• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Letak geografis

Wilayah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB-GSK-BB) secara astronomis berada diantara 101 11’ - 10210’ Bujur Timur dan 00 44’ - 01 11’

Lintang Utara. Batas sebelah selatan dan timur adalah batas alam jembatan Sungai Mandau di Balai Pungut ke hilir sampai Teluk Lancang di Sungai Siak sampai muaranya di Selat Panjang. Batas sebelah utara adalah batas alam pantai Selat Bengkalis, serta batas sebelah barat adalah jalan antara Guntung sampai Duri hingga jembatan Balai Pungut di Sungai Mandau (Gambar 4). Secara administratif CB-GSK-BB terletak di wilayah Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak (merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bengkalis). Sebelum terjadi pemekaran, Kabupaten Bengkalis terdiri atas 9 (sembilan) kecamatan tetapi setelah adanya pemekaran, kabupaten ini hanya terdiri dari 5 (lima) kecamatan, yaitu: (1) Pinggir, (2) Bukit Batu, (3) Siak Kecil, (4) Mandau dan (5) Bengkalis.

Sedangkan nama kecamatan yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Siak adalah: (1) Siak, (2) Sungai Apit, (3) Minas dan (4) Sungai Mandau.

Sumber : Sinar Mas Forestry (2008)

Gambar 4 Peta wilayah CB-GSK-BB.

(2)

4.1.2 Luas kawasan

Berdasarkan Proposal Management Plan CB-GSK-BB (MAB Indonesia 2008), luas areal CB-GSK-BB sekitar 705.271 ha yang terbagi dalam wilayah Kabupaten Bengkalis sekitar 70% dan Kabupaten Siak sekitar 30% (Tabel 4).

Khusus untuk area inti seluas ±178.722 ha, yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis 121.963 ha (68%) dan Kabupaten Siak 56.759 ha (32%). Luas kawasan berdasarkan zonasinya terbagi dalam area inti, penyangga dan transisi. Berikut penjelasan luasan zonasi dengan status lahannya.

a. Area Inti (Core Area)

Area inti memiliki luas sekitar 178.722 ha (25%), merupakan perpaduan antara hutan konservasi dan hutan produksi alam yang tidak dikonversi.

Perpaduan ini merupakan sesuatu yang baru di Indonesia, mengingat enam cagar biosfer yang telah ada seluruhnya dengan area inti yang berstatus sebagai Taman Nasional. Kawasan hutan penyusun area inti CB-GSK-BB terdiri dari Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas sekitar 84.967 ha, Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas sekitar 21.500 ha, dan areal hutan produksi kelompok usaha Sinar Mas Forestry dengan luas sekitar 72.255 ha (PT. Dexter Timber Perkasa Indonesia 31.475 ha, PT. Satria Perkasa Agung 23.383 ha, PT Sekato Pratama Makmur 12.302 ha, dan PT. Bukit Batu Hutani Alam 5.095 ha).

b. Zona Penyangga (Buffer Zone)

Zona penyangga memiliki luas sekitar 222.425 ha (32%), sebagian besar terdiri atas hutan tanaman industri dan sebagian kecil lahan lainnya. Zona penyangga dengan luas sekitar 195.259 ha ini mencakup areal hutan tanaman industri (HTI) kelompok usaha Sinar Mas Forestry, yaitu : PT. Arara Abadi, PT.

Balai Kayang Mandiri, PT. Bukit Batu Hutani Alam, PT. Riau Abadi Lestari, PT.

Sakato Pratama Makmur, PT. Satria Perkasa Agung dan sebagian kecil areal non Sinar Mas Forestry.

c. Area Transisi (Transition Area)

Wilayah area transisi memiliki luas sekitar 304.123 ha (43%). Sebagian besar adalah lahan non konsesi hutan dan sebagian kecil areal hutan tanaman Sinar Mas Forestry seluas sekitar 5.665 ha. Area transisi di sebelah selatan dan timur dibatasi oleh batas alam Sungai Mandau-Sungai Siak sampai muaranya di

(3)

Selat Panjang, sebelah utara adalah batas alam pantai Selat Bengkalis serta sebelah barat dibatasi oleh jalan antara Guntung sampai Duri hingga jembatan Sungai Mandau di Balai Pungut.

Tabel 4. Rincian luas CB-GSK-BB

No. USULAN

KABUPATEN/KOTA

TOTAL Bengkalis Dumai Siak

(hektar) 1 Area Inti

a. Sinar Mas Forestry dan Mitra Usahanya b.SM Bukit Batu c. SM Giam Siak Kecil

Jumlah :

57.058 21.500 43.405 121.963 (68 %)

-

15.197

41.562 56.759 (32 %)

72.255 21.500 84.967 (25%) 178.722

(100 %) 2 Zona Penyangga

a. Sinar Mas Forestry b.Non Sinar Mas Forestry

Jumlah :

150.954 23.386 174.239 (78 %)

4.015 - 4.015

( 2 %)

40.290 3.881 44.171 (20 %)

195.259 27.166 (32%) 222.425

(100 %) 3 Area Transisi

a. Non Sinar Mas Forestry b.Sinar Mas Forestry

Jumlah :

173.156 -

173.156 (57 %)

22.288 -

22.288 (7 %)

103.014 5.665 108.679 (36 %)

298.456 5.665 ( 43%) 304.123

(100 %)

TOTAL 467.644

(66 %)

26.303 (4 %)

204.656 (30 %)

(100%) 705.271 (100 %)

4.1.3 Aksesibilitas

Kota terdekat dengan CB-GSK-BB adalah Siak Sri Indrapura dan Bengkalis. Batas luar CB-GSK-BB terdiri atas jalan raya, sungai dan pantai sehingga relatif mudah dijangkau. Pekanbaru menuju Ibukota Provinsi Riau dapat dijangkau melalui jalan darat dan air. Transportasi udara dengan penerbangan reguler hanya sampai di Pekanbaru. Sementara itu, Pekanbaru ke Siak Sri Indrapura dapat ditempuh melalui darat dan sungai, dengan kendaraan darat perlu waktu sekitar 2 jam sedangkan dengan menyusuri Sungai Siak menggunakan speedboat dapat ditempuh selama sekitar 2 jam. Pekanbaru ke Bengkalis dicapai dengan speedboat melalui Sungai Siak selama sekitar 3 jam.

Aksesibilitas ke area inti relatif lebih sulit karena harus melalui sungai kecil, tidak selebar dan sedalam Sungai Siak, atau melalui jalan darat dengan kondisi jalan yang kurang baik. Akses melalui darat dapat melalui jalan raya Pekanbaru- Duri dan masuk ke jalan yang dibangun Sinar Mas Forestry, menuju area inti melalui Desa Tasik Serai dan Tasik Betung dengan lama perjalanan sekitar 6 jam.

(4)

4.1.4 Topografi

Keadaan topografi lansekap CB-GSK-BB sebagian besar merupakan dataran dengan ketinggian dari 0-50 mdpl. Daerah yang agak tinggi berada di sekitar Melibur dan Bagan Mence. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik.

4.1.5 Iklim

Secara garis besar iklim di lansekap CB-GSK-BB adalah iklim tropis pantai Sumatera yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi laut dengan temperatur berkisar 26°-32°C. Musim hujan biasa terjadi diantara bulan September hingga Januari dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809-4.078 mm/tahun. Periode kering (musim kemarau) biasanya terjadi diantara bulan Februari hingga Agustus.

4.1.6 Hidrologi

Sistem perairan dan sungai di provinsi Riau masih mempunyai peran vital baik dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Ketinggian muka air di Sungai Mandau, Sungai Siak bagian hilir dan Sungai Siak Kecil sangat penting untuk dijaga agar transportasi dan kegiatan ekonomi tidak terganggu. Pemahaman sistem hidrologi di hutan rawa gambut sangat penting karena peranan vitalnya dalam menjaga dan mengatur siklus hidrologi. Secara hidrologis lansekap rawa gambut CB-GSK-BB berperan sebagai busa untuk sirkulasi air tanah dan memasok air serta mencegah banjir dan mencegah intrusi air asin. Gambut CB- GSK-BB terutama di bagian timur SM Bukit Batu mempunyai bentuk klasik, yaitu kubah (dome) yang lebih dalam pada bagian tengah dan lebih dangkal pada bagian pinggirnya. Bentuk kubah ini sangat berarti untuk tandon air (aquifer) terutama di musim kemarau karena kemampuan gambut menyerap air tergantung pada ketebalan, kualitas dan densitasnya. Sebelah utara dan timur laut terdapat tumpukan gambut yang besar, dilaporkan sebagai gambut terdalam di Sumatera.

Selain itu, keberadaan ”tasik” (danau kecil-sumber air alami, Gambar 5) di sepanjang sungai, sangat unik untuk lansekap GSK yang merupakan contoh evolusi dari danau/genangan dystrophic yang merupakan area amblesan. Tasik mempunyai fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar karena merupakan sumber ikan untuk dikonsumsi.

(5)

Sumber : Sinar Mas Forestry (2008)

Gambar 5 Tasik dalam area inti CB-GSK-BB.

Oleh karena itu, pengelolaan sistem hidrologi di lansekap ini harus memperhitungkan kegiatan manusia yang dapat berdampak negatif terhadap ekosistem hutannya. Konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dan lahan budidaya non-kehutanan lainnya yang umumnya menggunakan teknik pembuatan kanal-kanal untuk menghilangkan genangan air dan mempercepat mineralisasi lapisan gambut, dapat berdampak mengeringnya gambut lapisan atas. Gambut permukaan yang kering rentan terhadap kebakaran dan sulit untuk dipadamkan.

4.2 Biologi dan Ekologi 4.2.1 Ekosistem

Area inti CB-GSK-BB terdiri ekosistem hutan rawa, hutan rawa gambut serta ekosistem perairan dan tasik (Gambar 6). Area zona penyangga, sebagian besar merupakan hutan tanaman industri Sinar Mas Forestry.

Sumber : Sinar Mas Forestry (2008)

Gambar 6 Keanekaragaman ekosistem area inti CB-GSK-BB.

(6)

Ekosistem hutan rawa gambut di kawasan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil dan Suaka Margasatwa Bukit Batu telah mengalami gangguan, baik penebangan liar maupun perambahan lahan untuk pembukaan ladang dan pemukiman. Laporan LIPI (2008a) menyebutkan bahwa hutan yang relatif masih utuh berada diantara Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil dan Suaka Margasatwa Bukit Batu, indikatornya adalah masih dijumpainya beberapa jenis pohon utama yang berukuran cukup besar.

4.2.2 Flora

Studi struktur dan komposisi flora di area inti CB-GSK-BB dilakukan oleh LIPI pada tahun 2007. LIPI (2008a) melaporkan sedikitnya terdapat 189 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 113 marga dan 59 suku. Jumlah tersebut termasuk 3 jenis dari kelompok tumbuhan paku (Pteridophyta) yaitu paku sarang burung (Asplenium nidus), paku pedang (Nephrolepis radicans) dan paku udang (Stenochlaena palustris). Sisanya sebanyak 186 jenis termasuk dalam tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang tergolong dalam 110 marga dan 56 suku.

Berdasarkan kondisi fisik dan sifat hidupnya, sebagian besar jenis tumbuhan tergolong dalam kelompok pepohonan sebanyak 166 jenis, semak dan belukar 20 jenis serta liana hanya 3 jenis. Kelompok epifit hanya 5 jenis yang umumnya adalah jenis anggrek. Anggrek biasa tumbuh di media gambut pada lokasi terbuka pinggir kanal.

4.2.3 Fauna

Ekosistem hutan rawa gambut mempunyai variasi kekayaan jenis fauna tersendiri. Banyak jenis kelompok mamalia yang kurang menyenangi tingginya permukaan air yang selalu menggenang selama musim hujan dan pasang naik, kecuali berang-berang (Lutra sumatrana) yang memang lebih banyak hidup di perairan. LIPI (2008a) melaporkan kelompok mamalia besar yang pernah ditemui diantaranya adalah beruang madu (Helarctos malayanu), rusa sambar (Cervus unicolor), monyet ekor panjang (Macaca fasciculari), beruk (Macaca nemestrina), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) dan ungko (Hylobates agilis). Menurut masyarakat setempat, masih dijumpai harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan gajah (Elephas maximus) yang termasuk jenis dilindungi dan terdaftar dalam CITES Appendix 1 dan 2.

(7)

Kawasan lansekap Siak Kecil mempunyai kekayan jenis burung yang tinggi.

Wetlands International melaporkan tidak kurang dari 156 jenis burung memanfaatkan daerah ini. Dua diantaranya merupakan jenis yang tergolong langka, yaitu bangau storm (Ciconia stormi) dan enggang (Rhyticeros corrugatus). Terdapat 17 jenis yang terdaftar dalam Appendix II CITES diantaranya adalah elang-alap cina (Accipiter soloensis), elang-alap jambul (Accipiter trivirgatus), elang-alap jepang (Accipiter gularis), kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris) dan elang brontok (Spizaetus cirrhatus).

Keanekaragaman jenis amfibia dan reptilia tergolong tidak tinggi. Studi awal amfibia oleh LIPI (2008a) menunjukan bahwa jumlah jenisnya hanya 11 jenis, kodok buduk (Pseudobufo subasper) adalah yang paling dominan di area inti CB-GSK-BB. Jumlah reptilia terdapat 9 jenis ular dari 133 jenis dan 3 jenis kadal dari 73 jenis yang terdapat di Sumatera. Beberapa jenis reptilia yang ditemukan diantaranya adalah ular cabe (Maticora intestinalis), ular viper wagleri (Tropidolaemus wagleri), labi-labi (Amyda cartilaginea) dan buaya senyulong (Tomistoma schlegelii). Untuk kelompok ikan, paling tidak ditemukan 30 jenis yang sebagian besar tergolong ikan rawa gambut dan hanya beberapa jenis yang juga mampu hidup di perairan umum non-gambut. Hampir semua jenis ikan yang terdapat di daerah ini adalah jenis ikan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Beberapa diantaranya adalah ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, yaitu tapah (Wallago attu), toman (Channa sp.), kepar (Ballontia hasseltii), slays (Kryptopterus macrocephalus) dan sejenis mujair (Helostoma temminckii). Selain jenis ikan konsumsi, ada beberapa jenis yang merupakan ikan hias diantaranya dari genus Rasbora.

Kelompok fauna yang belum banyak diinventarisasi adalah kelompok crustacea dan mollusca serta insecta. Sebagai langkah awal LIPI (2008a) melakukan penelian khusus tentang ngengat (kupu-kupu malam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis ngengat khususnya di daerah SM Giam Siak Kecil, Blok Tasik Betung dan Hutan Produksi Alam Sinar Mas Forestry adalah relatif rendah, hanya mencapai 162 spesies dari 18 Famili.

(8)

4.3 Sosial Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kondisi masyarakat

Informasi kondisi masyarakat sekitar didapat dari laporan LIPI (2008b) yang melakukan penelitian di lima desa pada empat lokasi kecamatan yang berada di dua kabupaten, sudah dapat mencerminkan keterwakilan dan variasi kondisi sosial ekonomi serta budaya masyarakat yang ada di CB-GSK-BB. Adapun rincian desa penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dan posisi di peta dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 5. Lokasi dan struktur masyarakat desa

Sumber: LIPI (2008)

Sumber: LIPI (2008)

Gambar 7 Peta lokasi desa-desa penelitian LIPI.

4.3.2 Sosial ekonomi

Mata pencaharian penduduk masih terkait dengan subsisten pertanian, terutama perkebunan sawit, karet dan perikanan (Tabel 6). Masyarakat lokal telah lama berkebun karet (Hevea brasiliensis) yang diintroduksi di masa penjajahan

Desa Kecamatan Kabupaten Posisi

Tasik Betung Sungai Siak Sebagian berada di area inti

Tasik Serai Sungai Kecil Bengkalis Mendekati ke area inti Tasik Serai Timur Pinggir Bengkalis Sebagian berada di area inti

Sumber Jaya Mandau Bengkalis Mendekati ke area inti

Tanjung Leban Bukit Batu Bengkalis Mendekati ke area inti

(9)

Belanda. Perkebunan kelapa sawit baru diintroduksi beberapa puluh tahun terakhir. Etnis Melayu cenderung menanam karet, sedang pendatang etnis Batak dan Jawa lebih memilih menanam sawit dengan luas berkisar antara 2-3 ha.

Tabel 6. Mata pencaharian utama penduduk di sekitar CB-GSK-BB

Komoditas Tasik

Betung Tasik Serai Tasik Serai

Timur Sumber Jaya Tanjung Leban

Kelapa Sawit

Karet -

Ikan - -

Sumber: LIPI (2008)

Infrastruktur yang tersedia di lima desa penelitian masih sangat terbatas.

Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, pasar ataupun perbankan masih kurang untuk mendukung aktivitas kehidupan mereka. Di beberapa desa, kurangnya infrastruktur yang tersedia telah mendorong inisiatif penduduk untuk membangun infrastruktur dengan kondisi dan kualitas seadanya. Misalnya saja di Desa Tasik Serai dan Tasik Serai Timur, dengan difasilitasi oleh pedagang dari luar daerah, penduduk di kedua desa itu telah berhasil membangun pasar yang beroperasi seminggu sekali. Demikian halnya yang terjadi pada Dusun Air Raja (Desa Tanjung Leban), secara swadaya warga di dusun itu berhasil membangun jembatan yang dapat dilalui sepeda motor.

4.3.3 Kearifan masyarakat lokal

Informasi yang diperoleh penelitian LIPI (2008b) di desa penelitian, menunjukkan bahwa pada dasarnya budaya suku Melayu asli yang tinggal di sekitar hutan cukup adaptif dengan lingkungan. Hubungan antara masyarakat dengan hutan dan ladang tidaklah bercorak eksploitatif. Artinya, meskipun masyarakat tersebut aktivitas pekerjaannya memang membuka ladang berpindah karena didorong oleh faktor lingkungan alam yang kurang subur, namun dalam membuka ladang itu areal yang dimanfaatkan hanya sebatas kemampuan mereka, yaitu antara satu sampai dua hektar untuk memenuhi kebutuhan subsistensi ekonomi mereka. Meskipun demikian, rotasi perpindahan ladang masyarakat asli lebih menunjukkan pola keteraturan antara satu ladang dengan ladang lainnya.

Misalnya masyarakat asli desa Tasik Serai Timur dalam membuat ladang,

(10)

senantiasa melibatkan anggota keluarga secara luas, ayah, anak dan saudara- saudara yang lain.

Ladang yang dibuka oleh orang yang paling tua senantiasa diletakkan pada posisi paling kanan, demikian seterusnya sampai pada anggota keluarga yang paling muda. Pada saat membuka ladang, mereka senantiasa mengukur kemampuan dan kebutuhan mereka. Sewaktu hutan alam masih luas, mereka selalu berpindah-pindah selama tujuh putaran. Dengan demikian, paling tidak selama tujuh tahun mereka senantiasa berpindah-pindah tempat perladangan untuk kemudian kembali ke tempat awal. Semakin sempitnya hutan di sekitar tempat mereka tinggal, menyebabkan putaran perladangan berpindah hanya dilakukan selama tiga kali, bahkan saat ini semakin sulit masyarakat melakukan perladangan berpindah.

Pemahaman tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di dalam lansekap CB-GSK-BB sangat penting, terutama Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Keterlibatan masyarakat dan dukungannya dalam pengelolaan cagar biosfer menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Sampel DNA genom yang telah berhasil diisolasi dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga sampel tersebut dapat digunakan sesuai dengan keperluan analisis yang

4) data kualifikasi yang diisikan benar, dan jika dikemudian hari ditemukan bahwa data/dokumen yang disampaikan tidak benar dan ada pemalsuan, maka direktur

a) Kebijakan umum yang kami lakukan dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan terhadap masyarakat dan penglolaan sistem yang berjalan telah kami lakukan sesuai dengan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMPN di Kecamatan

Hal ini dapat membuktikan bahwa watermark pada audio voice tidak tahan terhadap serangan Pitch Shifting tetapi hasil optimasi telah meningkatkan hasil

Jawab : Untuk menjadi distributor, seseorang tersebut harus melalui jenjang karir terlebih dahulu, sedangkan untuk menjadi seorang member, tidak terdapat syarat

 Method init akan melakukan inisialisasi object rpgMap dengan memanggil konstruktor dari kelas RPGMap yang pada parameternya diberikan lokasi peta dan nama peta yang hendak di

Berdasarkan rerata Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener pada stasiun 1, 3, dan 5 perairan Sungai Musi di pada stasiun tersebut diklasifikasikan kedalam perairan yang