BAB III
Arahan Kebijakan dan Rencana
Strategis Infrastruktur Bidang
Cipta Karya
3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka
kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya
berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
3.1.1 Rencana Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan
secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu
2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025
adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN
mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya,
yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti
industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui
pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan
terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air,
serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi
diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management)
dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air
minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air
minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan
sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan
kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada
perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta
dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk
proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan
RPJMN, yaitu: RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan
melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan
kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan
dan permukiman. RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi
seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. RPJMN ke 4
(2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III (2015-2019)
RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil
penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan
Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita). RPJMN III ditetapkan melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015. Arahan sesuai dengan
Target RPJMN III yang didukung Infrastruktur Bidang Cipta Karya yakni dalam pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal.
Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019
adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga
air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah
a. dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk
keserasiannya terhadap lingkungan
Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah
sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak
pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan
2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7
kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan
kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang
diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta
menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau
kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer)
urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman bidang
Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan
Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru.
Gambar 3.1
Sasaran Pembangunan Perkotaan
10 Kota Baru 20 Kota
Sedang 7 Kawasan Metropolitan
Eksisting
39 Pusat Pertumbuhan
Baru 5 Kawasan
C. Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya 2015-2019
Tujuan dan Sasaran Strategis Ditjen Cipta Karya merupakan turunan dari visi
Kementerian PUPR tahun 2015-2019, yaitu “Terwujudnya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang Handal dalam Mendukung Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi
ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan cerdas, berkeselamatan,
mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi
kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai
masyarakat yang lebih sejahtera.
Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran strategis yang fokus
perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan
infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan. Adapun indikator kinerja
outcome-nya Direktorat Jenderal Cipta Karya meliputi:
1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi
masyarakat.
2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman
yang layak.
3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat
Adapun peta strategi Kementerian PU-PR dalam mewujudkan visi tersebut digambarkan
Gambar 3.2
Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019
Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan tantangan yang ada
dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka tujuan yang akan dicapai oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam periode lima tahun ke depan adalah:
1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam bidang Cipta
Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan, inklusifitas, dan berkelanjutan.
2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman berdasarkan
penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.
3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan dalam rangka
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong kemitraan dengan
masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur
permukiman.
5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang
Gambar 3.3
Strategi Gerakan Nasional 100-0-100
Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran program Ditjen Cipta Karya
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi
masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses
air minum
b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman
yang layak, dengan indikator persentase penurunan luasan permukiman kumuh
perkotaanMeningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi
masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses
sanitasi
Tabel 3.1
3.1.2 Arahan Penataan Ruang
3.1.2.1 Arahan Strategis Pulau Kalimantan (RTR Pulau)
A. Sistem Perkotaan Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional terkait dengan wilayah
Kalimantan Tengah pada umumnya secara regional yakni PKN Palangkaraya, PKW Kuala
Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, dan PKW Sampit.
Beberapa strategi operasionalisasi yang diarahkan meliputi:
1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang didukung
oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat industri pengolahan hasil
pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di PKW Muara
Teweh, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW
Tanjung Selor, PKW Malinau, dan PKW Tanah Grogot.
2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut dan
industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang berdaya saing dan
ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di
PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, dan PKN Kawasan Perkotaan
Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang; dan
b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKW
Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW/PKSN
Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan
Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW
Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Sangata, PKW/PKSN
Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Tanah Grogot, PKW Sendawar, PKW
Malinau, PKSN Simanggaris, PKSN Long Midang, dan PKSN Long Pahangai.
3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil hutan
yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil hutan di PKN Palangkaraya dan PKN
b. pusat pengolahan hasil hutan di PKW Ketapang, PKW Putussibau,
PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW
Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Tanjung
Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW
Malinau, PKW Tanlumbis, dan PKW Sendawar.
4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri
jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW
Sambas, PKW Ketapang, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang,
PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh,
PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW
Kotabaru.
5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri
jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan
Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKN Tarakan, PKW Mempawah, PKW
Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW
Pangkalan Bun, PKW Kuala Kapuas, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW
Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, dan
PKW Sangata.
6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan
ekowisata dan wisata budaya meliputi:
a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN
Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan
Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Putussibau, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW
Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, PKW
Tanah Grogot, PKSN Nanga Badau, PKSN Long Midang, PKSN Long
Pahangai, dan PKSN Long Nawang; dan
b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya,
PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan
Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Putussibau, PKW Sintang, PKW
7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang
berdekatan/menghadap badan air dilakukan di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan
Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW
Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,
PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW
Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW
Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi dengan
sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi pengembangan
jaringan drainase di:
a. PKN Palangkaraya yang terintegrasi dengan Sungai Kahayan;
b. PKW Kuala Kapuas yang terintegrasi dengan Sungai Kapuas dan Sungai
Kahayan;
c. PKW Pangkalan Bun yang terintegrasi dengan Sungai Lamandau;
d. PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Martapura, dan PKW Marabahan
yang terintegrasi dengan Sungai Barito;
e. PKW Sampit yang terintegrasi dengan Sungai Mentaya;
9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir
dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN
Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW
Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau,
PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW
Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung
Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian lahan
pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung dilakukan di
PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan
Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Putussibau, dan
B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya meliputi:
1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga
sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan
bergambut di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu
Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas
Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai
Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten
Nunukan.
2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada
hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu
Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai
Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau,
hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.
3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air dilakukan
pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu
Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai
Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan, dan
hulu Sungai Mahakam.
C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan setempat
meliputi:
1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau
merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan Sungai Seruyan di
2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk
yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar
danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan
pada:
kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau
Bekuan (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas
Hulu), Danau Genali (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang (Kabupaten
Kapuas Hulu), Danau Bangkau (Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin (Kabupaten Hulu Sungai
Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau Ganting (Kabupaten
Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten Barito Selatan), Danau
Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau Mepara (Kabupaten Barito
Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito Selatan), Danau Gatel (Kabupaten
Kotawaringin Barat), Danau Kenamfui (Kabupaten Kotawaringin Barat),
Danau Terusan (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang
(Kabupaten Kutai Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara),
Danau Semayang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh
(Kabupaten Seruyan), dan Danau Tete (Kabupaten Barito Utara).
D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya meliputi :
1. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada:
a. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman
Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional
Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang),
Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten
Sintang, dan Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting
(Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional
Palangkaraya, Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional
Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota
Bontang);
b. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman
Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional
Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara-Kabupaten Ketapang), Taman
Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi-Kabupaten
Sintang-Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Puting (Sintang-Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau
(Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya),
Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten
Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai
(Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota
Bontang).
2. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk
perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan
pantai berhutan bakau di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan
Kabupaten Nunukan.
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana alam dilakukan dengan
mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan
1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan
rawan bencana alam geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota
Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan
lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana
pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan gedung untuk
mengurangi dampak akibat bencana alam geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota
Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan
imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air tanah di CAT
Paloh (Kabupaten Sambas dan Negara Malaysia), CAT Tanjung Selor
(Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT
Palangkaraya-Banjarmasin (Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten ,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Barito
Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten
Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kota
Banjarmasin dan Kota Banjar Baru), CAT Muarapayang (Kabupaten Barito
Utara dan Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai (Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).
F. Kawasan Lindung Lainnya
Strategi operasionalisasi perwujudan pengelolaan kawasan lindung lainnya meliputi:
1. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang
menghubungkan antarekosistem dataran rendah, yaitu:
a. koridor ekosistem yang menghubungkan Suaka Margasatwa Lamandau
(Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara), Cagar Alam
Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman
Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten
Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang
(Kabupaten Kotawaringin Barat);
2. Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budi daya dengan prinsip
berkelanjutan pada kawasan yang merupakan kawasan koridor ekosistem
dilakukan pada:
a. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang
dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten
Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting
(Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman
Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);
3. Pengembangan prasarana yang ramah lingkungan sebagai pendukung koridor
ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan pada:
a. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang
menghubungkan:
i. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin
Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung
Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman
Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang
(Kabupaten Kotawaringin Barat);
G. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:
1. kawasan peruntukan hutan;
2. kawasan peruntukan pertanian;
3. kawasan peruntukan perikanan;
4. kawasan peruntukan pertambangan;
5. kawasan peruntukan industri;
6. kawasan peruntukan pariwisata; dan
7. kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 huruf a meliputi:
1. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan industry
pengolahan dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada kawasan
peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.
2. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa
endemik kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di kawasan
peruntukan hutan dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten
Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten
Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong
Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung
Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan,
Kabupaten Hulu Sungai
3. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan peruntukan
hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan
peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan dilakukan di :
1. Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten
Sambas, Kabupaten Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin
Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kapuas, Kota Banjarmasin, Kabupaten
Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, dan
Kabupaten Bulungan.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertambangan dilakukan di:
1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten
Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu
Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya,
Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,
2. Pengendalian perkembangan kawasan pertambangan yang mengganggu
kawasan berfungsi lindung meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten
Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu
Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya,
Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten
Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan;
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tarakan, Kota
Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota
Banjarbaru; dan
3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan
peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan dan
ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kota Tayan, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota
Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong,
Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten
Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota
Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten
Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya,
Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda,
Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan;
dan
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tarakan, Kota
Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota
Banjarbaru.
Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan,
pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, dan pariwisata. Strategi
operasionalisasi perwujudan kawasan andalan terdiri atas strategi operasionalisasi
perwujudan:
1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan;
2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian;
3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan;
4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan;
5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan;
6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan
3.1.2.2 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW) Provinsi Kalimantan
Tengah
Sistem pusat permukiman di Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Perda No 8
Tahun 2003, menetapkan:
1. Kota Utama, meliputi Kota Palangkaraya, Kota Kuala Kapuas, Kota Sampit, dan
Kota Pangkalan Bun;
2. Kota cepat tumbuh, meliputi Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Ampah,
Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik, Kuala Pembuang, Tumbang
Samba, Kuala Kurun, Tamiang Layang dan Pagatan;
3. Kota kecamatan yang didorong pertumbuhan dan pengembangannya meliputi
Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai, Tumbang
Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan, Lampeong, Kandui,
Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup.
Kota kota utama memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat
Pendidikan, Kota Kebudayaan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota
Pelabuhan, Kota Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
3. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan
Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;
4. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota
Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa.
A. Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
Kawasan cagar alam dan suaka margasatwa meliputi:
a. Cagar Alam Pararawen I dan Pararawen II terletak di Kabupaten Barito
Utara;
b. Cagar Alam Bukit Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;
d. Cagar Alam Tumbang Tahai Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;
e. Cagar Alam Air Terjun Molau Besar terletak di Kabupaten Barito Utara;
f. Cagar Alain Bukit Bakitap terletak di Kabupaten Murung Raya;
g. Suaka Margasatwa Sungai Lamandau di Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Sukamara.
Suaka Alam Laut dan Perairannya yaitu Suaka Alam Laut Gosong Sanggora di
Teluk Kumai Kecamatan Arut Selatan dan Kecamatan Kumai, Kabupaten
Kotawaringin Barat. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam, terdiri dari :
a. Taman Nasional Tanjung Putting terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Kabupaten Seruyan;
b. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka terletak di Kabupaten Katingan;
c. Taman Wisata Air Terjun Poran terletak di Kabupaten Barito Utara;
d. Taman Wisata Bukit Tangki1ing terletak di Kota Palangka Raya;
e. Taman Wisata. Tanjong Keluang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat;
f. Taman Wisata Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawringin Timur; g. Taman
Wisata Liang Saragih di Kabupaten Barito Timur.
B. Kawasan Pertambangan
Kawasan Pertambangan, terdiri dari :
1. Pertambangan emas terletak di semua kabupaten;
2. Pertambangan batubara terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur,
Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Barito Utara, Murung
Raya, Kapuas, dan Gunung Mas;
3. Pertambangan gamping terletak di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan,
Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, dan Gunung Mas;
4. Pertambangan granit terletak di semua kabupten dan kota;
5. Pertambangan pasir terletak di semua kabupaten dan kota;
6. Pertambangan minyak bumi terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito
7. Pertambangan batu permata dan setengah permata di semua kabupaten
dan kota.
C. Kawasan Industri
Kawasan Industri yang diprioritaskan pengembangannya adalah di Kota
Pangkalan Bun, Sampit, Palangka Raya, Pulang Pisau, Kuala Kapuas, Tamiang
Layang, Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik,
Kuala Pembuang, dan Kota Kuala Kurun.
D. Kawasan Pariwisata
Kawasan Pariwisata mencakup kawasan yang memiliki potensi besar untuk
keperluan pariwisata di semua kabupaten dan kota.
E. Kawasan Permukiman
Kawasan Permukiman mencakup :
1. Kawasan Permukiman Perkotaan, yaitu kawasan ibukota propinsi,
kabupaten, dan kecamatan;
2. Kawasan Permukiman Perdesaan, yaitu kawasan permukiman perdesaan
di seluruh desa-desa di Propinsi Kalimantan Tengah;
3. Kawasan Permukiman Rawan Bencana Alam.
F. Sistem Pusat-Pusat Permukiman
Sistem Pusat-Pusat Permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah dilihat dalam
konteks wilayah propinsi serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial
maupun fungsional, mencakup :
1. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pelabuhan Laut dan Udara, Pusat Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Sukamara berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat
Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
3. Kota Nanga Bulik berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
4. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelabuhan
Laut, Agro-industri Kehutanan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
5. Kota Kasongan berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten; Pusat
Perdagangan dan Jasa;
6. Kota Kuala Pembuang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pusat Industri, Agro Polita dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
7. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat
Pendidikan dan Kebudayan, Pusat Industri serta Pusat Perdagangan dan
Jasa;
8. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pusat Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
9. Kota Kuala Kurun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
10. Kota Pulang Pisau berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pusat AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
11. Kota Buntok berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat
Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
12. Kota Tamiyang Layang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
13. Kota Muara Teweh berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
14. Kota Puruk Cahu berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten dan
Pusat Perdagangan dan Jasa.
G. Kawasan Prioritas
Kawasan yang diprioritaskan pengembangan atau penaelolaannya adalah:
1. Kawasan perdesaan terpencil, terisolir, dan terbelakang;
2. Kawasan perdesaan di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Kahmantan Selatan,
3. Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangim dan Hortiknitura,
4. Kawasan Sekitar jalur jalan Lintas Kalimantan:
5. Kawasan Andalan Sampit dan sekitarnya;
6. Kawasan Andalan Pangkalan Bun dan sekitarnya,
7. Kawasan Andalan Muara Teweh dan sekitarnya;
8. Kawasan Andalan Buntok dan sekitarnya:
9. Kawasan Andalan Kuala Kapuas dan sekitarnya;
10. Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (Kapet) DAS KAKAB;
11. Kawasan Taman Nasional Tanjung, Putting;
12. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka:
13. Suaka Alam Laut Gosona Sanggora di Teluk Kumai.
3.1.2.3 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Kabupaten Kapuas
A. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAPUAS TAHUN 2005-2015
Dalam merumuskan tujuan yang akan dicapai sebagai hasil pengembangan tata ruang
wilayah Kabupaten Kapuas mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya yaitu:
1. Kebijakan makro wilayah yang mencakup kebijakan tingkat nasional dan provinsi,
baik kebijakan yang bersifat umum, sektoral maupun tata ruang.
1. Kebijakan Kabupaten Kapuas, yang meliputi: Visi dan misi pembangunan
kabupaten, Strategi umum pembangunan kabupaten, Karakteristik eksternal
wilayah, yang memberikan indikasi tentang peluang dan tantangan
pengembangan wilayah Kabupaten Kapuas.
2. Karakteristik internal wilayah
3. Isu pembangunan wilayah
4. Inspirasi masyarakat
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka tujuan pengembangan tata ruang wilayah
Kabupaten Kapuas adalah sebagai berikut:
1. Berkembangnya sektor kegiatan ekonomi berbasis sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan bernilai ekonomi.
2. Terbentuknya keterkaitan antar sektor ekonomi dan antar wilayah
4. Meningkatnya aksesibilitas daerah pedalaman dan jangkauan pelayanan
infrastruktur desa.
5. Terjaganya fungsi lindung yang diemban wilayah.
6. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dalam lembaga dan masyarakat.
Tata ruang wilayah Kabupaten Kapuas diharapkan akan dapat menjadi sarana untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelunya. Berdasarkan pemikiran tersebut,
maka konsep pengembangan tata ruang wilayah Kabupaten Kapuas akan dikembangkan
dengan dasar pertimbangan, sebagai berikut:
1. Mendorong diservikasi perekonomian daerah.
2. Pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dapat diperbaharui pada
setiap wilayah kabupaten.
3. Mendorong pergeseran dari ekonomi masyarakat yang subsisten menjadi
ekonomi yang berorientasi pasar.
4. Meningkatkan keterkaitan antar sektor dan wilayah.
5. Meningkatkan daya saing wilayah menarik investor.
6. Menjaga fungsi lindung wilayah kabupaten.
7. Mendorong berkembangnya kemampuan sumber daya manusia pada
setiap wilayah.
Kebijakan pengembangan fungsi kegiatan Kabupaten Kapuas, adalah:
A. Beberapa ibukota kecamatan dapat berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan yang
melayanai wilayah belakangnya, menginggat lokasi dan ketersediaan sarana dan
prasarana. Disamping sebagai pusat pelayanan, pusat-pusat ini juga diharapkan
akan mampu menjadi penggerak pengembangan potensi wilayah belakangnya.
B. Ibukota kecamatan lainnya (yang tidak berfungsi sebagai pengembangan wilayah
dan sub pengembangan wilayah) dapat berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan
lokal, yaitu melayani wilayah belakangnya dalam lingkup administrasi kecamatan,
dengan fungsi:
o Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan atau bank melayani satu kecamatan.
o Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani satu
o Simpul transportasi beberapa desa.
o Pusat jasa pemerintahan untuk kecamatan
C. Pusat-pusat pedesaan yang mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan, juga
akan dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan, pusat pelayanan lokal dengan
fungsi:
Pusat jasa-jasa pelayanan atau bank untuk beberapa desa.
Pusat pengolahan atau pengumpul barang-barang yang melayani beberapa desa.
Simput transportasi beberapa desa
Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor-sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya.
D. Pengembanganprasarana transportasi dimaksudkan untuk memudahkan interaksi
antar pusat-pusat dengan wilayah belakangnya dan pusat wilayah yang lebih luas,
sehingga akan mendorong perkembangan kegiatan perekonomian wilayah.
B. RENCANA DETAIL TATA RUANG KABUPATEN (RDTRK) KAPUAS
Kota merupakan pusat layanan jasa bagi daerah belakangnya. Kabupaten Kapuas,
dalam hal ini, merupakan pusat layanan jasa bagi daerah lain di Kabupaten Kapuas.
Sebagai pusat layanan jasa keberhasilan kota di ukur dengan seberapa jauh kota tadi
mampu melayani penduduk dan orang lain yang berhubungan dengan kota tadi. Layanan
keberhasilan tadi harus di ukur dengan :
Tingkat kenyamanan sebuah kota untuk bertempat tinggal. Kota yang nyaman
akan mendorong tingkat produktifitas warganya dan otomatis akan menarik
berbagai kegiatan regional di kota ini. Tingkat kenyaman kota ini dapat dijabarkan
lebih lanjut untuk menilik pemecahan masalah seperti : sampah, energi, air bersih,
drainase, air kotor, serta berbagai fasilitas sosial, transportasi, lingkungan serta
ruang publik.
Tngkat efisiensi pelayanan adalah kriteria selanjutnya. Kota yang efisien akan
berhubungan dengan efisiensi pengeluaran warganya baik di ukur dari dimensi
masalah utilitas, hubungan antara kegiatan di dalam kota, serta pemanfaatan
energi.
Tingkat efektifitas pelayanan. Kriteria ini untuk mengukur dan mengontrol
penggunaan lahan kota dan bangunan agar tidak berlebihan. Dengan kondisi
Kabupaten Kapuas sekarang idealnya dipakai strategi pengembangan kota yang
bersifat pemanfaatan lahan campuran (mix land use) serta pola grid yang teratur
dengan jalan-jalan sejajar dengan sungai Kapuas dan Kapuas Murung dengan
pusat kotanya di ujung sebelah Selatan.
Berdasarkan tiga kriteria tadi, strategi pengembangan kota dibahas dalam tiga sub
pembahasan, yakni konsep pengembangan kota, konsep struktur kota dan strategi
perencanaan.
A. KONSEP PENGEMBANGAN KOTA
Konsepsi pengembangan tata ruang kota merupakan arah garis besar struktur kegiatan
perkotaan yang diinginkan pada masa yang akan datang sebagai fungsi kota yang akan
dikembangkan.
Dalam kaitan dengan kebijaksanaan fungsi kota, sebagai fungsi Kabupaten Kapuas
dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer
merupakan fungsi yang di arahkan pada peran Kabupaten Kapuas dalam wilayah yang
lebih luas seluruh kabupaten Kapuas. Sedangkan fungsi sekunder kota merupakan
fungsi yang berorientasi pada pemenuhan pelayanan kepada penduduk kota/lokal
Dalam jangka panjang pengembangan Kabupaten Kapuas diarah pada terwujudkannya
fungsi primer yaitu :
a) Pusat Pemerintahan. Sebagai pusat pemerintahaan, Kabupaten Kapuas menjadi
pusat kegiatan administrasi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan seluruh wilayah Kapuas.
b) Pusat Perdagangan dan Jasa. Sebagai pusat perdagangan dan jasa, Kabupaten
pusat kegiatan jasa/pelayanan bagi berbagai sektor ekonomi yang menjadi
penggerak ekonomi wilayah Kabupaten Kapuas.
c) Pusat Industri. Sebagai pusat industri, Kabupaten Kapuas menjadi pusat kegiatan
berbagai indutri terutama sektor yang berbasis pada agro-industri yang menjadi
basis ekonomi sehingga diharapkan dapat memberi dampak terhadap
perkembangan ekonomi kota dan wilayah belakangnya.
d) Pusat Wisata. Sebagai pusat wisata, Kabupaten Kapuas diharapkan dapat menjadi
pusat kegiatan wisata baik wisata alam, wisata budaya maupun wisata kota
sehingga Kabupaten Kapuas nantinya banyak dikunjungi wisatawan.
Selain kegiatan fungsi primer diatas, Kabupaten Kapuas juga akan dikembangkan
dengan fungsi sekunder sbagai berikut:
1) Pusat pemukiman/perumahan perkotaan.
2) Pusat pelayanan fasilitas perkotaan (perdagangan, pendidikan, kesehatan,
rekreasi, olahraga, peribadatan)
Kedua kegiatan tadi besifat salaing mendukung dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain.
B. STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA
Tahap Pengembangan Kota
Pengembangan Kabupaten Kapuas dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap I dari tahun
2002 hingga 2007 dan tahap II dari tahun 2007 hingga 2012. Pada tahap pertama lebih
ditekankan pada pengembangan intensif yakni menata ruang yang telah terisi serta
peningkatan kualitas ruang. Hal ini dapat dilakukan misalnya pada daerah pusat kota
yang semakin kumuh. Demikian pula dengan peningkatan kualitas jalan yang ada agar
lebih mampu menggerakkan roda perekonomian. Pada tahap pertama lebih cenderung
pada BWK Selatan yang telah padat penduduknya dengan pusat-pusat lingkungan.
Pada tahap kedua lebih ditekankan pada pengembangan ekstensif dengan mengisi
ruang-ruang yang tidak berfungsi baik dengan kegiatan out door maupun kegiatan in
melewati bundaran untuk mereduksi arus lalu lintas yang masuk ke tengah kota.
Pengembangan tahap II ini ditujukan untuk menyeimbangkan pertumbuhan di BWK Utara
dan BWK Selatan.
Strategi Pengembangan Kota
Strategi pengembangan ruang Kabupaten Kapuas adalah mengisi ruang-ruang kosong
dengan sub blok bangunan baru yang menyesuaikan dengan pola jaringan jalan yang
ada. Pada BWK Utara yang banyak memiliki ruang kosong perlu di ikuti dengan
pengembangan jalan grid sesuai dengan kondisi yang ada.Pemanfaatan ruang kota
memakai keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang hijau sebagai keseimbangan
lingkungan. Pembukaan-pembukaan taman pada tiap- tiap lingkungan diperlukan untuk
meningkatkan kualitas ruang kota agar lebih nyaman dihuni.
Pemanfaatan ruang dalam kawasan terbangun yang sudah ada dilakukan secara intensif
dengan tetap memperhatikan daya dukung serta kendala pengembangannya. Dalam hal
ini pengembangan fisik kawasan terbangun diarahkan blok-blok bangunan solid yang
terhindar dari pertumbuhan pemukiman kumuh.Pemanfaatan ruang dalam kawasan
terbangun pada masa yang akan datang diarahkan secara ekspansif kebagian Selatan
BWK Utara untuk mewadahi kegiatan-kegiatan fungsional kota yang akan dikembangkan.
Pengembangan kawasan terbangun ini perlu tetap memperhatikan keserasian dan
keseimbangannya dengan lingkungan alami dan/atau ruang terbuka hijau. Pemanfaatan
ruang dalam kawasan tidak terbangun atau ruang terbuka hijau dikembangkan untuk
meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih serta
menciptakan keserasian dengan kawasan terbangun kota. Pengembangan
kawasan/ruang terbuka hijau dilakukan dengan pengembangan fungsi kawasan hijau
pertamanan kota, kawsan hjau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau
olah raga, kawasan hijau pemakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur
hijau dan kawasan hijau pekarangan.
Strategi Pengembangan Sistem Fasilitas dan Utilitas
Strategi pengembangan fasilitas dan utilitas merupakan bagian yang mendasar untuk
menetukan bentuk dan fungsi kota dimasa mendatang. Pengembangan kedua sistem ini
efisiensi dan efektifitas kota terpenuhi. Pengembangan fasilitas kota yang ditinjau
meliputi fasilitas perumahan, perdagangan, pendidikan, kesehatan dan peribadatan.
Pertimbangan dasar dalam pengembangan fasilitas kota adalah harus memperhatikan
hal-hal berikut :
Besaran penduduk perkotaan/jumlah pendukung penduduk yang dilayani. Aktivitas sosial ekonomi masyarakat kota beserta adat istiadatnya.
Radius pelayanan tiap jenis fasilitas. Aspek lokasi.
Aspek fisik alami dan lingkungan pemukiman kota.
Tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat pemakai, serta pertimbangan efisiensi pemanfaatannya.
Untuk fasilitas yang mempunyai skala pelayanan kota maupun regional seyogyanya mempunyai tingkat aksesibilitas tinggi, sedangkan untuk fasilitas yang mempunyai skala pelayanan lingkungan letaknya disetiap lingkungan
perumahan.
Pengembangan sistem prasarana secara keseluruhan dilakukan dengan memadukan
pengembangan jaringan prasarana kota yang terdiri dari prasarana transportasi, jaringan
air bersih, jaringan drainase, jaringan pengelolaan persampahan, jaringan listrik dan
telekomunikasi dengan pengembangan kawasan-kawasan fungsional kota yang akan
dikembangkan. Untuk itu ditempuh strategi sebagai berikut :
a. Pengembangan Jaringan Air Bersih.
Pengembangan sistem jaringan air besih dilakukan dengan peningkatan cakupan
pelayanan, peningkatan kapasitas dengan pengembangan jaringan distribusi ke
kawasan yang selama ini belum terlayani dan kawasan-kawasan baru yang akan
dikembangkan.
b. Pengembangan jaringan air limbah.
Permasalahan utama bagi Kabupaten Kapuas adalah bahwa air buangan dari
pemukiman pada dasarnya merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri
dimana saluran dan sarana penunjangnya dapat disediakan oleh pemerintah,
jaringan jalan. Untuk sementara waktu hal ini bisa terus dilakukan, tetapi untuk
jangka panjang harus dibangun instalasi air limbah kota yang membawa limbah
dari pemukiman untuk di oalah bersama. Cara ini akan lebih melindungi
lingkungan yang sehat.
c. Pengembangan Drainase.
Pengembangan jaringan drainase dilakukan dengan membangun sistem primer
dan sekunder yang berfungsi untuk melayani seluruh Bagian Wilayah Kota, dengan
memanfaatkan sistem jaringan drainase yang sudah ada secara maksimal, baik
sungai, maupun anak sungai sebagai saluran pembuangan utama.
Pengembangan Pengelolaan Persampahan. Pengelolaan persampahan dilakukan dengan
mengembangkan sistem pengelolaan setempat dan sistem terpusat, perbaikan pola
operasional pelayanan yang meliputi perwadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan dan pembuangan akhir
Strategi Pengembangan Kota Lama
Sebagai kota tua di Kalimantan Tengah yang menjadi identitas daerah ini, maka didalam
penyusunan RDTRK ini kota lama Kuala Kapuas menjadi lingkungan kota yang
dikembangkan menjadi tempat pemukiman dan rekreasi disamping perdagangan eceran.
Bagian kota lama Kuala Kapuas ini merupakan lahan campuran antara pasar, pelabuhan
dan pemukiman yang demikian padat. Kondisi kepadatan yang ada saat ini jika tidak
cepat di tata akan mencapai 60 jiwa/Ha pada tahun 2012. Karena itu bagian kota lama
harus menjadi bagian dari perencanaan ini. Walaupun telah beberapa kali mengalami
kebakaran dan arsitektur yang asli telah musnah, tetapi posisi yang strategis dari daerah
ini telah menciptakan suasana kota air (waterfront city) seperti telah menjadi semboyan
Kabupaten Kapuas.
Pengembangan kota lama merupakan strategi perencanaan kota yang selain
meningkatkan kualitas ruang kota yang layak huni, juga posisinya yang unik merupakan
infrastruktur bagi pengembangan pariwisata. Dibagian kota lama ini terdapat beberapa
fungsi perdagangan eceran, hotel dan layanan jasa yang selama ini hanya untuk
jam-jam tertentu, daerah ini akan berkembang menjadi daerah pejalan kaki dengan
ruang publik yang menarik dan berkehidupan.
Mengingat kepentingan menyelamatkan identitas Kabupaten Kapuas sebagai kota air
maka kawasan kota lama menjadi sebuah kawasan prioritas perencanaan yang harus
segera ditangani pada tahap I RDTRK ini. Untuk mengurangi kepadatan dikawasan kota
lama tadi maka perlu didorong mobilitas pemukiman di area kosong di BWK Utara
sehingga kawasan kota lama dapat lebih muda ditata.
3.1.3 Arahan Wilayah Pengembangan Strategis
Kebijakan Prioritas Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai Amanat RPJMN III Tahun
2015-2019 yakni:
1. Mendukung sistem perkotaan nasional: metropolitan eksisting, metropolitan baru,
kota baru, kota sedang, dan kawasan pusat pertumbuhan baru
2. Mendukung WPS, Pelabuhan Strategis, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional,
dan Kawasan Industri Prioritas
3. Mendukung Kawasan Perbatasan di Kawasan PLBN dan Kawasan Permukiman
Perbatasan
4. Mendukung Pengurangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan
5. Mendukung Pembangunan SPAM Regional dan SPAM Kota Binaan
6. Mendukung Pembangunan TPA Regional dan ITF
Gambar 3.4
Keterpaduan Pembangunan
Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta
Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi
Pemerintah Dareah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat
melalui program-program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen
Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan
sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah,
bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam
penguatan kelembagaan, keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas
dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan
yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui
program-program pemberdayaan masyarakat.
Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung
pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan
wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung
keterpaduan penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh
yang merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan mereflksikan
amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai dari pinggiran dan perwujudan
konektivitas dan keberpihakan terhadap maritim.
Gambar 3.5
Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementerian PUPR 2015-2019
Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)
Nomor 22, yang meliputi Kota Palangkaraya-Banjarmasin-Batulicin. Selain termasuk
dalam WPS, Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu dari 24 Pengembangan
Pelabuhan Strategis yakni yang berada di Kota Sampit. Kemudian juga termasuk dalam
25 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yakni Tanjung Puting. Arahan Kebijakan
Prioritas Nasional inilah yang menjadi acuan dalam pengembangan Infrastruktur dalam
mendukung aktivitas di dalamnya dan menumbuhkembangkan sektor perekonimian bagi
Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan
diterpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional
Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa
(KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan
BromoTengger-Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk,
Menjangan-Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk,
dan Ende-Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi
(KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP
Raja Ampat dsk).
Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas
(KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau
Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban,
Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau
Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP
Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).
Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/
Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4 PKSN); Pulau
Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau
Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN, 27 PKW, 2 PKSN);
Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).
Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24 buah
(pelabuhan hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera (Malahayati
Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi: Talang Duku, dan
Palembang: Boom Bar); Pulau Jawa (Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas);
Pulau Kalimantan (Sampit, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan
Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar,
Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan
3.1.4 Arahan Rencana Pembangunan Daerah
A. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DALAM RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KAPUAS
Arah Kebijakan, Strategi dan Program Pengembangan Kota
Visi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kapuas adalah:
“Bersama Membangun Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pada Agribisnis Dan
Agroindustri Menuju Kapuas Yang Amanah (Aman, Maju, Sejahtera Dan Tangguh)”
Misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kapuas,
mencakup:
1. Mewujudkan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan
kehutanan yang berorientasi agribisnis untuk pengembangan agroindustri dan
ketahanan pangan yang berbasis ekonomi kerakyatan.
2. Meningkatkan kecukupan sarana dan prasarana umum wilayah.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
4. Memacu pertumbuhan dan pemerataan perekonomian daerah, melalui sistem
agribisnis menuju agroindustri
5. Meningkatan kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan.
6. Mendorong terwujudnya mayarakat yang bermoral, beretika dan berbudaya
7. Mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa
8. Melakukan penataan ruang dan wilayah yang berwawasan lingkungan
Arah kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kapuas yaitu:
1. Meletakkan dan menata pusat pemerintahan (Ibu Kota Kabupaten) pada kawasan
strategis
2. Meningkatkan sarana dan prasarana pemerintahan dan pelayanan umum
masyarakat
3. Menciptakan keseimbangan dankeselarasan pembangunan antar wilayah
4. Melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik, jujur, bertanggung jawab dan
transparan
5. Meningkatkan disiplin dan etos kerja karyawan
6. Meningkatkan kinerja dan profesionalisme aparat pemerintah
7. Membangun prasarana dan sarana penunjang stabilitas keamanan daerah sesuai
standar yang diperlukan
8. Membangun sistem pertahanan keamanan masyarakat yang kokoh
9. Menciptakan dan meningkatkan kemampuan ketahanan dan ketertiban,
mengembangkan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat dengan sistem
keamanan lingkungan swakarsa, pemantapan wawasan kebangsaan
10. Meningkatkan jumlah dan kualitas infrastruktur fisik dan ekonomi wilayah
11. Meningkatkan peran pusat dan sub pusat pertumbuhan
12. Meningkatkan kegiatan ekonomi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi melalui pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
13. Meningkatkan perekonomian masyarakat dan mengurangi jumlah penduduk
miskin
14. Menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui pemberdayaan ekonomi
masyarakat, menarik investor dalam menggali potensi ekonomi daerah,
menyiapkan inrastruktur dan suprastruktur ekonomi serta dukungan sistem
regulasi yang kondusif.
15. Meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerah atas kekuatan diri sendiri
dan kemandirian lokal tanpa menghambat masukknya investor di wilyah
Kabupaten Kapuas
16. Meletakkan fundamen ekonomi yang kokoh agar tidak mudah tergoyahkan oleh
perubahan ekonomi nasional dan internasional (krisis ekonomi)
17.Meningkatkan peran dan kontribusi sektor perkebunan sebagai leading sektor
18.Meningkatkan penyediaan informasi yang valid dan reliabel
19.Membangun sistem informasi dan komunikasi yang baik dan lancar dan beretika
20.Meningkatkan kulitas kesehatan masyarakat melalui penyediaan sararan dan
prasarana kesehatan yang memadai baik tingkar kecamatan maupun ibukota
kabupaten