurangi pengangguran sekaligus mening-katkan pendapatan masyarakat.40

2) Nasa-bah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau bank konvensional. Nasabah akan membandingkan

36 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 220 37 Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah..., h.21

38 Arianto sebagaimana dikutip dari Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah..., Ibid., 39Ibid.,

(14)

antara expectedrate of return yang ditawarkan bank sya-riah dengan tingkat suku bunga bank kon-vensional. Di mana selama ini, kecen-derungannya rate of

return bank syariah lebih tinggi daripada suku bunga bank kon-vensional.

Dengan demikian diharapkan akan menjadi pendorong peningkatan jumlah nasabah di bank syariah. 41

3) Pening-katan persentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil ke-putusan bisnis yang

berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi baru yang akan meningkatkan daya saing bank syariah.42

4) Pola pembiayaan mudharabah adalah pola pembiayaan berbasis produktif yang memberikan nilai tambah bagi per-ekonomian dan sektor riil sehingga ke-mungkinan terjadinya krisis keuangan akan dapat dikurangi.43

Dengan pemahaman yang menyeluruh terhadap akad mudharabah pada perbankan syari’ah diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat akan perbankan syariah dalam mendukung distribusi pendapatan, dan mampu memberdayakan sekaligus memberdayakan perkonomian rakyat.44

Pengendalian Resiko Pembiayaan Bagi Hasil (Mudharabah) di Perbankan Syariah

1) Penetapan Anggunan berupa Fixed Asset dan (atau) Adanya Lembaga Penjamin.

2) Menetapkan Rasio Maksimal Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi.

3) Kembali kepada Asas Profit Loss Sharing (PLS) pada Akad Penyertaan Modal.

Dengan demikian dibandingkan dengan usaha bank dalam bentuk pembiayaan perdagangan (jual-beli) melalui akad murabahah, bai bithaman ajil, salam, ijarah, istishna’, dan derivatifnya, usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dianggap lebih besar risikonya terutama pada akad mudharabah. Karena pada akad mudharabah ini, pihak bank menyediakan 100% kebutuhan modal usaha sedang pihak pengusaha menyediakan jasa pengelolaan usaha. Sebagai shahibu al-mal, bank tidak dibolehkan turut campur

41Ibid., 42Ibid., 43Ibid.,

(15)

dalam kegiatan sehari-hari pihak pengelola usaha. Hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola dibagihasilkan antara bank dengan pengelola usaha sesuai dengan porsi yang disepakati bersama. Dalam hal terjadi kerugian, maka rugi uang ditanggung seluruhnya atau sebagian oleh bank, sedang pengelola tidak memperoleh bayaran dari usahanya.45

(16)

F. PENUTUP

Akad mudharabah dalam konsep fiqih muamalah terjadi jika ada pihak shahibul mal atau pemilik modal, ada mudharib atau pengelola, ada obyek yang dikerjakan, dan ada kesepakatan nisbah antara pihak pemilik modal dengan pengelola.46

Perbankan syari’ah memiliki ciri-ciri sebagai berikut bebas riba, pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi Islam, bersifat universal, dan penerapan bagi hasil tanpa adanya unsur pemaksaan.47

Sedangkan aplikasi mudharabah dalam p erbankan syariah di Indonesia memiliki karakteristik sebagai berikut: tujuan transaksi untuk pembiayaan atau penyediaan fasilitas, pengelola usaha adalah nasabah atau mudharib, pembagian hasil mengacu pada konsep revenue sharing, dan penentuan nisbah bagi hasil dapat berubah selama periode perjanjian dan ditetapkan pada akad di awal periode kontrak.48

Sistem bagi hasil (mudharabah) merupakan landasan investasi dan karakteristik umum oprasional bank syariah dalam upanya menghindari praktek ribawai. Tingginya risiko (high risk) dari calon pengelola (mudharib) karena moral hazard dan kurangnya kesiapan sumberdaya manusia di perbankan syariah inilah diantara faktor yang menjadikan komposisi penyaluran dana kepada masyarakat lebih banyak dalam bentuk pembiayaan jual beli (murabahah) dibandingkan penyertaan modal (mudhrabah). Adanya batasn-batasan yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan pembiayaan mudharabah ini anatara lain; keharusan adanya garansi (jaminan) atau anggunan berupa fixed asset dan menetapkan rasio maksimal bianya oprasional serta pembagian keuntungan berdasarkan profit and loss sharing.49

46 Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah..., h. 23 47Ibid.,

48Ibid.,

(17)

G. DAFTAR PUSTAKA

A. Chairul Hadi, “Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia”, dalam jurnal Mashlahah Vol.2, No. 1, Maret 2011

Adiwarman A. Karim, Bank islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010

Agus Iskandar, “Kajian Hukum Perjanjian Pembiayaan Al-Mudharabah

Berdasarkan Prinsip Syariah”, dalam Jurnal Pranata Hukum vol.5 No.2 Juli

2010

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011

Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke

dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: Revika Aditama, 2011

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2016

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Pranada media grup, 2011

Kristia Octavina & Emile Satia Darma, Pengaruh Kas, Bonus SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia), Marjin Keuntungan, dan Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan Mudharabah: Studi Empiris pada Bank Umum

Syariah di Indonesia, dalam Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 13 No. 1,

halaman: 53-67, Januari 2012

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Nurhayati, Sri Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2015

Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah di

Indonesia”, dalam Jurnal Ekonomika-Bisnis Vol. 4 No.1 Bulan Januari

Tahun 2013

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Sapek-Aspek

(18)

Veithzal Rivai dan Andria Permata Viethzal, Islamic Financial Management:

Teori, Konsep, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga

Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa, Jakarta: Rajawali Pers, 2008

Zaenal Arifin, “Realisasi Akad Mudharabah dalam Rangka Penyaluran Dana Dengan Prinsip Bagi Hasil di Bank Muamalat Indonesia Cabang

Referensi

Dokumen terkait

BAB I BERDIRI DI TITIK NOL ... Mengenal Arah ... Membuka Jalan ... Kerangka Berpikir ... Membaca Nama ... Menilik Legenda ... Sejarah Budidaya Karet ... Pendidikan Vokasi di

100 97,95 97,95 4 Tersedianya dokumen perencanaan pengadaan tanah Persentase perencanaan pengadaan tanah tahun (i) 100 99,98 99,98 5 Terlaksanaya keputusan persetujuan penetapan

1 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus Sinensis) Hasil Distilasi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Alfianur (2017) menggunakan metode distilasi uap

Pada tabel di atas diketahui keuntungan yang diharapkan (Expected Return) terbesar adalah E(R) Reksadana PUAS, tetapi ini bukan berarti menim- bulkan kesimpulan

Permasalahan yang terjadi yaitu stok asam semut yang banyak dan bahan baku lateks untuk produksi hanya sedikit menyebabkan menumpuknya bahan baku asam semut serta serta

Ketika link yang dibuat dengan menggunakan nama- nama dari Route yang ada, secara otomatis Laravel akan membuat URI yang sesuai.. • Restful Controllers , memberikan sebuah

This research aimed to conduct a study for tax dispute cases in Indonesia, which refers to the behavior of the Supreme Court’s verdict and indication of hidden action done by

Pengajar yang mengajar tanpa menggunakan media, maka pengajar akan lebih sulit dalam mengajar, hal ini akan dapat mempengaruhi hasil belajar serta pemahaman dari siswa,