• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Ketercapaiannya

Lokasi penelitian terdapat dalam lokasi operasional penambangan PT INCO

bagian west block pada daerah aliran Sungai Lamoare dari hulu hingga hilir dan

bermuara di Danau Matano.

PT INCO sendiri terdapat di Kabupaten Luwu Timur, dengan ibukota Malili yang secara administratif masuk dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan penambangan berada di sekitar Sorowako dan Danau Matano, yang berjarak sekitar 240 km dari Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan.

Kota Sorowako dapat dicapai dari Bandung dengan perjalanan darat ke Jakarta, dilanjutkan dengan pesawat udara Jakarta – Makassar selama 2 jam. Dari Makassar dapat dilanjutkan dengan kendaraan roda 4 ke Palopo – Malili – lokasi kegiatan selama 10-11 jam. Atau dengan satu-satunya penerbangan langsung Makassar - Sorowako selama 2 jam.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Wilayah IUP PT. INCO di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

(2)

3.2 Iklim dan Curah Hujan

Daerah tambang nikel PT. INCO Sorowako memiliki iklim tropis dengan

temperatur antara 25 – 300C. Berdasarkan data dari tahun 1992 sampai tahun

2003, curah hujan di daerah ini cukup tinggi (rata-rata 2900 mm/tahun, data 1992-2003), terendah 2011 mm/tahun (1997) – dan tertinggi 3868 mm/tahun (1995), dimana hampir setiap bulan selalu ada hujan turun. Data curah hujan bulanan dari tahun 1992 sampai tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Curah hujan Sorowako tahun 1992-2003

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des

1992 229.70 203.10 366.50 387.90 533.00 201.10 301.90 98.60 135.50 111.90 203.60 338.60 3111.40 1993 229.80 238.70 417.90 457.20 416.60 302.10 262.80 45.40 45.20 85.70 182.20 252.50 2936.10 1994 197.70 111.50 601.20 510.00 491.50 279.40 119.60 84.60 116.10 86.10 114.10 414.70 3126.50 1995 308.60 425.40 388.40 491.40 384.60 271.40 386.10 227.30 240.20 260.40 298.80 185.90 3868.50 1996 252.00 374.80 161.10 260.80 359.00 351.10 288.80 194.90 159.90 551.90 198.40 67.80 3220.50 1997 281.30 174.50 192.10 269.60 149.30 121.70 230.40 1.30 9.70 134.20 96.70 350.60 2011.40 1998 94.40 214.50 152.40 283.70 385.30 325.60 277.90 143.80 115.80 211.30 248.30 256.40 2709.40 1999 157.00 215.50 192.10 167.50 242.80 354.10 116.20 155.60 196.10 103.70 295.20 153.60 2349.40 2000 293.90 119.70 288.70 349.50 194.40 467.00 229.40 321.10 72.60 315.40 353.60 36.00 3041.30 2001 278.30 204.30 253.40 489.60 392.60 248.70 96.30 38.20 100.90 92.90 342.90 249.70 2787.80 2002 129.90 252.60 501.19 394.20 565.30 251.70 134.00 20.10 33.60 17.00 146.20 280.40 2726.19 2003 314.20 231.60 389.90 375.60 348.50 94.30 217.20 286.16 134.30 185.30 258.30 280.30 3115.66 Bulan Tahun Total

Sumber: Enviro. Dept. PT. INCO, 2005

3.3 Geologi Regional

Secara fisiografis daerah Malili dan sekitarnya termasuk dalam Mendala Geologi Sulawesi Timur dan Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu Koro yang berarah hampir Utara Selatan. Batuan yang tersingkap adalah Formasi Larona, Formasi Tomata, Formasi Matano, Endapan luvial dan Danau serta Komplek Ultrabasa dan Melange Wasuponda.

Endapan Aluvial dan Danau yang terdiri dari lumpur, lempung, kerikil dan kerakal tersebar di sekitar pinggiran Danau Matano dan daerah pesisir dekat Teluk Bone. Formasi Larona yang terdiri dari batuan konglomerat, batupasir dan batulempung dengan sisipan tufa berada di daerah Balambano dan Bulu Talu.

(3)

Formasi Tomata yang terdiri dari perselingan serpih, batupasir dan konglomerat sisipan napal dan lignit berada di daerah utara dari peta, tepatnya di sekitar Bulu Pangkabe. Formasi Matano yang berumur Kapur Atas disusun oleh batugamping hablur dan kalsilutit, napal, serpih, sisipan rijang dan batusabak, formasi ini diendapkan di lingkungan laut dalam. Melange Wasuponda yang berada di daerah selatan dari peta (Bulu Batupute) terdiri dari berbagai bongkah asing serpentinit, sekis, amfibolit dan batuan ultramafik. Terakhir Kompleks Ultrabasa terdiri atas harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentin dan dunit. Batuan Ultramafik berbatasan sesar naik dengan Formasi Matano, dicirikan oleh suatu lajur batuan terserpentinkan dengan ketebalan mencapai puluhan meter.

Struktur penting di daerah ini adalah sesar dan kekar selain itu terdapat perdaunan. Secara umum kelurusan sesar berarah baratlaut-tenggara. Sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar Matano dan sesar Palu-Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut-tenggara, dan menunjukkan gerak mengiri. Keduanya bersatu di bagian baratlaut dari lembar peta. Diduga kedua sesar tersebut terbentuk sejak Oligosen, dan bersambungan

dengan sesar Sorong sehingga merupakan satu sistem sesar transform. Sesar lain

yang lebih kecil berupa tingkat pertama dan/atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut. Dengan demikian sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar Matano-Palu-Koro.

(4)

Danau Matano

Danau

Mahalona

Danau Towuti

Teluk Bone

Lokasi

Penelitian

PETA GEOLOGI

DANAU MATANO

DAN SEKITARNYA

Aluvial

Endapan Danau Formasi Larona Formasi Tomata Formasi Matano Melange Wasuponda Kompleks Ultrabasa

Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

Lempung, pasir dan kerikil

Batupasir, konglomerat, dan batulempung dengan sisipan tufa

Perselingan serpih, batupasir, dan konglomerat dengan sisipan napal dan lignit

Batugamping hablur dan kalsilutit, napal dan serpih dengan sisipan rijang dan batusabak

Hatzburgit, lherzolite, wehrlit, websterit, serpentinit, dunit, gabro dan diabas

Berbagai bongkah asing serpentinit, sekis amfibolit, doloritmalih, batugamping terdaunkan, batuan ultramafik, eklogit dan masa dasar lempung merah bersisik

Soro Nuha Balantang Malili BULU PANGKABE BULU WAWOUSOA BULU TAIPA Matano BULU BATUPUTE BULU LADU Balambano BULU TANDOLE BULU TAMBUNUNA BULU TALU 0

1

2 Km

U

Gambar 3.2 Peta Geologi Daerah Penelitian

wako

(5)

3.4. Morfologi dan Topografi

Berdasarkan pengamatan lapangan dan pengamatan peta topografi, maka morfologi daerah penelitian terdiri dari 2 satuan morfologi utama, yaitu satuan morfologi perbukitan bergelombang dan satuan morfologi daerah dataran rendah.

Morfologi detail di lokasi penelitian terus berubah akibat adanya aktivitas penambangan. Secara umum, morfologi daerah penelitian termasuk dalam satuan perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 380 sampai 800 meter di atas permukaan laut. Satuan morfologi dataran hanya terdapat di sekeliling Danau Matano, tidak terlalu luas, hanya beberapa ratus meter saja dari tepi danau (Irwan Iskandar, 2005).

Pola sungai yang ada berupa pola sungai dendritik yang mengalir menuju kearah utara menuju Danau Matano. Pada umumnya, sungai yang ada tergolong sebagai sungai yang berumur relatif muda. Hal ini terlihat dari lebar dan kedalaman sungai yang tidak terlalu besar, disamping masih terjadinya erosi pada daerah pinggiran sungai. Morfologi daerah studi di sepanjang Sungai Lamoare dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Pada daerah DAS lamoare sendiri terdapat 5 bukit yang signifikan mempengaruhi daerah aliran sungainya dan besar debit Sungai Lamoare, yaitu Harapan, Inalahi, Koro, Konde dan Sumasang. Dimana kelima bukit tersebut berada di dalam area DAS dan sebagai batas dari DAS sungai lamoare tersebut.

Anak sungai yang terdapat pada badan sungai Lamoare terdapat pada

percabangan saluran outlet water treatment dan saluran outlet Kuala Lumpur

Pond, Inlet Rante Pond yang berasal dari Konde Pond serta beberapa sungai kecil yang mengalir saat hujan.

Badan Sungai Lamoare juga dialirkan melalui beberapa kolam pengendapan seperti Kockum, Yani, dan Rante. Selain itu, beberapa kolam pengendapan juga

(6)

mengalirkan airnya keluar menuju badan sungai Lamoare seperti Konde Pond, Kuala Lumpur Pond dan Pakalangkai Pond.

U

Keterangan: Sungai, Batas DAS

Gambar 3.3 Peta Topografi DAS Lamoare

Secara umum, area penambangan pada DAS Lamoare memiliki elevasi yang bergradasi menurun dari selatan menuju utara hingga ke Danau Matano. Hal ini mengakibatkan aliran sungai Lamoare akan bergerak dari selatan menuju utara dan debitnya bertambah seiring dengan penambahan dari beberapa anak sungai baik yang mengalir sepanjang tahun maupun yang hanya mengalir saat hujan.

(7)

Sedangkan pada arah timur barat, secara umum, DAS Lamoare memiliki daerah yang tinggi pada daerah timur dan daerah barat. Dan pada bagian tengah terbentuk semacam cekungan tempat mengalirnya sungai Lamoare.

3.5. Hidrologi dan Hidrogeologi Umum

Curah hujan daerah penelitian ini termasuk dalam DAS Lamoare yang memiliki satu sungai utama, yaitu Sungai Lamoare yang mendapatkan kontribusi debit dari beberapa anak sungainya. Curah hujan sendiri dapat diketahui dari stasiun

pengamat yang terdapat di lokasi plant site penambangan PT INCO, sehingga

pembagian daerah hujan hanya ada satu.

Sistem airtanah yang terdapat pada daerah penelitian ini terdiri dari 2 sistem air tanah, yaitu sistem airtanah bebas dan sistem airtanah tertekan. Dimana terjadi interaksi antara air permukaan dengan sistem airtanah bebas secara langsung, dan tidak terjadi interaksi dengan sistem airtanah tertekan.

Interaksi Sungai Lamoare terhadap sistem airtanah bebas adalah sistem sungai

influent dimana muka airtanah berada di bawah sistem air di sungai dan air sungai mengisi airtanah yang ada di bawahnya. Gambaran dari pola interaksi ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

S. Lamoare

Zona tidak jenuh

Zona jenuh/aquifer

Gambar 3.4 Pola Interaksi S. Lamoare dengan Sistem Airtanah (Irwan Iskandar, 2005)

(8)

Konde Menjangan Sumasang Songko Pakalangkai Pakalangkai Utara Danau Matano Wawono Harapan Pongsesa Batu Sampe Rante Inalahi Koro North U

Gambar 3.5 Pola dan Arah Aliran Airtanah di DAS Lamoare (Irwan Iskandar, 2005)

3.5.1 Sistem Airtanah A

Sistem airtanah pertama merupakan sistem airtanah bebas dengan media berpori berupa pasir-pasir lempungan dari endapan sungai dan danau dan mendominasi bagian Utara DAS Lamoare dengan ketebalan antara 10 sampai 20 meter dan muka airtanah yang dangkal antara 1 sampai 8 meter di bawah permukaan tanah daerah setempat.

Sistem airtanah ini memiliki akifer dengan kelulusan kelulusan cukup baik yaitu

antara 10-5 sampai 10-6 m/detik. Aliran airtanah pada sitem akifer ini mengalir

dengan gradien hidraulik landai dan hampir homogen antara 0,001 sampai 0,01 ke

(9)

fungsi dari K dan gradien hidraulik diperkirakan antara10-7 sampai 10-9 m/det atau rata-rata antara 0,3 sampai 5 m/tahun.

3.5.2 Sistem Airtanah B

Sistem airtanah kedua merupakan sistem airtanah tertekan yang merupakan sistem airtanah gabungan antara media rekahan (sistem kekar) dan medium pori hasil lapukan batuan ultrabasa. Sistem airtanah ini terbagi menjadi 2 subsistem, yaitu sistem airtanah tertekan (sub sistem B1) dan sistem airtanah bebas (sub sistem B2).

Subsistem B1 hanya berada pada bagian utara daerah penelitian hingga Danau Matano, di mana masih terdapat lapisan lempung kedap (dengan warna hitam kecoklatan) yang diduga merupakan endapan danau atau rawa. Hal ini menyebabkan akifer ini menjadi tertekan. Bahkan pada titik tertentu terdapat sumur bor dengan muka airtanah diatas muka tanah setempat. Batas pasti dan ketebalan dari sistem airtanah tertekan ini belum dapat diketahui.

Subsistem yang kedua (subsistem B2) yang masih berada pada sistem airtanah yang sama merupakan sistem airanah bebas. Hal ini terjadi karena, penyebaran lapisan batuan penyekatnya tidak menerus dari selatan hingga utara. Akuifer ini juga terdapat pada daerah yang lebih tinggi dari subsistem B1 dan tidak lagi jenuh air; sehingga sistem airtanahnya merupakan sistem airanah bebas. Pola dan arah aliran airtanah dapat dilihat pada Gambar 3.6.

(10)

M u k a A ir ta n a h S is te m A ir ta n a h 1 M u k a A ir t a n a h S is te m A ir t a n a h 2 A L L U V I A L ( S A N D D O M I N A T E D ) C L A Y L I M O N I T - S A P R O L I T B L U E Z O N E ( F R A C T U R E D R O C K ) W A T E R T A B L E L I T H O L O G Y H Y D R O S T R A T I G R A P H Y A Q U I F E R 1 C O N F I N E D / I M P E R M E A B L E L A Y E R A Q U I F E R 2 S E M I P E R M E A B L E L A Y E R D A N A U M A T A N O K e lu a r n y a S is te m A ir ta n a h 1 K e lu a r n y a S is te m A ir ta n a h 2

Gambar 3.6 Sketsa Sistem dan Arah Aliran di Kedua Sistem Airtanah (Irwan Iskandar, 2005)

Gambar

Gambar 2.1  Peta Lokasi Wilayah IUP PT. INCO di Kabupaten Luwu Timur,  Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 3.1 Curah hujan Sorowako tahun 1992-2003
Gambar 3.2 Peta Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3.3 Peta Topografi DAS Lamoare
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bermakna bahwa dalam konteks pembelajaran atau penilaian, pertanyaan atau soal pada kategori tingkat paling bawah (C1) meminta pemikiran sederhana

Berdasarkan survey sementara yang peneliti amati di SMPIT Qordova Rancaekek, peneliti memperoleh beberapa informasi diantaranya bahwa sekolah tersebut telah menyandang terakreditasi

biaya overhead per unit: Bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi tetap per bulan terdiri dari: biaya overhead tetap per bulan

Proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam merepresentasikan permasalahan (terutama representasi secara mate- matis) yang berkaitan dengan

Setelah mengisi daftar pertanyaan dalam formulir tersebut, anda dapat menyimpannya dengan melakukan klik pada tombol simpan yang terdapat pada bagian bawah layar anda.

Dalam istilah lain dijelaskan bahwa sistem distribusi adalah keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang

Kombinasi ekstrak daun kumis kucing, ekstrak herba seledri dan ekstrak buah mengkudu mengandung senyawa utama sinensetin, apigenin dan skopoletin diduga tidak toksik

Sukses Pratama di wilayah Kabupaten dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung adalah dimulai dari sejak awal perusahaan tersbut menggunakan dan