BAB III
KONDISI UMUM
3.1 Kondisi Regional
3.1.1 Gambaran Umum Bandung dan Sekitarnya
Daerah Bandung dan sekitarnya merupakan suatu dataran yang dikelilingi pegunungan. Secara morfologi daerah Bandung ini lebih merupakan suatu cekungan dari pada suatu dataran tinggi. Ketinggian dataran di cekungan Bandung ini berkisar antara 620 dan 750 mdpl, sedangkan pegunungan yang mengelilinginya banyak diatas 2000 mdpl. Cekungan Bandung ini dikelilingi oleh badan gunung api sekarang, antara lain komplek Tangkubanparahu di sebelah Utara, komplek Patuha – Malabar di sebelah Selatan, Gunung Manglayang di sebelah Timur dan disebelah Barat cekungan ini dibatasi pegunungan lipatan dari lapisan gamping tersier. Ditengah-tengahnya mengalir sungai Citarum sebagai sungai utama yang membelah cekungan ini. Cekungan Bandung secara administratif masuk kedalam Propinsi Jawa Barat, Indonesia.
Gambar 3. 1 Peta Daerah Bandung dan Sekitarnya
Wilayah Penelitian
3.1.2 Geologi Regional 3.1.2.1 Geomorfologi
Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi beberapa satuan morfologi berdasarkan kondisi genetisnya. Satuan dataran danau Bandung; Satuan kerucut gunung api melingkari cekungan di Utara, Timur, dan Selatan; Satuan pematang homoklin membentuk perbukitan Rajamandala dan menutup cekungan Bandung di sebelah Barat, dan satuan dataran danau terdapat beberapa bukit terpisah satu sama lain seperti di Selatan Cimahi, satuan ini disebut satuan perbukitan terisolasi.
Satuan Dataran Danau Bandung
Satuan dataran danau Bandung cukup luas dan datar, memanjang Barat – Timur. Merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang mengering ratusan ribu tahun yang lalu. Diairi banyak sungai, hanya bagian tertentu merupakan dataran banjir. Sungai utama dataran ini adalah sungai Citarum yang juga merupakan sungai utama cekungan Bandung. Sungai Citarum ini membelah dataran danau, dengan demikian sumbu sungai ini terletak pada titik terendah cekungan Bandung. Didalam satuan ini termasuk pula dataran kipas aluvial, menempati seperlima dataran danau. Sudut lereng berkisar antara 0,5 sampai 2 %. Kipas alluvial ini menyebar kira-kira dari Cimahi – Dago sebagai batas Utara hingga Cicahuem dan Buahbatu.
Satuan Kerucut Gunung Api
Merupakan pagar mengelilingi dataran danau, yang terdiri dari badan gunung api kuarter. Di Utara berjajaran gunungapi Burangrang, Tangkubanparahu, Bukittunggul, Canggak, Manglayang; di Timur terdapat beberapa kerucut gunung api kecil antara lain Mandalawangi, Mandalagiri, Gandapura; di Selatan dataran danau berjajaran gunungapi Malabar, Patuha, dan sebagainya. Yang masih menunjukan gejala aktivitas magma adalah Tangkubanparahu dan Patuha, sedangkan yang lainnya boleh dikatakan mati. Sudut lereng rata-rata berkisar sekitar 30-40%.
Banyak dari kerucut gunungapi tersebut nisbi tua dan lambungnya banyak tertoreh sungai secara dalam, sehingga banyak dijumpai lembah dengan tebing terjal bersudut besar, tidak jarang yang memiliki sudut lereng lebih dari 70%. Hal ini dapat dilihat pada lereng gunung Burangrang, Bukittunggul, Canggak, Manglayang, Malabar. Dengan demikian kerucut tersayat lembah terjal tersebut menunjukan potensi longsor dari tanah di tempat tersebut.
Kearah satuan daratan danau, kerucut gunungapi melandai membentuk kaki gunungapi. Kemiringan lahannya berkisar anara 5-15%. Dari kerucut gunungapi ini bermunculan mata air. Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum hulu, Cisangkuy, Ciwidey, dan sebagainya dari pegunungan di Selatan dataran danau. Semua sungai yang tersebut diatas akan masuk ke sungai Citarum, yang membelah dataran danau Bandung di titik terendah dari cekungan Bandung.
Satuan Pematang Homoklin
Satuan ini merupakan perbukitan yang membentuk perbukitan Rajamandala – Padalarang. Memanjang sepanjang Timur – Timurlaut – Baratdaya, berada di dinding Barat cekungan. Disini pula terdapat celah air Citarum. Ketinggian berkisar antara 800-1000 mdpl. Pematang homoklin ini menunjukan lereng Utara yang lebih terjal dari pada lereng Selatannya. Lereng Selatan ini merupakan lereng kemiringan lapisan pembentuknya.
Sungai Citarum menerobos daerah ini di Selatan Rajamandala. Batuan pembentuknya adalah berbagai batuan sedimen marin tersier dari berbagai formasi, antara lain batugamping dan batulempung Formasi Rajamandala, batupasir graywacke dan batulempung formasi Citarum, serta breksi gunungapi. Batuan ini pada umumnya miring ke Selatan.
Satuan Perbukitan Terisolasi
Satuan perbukitan terisolasi bermunculan di dalam satuan dataran danau. Dimana muncul terpisah satu sama lain atau berkelompok menjadi jajaran perbukitan. Bukit ini terdapat di Selatan Cimahi dan Dayeuhkolot, berketinggian antara
800-900 meter. Antara lain G. Bohong (878 m), G. Panganten, G. Jatinunggak, G. Padakasih (946 m), G.Silacau (866 m), G.Geulis, dan sebagainya. Umumnya terdiri dari batuan sedimen gunungapi kasar, lava, dan atau intrusi batuan intermedier, seperti Andesit, Dasit.
Gambar 3. 2 Peta Morfologi Cekungan Bandung (Dam, 1994 dalam Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006)
3.1.2.2 Statigrafi dan Sedimentasi Formasi Cikapundung
Secara umum litologinya terdiri atas konglomerat gunung api, breksi gunung api, tuf dan sisipan aliran lava andesit. Berdasarkan susunan statigrafi regional, formasi ini berada secara selaras diatas formasi tambakan. Ketebalan formasi Cikapundung berdasarkan selidikan gaya berat, diketahui ketebalannya adalah 0-350 m (Kridoharto,1978). Sebarannya pada permukaan adalah pada bukit Utara Dago, dari sekitar sungai Cikapundung kearah Gunung Manglayang. Formasi
Cikapundung berumur lebih muda atau paling tidak sama dengan Plistosin bawah, dimana menurut van Bemmelen (1949) formasi ini berumur plistosen tengah.
Formasi Cibeureum
Secara Umum formasi ini terdiri dari breksi gunung api dan Tufa. Batas bawah formasi Cibeureum dicirikan dengan dijumpainya lapisan tipis konglomerat gunungapi yang menutupi lempung gunungapi karbonan berwarna coklat tua-hitam, dengan disertai oleh meningginya radioaktivitas. Hubungan dengan formasi Cikapundung yang berada dibawahnya adalah selaras.
Ketebalan formasi Cibeureum berkisar antara 0-180 m. Dari pengamatan serta studi regional, formasi ini memiilki sebaran membentuk suatu kipas, dengan sumbernya G.Tangkuban perahu (van Bemmelen, 1934). Umur formasi ini berkisar antara plistosen atas – Holosen.
Formasi Kosambi
Litologinya terdiri dari batulempung gunungapi, batulanau gunungapi, dan batupasir gunungapi. Batas dengan formasi dibawahnya; dicirikan dengan mulai terdapatnya tuf-breksi dan mulai menghilangnya lapisan batulempung gunungapi. Ketebalan formasi ini diperkirakan sebesar 0 – 80 m. Menurut Silatongga, ketebalannya adalah 0 - 125 meter. Sebarannya meluas ke Selatan, merupakan dataran bekas danau. Formasi ini diperkirakan berumur Holosen.
Formasi Cikidang
Secara umum, formasi ini terdiri dari batuan leleran lava basal, konglomerat gunungapi, tuf kasar dan breksi gunungapi. Formasi ini terletak secara selaras di atas formasi Cibeureum yang berumur plistosen atas-Holosen. Struktur sedimen yang dapat dijumpai pada formasi ini memperlihatkan, bahwa formasi ini belum terkena oleh proses tektonik. Dari segi litologinya dijumpai bahwa konsolidasinya masih nisbi rendah, sehingga dapat ditaksirkan sebagai endapan berumur muda. Umur formasi ini diperkirakan adalah Holosen.
Tabel 3. 1 Kolom Statigrafi Daerah Bandung dan Sekitarnya
Umur Satuan Statigrafi Tebal (m) Keterangan
Endapan Sungai ± 5 Bahan lepas tidak terkonsolidasi, berukuran lempung sampai bongkah
Bidang erosi
Formasi Cikidang 0 - 65 Lava basal berstruktur kekar kolom, konglomerat gunungapi, tuf kasar berlapis sejajar dan breksi gunungapi yang kadang-kadang berwarna coklat tua Formasi Kosambi 0 - 80 Batulempung gunungapi,
batulanau gunungapi dan batupasir gunungapi, setempat dijumpai struktur perlapisan sejajar dan silang-siur Holosen
Plistosen Atas
Formasi Cibeureum 0 - 180 Perulangan urut-urutan breksi-tufa, fragmen skoria andesit basal dan batuapung
Bidang erosi Plistosen
Bawah
Formasi Cikapundung ± 0 - 350 Konglomerat gunungapi, breksi gunungapi, tufa dan sisipan lava andesit. Umumnya berwarna lebih terang dari formasi lainnya, fragmen piroksen-andesit
3.1.2.3 Sejarah Geologi
Geologi daerah Bandung merupakan gejala sejarah geologi sangat resen dan semua peristiwanya masih dapat diukur dengan ribuan tahun, sehingga sangat erat hubungannya dengan sejarah manusia purbakala. Hubungan antara peristiwa geologi ini dengan sasakala sangkuriang sudah sangat dikenal. Salah satu yang terbukti secara geologi, adalah terbentuknya danau Bandung dalam seketika, untuk kemudian mengering kembali; dan bahwa pada saat itu telah ada manusia yang bermukim di sekitar Danau Bandung ini. Pemulihan kembali atau rekonstruksi danau Bandung dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Gambar 3. 3 Danau Bandung Purba (Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006)
Tabel 3. 2 Sejarah Geologi Bandung dan Sekitarnya
Zaman Waktu Peristiwa
Awal miosen
± 30-25 juta tahun yang lalu
Seluruh Pulau Jawa berada di bawah laut.
Daratan hanya berada di sebelah Utara Laut Jawa Pertengahan
miosen
± 25 juta tahun yang lalu
Muncul gunung berapi yang berada disebelah Selatan pengalengan
Akhir miosen
± 25-14 juta tahun yang lalu
Pantai Utara Pulau Jawa (embrio) masih dekat Pengalengan, dataran tinggi Bandung masih dibawah laut
Pliosen ± 14-2 Juta
tahun yang lalu
Terjadi proses pengangkatan dan perlipatan endapan laut di jalur Bandung, pantai pindah ke Utara Gunung Tangkubanparahu sekarang. Diawali dari kegiatan gunung api di Selatan Cimahi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan gunung api di Utara Bandung, dimana terjadi pembentukan Gunung Sunda setinggi kurang lebih 3000 mdpl
Awal Plestosen
± 2 juta tahun yang lalu
Gunung Sunda Runtuh dan membentuk kaldera yang sangat besar. Untuk kemudian terjadi penyesaran di daerah Lembang.
± 11.000 tahun yang lalu
Diawali dengan lahirnya Gunung
Tangkubanparahu diikuti dengan Erupsi Fase A dari gunung Tangkuban perahu. Kemudian terjadi juga pengisian depresi Lembang oleh arus lava
Terjadi lagi letusan Gunung Tangkubanparahu (Erupsi fase B). Erupsi ini diduga yang
mengakibatkan kemudian terbentuknya danau Bandung.
Holosen
± 6000 tahun yang lalu
Danau Bandung purba berakhir dengan
Bobolnya dimulai di Punggungan Pr. Kiara – Pr. Larang. Kemudian terjadi erupsi lagi dari Gunung Tangkubanparahu (erupsi fase C), dimana terjadi aliran lava ke Utara dan Selatan. Terjadi Penyesaran lagi untuk sesar Lembang
(Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006)
Gambar 3.4 Peta Geologi Regional skala 1:100.000 (P.H. Silitonga, 1973) Daerah Penelitian Qvu Qyu Ql Qyt Qvd
Qvu HASIL GUNUNGAPI TUA TAK TERURAIKAN. Breksi gunungapi, lahar dan lava berselang-seling
Qyd
TUFA PASIR. Tufa berasal dari Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu (erupsi C). Tufa pasir sangat sarang, mengandung kristal-kristl hornblende yang kasar, lahar lapuk kemerah-merahan, lapisan-lapisan lapili dan breksi.
Qyt
TUFA BERBATUAPUNG. Pasir tufaan, lapili, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesit-basalt padat yang bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batuapung. Berasal dari G. Tangkubanparahu (erupsi A) dan G. Tampomas
Ql
ENDAPAN DANAU (0-125m). Lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan. Membentuk bidang-bidang perlapisan mendatar di beberapa tempat. Mengandung kongkresi-kongkresi gamping, sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan tulang-tulang binatang bertulang-tulang belakang. Setempat mengandung sisipan breksi.
Qyu
HASIL GUNUNGAPI MUDA TAK TERURAIKAN. Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanparahu dan sebagian dari G. Tampomas.
Qc
KOLUVIUM. Terutama berasal dari reruntuhan pegunungan-pegunungan hasil gunungapi tua, berupa bongkah-bongkah batuan beku antara andesit – basal breksi, batu pasir tufa dan lempung tufa.
Qob HASIL GUNUNGAPI LEBIH TUA (600 m). Breksi dan lahar dan pasir tufa berlapis-lapis dengan kemiringan yang kecil.
3.1.3 Hidrogeologi Umum Bandung 3.1.3.1 Sistem Akuifer
Di daerah Bandung dan sekitarnya terdapat 3 (tiga) formasi geologis yang mempunyai sifat-sifat pembawa air, yaitu Formasi Cikapundung, Cibeureum, dan Cikidang. Formasi Cikapundung dan Formasi Cibeureum yang berpotensi sebagai lapisan pembawa air atau akuifer produktif.
• Akuifer dangkal : 4-35 m bmt, terdapat di seluruh area, menempati bagian atas dan seluruh formasi yang tersedia.
• Akuifer sedang : 40-150 m bmt, terdiri dari batuan tufa berbutir halus-kasar dan breksi vulkanik dari Formasi Cibeureum
• Akuifer dalam : lebih dari 150 m bmt, disusun oleh Formasi Batuan Cikapundung.
Lapisan akuifer menengah tersebar di areal bawah permukaan Kota Bandung dan Cimahi serta Lembang. Lapisan akuifer dalam berada di bawah permukaan Kota Bandung, Cimahi, dan sekitarnya.
3.1.3.2 Parameter Aquifer
Dari hasil studi yang dilakukan Iwaco (1991), diperoleh hasil bahwa nilai transmissivitas di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 3 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (Iwaco, 1991)
Daerah Transmissivitas (m2/hari)
Bandung fan 4 - 865
Cimahi fan 22 – 1477
North of Lembang fault 3 – 184
Soreang fan 2
Pamengpeuk – Banjaran deposits 19 - 44
Majalay – Ciparay fan 9 – 50
Eastern volcanic – artesian aquifer Paseh – Cikarang
44 – 440 North – Eastern volcanic
Manglayang volcanic slopes
14 - 47
Sementara itu, dari hasil penelitian dari Hartono (1980) diperoleh hasil bahwa nilai parameter di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 4 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (Hartono, 1980)
Daerah Transmissivitas
(m2/hari) Zona Cimahi, menempati daerah Andir dan Cimahi 700 Zona Bandung, menempati daerah diantara Andir dibagian
barat sampai pertengahan kota Bandung sebelah timur
400
Zona Cicahuem, menempati daerah sebelah timur pertangahan kota Bandung sampai daerah Cicaheum
300
Zona Gegerkalong – Goleah, menempati daerah perbukitan sebelah Utara Bandung dan di sebelah Selatan Lembang
70
Zona Lembang, terletak antara depresi Lembang – Cisarua 140
3.1.3.3 Muka Air Tanah
Muka air bawah tanah bandung dan sekitarnya telah dilaporkan mengalami penurunan sejalan dengan waktu. Kondisi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut :
1. Iwaco (1991). Berdasarkan data-data pemboran sebelum tahun 1955, Iwaco merekonstruksi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya. Muka air bawah tanah pada waktu ini dapat dianggap sebagai muka air bawah tanah alamiah daerah ini. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1955, pengambilan air bawah tanah di daerah ini belum menunjukan jumlah yang cukup signifikan.
2. Wibowo dan Repoyadi (1995) menyatakan bahwa di daerah-daerah industri Bandung dan sekitarnya telah terjadi penurunan muka air bawah tanah sebagai berikut :
• Periode 1983-1985, kedudukan muka air bawah tanah berkisar dari 2,5 – 10 m bmt (bawah muka tanah). Dalam periode ini fluktuasi penurunannya adalah kurang dari 2 m/tahun
• Periode 1985-1990, kedudukan muka air tanah berkisar dari 10-25 m bmt. Di beberapa lokasi seperti daerah Cimahi diketahui muka air bawah tanahnya samapai 50 m bmt dan membentuk kerucut. Tingkat penurunan muka air bawah tanah pada periode ini mencapai 7,19 m/tahun.
3. Priowirjanto dan Marsudi (1995), berdasarkan data dari (DGTL) Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan pada bulan juni 1993 menyatakan bahwa telah terjadi penurunan muka air bawah tanah didaerah industri sebagai berikut : Tabel 3. 5 Muka Air Tanah Daerah Bandung dan Sekitarnya, DGTL (1993)
Daerah Muka Air Tanah
(m bmt)
Penurunan per-tahun (m/tahun) Leuwigajah, Cimindi, Utama,
Cibaligo
± 41 – 71 ± 3 – 15
Cijerah, Cibuntu, Garuda, Meleber, Arjuna, Husen dan Pasir kaliki
± 30 – 52 ± 1,2 – 4,3
Buahbatu, kiara condong, kebonwaru
± 23 – 50 ± 1,6 – 3,1
Dayeuhkolot ± 26 – 67 ± 3 – 12
Cicahuem, Ujungberung, Gedebage, Cipadung dan Cibiru
± 16 – 50 ± 1,6 – 2,1 Cikeruh, Rancaekek, Cimanggung,
dan Cikancung
± 7 – 24 ± 3 – 9
Ciparay, Banjaran, dan Pamengpeuk
± 8 – 29 ± 0,9 – 4,6
Ketapang dan Soreang ± 1.5 - 31 ± 0,4 – 1,6
Resapan dan Pemakaian Air Tanah
Berdasarkan perhitungan dari jumlah curah hujan di cekungan Bandung dan koefisien resapannya, didapatkan hasil bahwa jumlah resapan di Cekungan Bandung adalah sebesar 102,4 juta m3/tahun. Dimana, Kabupaten Bandung meresapkan 92 juta m3/tahun, Kabupaten Sumedang meresapkan 0,1 juta m3/tahun, dan Kota Bandung meresapkan 10,3 juta m3/tahun. (Sumber : Laporan pendayagunaan air bawah tanah, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat 2002).
Untuk pemanfaatan air di daerah cekungan Bandung, untuk rumah tangga diperkirakan sebesar 260 juta m3/tahun (73 persen air tanah dan 27 persen air
permukaan). Sedangkan kebutuhan air untuk industri kurang lebih 200 juta m3/tahun (76 persen air tanah dan 24 persen air permukaan). Tampak di sini bahwa pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri jauh lebih besar daripada air permukaan. Apabila ketidakseimbangan pemanfaatan air tanah dan air permukaan ini berlanjut sementara gangguan terhadap kawasan konservasi air juga terus meningkat, maka ancaman terhadap keberadaan air tanah meningkat dan meningkat pula konflik terkait dengan pemanfaatan air di musim kemarau. (Sumber : PPSDAL-Lembaga Penelitian Unpad. Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, 24 Maret 2006)
3.2 Kondisi Daerah Penelitian
3.2.1 Lokasi dan Batas Daerah Penelitian
Secara geografis wilayah penelitian berada di antara koordinat 787500-794500 E, 9238000-9244000 N. Wilayah penelitian merupakan daerah tangkapan sungai Cikapundung. Batas Utara dibatasi pada daerah sesar Lembang dan batas bawah Selatan dibatasi oleh stasiun pengamat debit sungai Cikapundung didaerah Gandok.
Secara administratif wilayah penelitian masuk kedalam Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kotamadya Bandung meliputi 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Coblong dan Kecamatan Cidadap serta Kabupaten Bandung meliputi satu Kecamatan, yaitu Kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang meliputi Desa Langensari, Desa Mekarwangi, Desa Pagerwangi, Desa Ciburial, dan Desa Cibodas. Kecamatan Cidadap meliputi Kelurahan Cimbeluit, dan Kelurahan Hegarmanah. Kecamatan Coblong meliputi Kelurahan Dago dan Kelurahan Cipaganti.
Luas daerah penelitian adalah sebesar 1628.88 Ha atau 16,29 km2. Dimana tata guna lahan di daerah penelitian berupa daerah pemukiman, perkebunan / ladang, persawahan, hutan, dan lainnya. Pada daerah kotamadya Bandung, tata guna lahan didominasi oleh daerah pemukiman dan bangunan lainnya. Pada daerah Kabupaten Bandung, tata guna lahan di daerah penelitian didominasi oleh daerah perkebunan atau ladang (Gambar 3.6).
U
Skala
0 1000 2000 m
Gambar 3.5 Peta Lokasi Daerah Penelitian
U
Skala
Legenda
0 500 1000 m
Gambar 3.6 Peta Tata Guna Lahan Daerah Penelitian
Skala
3.2.2 Klimatologi
Data klimatologi daerah penelitian diambil dari dua stasiun klimatologi dan lima stasiun curah hujan. Stasiun klimatologi yang dipakai adalah stasiun Lembang dan stasiun Bandung dan stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun Bandung, Lembang, Dago, Balista, dan Cisalak.
Tabel 3. 6 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2003 (Badan Meterologi dan Geofisika Bandung)
St. Bandung (mm) St. Dago (mm) St. Lembang (mm) St. Balista (mm) St. Cisalak (mm) Jan 72.1 58 100.4 150 251 Feb 265.6 257 319 240.5 423 Mar 365 340 179.7 111 512 Apr 136 80 71.6 102.9 172 May 111.7 107 81.8 142.3 217 Jun 37.4 6 24.3 17.4 27 Jul 40.5 3 18.8 0 6 Aug 74.7 6 13.3 43.8 45 Sep 76.3 20 18.2 66.5 135 Oct 314.42 84 267 339.7 366 Nov 185.9 49 124 85.2 415 Dec 197.2 154 289.4 388 405
Tabel 3. 7 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2004 (Badan Meterologi dan Geofisika Bandung)
St. Bandung (mm) St. Dago (mm) St. Lembang (mm) St. Balista (mm) St. Cisalak (mm) Jan 195.6 133 192.6 28 357 Feb 191.2 103 269.9 109.8 482 Mar 240.8 144 193.7 164.5 628 Apr 304.8 108 203.1 307 253 May 286.5 208 226.1 178 620 Jun 76.2 18 36.4 56.5 111 Jul 34.4 26 21.7 0 79 Aug 11.4 7 0 0 0 Sep 84.7 8 17.8 121.5 87 Oct 83.5 4 6.5 36.4 16 Nov 184.4 139 139.5 175.3 393 Dec 238.9 186 315.3 297.4 302
0 100 200 300 400 500 600 ja n fe b m a r a p r m a y ju n jul a u g s e p o c t n o v d e c C u ra h H u ja n ( m m ) St. Bandung St. Dago St. Lembang St. Balista St. Cisalak
Gambar 3. 7 Grafik Curah Hujan Daerah Penelitian Tahun 2003
0 100 200 300 400 500 600 700 jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec C u ra h H u ja n ( m m ) St. Bandung St. Dago St. Lembang St. Balista St. Cisalak
Gambar 3. 8 Grafik Curah Hujan Daerah Penelitian Tahun 2004
Suhu, Kelembaban, Tekanan Udara, dan Kecepatan angin
Data suhu, kelembaban, tekanan udara dan kecepatan angin diambil dari dua stasiun klimatologi, yaitu stasiun Bandung dan stasiun Lembang. Jika dilihat dari posisi letak stasiunnya, maka stasiun Lembang dapat dianggap mewakili bagian Utara dan stasiun Bandung dianggap mewakili bagian Selatan daerah penelitian.
Tabel 3. 8 Data Klimatologi Daerah Penelitian Tahun 2003 (Badan Meterologi dan Geofisika Bandung)
Bandung Lembang
Temp Kelembaban Kec
angin Tekanan Temp Kelembaban
Kec
angin Tekanan (0C) (%) (knot) (kpa) (0C) (%) (knot) (kpa)
Jan 23.9 75 5 92.25 20.8 83 5 87.56 Feb 23.3 82 3 92.17 20 90 3 87.48 Mar 23.4 82 4 92.22 20.1 90 4 87.52 Apr 24.1 78 3 92.19 20.4 88 3 87.51 May 24.2 75 6 92.19 20.5 85 6 87.52 Jun 23.6 71 4 92.23 19.8 85 4 87.56 Jul 22.9 67 4 92.28 19.7 86 4 87.62 Aug 23.4 69 4 92.25 19.1 82 4 87.6 Sep 23.6 71 5 92.3 20.1 80 5 87.64 Oct 23.7 77 6 92.26 21.8 71 6 87.58 Nov 23.7 80 6 92.2 21.2 83 6 87.55 Dec 23.1 81 5 92.21 20.7 88 5 87.57
Tabel 3. 9 Data Klimatologi Daerah Penelitian Tahun 2004 (Badan Meterologi dan Geofisika Bandung)
Bandung Lembang
Temp Kelembaban Kec
angin Tekanan Temp Kelembaban
Kec
angin Tekanan (0C) (%) (knot) (kpa) (0C) (%) (knot) (kpa)
Jan 23.8 81 5 92.18 20.6 89 5 87.49 Feb 23.1 82 6 92.2 20 88 6 87.5 Mar 23.8 77 6 92.16 20.6 86 6 87.47 Apr 23.9 80 4 92.21 20.7 87 4 87.53 May 24.6 80 3 92.19 20.4 88 3 87.49 Jun 22.3 70 3 92.32 19.5 83 3 87.59 Jul 22.9 76 3 92.23 19.2 86 3 87.52 Aug 23.1 68 2 92.3 19.1 80 2 87.59 Sep 23.5 75 5 92.26 20.3 80 5 87.57 Oct 24.5 71 7 92.32 21.5 74 7 87.59 Nov 23.9 81 4 92.2 21.1 84 4 87.51 Dec 23 85 4 92.16 20.2 88 4 87.48
3.2.3 Geologi Daerah Penelitian 3.2.3.1 Geomorfologi
Pada daerah penelitian, satuan geomorfologi dibagi menjadi empat satuan morfologi, dimana pembagian ini dibagi berdasarkan kemiringan lerengnya. Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 70%, satuan lereng curam dengan kemiringan lereng antara 30 – 70%, satuan lereng agak curam, dengan kemiringan lereng 15– 30%, dan satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan dibawah 15%.
Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih dari 70% membentang di sepanjang lereng lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago sampai Maribaya. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang mempunyai sifat kekerasan yang tinggi. Proses yang mungkin berlangsung adalah proses denudasional yang sangat intensif sehingga banyak ditemukan singkapan-singkapan, erosi sangat intensif , dan gerakan tanah yang cepat.
Satuan lereng curam dengan kemiringan 30 - 70% membentang pada sebagian wilayah penelitian, baik di bagian Utara maupun Selatan. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dengan kemiringan lereng yang bervariatif. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah erosi dan gerakan tanah.
Satuan lereng agak curam membentang pada sebagian wilayah penelitian yang mempunyai kemiringan lereng antara 15 – 30 %. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dan mempunyai kemiringan yang landai. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah gerakan tanah (slide) dan erosi intensif.
Satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan kurang dari 15 % membentang disebelah Barat daya daerah penelitian. Secara genetis, satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang relatif lunak dan struktur yang cenderung tidak heterogen. Proses yang sering terjadi yaitu gerakan tanah yang
tidak terlalu cepat, erosi lembar, dan erosi alur, serta tidak ada proses denudasional yang cukup berarti.
3.2.3.2 Litologi
Litologi daerah penelitian meliputi satuan breksi vulkanik formasi Cikapundung, breksi vulkanik formasi Cikidang, lava basalt dan lava andesit, endapan epiklastik, dan tufa.
Breksi vulknanik pada formasi Cikidang berwarna coklat-hitam,
terkonsolidasikan, fragmen batuan beku dan batu apung, kemas tertutup, masa dasar halus. Di lapangan singkapan dapat ditemukan sepanjang sungai Cikapundung mulai dari jembatan Siliwangi sampai Curug Dago. Breksi vulkanik ini merupakan endapan jatuhan yang diduga merupakan hasil erupsi terakhir dari Gunung TangkubanParahu. Penyebarannya tidak merata, pada daerah penelitian berada di daerah Selatan, dari Curug Dago menerus ke Selatan sampai batas daerah penelitian.
Gambar 3. 9 Singkapan Breksi Vulkanik Formasi Cikidang Lokasi : Sungai Cikapundung, Cisitu
Lava basalt, berwarna abu-abu kecoklatan, afanitik, kompak, bagian atas terdapat waktu jeda (interval) kaya akan lubang gas, beberapa memperlihatkan struktur kekar kolom. Ditemukan disepanjang lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago menerus kearah Utara sampai Maribaya. Lava ini pengendapannya berupa aliran, dimana aliran melewati sungai Cikapundung dan berhenti sampai di Curug
Dago. Penyebarannya hanya di daerah sekitar alirannya, hal ini dapat terlihat dari kontak lava dengan breksi vulkanik formasi Cikapundung yang berada diatasnya.
Gambar 3. 10 Singkapan Lava Basalt Lokasi : Sungai Cikapundung, THR Juanda
Breksi vulkanik pada formasi Cikapundung berwarna abu-abu muda kecoklatan, terpilah buruk, bentuk butir menyudut tanggung hingga menyudut. berukuran butir piroklastik dari dari lapili sampai blok (80%), fragmen berupa batuan beku, batu apung, masa dasar tuf halus-kasar. Di lapangan ditemui berada diatas lava basalt, beberapa dilembah sungai Cikapundung, lembah anak-anak sungai Cikapundung, pada gua-gua wisata taman raya Ir. H. Juanda, dan pada dinding-dinding sepanjang Dago Pakar. Penyebarannya luas pada daerah penelitian, meliputi hampir bagian Utara dan tengah daerah penelitian.
Gambar 3. 11 Singkapan Breksi Vulkanik Formasi Cikapundung Lokasi : Sekitar Puncrut
Tufa, berwarna coklat–coklat muda muda, berbutir halus, terdapat fragmen mineral batuan beku. Di lapangan terdapat pada anak-anak sungai Cikapundung di beberapa tempat. Penyebarannya di daerah penelitian pada daerah lokal, dimana merupakan sisipan dari breksi vulkanik formasi Cikapundung.
Gambar 3.12 Singkapan Tufa Lokasi : Anak Sungai Cikapundung, Mekarwangi
Aliran lava Andesit berwarna abu-abu berbutir halus, kompak, keras, terlihat berbutir halus, bertekstur fitrofirik dengan tekstur khusus trakitik, fenokris plagioklas, piroksen dengan masa dasar gelas. Singkapannya ditemui di Gunung Batu, di daerah batas Utara penelitian. Penyebarannya di daerah penelitian hanya berupa lokal saja. Dapat diduga lava ini merupakan produk erupsi gunung TangkubanParahu awal.
Endapan Epiklastik, endapan ini muncul di daerah penelitian sebagai suatu lensa-lensa. Endapan ini tidak didapat singkapannya, namun diduga ada berdasarkan data log bor yang ada dan dari hasil pengamatan vegetasi sawah dan lereng yang datar dibanding daerah sekitarnya. Endapan ini dapat muncul akibat dari batuan vulkanik yang mengalami transportasi lanjutan oleh medium air. Dimana komposisi vulkanik yang bercampur berukuran lempung.
3.2.3.3 Struktur Geologi
Secara umum batuan-batuan yang ada pada daerah peneitian merupakan hasil produk letusan gunung api tangkuban perahu atau gunung sunda purba, baik berupa jatuhan maupun lelehan. Endapan vulkanik di daerah penelitian memiliki penyebaran yang tidak merata dimana perlapisan yang dimiliki endapan vulkanik ini secara umum terlihat hampir mendatar.
Gejala strukur yang sangat khas di daerah penelitian hanyalah sesar Lembang. Sesar Lembang yang menjulur dari sebelah Selatan Lembang ke Barat ke Cisarua dan ke Timur melalui Maribaya kearah gunung Manglayang. Sesar ini normal, dimana sebelah Utara sesar relatif turun terhadap sebelah Selatannya. Gejala sesar yang dapat dilihat didaerah penelitian adalah adanya air terjun Curug Omas yang berada didaerah Maribaya, serta adanya gawir tebing pada Gunungbatu.
`
Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian U Skala Legenda Kemiringan Lereng 30-70% Kemiringan Lereng 15-30% Kemiringan Lerang <15% Kemiringan Lereng > 70% 0 500 1000 m Batas Kabupaten/Kotamadya Batas Kelurahan/Desa
Gambar 3. 13 Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian
Skala
U Skala Legenda Breksi Vulkanik Fm. Cikapundung Lava Basalt Breksi Vulkanik Fm. Cikidang Endapan Epiklastik Andesit Sesar Lembang Tuff 0 500 1000 m 0 500 1000 m
3.2.4 Sungai
Sungai utama yang mengalir pada daerah penelitian adalah sungai Cikapundung. Sungai-sungai selain Sungai Cikapundung relatif lebih kecil dari sungai Cikapundung dan mengalir menuju sungai Cikapundung, atau bisa disebut sebagai anak sungai Cikapundung. Arah aliran sungai-sungai yang ada didaereah penelitian secara umum berarah Utara – Selatan.
Berdasarkan tahapan siklus geomorfik (Davis, 1902) , sungai-sungai yang ada pada daerah penelitian masuk kedalam klasifikasi sungai dewasa. Dimana sungai pada tahapan dewasa ini dicirikan oleh erosi lateral telah mulai bekerja, sedimentasi dan erosi mulai sebanding sehingga menghasilkan lembah sungai yang relatif simetris, mulai memperlihatkan kelokan-kelokan dengan sudut yang besar.
Pola aliran sungai pada daerah penelitian merupakan pola sungai yang berbentuk paralel. Dimana pola berbentuk sejajar ini umunya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar serta miring.
Sungai Cikapundung memiliki hulu di sebelah Utara dan berhilir ke Sungai Citarum yang berada di Selatan. Pada daerah penelitian, sungai ini terletak diantara hilir dan hulunya, akan tetapi posisi sungai Cikapundung pada daerah penelitian lebih dekat kearah hulu. Debit rata-rata sungai Cikapundung pada stasiun Gandok sebesar 2.57 m3/detik pada tahun 2003 dan 3.42 m3/detik pada tahun 2004.