• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impak Penetrasi Fixed Broadband Terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Impak Penetrasi Fixed Broadband Terhadap"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

298

Impak Penetrasi Fixed Broadband Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia: Analisis Runtun Waktu 2001 - 2010

Inasari Widiyastuti

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta Jl. Imogiri Barat Km. 5, Sewon, Bantul, DI. Yogyakarta. Telp/Fax. 0274-375263

Email: inasari.w@kominfo.go.id

Abstract – Penetrasi broadband diyakini berimpak

positif terhadap pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas hidup, serta mereduksi tingkat pengangguran. Akan tetapi, kajian tentang isu ini lebih banyak menyorot negara-negara maju. Sedikit sekali kajian yang menaruh perhatian bagi negara berkembang seperti Indonesia. Padahal, temuan ini penting dalam merumuskan kebijakan pengembangan jaringan broadband yang tepat sasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penetrasi fixed broadband terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih lanjut, penelitian ini mengkaji impak penetrasi fixed broadband terhadap laju penurunan angka tenaga kerja. Turut dikaji pula faktor-faktor yang mempengaruhi laju penetrasi fixed broadband. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda pada data runtun waktu dari tahun 2001 hingga 2010. Hasil kajian mengindikasikan penetrasi fixed broadband tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski demikian, penetrasi fixed broadband memiliki impak positif terhadap laju penurunan angka tenaga kerja tenaga kerja. Kenaikan 1% dari laju penetrasi fixed broadband akan mendorong penurunan angka pengangguran sebesar 4,82%. Laju penetrasi fixed broadband sendiri dipengaruhi secara signifikan oleh persentasi GDP terhadap pendidikan, penetrasi internet, dan penetrasi telepon seluler.

Kata Kunci: penetrasi fixed broadband, pertumbuhan

ekonomi, laju angka pengangguran, analisis runtun waktu

1. PENDAHULUAN

Era kovergensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) meski belum tergaungkan secara luas telah dirasakan kehadirannya. Arus data dan informasi dengan berbagai format dan media mengalir dengan derasnya. Kondisi ini menuntut jaringan akses yang cepat, handal, dan tanpa batas. Dengan kata lain, membutuhkan jaringan yang always on. Broadband atau jaringan pita lebar, merupakan salah satu jawaban tantangan di era konvergensi. Telah banyak negara yang mengadopsi teknologi broadband dengan penetrasi yang sangat tinggi baik untuk mobile maupun fixed broadband. Sejumlah peneliti menyatakan bahwa penetrasi TIK, termasuk

broadband, mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional [1, 2, 3, 4, 5, 6]. Pengaruh penetrasi TIK terhadap Gross Domestic

Bruto (GDP) ada kalanya tidak terlihat secara

langsung pada produktivitas karena impak TIK secara umum sangat luas dan bersifat intangible [7]. Impak penetrasi broadband dapat terlihat pada sektor ekonomi, sosial, dan politik atau pemerintahan [8]. Indikasi pengaruh broadband terhadap produktivitas terlihat pada pengurangan angka penggangguran [3, 4, 6], penurunan angka kemiskinan [9], dan peningkatan kualitas pendidikan [10].

Sayangnya, kajian impak penetrasi broadband lebih banyak dilakukan di negara-negara maju [2, 5, 11] dan negara-negara OECD [3, 6]. Kajian terhadap negara berkembang, khususnya Indonesia, belum banyak dilakukan. Padahal, kajian ini penting dalam perumusan strategi nasional pegembangan komunikasi dan informatika. Terlebih saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKominfo) sedang mengembangkan teknologi broadband. Kemkominfo mendefinisikan broadband sebagai akses internet dengan jaminan konektivitas always-on dan memiliki kemampuan untuk memberikan layanan triple-play yang baik berdasarkan nilai Quality of Experience dari penggunan layanan [12]. Di tahun 2013, KemKominfo menargetkan distribusi fixed broadband mencapai 45% dan tergelar sempurna di penghujung tahun 2017. Kecepatan jaringan fixed broadband di akhir tahun 2017 diharapkan mencapai 2 Mbps untuk perumahan dan 1 Gbps untuk gedung.

Perkembangan TIK di Indonesia tidak diragukan lagi telah sangat pesat. Dengan adanya teknologi

broadband, perkembangan TIK menjadi loncatan

hebat yang tak terelakkan. Akan tetapi, adakah perkembangan tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejauh ini, penggunaan TIK di Indonesia lebih ditujukan pada aspek hiburan. Terlihat pada pertumbuhan penetrasi

mobile phone yang melampaui jumlah penduduk

dengan akses terbesar pada media sosial seperti Facebook dan Twitter. Penggunaan TIK di Indonesia masih sebatas konsumtif dan rekreatif [13] serta belum dimaksimalkan untuk peningkatan produktivitas.

Berdasarkan paparan di atas, kajian ini bertujuan untuk mengetahui impak penetrasi broadband, khususnya fixed broadband, terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Turut dikaji pula impak penetrasi

fiexde broadband terhadap laju angka penggangguran

(2)

299 Indonesia. Dengan terbatasnya data yang tersedia,

kajian dikhususkan pada rentang tahun 2001 hingga 2010.

2. TINJAUAN LITERATUR

Penetrasi broadband menunjukkan pengaruh yang tinggi pada negara-negara dengan tingkat adopsi TIK yang tinggi pula [4], seperti pada negara maju [2, 5, 11] dan negara-negara OECD [3, 6]. Sedangkan impak penetrasi di negara berkembang menunjukkan kecenderungan dan tingkat signifikansi yang berbeda. Dalam penelitiannya, Lee & Brown [2] mendukung impak penetrasi broadband pada pertumbuhan ekonomi dimana faktor kecepatan akses, ketersediaan konten, dan penetrasi TIK (mobile phone, internet, PC) berpengaruh terhadap penetrasi broadband. Demikian pula hasil analisis panel data pada 132 negara dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan GMM (Generalized Moment Methods) yang dilakukan oleh Koutrompis [3] menunjukkan adanya impak penetrasi broadband pada pertumbuhan ekonomi negara berkembang hingga mencapai 0,008%. Katz [4] dalam penelitiannya terhadap 210 negara menyatakan bahwa penetrasi broadband di negara berkembang dapat mencapai 0,0238%.

Sebaliknya Bojnec & Imre [6] memperlihatkan hasil yang berbeda. Hasil penelitiannya terhadap 34 negara OECD pada rentang tahun 1998-2009 menunjukkan tidak adanya signifikansi positif antara total penetrasi broadband dengan pertumbuhan ekonomi. Impak baru dirasakan pada penetrasi mobile

access dan fixed access. Meski demikian, Bojnec &

Imre [6] sepakat bahwa penetrasi broadband berimpak pada pengurangan tenaga kerja. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh Katz [4] dalam lingkup Indonesia. Analisis runtun waktu di tahun 2005-2009 dengan memasukkan variabel pendidikan, menunjukkan bahwa penetrasi broadband di Indonesia mampu mengurangi tenaga kerja hingga 8,61%. Dengan metode estimasi demand telekomunikasi di Indonesia, Rohman & Bohlin [14] menyatakan bahwa pendapatan memiliki tingkat signifikansi yang sangat rendah terhadap penetrasi mobile broadband. Faktor yang mempengaruhi penetrasi mobile broadband cukup kuat di Indonesia adalah area geografis. Hasil ini mengindikasikan bahwa isu affordability1 menjadi tidak relevan dalam pengembangan broadband di Indonesia.

Pemerintah memiliki pilihan prioritas kebijakan dalam pengembangan broadband baik mobile maupun

fixed broadband. Thompson & Garbacz [15]

mengungkapkan bahwa mobile broadband memiliki impak lebih kuat terhadap pertumbuhan ekonomi

1

Kemkominfo menerapkan tiga isu penggelaran infrastruktur layanan TIK salah satunya tertuang dalam PM Kominfo No. 19/PER/M.KOMINFO/12/2010 tentang PLIK, yaitu isu lowest subsidy, affordability, dan sustainability. Affordability mengisyaratkan keterjangkauan infrastruktur TIK baik aspek area maupun aspek tarif

dibandingkan fixed broadband. Proses adopsi dan difusi layanan mobile yang jauh lebih pesat dan luas menyebabkan pengaruh yang lebih kuat pula dibandingkan fixed broadband.

Penetrasi broadband sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Investasi sebagai unit modal kapital memiliki kaitan erat terhadap penetrasi broadband [3]. Salah satu investasi yang berpengaruh terhadap penetrasi adalah Foreign Direct Investment (FDI) [16]. Pembangunan kapasitas TIK mampu menarik FDI yang berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ketersediaan infrastruktur TIK sebagai enabler, penggunaan layanan informasi, dan lingkungan sektor TIK yang handal (seperti ICT

expenditure, akses mobile, akses internet, PC) dapat

mendorong penetrasi broadband [17]. Sedangkan Kyrikidou et al. [18] dengan pendekatan non-parametrik mengungkapkan faktor pendorong penetrasi broadband dipengaruhi oleh ketersediaan layanan e-Government, total pekerja yang menggunakan komputer terkoneksi internet, dan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk dapat menjadi pertimbangan penetrasi broadband karena adanya urbanisasi sehingga menyebabkan peningkatan adopsi layanan broadband.

3. METODE PENELITIAN

Impak penetrasi fixed broadband terhadap pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan model ekonometri. Model ekonometri memiliki kemampuan interpendensi untuk menguji dan mengevaluasi alternatif kebijakan [19]. Kajian ini meletakkan model Solow sebagai landasan pengembangan model dimana menurut Solow, pertumbuhan ekonomi (Y) dipengaruhi oleh akumulasi modal (K), angkatan kerja (L), dan teknologi (F). Dalam kondisi mapan, perkembangan teknologi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang diperhitungkan dari ouput produktivitas pekerja [20]. Model Solow dijelaskan dalam persamaan:

(1)

Berdasarkan [1, 3, 4, 6, 7, 15], pertumbuhan ekonomi (GDPG) dipengaruhi oleh akumulasi modal (K), human kapital (HK), dan penetrasi broadband (BB). Akumulasi modal ini berasal dari nilai FDI dan tingkat inflasi tahunan (INF). Sedangkan human kapital terdiri dari tingkat laju angka pengangguran (UNEMP) dan indeks pembangunan manusia (IPM). Impak penetrasi fixed broadband terhadap pertumbuhan ekonomi dimodelkan sebagai berikut:

(2)

(3)

(3)

300

broadband terhadap laju tenaga kerja berdasarkan [4]

dimodelkan dengan:

(4)

Selanjutnya, untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penetrasi fixed broadband dijabarkan dalam model berikut:

(5)

Kajian ini menerapkan pendekatan runtun waktu

tahun 2001-2010 dalam skala nasional. Analisis data menggunakan regresi linear sederhana dengan teknik OLS. Dalam kajian ini diterapkan uji klasik berupa uji unit root test untuk mengetahui stasioneritas variabel. Uji stasioneritas diperlukan untuk menguji kehandalan variabel agar tidak menimbulkan dugaan palsu (spurious). Model OLS mensyarakan persamaan yang BLUE (best linear unbiased estimator) untuk mendapatkan model yang resiten sehingga tidak salah dalam pengambilan kesimpulan. Untuk memperoleh model BLUE dilakukan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Deskripsi parameter data dijelaskan dalam tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi variabel model

Variabel Sumber Data

GDPG Pertumbuhan ekonomi Worldbank

GDPC Pendapatan per kapita real/konstan Worldbank

FDI Foreign Direct Investment Worldbank

INF Tingkat inflasi BPS

EDU Pengeluaran negara untuk pendidikan Worldbank

UNEMP Total labor force, total angkatan pengangguran Worldbank

IPM Indeks pembangunan manusia BPS

PDNS Kepadatan penduduk per km2

Worldbank BBPEN Penetrasi fixed broadband per 100 penduduk ITU MOB Penetrasi mobile phone per 100 penduduk ITU

INT Penetrasi internet per 100 penduduk ITU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian normalitas menunjukkan variabel memiliki nilai Jarque-Bera (JB) kecil dengan grafik normalitas tidak menunjukkan tingkat kemiringan yang curam. Tingkat kelentingan yang cukup tajam terjadi pada variabel BBPEN, MOB, dan INT. Ketiganya menunjukkan kecondongan yang serupa. Terlihat pula dari nilai JB ketiga variabel tersebut cukup kecil. Meski demikian, semua variabel berdistribusi normal. Hasil pengujian unit root test ditunjukkan pada tabel 2. Dengan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) pada 1st difference diketahui variabel FDI, PDNS, UNEMP, dan MOB tidak stasioner. Namun dengan metode Kwiatkowski-Phillips-Shmidt-Shin (KPSS) diketahui semua variabel stasioner kecuali PDNS. Dalam pengujian, variabel non-stasioner tidak dibuang karena penting

diketahui pengaruhnya terhadap variabel lain. Maka akan dilakukan pengujian model untuk menyakinkan bahwa permasalahan variabel hanya terjadi pada level sampel.

Selanjutnya dari pengujian persamaan 3, 4, dan 5 diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 3. Autokorelasi menunjukkan fenomena residual regresi tidak bebas yang kerap dijumpai pada data time series. Model dengan autokorelasi akan terlihat tidak bias, konsisten, dan terdistribusi normal tetapi menjadi tidak BLUE. Hasil uji statistik (t-stat) akan memiliki nilai terlalu besar yang menimbulkan kesan signifikan padahal tidak. Hasil deteksi terhadap nilai statistik Durbin-Watson dengan nilai maksimal k-lag adalah 2 di ketiga persamaan memperlihatkan bahwa tidak adanya autokorelasi di persamaan 3 dan 5 serta adanya intermediate di persamaan 4

Tabel 2. Hasil pengujian stasioneritas dengan uji ADF dan uji KPSS

Variabel Uji ADF Uji KPSS

t-statistic Prob KPSS stat test

GDPG -4.816** 0.0363 0.5***

GDPC -4.570** 0.0458 0.5***

FDI -3.421 0.1346 0.322405***

INF -3.849* 0.0887 0.400395***

PDNS -1.602 0.7012 0.10953

UNEMP -2.304 0.381 0.5***

IPM -9.160*** 0.0016 0.19759**

EDU -5.661** 0.0169 0.456077***

POV -2.822 0.2369 0.131924*

BBPEN -4.867** 0.0266 0.125776*

MOBPEN -3.304 0.1526 0.5***

INTPEN -6.657*** 0.0052 0.5***

Pengujian variabel pada 1st difference

(4)

301

Tabel 3. Hasill pengujian model estimasi

Model (3) Model (4) Model (5)

R-squared 0.954991 0.978367 0.384706

Adjusted R-squared 0.898729 0.96106 -4.537645

F-statistic 16.97409 56.53147 0.078155

Prob(F-statistic) 0.008468 0.000237 0.992781 Durbin-Watson stat 2.474902 2.56707 2.281236 Obs*R-squared 1.916157 2.752929 3.847061 Prob. Chi-Square(7) 0.3836 0.2525 0.0498

Prob-F 0.9702 0.959367 0.5003

Pada pengujian heteroskedastisitas dengan uji Breusch-Pagan memperlihatkan hasil prob-F di atas nilai alpha 5% (prob-F>α). Dengan demikian, ketiga persamaan memiliki sifat homoskedastisitas atau standar error yang mempengaruhi t-test dan F-test tidak bias sehingga pengambilan kesimpulan menjadi valid. Selanjutnya dari uji multikolinearitas pada persamaan 3 menunjukkan bahwa terjadi kolinearitas antara variabel FDI terhadap GDPG. Sedangkan pada persamaan 4 terjadi kolinearitas antara variabel FDI terhadap GDPC dan pada persamaan 5 terjadi

kolinearitas antara variabel PDNS-BBPEN, MOB-BBPEN, MOB-PDNS, dan INT-MOB. Hasil uji multikolinearitas antar variabel-variabel tersebut menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 0,7. Adanya multikolinearitas tidak mengubah sifat OLS menjadi BLUE dan parameter yang diperoleh tetaplah valid dalam mencerminkan kondisi populasi. Dengan demikian, ketiga persamaan dapat digunakan untuk mengetahui impak penetrasi fixed broadband pada pertumbuhan ekonomi serta faktor yang mempengaruhi penetrasi fixed broadband di Indonesia .

Tabel 4. Hasil estimasi impak penetrasi fixed broadband terhadap pertumbuhan ekonomi (GDPG) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6.323925 4.496473 1.406419 0.2323 FDI 1.444275 0.236463 6.10783 0.0036*** INF -0.11231 0.033839 -3.31882 0.0294** UNEMP -1.18893 0.30617 -3.88324 0.0178** IPM 0.15374 0.065954 2.331029 0.0802* BBPEN -6.07021 1.590386 -3.81681 0.0188**

R-squared 0.954991 Prob(F-statistic) 0.008468***

Statistical significance pada level *** 1% ; **5% ; *10%

Tabel 5. Hasil estimasi impak penetrasi fixed broadband terhadap laju tenaga kerja (UNEMP) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.456105 1.102713 6.761602 0.0011*** GDPC -0.13142 0.200606 -0.65514 0.5413 FDI 0.629371 0.133725 4.706476 0.0053** EDU 0.17583 0.047038 3.738043 0.0135** BBPEN -4.81948 0.419892 -11.4779 0.0001*** R-squared 0.978367 Prob(F-statistic) 0.000237***

Statistical significance pada level *** 1% ; **5% ; *10%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia (GDPG) seperti yang digambarkan dalam persamaan 3 merupakan model estimasi yang menyertakan variabel modal kapital, human kapital, dan teknologi dalam pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi menunujukkan nilai variabel dependen GDPG dipengaruhi secara signifikan oleh semua variabel independen seperti terlihat pada tabel 4. Ditinjau dari modal kapital (FDI dan INF) dan human kapital (UNEMP dan IPM), terjadi kecenderungan positif terhadap pertumbuhan GDPG. Artinya, perubahan positif pada variabel tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti penurunan UNEMP 1% akan mendorong GDPG sebesar 1,18%. Akan tetapi, kondisi sebaliknya terlihat

pada BBPEN. Meski tingkat signifikansi dengan GDPG tinggi (p-value<0,01), pengaruh BBPEN cenderung negatif. Pertumbuhan penetrasi fixed

broadband tidak berdampak pada pertumbuhan

GDPG. Hasil ini serupa dengan yang diperlihatkan oleh Bojnec &Imre [6] dan Rohman & Bohlin [14].

(5)

302 dapat mengurangi angka pengangguran sebesar

4,82%. Hasil ini sejalan dengan [1, 4, 6, 11]. Tingkat pengurangan angka pengangguran berbeda dengan Katz [4] meski memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini karena adanya perbedaan rentang waktu pengukuran (2006-2009) dan variabel independen lainnya. Namun demikian, temuan ini mengindikasikan pengaruh positif penetrasi fixed

broadband pada laju pertumbuhan tenaga kerja baik

dalam periode singkat maupun periode panjang. Adanya signifikansi positif BBPEN pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan laju angka pengangguran menuntut diketahuinya faktor yang mendukung penetrasi fixed broadband. Tabel 6 memperlihatkan hasil estimasi faktor-faktor yang dapat mendorong laju penetrasi broadband. Dari hasil estimasi, faktor fiskal sangat mempengaruhi penetrasi

fixed broadband baik pendapatan nasional real, FDI,

inflasi, maupun pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan. Variabel EDU merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi fixed broadband. Hal ini berkaitan dengan tingkat literasi yang dibutuhkan dalam mengadopsi teknologi fixed

broadband oleh masyarakat. Dukungan pemerintah

dalam bentuk alokasi modal di sektor pendidikan sangat berarti dalam mendorong penetrasi fixed

broadband di Indonesia.

Selanjutnya, jika ditinjau dari aspek geografis, kepadatan penduduk, tidak memberikan pengaruh berarti pada penetrasi fixed broadband. Hasil ini dapat menunjang temuan Rohman & Bohlin [14]. Terdapat perbedaan aspek geografis sebagai pendukung penetrasi fixed broadband. Dimana aspek geografis mendorong penetrasi mobile broadband tetapi tidak dengan fixed broadband. Penetrasi mobile broadband cenderung tidak mempertimbangkan area urban dan rural. Sebaliknya, fixed broadband sangat memperhatikan penggelaran infrastruktur berdasarkan area urban dan area rural. Pengembangan fixed

broadband lebih cocok dilakukan di area urban

dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Dengan mempertimbangkan dukungan fixed broadband pada laju tenaga kerja, penggelaran fixed broadband cenderung lebih baik di perkotaan dan gedung. Faktor ketersediaan infrastruktur turut mendorong penetrasi

fixed broadband seperti akses mobile phone dan akses

internet

Tabel 6. Hasil estimasi faktor pendukung penetrasi fixed broadband Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3.832687 2.0238 1.893807 0.1988* GDPC 0.194309 0.05837 3.32891 0.0796* FDI -0.11052 0.034365 -3.21599 0.0846* INF 0.012268 0.006299 1.947703 0.1908*

EDU 0.024874 0.011821 2.104338 0.17* PDNS -0.03852 0.017502 -2.20092 0.1587* MOB 0.032882 0.004626 7.107364 0.0192*** INT -0.20544 0.041535 -4.94609 0.0385** R-squared 0.998062 Prob(F-statistic) 0.006766***

Statistical significance pada level *** 1% ; **5% ; *10%

5. KESIMPULAN

Estimasi model pengaruh penetrasi fixed

broadband terhadap pertumubuhan ekonomi Indonesia dan laju angka pengangguran menunjukkan hasil yang signifikan. Meski menunjukkan tingkat signifikansi yang tinggi, penetrasi fixed broadband tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, pertumbuhan 1% penetrasi fixed broadband mampu mengurangi laju angka pengangguran sebesar 4,82%. Hasil ini didukung pula oleh faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi fixed broadband di Indonesia baik dari aspek fiskal, kepadatan penduduk, dan ketersediaan infrastruktur TIK lainnya. Dalam upaya pengurangan laju angka penggangguran dapat ditempuh dengan membuat kebijakan fixed broadband yang mengutamakan penggelaran jaringan di area urban. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek area geografis area urban

dan rural sehingga diperoleh kebijakan nasional pengembangan jaringan fixed broadband yang komprehensif.

REFERENSI

[1] L.-H. Roller and W. Leonard, "Telecommunications infrastructure and economic development: A simultaneous approach," American Economic Revies, pp. 909-923, 2001.

[2] S. Lee and J. S. Brown, "Examining Broadband Adaption Factor: Empirical Analysis Between Countries," Info, vol. 10, no. 1, pp. 25-39, 2008.

[3] P. Koutrompis, "The economic impact of broadband on growth: A simultaneous approach," Journal of Telecommunication Policy, vol. 33, pp. 471-485, 2009.

(6)

303 [5] K. M. Vu, "ICT As a Source of Economic

Growth In The Information Age: Empirical Evidence From 1996-2005 Period," Journal of Telecommunication Policy, vol. 35, pp. 357-372, 2011.

[6] S. Bojnec and F. Imre, "Broadband avaibility and economic growth," Industrial Management & Data Systems, vol. 112, no. 9, pp. 1292-1306, 2012.

[7] S.-Y. T. Lee, R. Gholami and T. Y. Tang, "Time Series Analysis in The Assessment of ICT Impact At The Aggregat Level - Lessons and Implication For The New Economy," Journal of Information and Management, vol. 42, pp. 1009-1022, 2005.

[8] P. P. Wilson, P. H. Marshall and J. McCann, "Evaluating the economic and social impact of the national broadband network," in 20th Australasian Conference on Information Systems, Melbourne, 2009.

[9] S. H. Doong and S.-C. Ho, "The impact of ICT development on the global digital divide," Electronic Commerece research and Application, vol. 11, pp. 518-533, 2012. [10] F. Shirazi, R. Gholami and D. A. Higon, "The

impact on information and communication technology (ICT), education and regulation on economic freedom in Islamic Middle Eastern countries," Information & Management, vol. 45, pp. 425-433, 2009.

[11] P.-L. Lam and A. Shiu, "Economic Growth, Telecommunication Development and Productivity Growth of Telco Sector: Evidence Around The World," Journal of Telecommunication Policy, vol. 34, pp. 185-199, 2010.

[12] KemKominfo, Jaringan Pita Lebar

(Broadband): Katalisator Perekonomian Indonesia, Jakarta, 2012.

[13] W. Fathul, "Using the technology adoption model to analyze internet adoption and use among men and women in Indonesia," The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries, vol. 32, pp. 1-8, 2007. [14] I. K. Rohman and E. Bohlin, "An assessment

of Mobile Broadband Access in Indonesia: a Demand or Supply Problem?," Internetworking Indonesia Journal, vol. 3, no. 2, pp. 15-22, 2011.

[15] H. G. Thompson Jr and C. Garbacz, "Economic impacts of mobile versus fixed broadband," Telecommunication Policy, vol. 35, no. 11, pp. 999-1009, 2011.

[16] R. Gholami, S. Lee and A. Heshmati, "The Causal Relationship Between ICT and FDI (No. 2005/26)," UNU Wider, 2005.

[17] P. Trkman, B. Jerman Blazic and T. Turk, "Factors of broadband development and the design of a strategic policy framework," Telecommunication Policy, vol. 32, no. 2, pp. 101-115, 2008.

[18] V. Kyriakidou, C. Michalakelis and T. Sphicopoulos, "Driving factors during the different stages of broadband diffusiion: A non-parametric approach," Technological Forecasting and Social Change, vol. 80, pp. 132-147, 2012.

[19] Hadisantono, "Model Ekonometrik: Alat Studi Kebijaksanaan dan Peramalan," Jurnal Teknologi Industri, vol. 3, no. 4, pp. 273-280, 1999.

Gambar

Tabel 1. Deskripsi variabel model Variabel
Tabel 3. Hasill pengujian model estimasi Model (3) Model (4)
Tabel 6. Hasil estimasi faktor pendukung penetrasi fixed broadband Coefficient 3.832687

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan model Olah Pikir Sejoli (OPS) yang menuntut keberanian siswa untuk berkompetisi yang sifatnya klasikal ini lebih menarik perhatian siswa. Guru memberi

[r]

Pada 6-9 MST, laju pertumbuhan tanaman (LPT) semua varietas pada budidaya organik lebih kecil dibandingkan budidaya konvensional, hal ini karena bobot daun khas (BDK)

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah, kasih karunia, dan rahmatNya yang telah dilimpahkanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan

Cemaran getah kuning pada buah manggis, yang ditunjukkan oleh parameter persentase buah bergetah kuning pada aril (PBGKA), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan

E- service quality (ESQ) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap customer behavioral intentions (CBI) melalui customer satisfaction (CS) sehingga dapat ditarik

Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum

Penelitian ini akan menilai, membandingkan dan mencocokan peraturan perpajakan baik itu peraturan Perundang undangan, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Mentri