• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) 4.1.1 Sejarah Kawasan

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki satu atau lebih ekosistem alam utuh tidak terganggu yang dikelola dengan sistem zonasi yang berperan sebagai penyedia air bagi beberapa kota besar di Jawa Barat. Selain itu, didalamnya terdapat jenis tumbuhan atau satwa beserta habitatnya, juga tempat-tempat yang secara geomorfologis bernilai untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, budaya, rekreasi dan pariwisata. Tidak hanya itu, perkembangan lebih jauh memperlihatkan bahwa Taman Nasional dapat menjadi penyedia alternatif pendapatan bagi masyarakat di sekitarnya.

Tingginya nilai keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yang mendorong UNESCO untuk menetapkan kawasan ini sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1977, jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional. Kemudian pada tahun 1980, kawasan TNGP menjadi salah satu dari 5 kawasan konservasi pertama yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai Taman Nasional

Tugas dan fungsi utama TNGP yakni untuk melindungi sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman hayati dan menyediakan sumberdaya alam hayati untuk pemanfaatan secara berkelanjutan. Kawasan ini memiliki sumberdaya hutan yang relatif masih terjaga dengan baik.

4.1.2 Letak dan Luas Kawasan

Luas kawasan TNGP mencapai 15.196 Ha dan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGP mengalami perluasan dari Perum Perhutani menjadi 21.975 Ha. Perluasan kawasan TNGP dapat dilihat pada Lampiran 13.

(2)

Secara geografis TNGP terletak antara 106o¶-107o¶ %7 GDQ o ¶-6o¶ /6 GDQ VHFDUD DGPLQLVWUDWLI SHPHULQWDKDQ ZLOD\DK 71*3 PHQFDNXS  (tiga) Kabupaten, yaitu:

Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor. Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi.

Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur. 4.1.3 Kondisi Fisik

4.1.3.1 Topografi

Kawasan TNGP merupakan kawasan gunung berapi yang terbagi menjadi dua kawasan, yakni Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Gunung Pangrango (3.019 mdpl). Topografi kawasan bervariasi mulai dari dataran landai hingga bergunung. Kisaran ketinggiannya berkisar antara 700 mdpl dan 3000 mdpl. Sebagian besar kawasan TNGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagaian kecil lagi merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu rawa Gayonggong.

Pada bagian Selatan kawasan yaitu daerah Situgunung. Daerah tersebut memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukit-bukit (seperti Bukit Masigit) dengan kelerengan 20-80%. Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian Timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk tapal kuda, sepanjang ± 2.500 meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Data kelas lereng kawasan TNGP seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Kelas lereng kawasan TNGP

Simbol Kelas Lereng (%) Luas (Ha) Prosentase (%) Keterangan A 0-3 % 227,94 1,5 Datar B 3-8 % 531,86 3,5 Landai C 8-15 % 759,8 5 Berombak D 15-25 % 2127,44 14 Bergelombang E 25-40 % 4102,92 27 Berbukit F > 40 % 7446,04 49 Bergunung

JUMLAH 15,196 100 Luas Total TNGP Sumber: Statistik Balai TNGP 2006

(3)

4.1.3.2 Iklim dan Hidrologi

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, TNGP termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu TNGP merupakan salah satu daerah terbasah di pulau Jawa. TNGP memiliki curah hujan yang tinggi antara 3000-4000 mm. Berikut data kondisi iklim kawasan TNGP sebagaimana pada Tabel 3.

Tabel 3 Kondisi iklim kawasan TNGP

Iklim (Klasifikasi Schmidt-Ferguson) Tipe A Nilai Q = 5-9 % Curah Hujan Tinggi

Rata-rata 3000-4000 mm

Suhu 10OC (siang hari) dan 5OC (malam hari) Kelembaban udara 80-90%

Kelembaban tinggi menyebabkan terbentuk tanah \DQJNKDV³SHDW\VRLO´

Angin Muson Bulan Desember-Maret (Penghujan); angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan tinggi Musim kemarau, angin bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan rendah.

Sumber: Statistik Balai TNGP 2006

Kawasan TNGP merupakan hulu dari DAS Citarum (Cianjur) dan DAS Citanduy (Bogor). Data keadaan hidrologi kawasan TNGP seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Keadaan hidrologi kawasan TNGP

Peta Hidro-Geologi Skala 1:250.000 (Direktorat Geologi Tata Lingkungan 1986)

Sebagian besar akuifer daerah air tanah langka Sebagian kecil akuifer produktif sedang. Debit air tanah kurang dari 5 liter per detik Daerah produktif kandungan

sumber air tanah

Kaki Gunung Gede, Cibadak-Sukabumi, mutu memenuhi persyaratan air minum disamping untuk irigasi

Hidrologi 58 sungai dan anak sungai:

Bogor: 17 sungai dan anak sungai (Diantaranya Cisadane, Cisarua, Cimande, Cibogo dan Ciliwung)

Cianjur: 20 sungai dan anak sungai (Diantaranya Cikundul, Cimacan, Cibodas, Ciguntur, Cisarua dan Cibeleng)

Sukabumi: 23 sungai dan anak sungai (Diantaranya Cibeureum, Cipelang, Cipada, Cisagaranten, Cigunung, Cimahi, Ciheulang dan Cipanyairan)

Kualitas air Baik, sumber air utama bagi kota-kota sekitarnya Lebar Sungai Hulu 1-2 meter ; Hilir 3-5 meter

Fisik Sungai Sempit, dan berbatu besar pada tepi sungai bagian hilir

(4)

4.1.3.3 Tanah

Merujuk peta tanah tinjau provinsi Jawa Barat skala 1:250.000 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1966), jenis-jenis tanah yang mendominasi kawasan TNGP adalah latosol coklat, asosiasi andosol, coklat dan regosol coklat, kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuf, dan batuan vulkan intermedier sampai dengan basis. Data tanah kawasan TNGP seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis tanah kawasan TNGP

No Jenis Tanah Lokasi Deskripsi Jenis 1 Latosol coklat tuf volkan

intermedier.

Lereng paling bawah G. Gede Pangrango (Dataran Rendah).

Mengandung tanah liat dan tidak lekat serta lapisan sub soilnya gembur yang mudah ditembus akar dan lapisan dibawahnya tidak lapuk, juga merupakan tanah subur dan dominan. Tanah latosol mempunyai perkembangan profil dengan solum tebal (2 m), coklat hingga merah dengan perbedaan antara horizon A dan B tidak jelas, tingkat keasamaannya sekitar 5,5 -6,5.

2 Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat.

Lereng-lereng gunung lebih tinggi.

Tanahnya mengalami pelapukan lebih lanjut.

3 Kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuf dan batuan volkan intermedier sampai dengan basis.

Kawasan G.Gede dan Pangrango berasal dari hasil kegiatan gunung api.

Warna gelap, porositas tinggi, struktur lepas-lepas dan kapasitas menyimpan air tinggi. Di kawah G. Gede ditemukan jenis litosol yang belum lapuk, juga dipunggung G. Gemuruh bagian tenggara tempat pencucian pada permukaan tanah telah menghasilkan tanah regosol berpasir. Sumber: Statistik Balai TNGP 2006

4.1.4 Kondisi Biologi

4.1.4.1 Tipe Ekosistem

Secara umum tipe-tipe ekosistem kawasan TNGP dibedakan menurut ketinggiannya yaitu ekosisitem sub mRQWDQD ”PGSO ekosistem montana (1.500-2.400 mdpl) dan ekosistem sub alpin (>2.400 mdpl). Ekosistem hutan sub montana dan montana memiliki keanekaragaman hayati vegetasi yang tinggi dengan pohon-pohon besar, tinggi dan memiliki 3 strata tajuk. Strata paling tinggi (30-40 m) didominasi oleh jenis Litsea spp. Pada ekosistem sub alpin memiliki strata tajuk sederhana dan pendek yang disusun oleh jenis-jenis pohon kecil (kerdil), dengan tumbuhan bawah yang tidak terlalu rapat. Tinggi pohon tidak

(5)

lebih dari 10 m, hanya memiliki satu lapisan kanopi yang berkisar antara 4 sampai 10 m. Pepohonan di hutan ini berdiameter kecil dan pada batangnya diselimuti dengan lumut Usnea sp. yang tebal. Keanekaragaman jenis jauh lebih rendah dibanding dengan tipe hutan lain.

4.1.4.2 Potensi Flora

Kawasan TNGP memiliki potensi kekayaan flora yang tinggi dan keunikan dalam ekosistemnya. Karena potensi keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya, Gunung Gede dan Gunung Pangrango sering dijadikan salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama. Lebih kurang 1.000 jenis flora dengan 57 famili ditemukan di kawasan ini, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) 925 jenis, tumbuhan paku 250 jenis, lumut 123 jenis dan jenis ganggang, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya. Salah satu ciri TNGP yakni memiliki pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m yang dapat ditemukan di sekitar jalur pendidikan wilayah Resort Cibodas. Jenis puspa terbesar dengan diameter 149 cm ditemukan di jalur pendakian Selabintana-Gunung Gede, dan pohon jamuju terbesar di wilayah pos Bodogol.

Kawasan ini juga memiliki jenis-jenis flora unik dan menarik, diantaranya kantong semar (Nepenthes gymnamphora ³VDXGDUDVLEXQJDEDQJNDL´ Rafflesia rochusseni  ³VL EXQJD VHPELODQ WDKXQ´ Strobilanthus cernua). Tercatat sekitar 199 jenis anggrek di kawasan ini. Saat ini telah dilakukan pemetaan sebaran beberapa jenis flora yang ada di kawasan TNGP. Kawasan TNGP terbagi ke dalam beberapa zona dengan berbagai tipe vegetasi, yaitu :

a. Zona Sub Montana

Zona ini mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi baik pada tingkat pohon besar, pohon kecil, semak belukar maupun tumbuhan bawah. Jenis pohon besar yang paling dominan yaitu puspa (Schima wallichii). Jenis tumbuhan lainnya yang ada adalah walen (Ficus ribes), Syzygium spp, saninten (Castanopsis argantea), pasang (Quercus sp.), rasamala (Altingia excelsa) dan sebagainya. Jenis perdu yang terdapat pada zona ini adalah Ardisia fuliginbia, Pandanus sp., Pinanga sp. dan Laportea stimulans.

(6)

Sedangkan jenis tumbuhan bawah pada zona sub montana adalah Begonia sp., Cyrtandra picta dan Curculigo latifolia.

b. Zona Montana

Keadaan vegetasi di zona montana dalam hal keanekaragaman jenis dan kerapatannya tidak jauh berbeda dengan keadaan zona sub montana. Jenis-jenis pohon yang dominan adalah jamuju (Podocarpus imbricatus), pasang (Quercus sp.), kiputri (P. neriifolius), Castanopsis spp. dan rasamala (Altingia excelsa). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada zona montana adalah Strobilanthes cermuis, Begonia spp. dan Melastoma spp. Pada ketinggian antara 2100-2400 mdpl banyak dijumpai jenis paku-pakuan atau kelompok tanaman epifit, yaitu Cythea tomentosa, paku sarang burung (Asplenium nidus) dan Plagiogria glauca. Sedangkan jenis-jenis anggrek, antara lain adalah Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbiddium sp., Eriates sp., Chynanthus radicans dan Calanthe sp.

c. Zona Sub Alpin

Keadaan vegetasi di zona sub alpin berbeda dengan keadaan zona sub montana dan zona montana. Pada umumnya keadaan pohon di zona ini relatif pendek dan kerdil, semak belukar relatif jarang, tumbuhan bawah jarang ditemukan dan miskin akan jenis, hanya merupakan satu lapisan tajuk. Jenis pohon yang mendominasi zona sub alpin adalah edelweis (Anaphalis javanica), jirak (Symplocos javanica), ki Merak (Eurya acuminata), cantigi (Vaccinium varingifolium) dan ki tanduk (Leptospernium flanescens).

Selain tiga tipe ekosistem utama tersebut ditemukan beberapa tipe ekosistem khas lainnya yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat, ekosistem tersebut adalah ekosistem rawa, ekosistem kawah, ekosistem alun-alun, ekosistem danau dan ekosistem hutan tanaman.

4.1.4.3 Potensi Fauna

Selain flora, kawasan TNGP menyediakan habitat bagi beranekaragam fauna, antara lain mamalia, reptilia, amfibia, aves, insekta dan kelompok satwa tidak bertulang belakang. Terdapat insekta lebih dari 300 spesies, reptilia 75 spesies, mamalia lebih dari 110 spesies, burung (Aves) 251 jenis atau lebih dari 50% dari jenis burung yang hidup di Jawa. Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)

(7)

GLWHWDSNDQVHEDJDL³6DWZD'LUJDQWDUD´PHODOXL Keputusan Presiden No.4 tanggal 9 Januari 1993. Kawasan TNGP juga merupakan habitat bagi 110 jenis mamalia, diantaranya owa jawa (Hylobates molochi) yang langka, endemik dan unik; anjing hutan (Cuon alpinus) yang sudah semakin langka dan kijang (Muntiacus muntjak). Untuk amfibi di kawasan ini, terdapat tiga jenis katak yang dikategorikan sebagai jenis yang jarang (rare species), masing-masing adalah kodok bertanduk, katak asia, dan katak merah. Sedangkan serangga yang paling menarik dan banyak ditemukan di kawasan ini adalah kupu-kupu. Selain itu masih banyak juga yang dijumpai adanya kumbang, tawon/lebah, kunang-kunang, dan lain sebagainya.

4.1.5 Potensi Wisata

Kawasan Taman Nasional Gede Pangrango juga merupakan objek wisata alam yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun internasional. Beberapa lokasi atau obyek yang menarik untuk dikunjungi yaitu telaga biru yakni sebuah danau kecil yang selalu tampak biru diterpa sinar matahari, air terjun cibereum, air panas, kandang batu untuk kegiatan perkemahan dan pengamatan satwa, puncak dan kawah gunung gede, serta alun-alun surya kencana.

4.1.6 Kelembagaan

Pengelolaan TNGP dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 6186/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang organisasi Balai Taman Nasional, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29/Menhut-II/2006. Berdasarkan tipologinya balai TNGP termasuk kedalam Tipe B setingkat eselon II, dibantu oleh 4 pejabat eselon IV meliputi Kepala Sub Bagian Tata Usaha berkedudukan di Kantor Balai, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I di Sukabumi, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II di Bogor dan Seksi Konservasi Wilayah III di Cianjur (Lampiran 3). Selaku UPT Pusat, Kepala Balai bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.

Dalam menjabarkan tugas dan fungsinya untuk mewujudkan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, Balai TNGP melalui Kepala Balai

(8)

menerbitkan Surat Keputusan No.28/IV-T.12/2005 tanggal 26 Juli 2006 tentang jabatan dan tugas pegawai lingkup Balai TNGP yang mengatur penempatan petugas sesuai jabatannya baik yang berada di Kantor Balai maupun ke-3 Seksi Konservasi Wilayah. Hal ini mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.355/Kpts-II/2004 buku V tentang uraian tugas dan jabatan dari setiap personil Balai Taman Nasional.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan kawasan serta mengoptimalkan tenaga fungsional yang berada di Balai TNGP, telah diambil kebijakan kelembagaan melalui Surat Keputusan Kepala Balai No. 09/IV-T.12/2005 tentang organisasi, Wilayah Kerja dan Tata Hubungan Kerja, yang memasukkan unsur Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) sebagai satuan terdepan di dalam pengelolaan kawasan. Resort yang telah ditetapkan sebanyak 13 satuan dengan personil sebanyak 4-8 orang yang disesuaikan dengan tingkat permasalahannya. Setiap resort memiliki 2 tugas utama yang harus diemban yaitu tugas kedalam kawasan untuk melakukan patroli rutin, fungsional, gabungan (tugas pengamanan) dan tugas keluar kawasan untuk pembinaan masyarakat, penyuluhan, penggalian permasalahan dan potensi desa sesuai wilayah kerjanya.

4.1.7 Aksesibilitas

Aksesibilitas Gunung Gede Pangrango mencakup keseluruhan resort Cibodas. Aksesibilitas seluruh resort disajikan pada Tabel 6.

(9)

Tabel 6 Jarak dan aksesibilitas kawasan TNGP

No Resort Lokasi Administratif Keterangan Kabupaten Kecamatan Desa Jalan Kab.

1. Cibodas Cianjur Pacet Cimacan 3/Hotmix Lapangan Golf 2. Gn. Putri Cianjur Pacet Sukatani 11/Hotmix Masyarakat/

Perhutani 3. Sarongge Cianjur Pacet Ciputri 5/Hotmix Masyarakat/

Perhutani 4. Gedeh Cianjur Wr.Kondang Bunikasih 7/Aspal PTP. Gedeh 5. Goalpara Sukabumi Sukaraja Langensari 10/Aspal PTP. Gedeh 6. Selabintana Sukabumi Sukabumi Sudajaya

Girang

11/Hotmix PTP. Goalpara 7. Situgunung Sukabumi Kadu Dampit Gede

Pangrango

10/Aspal Perhutani

8. Cimungkat Sukabumi Kadu Dampit Cikahuripan 6,5/Aspal PT. Ciguha 9. Nagrak Sukabumi Caringin Kalaparea 9/Aspal Perhutani 10. Bodogol Bogor Cicurug Benda - PT. PAP dan

Perhutani 11. Cimande Bogor Caringin Pancawati 9/Aspal Masyarakat 12. Tapos Bogor Ciawi Citapen 10/Aspal Masyarakat 13. Cisarua Bogor Megamendung Sukagalih 11/Aspal PTP.Gn.Mas Sumber: Statistik Balai TNGP 2006

4.2 KPH Cepu

4.2.1 Letak dan Luas Kawasan

Berdasarkan peta geografis, KPH &HSX WHUOHWDN DQWDUD ƒ´-ƒ´ BT GDQ ƒ´-ƒ´ /S. Secara administratif wilayah KPH Cepu meliputi Kabupaten Blora dan Kebupaten Bojonegoro, dengan luas kawasan sebesar 33.047,3 Ha yang terdiri atas Kabupaten Blora sebesar 27.098,2 Ha dan Kabupaten Bojonegoro sebesar 5.949,1 Ha (keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Tanggal 16 Juni 1952 No.73/Um/52).

Secara umum, kawasan hutan Cepu di bagian utara terletak pada pegunungan Kendeng, di bagian barat termasuk ke dalam DAS Lusi, sedangkan di bagian selatan merupakan kawasan penyangga aliran Sungai Bengawan Solo. Adapun batas-batas wilayah KPH Cepu ialah :

a. Sebelah Utara : KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jateng b. Sebelah Timur : KPH Parengan, Perum Perhutani Unit II Jatim c. Sebelah Selatan : Sungai Bengawan Solo

(10)

Guna kegiatan perencanaan hutan, maka wilayah hutan KPH Cepu dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) bagian hutan (BH) beserta luas arealnya yang tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7 Pembagian wilayah hutan KPH Cepu

No. Bagian Hutan Luas areal (Ha)

1. BH Payaman 3.376,3 2. BH Cabak 4.506,8 3. BH Nanas 4.979,7 4. BH Ledok 4.453,3 5. BH Kedewan 5.949,1 6. BH Kedinding 5.007,2 7. BH Blungun 4.792,9 JUMLAH 33.047,3 Sumber: Sekilas Mengenal KPH Cepu, Perum Perhutani KPH Cepu (2005)

4.2.2 Kondisi Fisik

4.2.2.1 Topografi

Keadaan lapangan wilayah KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang, dan sebagian kecil berbukit yang disela-selanya terdapat mata air yang menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar lokasi tersebut, seperti sumber air Kedung Pupur Petak 74 dan Petak 75 BKPH Ledok, sumber air Sendang Jambe petak 78 RPH Nglobo, BKPH Nglobo dan sumber air Banyu Urip yang terdapat di Petak 42 RPH Pasarsore. Adapun ketinggian lokasi dari permukaan laut berkisar 30-250 m dpl. Kondisi lapangan kawasan hutan khususnya bagian hutan KPH Cepu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu

No Bagian Hutan Konfigurasi Lapangan

1. Payaman Miring, bergelombang, sedikit berbukit 2. Cabak Miring, bergelombang

3. Nanas Miring, berbukit, sangat bergelombang 4. Kedewan Miring, landai, datar sangat bergelombang 5. Ledok Miring, bergelombang sedikit curam di tepi sungai 6. Kedinding Miring, landai, sangat bergelombang

7. Blungun Datar, sangat berbukit, bergelombang Sumber: RPKH KPH Cepu Jangka 2003-2012 diacu dalam Aprilia (2006)

(11)

4.2.2.2 Iklim dan Curah Hujan

Iklim wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis yang ditandai oleh adanya musim hujan yang bergantian sepanjang tahun. KPH Cepu terletak pada ketinggian 30-250 m dpl, beriklim tipe C dan D menurut Ferguson dan Schmidt. Lingkungan dengan tipe iklim ini sangat cocok untuk ditanami tegakan jenis Jati (Tectona grandis). Temperatur rata-rata yaitu 26ºC dan curah hujan rata-rata sebesar 1.636 mm/tahun.

Iklim dan curah hujan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelembaban udara, dimana kelembaban menentukan perkembangan serangga dalam satu atau lebih fase hidupnya. Data curah hujan dan hari hujan di wilayah hutan Cepu pada tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2.2.3 Tanah

Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berbatu (kapur) dengan empat jenis tanah, yaitu Litosol, Grumosol, Mediteran dan Aluvial. Jenis tanah yang mendominasi berupa jenis tanah Grumosol kelabu tua dan asosiasi Grumosol coklat keabuan serta kelabu kekuningan.

4.2.3 Kelembagaan

KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur (ADM), dengan dibantu oleh 5 Ajun Administratur. Tiap-tiap Ajun Administratur membawahi bagian-bagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan.

Struktur pelaksanaan pengelolaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (KBKPH/Asper) dan 34 orang Kepala setingkat KBKPH/Asper, yaitu 3 orang Kepala TPK dan Kepala Bangun-bangunan (bangunan asset Perhutani). Adapun satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala RPH (KRPH/Mantri), sedangkan terkait kegiatan pengelolaan hutan, KPH Cepu menerapkan pembagian wilayah-wilayah kerja.

KPH Cepu terbagi ke dalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SKPH Cepu Utara dan SKPH Cepu Selatan. Masing-masing SKPH terbagi kedalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), dengan keseluruhan

(12)

jumlahnya yaitu 12 BKPH. Jumlah BKPH di KPH Cepu dan luas masing-masing BKPH tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9 Pembagian wilayah kerja KPH Cepu

Sub KPH Cepu Utara Sub KPH Cepu Selatan

BKPH RPH Luas BKPH (Ha) BKPH RPH Luas BKPH (Ha)

1.Wonogadung 1. Nglamping 2.410,0 7. Ledok 21. Gianti 2.938,2 2. Ketringan 22.Gagakan

3. Kedungprahu 23. Kejalen

2.Cabak 4. Kemuning 2.650,5 8. Kendilan 24. Gerdusapi 2.922,1 5. Cabak 25. Ngasahan

6. Pengkok 26. Mejurang

3.Nanas 7. Talun 2.576,9 9. Pasarsore 27. Ngawenan 2.993,5 8. Nanas 28. Pasarsore

9. Bleboh 29.Temengeng

4.Nglebur 11. Bulak 2.643,1 10. Nglobo 30. Nglobo 2.911,5 12. Nglebur 31. Dulang

13. Sumberjo 32. Kaliklampok 33. Jomblang 34. Klopoduwur

5.Kedewan 14. Beji 2.739,8 11. Blungun 35. Payaman 2.360,0 15. Kedewan 36. Ngodo

16. Dandangilo 37. Blungun

6.Sekaran 17. Kawengan 3.208,5 12. Pucung 38. Galuk 2.681,9 18. Ngelo 39. Pucung

19. Sekaran 40. Wadung 20. Kasiman 41. Klompok

Luas Sub KPH Cepu Utara 16.239,8 Luas Sub KPH Cepu Selatan 16.807,2

Luas total area KPH Cepu = 16.239,8 ha + 16.807,7 ha = 33.407,3 Ha

Gambar

Tabel 2  Kelas lereng kawasan TNGP
Tabel 3  Kondisi iklim kawasan TNGP
Tabel 6  Jarak dan aksesibilitas kawasan TNGP
Tabel 7  Pembagian wilayah hutan KPH Cepu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan

sajeroning tembang pop Bali “Ciri-ciri” miwah antuk Krisna sajeroning tembang pop Bali “Bali United” nyantenang wangun dialek Bangli marupa wangun bebaosan sane

Rajah 1.1: Rangka konsep model ekologi jangkaan kepada berlebihan berat badan dalam kalangan kanak-kanak (Davison dan Birch , 2001) Umur Jantina Pengetahuan pemakanan Keluarga

Sepanjang pengetahuan penyelidik, kajian lepas yang melaporkan tentang amalan pemberian makanan kepada kanak-kanak dan remaja autisme dan sumber maklumat pemakanan dalam

Biasanya yang diminta selain surat penawaran harga harus ada daftar kuantitas dan harga jadi yang digunakan judul pada lampiran penawaran apakah mata pembayaran umum atau daftar

1) Sumber arus DC, Unit Baterai, dan inverter 2) Rangkaian sensor pada baterai meliputi: sensor tegangan DC baterai dan sensor arus sumber DC, sensor arus pengisian dan

[r]

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa