Makalah
PONDASI MAQAMAT DAN
AL-AHWAL
DISUSUN:
NITA ZAHARA NASUTION
NIM :
0705163024
Dosen Pengampu :
Dr. Jafar, MA
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN SUMATERA UTARA
FISIKA-1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Maqamat dan al-Ahwal adalah dua topik pembahasan tentang ilmu tasawuf yang saling berkaitan dan tidak dapat dibahas secara terpisah. Kedua istilah ini memiliki keterkaitan erat tentang pengertian dan maksud dari isi yang terkandung dalam kedua istilah ini.
Dalam pengertiannya, pondasi merupakan sebuah awal dasar yang menjadi landasan ataupun dasar penguat dari suatu hal, baik itu secara fisik maupun secara bentuk bangunan rohani, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah juga dapat dikategorikan sebagai sebuah bangunan yang terdiri dari beberapa struktur anggota tubuh. Dan sebagai penguat dan penggeraknya ialah adanya ruh dalam tubuh manusia yang disebut juga dengan jiwa. Rangkaian perjala (maqamat) ini memiliki dasar ataupun pondasi sebagai penguat jiwwa manusia dalam menempuh berbagai tingkatan yang ada untuk sampai kepada tingkatan yang paling tinggi.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pondasi al-Maqamat dan al-Ahwal
Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah,
mujahadah, dan riyadhah, seorang salik, harus melakukan khalwah dan uzlah dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah SWT. Dalam Risyalah al-Qusyairiyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa menyepi (khalwah) adalah sifat ahli sufi, dan mengasingkan diri (uzlah) menjadi tanda seseorang telah bersambung dengan Allah SWT, praktik spiritual ini memberikan manfaat bagi penempuh jalan seperti menghindarkan diri dari semua sifat tercela, menghasilkan kemuliaan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mengobati hati. 1
1. Pengertian Riyadhah
Menurut Nashr al-Din al-Thusi yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim,
riyadhah adalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecenderungannya terhadap nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak dan perbuatan tercela. Riyadhah dimaknai juga sebagai pembiasaan jiwa manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkannya menuju kesempurnaan yang dapat dicapainya. Tujuan riyadhah adalah menghilangkan semua hambatan yang merintangi jalan menuju Allah terutama kesenangan lahir dan batin; menundukkan jiwa binatang kepada akal praktis yang mendorong jiwa dalam mencari kebenaran; dan membiasakan jiwa agar selalu siap untuk menerima pancaran Allah SWT, sehingga jiwa tersebut mampu memperoleh kesempurnaan yang bisa dicapainya.
2. Pengertian Mujahadah
Mengenai mujahadah, teori ini antara lain didasari oleh Q.S. al-Ankabut/29:69. Meskipun kata a-al-mujahadah tidak digunakan Al-Qur’an, tetapi kata yang seakar dengannya disebut sebanyak 44 kali, antara lain dalam bentuk jahada, jahadu, tujahiduna, yujahidu, yujahidun, jahidi, jihadin, jihadan, al-mujahidun, dan al-mujahidin.2 Seorang sufi yang bernama
1Jafar, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Medan: Perdana Publishig, 2016). h. 52
2Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-karim (Indonesia: Maktabah
Abu Ali al-Ruzabari menjelaskan bahwa “ketahuilah bahwa dasar dan tiang mujahadah adalah menyapih dari nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya dan membawanya pada penentangan hawa nafsu dalam semua waktu. Sedangkan sufi lain, Hasan al-Qazaz, mengatakan bahwa ‘mujahadah
dibangun atas tiga hal: tidak makan bila sangat butuh, tidak tidur kecuali mengantuk, dan tidak bicara kecuali terdesak.
3. Pengertian Khalwah dan Uzlah
Khalwah (menyepi) adalah pemutusan hubungan dengan makhluk menuju
penyambungan hubungan dengan al-Haqq. Khalwah merupakan perjalanan dari ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzulah (mengasingkan diri) adalah menjaga
keselamatan diri dari niat buruk orang lain.
Dalam Ihya Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan bahwa praktik mengasingkan diri memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan spiritual. Pertama, dapat mengosongkan diri hanya beribadah kepada Allah SWT, mengendalikan hati dengan bermunajat kepada-Nya dan menyibukkan diri dengan menyingkap rahasia-rahasia-Nya tentang masalah dunia dan akhirat. Kedua, dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang biasa dilakukan dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat seperti mengumpat, adu domba, pamer, diam dari amar ma’ruf nahi munkar , dan meniru tabiat buruk dan perbuatan keji akibat rakus terhadap kehidupan duniawi. Ketiga, membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia.
Keempat, memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan terhadap dunia. Kelima,
membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orang yang berpengarai buruk dan bodoh.
Keenam, menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari perbuatan tercela dan larangan Allah SWT.
Seluruh kaum sufi menegaskan urgensi Khalwah dan uzlah bagi salik dalam menapaki jalan spiritual yang terjal adalah bahwal salik memerlukan konsentrasi diri dan jauh dari gangguan public yang dapat merusak kekhusyukan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dalam Khalwah dan uzlah , seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah. Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang.
Dalam mendapatkan al-maqam dan al-ahwal tertentu, menurut al-Kalabazi, seorang sufi harus menjalankan amalan-amalan agama secara benar. Ia mengatakan bahwa ilmu- ilmu sufi adalah ilmu-ilmu tentang keadaan-keadaan (al-Ahwal) yang diwariskan dari amal-amal tertentu dan hanya dialami oleh orang yang mengamalkan (agama) secara benar. Langkah menuju amal yang benar adalah mengetahui hukum-hukum syariat (al- Ahkam al-Syariah), memahami al-QAuran ( al-kitab), sunah (al-Sunnah), ijmak salaf (ijma al-Salaf), akidah
Ahlusunnah Waljamaah, dan ilmu makrifat (‘ilm ma’rifah).3 Sebagai seorang sufi dari
mazhab Sunni, al-Kalabazi berharap para salik mengamalkan ajaran islam yang sesuai dengan doktrin mazhab Sunni baik dalam bidang akidah maupun syariah demi meraih tujuan tasawuf.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Maqamat dan Al-Ahwal tidak dapat dipisahkan karena sudah saling bergantung antara keduanya , diibaratkan seperti dua mata yang saling melengkapi. Pondasi untuk mencapai al-maqamat dan al-ahwal ialah dengan khalwah dan uzlah yaitu dengan menyepi dan mengasingkan diri. Dengan begitu, seorang salik dapat mudah tersambung dengan Allah SWT. Para salik tidak bisa tidak harus mengamalkan ibadah, mujahadah, dan riyadah dalam menyucikan jiwa mereka untuk dapat meraih seluruh tingkatan maqamat dan dianugrahi al-ahwal.
Menurut Nashr al-Din al-Thusi yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim,
riyadhah adalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecenderungannya terhadap nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak dan perbuatan tercela.
Hasan al-Qazaz, mengatakan bahwa ‘mujahadah dibangun atas tiga hal: tidak makan bila sangat butuh, tidak tidur kecuali mengantuk, dan tidak bicara kecuali terdesak.
Khalwah (menyepi) adalah pemutusan hubungan dengan makhluk menuju
penyambungan hubungan dengan al-Haqq. Khalwah merupakan perjalanan dari ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzulah (mengasingkan diri) adalah menjaga
keselamatan diri dari niat buruk orang lain.
Jafar, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Medan: Perdana Publishig, 2016).
Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-karim (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t)