• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH NOMOR 1 SD 10 TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERATURAN DAERAH NOMOR 1 SD 10 TAHUN 2016"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

1

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH DATAR,

Menimbang : a. bahwa telekomunikasi merupakan sarana publik yang dalam penyelenggaraannya membutuhkan infrastruktur Menara telekomunikasi;

b. bahwa pembangunan dan penggunaan Menara telekomunikasi sebagai salah satu infrastruktur pendukung dalam penyelenggaraan telekomunikasi harus memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan dan estetika lingkungan serta asas manfaat;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

2

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817)

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

10.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

(3)

3

11.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

12.Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

13.Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

14.Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

15.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

17.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;

18.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informartika Nomor 02/PER/KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi ;

(4)

4

19.Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, dan Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan penataan Menara bersama telekomunikasi;

20.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/M.KOMINFO/04/ 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Urusan Pemerintah Sub Bidang Pos dan Telekomunikasi;

21.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

22.Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Nomor 6);

23.Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Nomor 2 Seri E);

24.Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Datar (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Nomor 2 Seri E );

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR dan

BUPATI TANAH DATAR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI.

(5)

5 BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Tanah Datar.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

4. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

5. Bupati adalah Bupati Tanah Datar.

6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan yang melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

7. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

8. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, bunyi melalui kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

(6)

6

9. Menara telekomunikasi, yang selanjutnya disebut Menara adalah bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.

10. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara. 11. Penyedia Menara adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik

daerah, badan usaha milik negara atau badan usaha swasta yang memiliki dan mengelola Menara telekomunikasi untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi.

12. Pengelola Menara adalah badan usaha yang mengelola dan/atau mengoperasikan Menara yang dimiliki oleh pihak lain.

13. Penyedia jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.

14. Jaringan utama adalah bagian dari jaringan infrastruktur telekomunikasi yang menghubungkan berbagai elemen jaringan telekomunikasi yang dapat berfungsi sebagai central trunk, Mobile Switching Center (MSC), Base Station Controller (BSC), Radio Network Controller (RNC), dan jaringan transmisi utama (backbone transmission).

15. Izin Mendirikan Bangunan Menara adalah izin mendirikan bangunan yang di berikan oleh Pemerintah Daerah, kepada pemilik Menara untuk membangun baru atau mengubah Menara sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.

16. Perusahaan nasional adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum yang seluruh modalnya adalah modal dalam negeri dan berkedudukan di Indonesia serta tunduk pada peraturan perundang-undangan Indonesia.

17. Selubung bangunan adalah bidang maya yang merupakan batas terluar secara tiga dimensi yang membatasi besaran maksimum bangunan Menara yang diizinkan, dimaksudkan agar bangunan Menara berinteraksi dengan lingkungannya untuk mewujudkan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan harmonisasi.

18. Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.

(7)

7

19. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

20. Izin Prinsip adalah izin yang harus diajukan dan diperoleh sebelum dilakukan pendirian/pembangunan Menara dan sebelum diperoleh izin-izin lain terkait dengan pendirian/ pembangunan Menara.

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas :

a. manfaat;

b. adil dan merata; c. kepastian hukum; d. keamanan;

e. kemitraan; f. etika; dan

g. kepercayaan pada diri sendiri.

Pasal 3

Pedoman pembangunan dan penggunaan bersama Menara bertujuan untuk mewujudkan keserasian hubungan antara pemerintah dengan Pemerintahan Daerah dalam hal memberikan petunjuk pembangunan Menara yang memenuhi persyaratan administratif, teknis, fungsi, tata bangunan, rencana tata ruang wilayah, lingkungan dan aspek yuridis.

Pasal 4

Lingkup pengaturan pembangunan dan penggunaan bersama Menara meliputi perencanaan lokasi Menara, perizinan pembangunan Menara, pembangunan Menara, tata cara perizinan pembangunan Menara, penggunaan bersama Menara, bangunan Menara, pembongkaran Menara, pencabutan izin, peran serta masyarakat, dan pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan fasilitasi

(8)

8 BAB III

PERENCANAAN LOKASI MENARA

Pasal 5

(1) Perencanaan lokasi Menara meliputi perencanaan tata ruang Menara sebagai rencana penempatan Menara.

(2) Apabila perencanaan lokasi Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, lokasi pembangunan Menara mengacu kepada rencana tata ruang wilayah.

(3) Perencanaan lokasi Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PERIZINAN PEMBANGUNAN MENARA

Pasal 6

(1) Pembangunan Menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Bupati.

(2) Pemberian lzin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan ruang.

(3) Pemberian lzin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu.

Pasal 7

Struktur bangunan Menara bersama yang dibangun di atas permukaan tanah harus mampu menampung paling sedikit 2 (dua) penyelenggara telekomunikasi.

BAB V

PEMBANGUNAN MENARA

Pasal 8

(1) Menara disediakan oleh penyedia Menara.

(2) Penyedia Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan : a. penyelenggara telekomunikasi; atau

b. bukan penyelenggara telekomunikasi.

(9)

9

(3) Penyediaan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembangunannya dilaksanakan oleh penyedia jasa konstruksi.

(4) Penyedia Menara yang bukan penyelenggara telekomunikasi, pengelola Menara atau penyedia jasa konstruksi untuk membangun Menara merupakan perusahaan nasional.

Pasal 9

(1) Lokasi pembangunan Menara wajib mengikuti: a. rencana tata ruang wilayah kabupaten;

b. rencana detail tata ruang wilayah kabupaten; dan/atau c. rencana tata bangunan dan lingkungan.

(2)Pembangunan Menara wajib mengacu kepada SNI dan standar baku tertentu untuk menjamin keselamatan bangunan dan lingkungan dengan memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi Menara terutama di daerah patahan gempa dengan mempertimbangkan persyaratan struktur bangunan Menara.

(3)Standar baku tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain : a. tempat/space penempatan antena perangkat telekomunikasi untuk

penggunaan Menara bersama; b. ketinggian Menara bersama; c. struktur Menara;

d. rangka struktur Menara; e. pondasi Menara;

f. kekuatan angin ; dan g. aspek geoteknik.

(4)Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan struktur bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 10

(1)Menara yang dibangun wajib dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas sesuai ketentuan perundang-undangan.

(2)Sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. pentanahan (grounding);

b. penangkal petir; c. catu daya;

d. lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light);

e. marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking); dan f. pagar pengaman representatif.

(10)

10

(3)Identitas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a. nama pemilik Menara;

b. alamat/kedudukan pemilik Menara c. lokasi dan koordinat Menara; d. tinggi Menara;

e. tahun pembuatan/pemasangan Menara; f. penyedia jasa konstruksi; dan

g. beban maksimum Menara.

(4)Penyedia Menara wajib melaporkan bangunan Menara yang telah selesai dibangun secara tertulis kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan komunikasi dan informatika dan tembusan disampaikan kepada camat dan wali nagari.

Pasal 11

Penyedia Menara atau pengelola Menara bertanggung jawab terhadap pemeriksaan berkala bangunan Menara dan atau kerugian yang timbul akibat runtuhnya seluruh dan/atau sebagian Menara.

Pasal 12

(1)Pembangunan Menara di kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk kawasan tersebut.

(2) Kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. kawasan cagar budaya; b. kawasan pariwisata; c. kawasan hutan lindung;

d. kawasan yang karena fungsinya memiliki atau memerlukan tingkat keamanan dan kerahasiaan tinggi; dan

e. kawasan pengendalian ketat lainnya.

BAB VI

TATA CARA PERIZINAN PEMBANGUNAN MENARA

Pasal 13

Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara diajukan oleh penyedia Menara kepada Bupati.

(11)

11 Pasal 14

(1)Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 melampirkan persyaratan sebagai berikut :

a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis.

(2)Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari :

a. izin prinsip;

b. status kepemilikan tanah dan bangunan; c. informasi pemanfaatan ruang;

d. rekomendasi dari instansi terkait khusus untuk kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;

e. akta pendirian perusahaan beserta perubahan yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM;

f. surat bukti pencatatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi penyedia Menara yang berstatus perusahaan terbuka;

g. informasi rencana penggunaan bersama Menara;

h. persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian Menara dan diketahui oleh wali nagari; dan

i. dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin gangguan dan Izin genset.

(3)Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut :

a. gambar rencana teknis bangunan Menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detail serta perhitungan struktur;

b. spesifikasi teknis pondasi Menara meliputi data penyelidikan tanah, jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah dengan mempedomani Lampiran Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Infromatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 18 Tahun 2009, Nomor : 07/PRT/M/2009, Nomor :19/PER/M.KOMINFO/03/2009 dan Nomor : 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi; dan

c. spesifikasi teknis struktur atas Menara, meliputi beban tetap (beban sendiri dan beban tambahan) beban sementara (angin dan gempa), beban khusus, beban maksimum Menara yang diizinkan, sistem konstruksi ketinggian Menara, dan proteksi terhadap petir.

(12)

12 Pasal 15

(1)Proses penelitian dan pemeriksaan dokumen administrasi dan dokumen teknis paling lama diselesaikan 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen administratif dan dokumen teknis diterima serta dinyatakan lengkap.

(2)Dalam hal dokumen administratif dan dokumen teknis yang diterima belum lengkap, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan informasi kepada pemohon paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dokumen diterima. (3)lzin Mendirikan Bangunan Menara diterbitkan paling lama 14 (empat belas)

hari terhitung sejak dokumen administrasi dan/atau dokumen rencana teknis disetujui.

(4)Kelaikan fungsi bangunan Menara yang berdiri di atas tanah dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, kecuali terjadi kondisi darurat, dan melaporkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan Menara kepada Bupati secara berkala setiap tahun.

(5)Kelaikan fungsi bangunan Menara yang menjadi satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan bangunan gedung.

(6)Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku tanpa batas waktu sepanjang tidak ada perubahan struktur atau perubahan konstruksi Menara.

Pasal 16

(1)Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dapat menempatkan :

a. antena di atas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan 6 meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak melampaui ketinggian maksimum selubung bangunan gedung yang diizinkan, dan konstruksi bangunan gedung mampu mendukung beban antena; dan/atau

b. antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame, tiang lampu penerang jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi bangunannya mampu mendukung beban antena.

(2)Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak memerlukan izin.

(3)Lokasi dan penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan rencana tata ruang wilayah dan keselamatan bangunan, serta memenuhi estetika.

(13)

13 BAB VII

PENGGUNAAN BERSAMA MENARA

Pasal 17

Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada penyelenggara telekomunikasi untuk menggunakan Menara secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis Menara.

Pasal 18

(1)Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib memperhatikan ketentuan perundang undangan yang terkait dengan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(2)Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib menginformasikan ketersediaan kapasitas Menaranya kepada calon pengguna Menara secara transparan.

(3)Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan calon pengguna Menara yang lebih dahulu menyampaikan permintaan penggunaan Menara dengan tetap memperhatikan kelayakan dan kemampuan.

Pasal 19

Penggunaan bersama Menara wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan komunikasi dan informatika.

Pasal 20

Setiap penyedia Menara berkewajiban untuk:

a. membangun Menara sesuai ketentuan yang ditetapkan.

b. mengasuransikan Menara dan menjamin seluruh resiko/kerugian yang ditimbulkan akibat dari bangunan Menara sesuai dengan radius ketinggian Menara;

c. melaksanakan kegiatan sesuai dengan perizinan yang diberikan;

d. melaksanakan ketentuan teknis, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari palaksanaan izin yang diberikan;

(14)

14

g. memanfaatkan Menara sesuai peruntukannya;

h. melakukan perawatan dan pemeliharaan secara berkala;

i. membayar pajak dan/atau retribusi sesuai peraturan perundang-undangan;

j. memperbaiki Menara yang dinyatakan tidak layak fungsi;

k. membongkar Menara yang tidak layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki; dan

l. mematuhi peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

BANGUNAN MENARA

Pasal 21

(1)Dalam hal terjadi sengketa yang berhubungan dengan persyaratan izin, izin yang dimaksud tidak diterbitkan sampai dengan adanya kepastian hukum bagi pemohon selaku yang berhak atas permohonan izin tersebut.

(2)Terhadap izin yang tidak diterbitkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemohon.

BAB IX

PEMBONGKARAN MENARA

Pasal 22

(1)Pembongkaran Menara wajib dilakukan pemilik Menara apabila: a. tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;

b. menara tidak dipergunakan atau berfungsi paling lama 12 (dua belas) bulan berturut-turut;

c. menara tidak difungsikan sebagai Menara bersama;

d. kondisi Menara menimbulkan ancaman terhadap keselamatan/ keamanan lingkungan.

(2)Penyedia Menara yang membangun Menara bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembongkaran Menara yang dibangun, sebagaimana yang dimaksud ayat (1).

(3)Pelaksanaan pembongkaran Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(15)

15 BAB X

PENCABUTAN IZIN Pasal 23

Izin Menara dicabut apabila :

a. penyedia Menara melampirkan dokumen atau data palsu sewaktu mengajukan permohonan;

b. penyedia yang diterbitkan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam surat izin Menara

c. penyedia Menara tidak melaksanakan kegiatan usahanya selama 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut atau lebih;

d. pengalihan kepemilikan perusahaan tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Daerah ;

e. tidak memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 14; atau

f. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 24

(1)Dalam melaksanakan pemantauan dan penjagaan ketertiban, masyarakat mempunyai hak dan kewajiban.

(2)Hak masyarakat meliputi :

a. memantau dalam kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun kegiatan pembongkaran;

b. memantau melalui kegiatan pengamatan, penyampaian masukan, usulan dan pengaduan;

c. memantau dan melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Daerah tentang indikasi bangunan Menara yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/ atau menimbulkan gangguan dan/ atau bahaya bagi pengguna, masyarakat dan/ atau lingkungan;

d. pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c dilakukan secara obyektif dengan penuh tanggungjawab dan dengan tidak menimbulkan gangguan dan/atau kerugian bagi penyedia dan/atau pengguna, masyarakat dan lingkungan;

(16)

16

e. memberikan masukan maupun usulan kepada Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman dan standar teknis dibidang pembangunan Menara; dan

f. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan Menara dan lingkungan, rencana teknis bangunan Menara dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. (3) Kewajiban masyarakat meliputi :

a. menjaga ketertiban dalam kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian maupun pembongkaran; dan

b. menjaga ketertiban penyelenggaraan bangunan Menara dengan mencegah setiap perbuatan diri sendiri atau kelompok yang dapat mengurangi tingkat keandalan bangunan Menara dan/ atau menggangu penyelenggaraan bangunan Menara dan lingkungan;

BAB XII

PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN FASILITASI

Pasal 25

(1)Pembinaan, Pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan dan penggunaan Menara dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan komunikasi dan informatika.

(2)Penyedia Menara wajib melaporkan setiap tahun mengenai keberadaan Menara kepada Bupati.

(3)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jumlah Menara, pengguna Menara dan kondisi Menara.

Pasal 26

(1)Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan komunikasi dan informatika melakukan fasilitasi pelaksanaan Peraturan Daerah ini.

(2)Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup mengkoordinasikan, melaksanakan sosialisasi, supervisi dan asistensi untuk kelancaran penerapan Peraturan Daerah ini.

(17)

17 BAB XIV

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 29

(1)Penyedia Menara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi administrasi.

(2)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan; c. pencabutan izin; dan

d. denda.

Pasal 30

(1)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing (7 tujuh) hari.

(2)Apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan penghentian sementara untuk jangka waktu satu bulan.

(3)Apabila dalam masa penghentian sementara kegiatan telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Daerah ini, penyedia Menara mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati untuk kegiatan dapat beroperasi kembali.

(4)Apabila penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, izin Menara dicabut.

(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila penyedia Menara tertangkap tangan adanya pelanggaran terhadap ketentuan perizinan pada saat razia oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Bupati, izin Menara dapat dilakukan pembekuan izin atau dicabut dengan ketentuan apabila :

a. tertangkap tangan ditemukan unsur pidana, izin yang diterbitkan dicabut dan diproses sesuai jalur hukum;

b. tertangkap tangan adanya pelanggaran peraturan daerah ini selain unsur pidana, izin yang diterbitkan dilakukan pembekuan;

c. pembekuan izin yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, habis jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tidak ada usaha perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), izin Menara dicabut; dan

(18)

18

e. izin telah dicabut, penyedia Menara tertangkap tangan aktif menjalankan usaha, dapat dilakukan penyegelan terhadap Menara oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan.

BAB XV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 31

(1)Penyidik pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan Penyidikan atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.

(2)Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan dan laporan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang, pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang, pribadi atau badan; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain yang

berkenaan dengan tindak pidana;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti, pembukuan, pencatatan dan dokumen lainnya serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyelidikan; dan

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan

dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umum, sesai dengan peraturan perundang-undangan

(19)

19 BAB XVI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1)Barang siapa melakukan pelanggaran tehadap ketentuan Pasal 6 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

(2)Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tindak pidana pelanggaran.

BAB XVII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

(1)Menara yang dibangun sebelum Peraturan Daerah ini diterbitkan tetap berdiri guna menjaga ketersediaan sarana telekomunikasi.

(2)Menara yang tidak difungsikan atau tidak dipergunakan dengan semestinya harus dibongkar oleh pemiliknya.

(3)Apabila dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dilakukan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dapat melakukan pembongkaran sesuai peraturan perundang-undangan.

(4)Menara yang telah dibangun dan lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana detail tata ruang diprioritaskan untuk digunakan sebagai Menara bersama.

(20)

20 BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,

agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar.

Ditetapkan di Batusangkar pada tanggal 27 Juni 2016

BUPATI TANAH DATAR,

Ttd

IRDINANSYAH TARMIZI Diundangkan di Batusangkar

Padatanggal 27 Juni 2016

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

ttd

HARDIMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2016 NOMOR 1

NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT : 1/2016

Salinan ini sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan HAM

Setdakab Tanah Datar

(21)

21

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI

I. UMUM

Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai peranan penting dan strategis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sehingga harus senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu cara meningkatkan kualitas pelayanan dibidang telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Menara merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang utama dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan, bangunan dan ruang udara, sehingga perlu ditata dan dikendalikan. Dalam rangka efektivitas dan efisiensi penggunaan Menara harus memperhatikan faktor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika lingkungan.

Peraturan Daerah tentang pembangunan dan penggunaan bersama Menara telekomunikasi mengatur tentang perencanaan lokasi Menara, perizinan pembangunan Menara, pembangunan Menara, tata cara perizinan pembangunan Menara, penggunaan bersama Menara, bangunan Menara, pembongkaran Menara, pencabutan izin, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, fasilitasi, pengecualian, dan sanksi.

I. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

Penyelenggaraan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.

(22)

22

a. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan Iebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin;

b. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata; c. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan

telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.

d. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.

e. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

f. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.

g. Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.

Pasal 3

Cukup jelas Pasal 4

Cukup jelas Pasal 5

Cukup jelas

(23)
(24)

24 Pasal 27

Cukup jelas Pasal 28

Cukup jelas Pasal 29

Cukup jelas Pasal 30

Cukup jelas Pasal 31

Cukup jelas Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33

Cukup jelas Pasal 34

Cukup jelas

(25)

25

BUPATI TANAH DATAR

PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENGGILINGAN PADI, HULLER DAN PENYOSOHAN BERAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH DATAR,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu dan kualitas produksi beras, diperlukan penyelenggaraan proses pasca panen yang baik dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah; b. bahwa dengan meningkatnya jumlah penggilingan padi,

huller dan penyosohan beras di Kabupaten Tanah Datar perlu penataan dan pembinaan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat;

c. bahwa untuk penyelenggaraan huller, penggilingan padi dan penyosohan beras perlu adanya pedoman yang mengatur tentang penyelenggaraan penggilingan padi, huller, dan penyosohan beras;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penggilingan Padi, Huller, dan Penyosohan Beras;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) ;

(26)

26

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1971 tentang Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 85);

5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 859/Kepts/TP.250/11/1998 tentang Pedoman Pembinaan Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras;

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32/Permentan/OT.140/3/2007 tentang Pelarangan Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya Pada Proses Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR dan

BUPATI TANAH DATAR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENGGILINGAN PADI, HULLER, DAN PENYOSOHAN BERAS.

(27)

27 BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Tanah Datar.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Bupati adalah Bupati Tanah Datar.

4. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan pertanian dan tanaman pangan Kabupaten Tanah Datar.

5. Huller adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan tenaga motor penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah padi/gabah menjadi beras pecah kulit.

6. Penggilingan Padi adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan tenaga motor penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah padi/gabah menjadi beras sosoh.

7. Penyosohan Beras adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan tenaga motor penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah beras pecah kulit menjadi beras sosoh atau mengolah beras sosoh menjadi beras yang lebih baik lagi.

8. Penanganan Pasca Panen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai dengan siap dikonsumsi dan/atau diolah.

9. Beras Pecah Kulit adalah beras yang telah mengalami proses penghilangan sekam.

10. Beras Sosoh adalah beras pecah kulit yang telah disosoh menjadi beras yang bisa dikonsumsi.

11. Beras adalah hasil utama dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan.

12. Pelaku Usaha adalah setiap orang atau badan yang memiliki huller, penggilingan padi, dan penyosohan beras.

(28)

28

13. Tanda Daftar Usaha selanjutnya disingkat TDU adalah pernyataan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pelaku usaha perusahaan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras skala kecil.

14. Izin Usaha adalah pernyataan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pelaku usaha perusahaan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras skala besar.

15. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

16. Surat Izin Usaha Perdagangan selanjutnya disingkat SIUP adalah surat izin untuk melaksanakan usaha perdagangan.

17. Perusahaan Skala Kecil adalah perusahaan yang memiliki kapasitas giling sampai dengan 1500 kg/jam setara beras/unit usaha.

18. Perusahaan Skala Besar adalah perusahaan yang memiliki kapasitas giling lebih besar dari 1500 kg/jam setara beras/unit usaha.

Pasal 2

Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan pembinaan, pemberian perizinan dan melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi, dan Penyosohan Beras.

Pasal 3

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:

a. menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan yang sehat sehingga perusahaan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dapat lebih maju, tangguh, efisien dan mandiri;

b. meningkatkan pembinaan pada pelaku usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dalam rangka menumbuhkan daya saing melalui peningkatan mutu dan menekan kehilangan hasil;

c. terciptanya pelayanan perizinan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang efektif, kontiniu, prima dan berdayaguna bagi pelaku usaha; dan

d. mengawasi penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras.

(29)

29 Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini terdiri atas : a. usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras; b. perizinan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras; c. hak dan kewajiban pelaku usaha;

d. tata cara pengenaan sanksi administrasi; e. peran serta masyarakat ; dan

f. pembinaan dan pengawasan.

BAB II

USAHA HULLER, PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN BERAS

Pasal 5

Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras merupakan usaha pada penanganan pasca panen.

Pasal 6

Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan di luar pemukiman penduduk guna menghindari kebisingan dan pencemaran lingkungan.

Pasal 7

(1) Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh Pelaku Usaha yang terdiri dari: a. perusahaan skala kecil; atau

b. perusahaan skala besar.

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat sekaligus menggabungkan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras disatu tempat.

Pasal 8

(1) Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras perlu memperhatikan peningkatan mutu hasil dan penghitungan perkiraan kehilangan hasil.

(2) Kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dalam rangka peningkatan mutu dan perkiraan kehilangan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :

a. pengumpulan; b. pengeringan;

(30)

30 c. penggilingan;

d. penyosohan; dan

e. pengemasan dan penyimpanan.

Pasal 9

(1) Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a berupa pengumpulan padi dan beras sosoh yang akan digiling di Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras pada suatu tempat atau wadah.

(2) Tempat pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi alas guna menghindari susut atau kehilangan hasil karena tercecer, rusak dan/atau kotor.

Pasal 10

(1) Kegiatan pengeringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dilakukan pada Huller Penggilingan Padi dalam bentuk pengeringan bulir padi agar mudah terkelupas dan menghindari pertumbuhan tunas atau kapang.

(2) Kegiatan pengeringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dibawah sinar matahari langsung dan/atau pengering buatan.

Pasal 11

(1) Kegiatan penggilingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c berupa pemisahan bulir padi dari kulit padi yang menghasilkan Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh.

(2) Pemisahan bulir padi menjadi Beras Pecah Kulit pada huller sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan sekam dan/atau dedak.

(3) Pemisahan Beras Pecah Kulit menjadi Beras Sosoh pada penyosohan beras sebagaimana pada ayat (1) menghasilkan dedak.

(4) Sekam dan/atau dedak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikelola dengan baik oleh Pelaku Usaha sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pasal 12

(1) Kegiatan penyosohan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d berupa pemisahan bekatul Beras menjadi Beras yang lebih baik.

(2) Pemisahan bekatul Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga keutuhan butir Beras.

(3) Pemisahan bekatul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan Beras putih yang utuh dan murni.

(31)

31 Pasal 13

Kegiatan pengemasan dan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e memperhatikan :

a. daya tahan dan daya simpan Beras;

b. media pengemasan dan penyimpanan yang bersih dan layak;

c. suhu, tekanan dan kelembapan udara dalam ruang penyimpanan Beras; dan/atau

d. keamanan dari gangguan faktor luar yang merusak kualitas Beras.

Pasal 14

(1)Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya.

(2)Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya.

(3)Jika bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pada proses Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras belum termasuk sebagai bahan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan persetujuan dari Dinas.

(4)Setiap Pelaku Usaha yang menggunakan bahan kimia berbahaya dan bahan tambahan pada proses Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tanpa persetujuan Dinas dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran tertulis; dan b. pencabutan izin.

Pasal 15

(1)Peralatan dan mesin yang digunakan pada kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas Beras yang dihasilkan.

(2)Peralatan dan/atau mesin yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut :

a. sesuai dengan tujuan penggunaan;

b. permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak berkarat dan tidak mudah mengelupas;

c. mudah dikontrol; dan d. tidak mencemari hasil.

(32)

32 BAB III

PERIZINAN USAHA HULLER, PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN BERAS

Bagian Kesatu Umum

Pasal 16

(1) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras wajib memiliki Izin.

(2) Izin penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Bupati.

(3) Bupati dapat melimpahkan kewenangan penerbitan izin penyelenggaraan huller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Dinas atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang pelayanan satu pintu.

(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a.TDU untuk perusahaan berskala kecil; dan

b.Izin Usaha untuk perusahaan berskala besar.

(5) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memiliki Izin, dikenakan sanksi administratif berupa:

a.teguran tertulis; dan b.penutupan sementara.

Bagian Kedua

Permohonan Pelayanan Perizinan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras

Pasal 17

(1)Pelaksanaan pemberian Izin penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras berdasarkan prinsip :

a. transparan;

b. pelayanan cepat dan tepat; dan c. dapat dipertanggungjawabkan.

(2)Bupati melalui Dinas melakukan pelayanan pemberian Izin penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras berdasarkan permohonan secara tertulis dari Pelaku Usaha.

(33)

33

(3)Jenis layanan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. permohonan TDU dan Izin Usaha baru; dan/atau

b. perpanjangan TDU.

Bagian Ketiga Persyaratan

Pasal 18

(1)Permohonan TDU dan Izin Usaha baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan yang meliputi :

a. persyaratan administrasi;dan b. persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk TDU terdiri atas :

a. mengisi formulir isian;

b.menyerahkan fotokopi Izin Gangguan;

c. menyerahkan fotokopi KTP Pelaku Usaha; dan d.menyerahkan pas foto warna ukuran 3 x 4.

Pasal 19

(1)Persyaratan teknis untuk permohonan izin usaha baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b terdiri atas :

a. peralatan yang digunakan harus mendukung kualitas dan kuantitas beras;

b. untuk Huller menggunakan peralatan pecah kulit yang baik;

c. untuk Penggilingan Padi paling sedikit menggunakan paket peralatan yang terdiri dari peralatan pecah kulit yang baik; dan

d. untuk Penyosohan Beras menggunakan mesin penyosoh secara bertingkat yaitu lebih dari satu kali penyosohan.

(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. rubber roll husker;

b. pelmolen;

c. flash type husker; d. Separator;

e. Polisher; dan/atau

f. peralatan dan/atau mesin yang direkomendasikan oleh Dinas.

(34)

34 Pasal 20

Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b, harus memenuhi persyaratan meliputi :

a.mengisi formulir isian;

b.menyerahkan fotokopi Izin Gangguan; c. menyerahkan fotokopi KTP Pelaku Usaha;

d.menyerahkan pas foto warna ukuran 3 x 4; dan e. menyerahkan TDU lama yang masih berlaku.

Pasal 21

(1)TDU atau Izin Usaha harus didaftarkan kembali jika Pelaku Usaha melakukan perubahan lokasi, kepemilikan usaha dan/atau kapasitas mesin.

(1)Pendaftaran perubahan lokasi, kepemilikan usaha dan/atau kapasitas mesin dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).

Pasal 22

(1)Permohonan untuk TDU atau Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf a dan huruf b diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada Bupati melalui Dinas atau Pejabat yang bertanggungjawab di bidang pelayanan satu pintu.

(2)Kepala Dinas atau Pejabat yang bertanggungjawab di bidang pelayanan satu pintu setelah menerima permohonan pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pemeriksaan terhadap persyaratan administrasi pelaku usaha.

(3)Pada saat mengajukan proses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pelaku usaha wajib menunjukan dokumen asli dari persyaratan yang diminta.

(4)Dalam hal permohonan dinyatakan lengkap, Kepala Dinas atau Pejabat yang bertanggungjawab di bidang pelayanan satu pintu dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja menerbitkan TDU atau izin usaha. (5)Dalam hal permohonan dinyatakan tidak lengkap, Kepala Dinas atau

Pejabat yang bertanggungjawab di bidang pelayanan satu pintu memberitahukan secara tertulis kepada pelaku usaha paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima.

(35)

35

Bagian Kelima Masa Berlaku Izin

Pasal 23

(1)TDU berlaku selama Usaha Huller Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras masih berdiri pada lokasi yang ditetapkan dan selama usaha berskala kecil.

(2)Izin Usaha berlaku selama Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras masih berdiri dan dioperasikan oleh pemegang Izin yang sah.

Bagian Keenam

Pembatalan, Pencabutan dan Berakhirnya Izin

Pasal 24

TDU dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Bupati atau Pejabat berwenang dinyatakan batal dan tidak berlaku apabila data, informasi, dan keterangan yang dilampirkan dalam surat permohonan dan Izin Usaha oleh Pelaku Usaha ternyata tidak benar.

Pasal 25

(1) TDU dan Izin Usaha dilakukan pencabutan izin apabila :

a. melakukan perubahan lokasi, perluasan usaha dan/atau perubahan kepemilikan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras tanpa persetujuan Kepala Dinas;

b. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam TDU atau Izin Usaha;

c. melakukan tindakan langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan gangguan ketertiban umum;

d. selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras;

e. tidak memberikan pelaporan atau memberikan pelaporan palsu tentang kegiatan dan perkembangan usaha; dan/atau

f. terjadi perubahan kapasitas mesin Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras;

(36)

36

(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah pemegang izin diberikan peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari.

(3) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Kepala Dinas atau Pejabat yang bertanggungjawab di bidang pelayanan satu pintu setelah mendapat rekomendasi dari Dinas.

Pasal 26

TDU atau Izin Usaha dapat berakhir dengan sendirinya apabila :

a.masa berlaku TDU atau Izin Usaha telah berakhir;

b.pemegang TDU atau Izin Usaha meninggal dunia; dan/atau

c. pemegang TDU atau Izin Usaha melakukan pengalihan kepemilikan.

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA

Pasal 27

Setiap Pelaku Usaha yang telah memperoleh TDU atau Izin Usaha berhak: a. menyelenggarakan kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan

Penyosohan Beras; dan b. mendapatkan pembinaan.

Pasal 28

Setiap Pelaku Usaha yang telah memperoleh TDU atau Izin Usaha berkewajiban :

a. melaporkan kegiatan dan perkembangan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras setiap 6 (bulan) sekali kepada Dinas;

b. mentaati ketentuan yang terdapat dalam perizinan;

c. menyediakan alat keselamatan kerja dan peralatan pemadam kebakaran yang memenuhi standar teknis yang berlaku;

d. memperlihatkan TDU atau Izin Usaha kepada petugas yang melakukan pengawasan; dan

e. tidak menggunakan bahan kimia berbahaya pada Penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras.

(37)

37 Pasal 29

Setiap pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a sampai dengan huruf d dikenakan sanksi administrasi berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan Izin.

BAB V

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 30

(1)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. teguran tertulis diberikan sebagai peringatan pertama atas pelanggaran kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;

b. pembekuan TDU atau Izin Usaha diberikan dalam hal pelaku usaha telah mendapat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a namun tetap tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari; dan

c. pencabutan TDU dan Izin Usaha diberikan dalam hal pelaku usaha telah mendapatkan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada huruf b namun tetap tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

(2)TDU atau Izin Usaha yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberlakukan kembali apabila Pelaku Usaha telah memenuhi kewajibannya.

Pasal 31

(1)Mekanisme pembekuan atau pencabutan TDU atau Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan huruf c sebagai berikut :

a. sertifikat TDU atau Izin Usaha dari Pelaku Usaha yang dijatuhkan sanksi pembekuan atau sanksi pencabutan ditarik oleh pejabat yang bertanggungjawab dalam pelayanan terpadu satu pintu; dan

(38)

38

b. pejabat yang bertanggungjawab dalam pelayanan terpadu satu pintu menerbitkan surat keterangan pembekuan TDU atau Izin Usaha atau surat keterangan pencabutan TDU atau Izin Usaha.

(2)Format surat keterangan pembekuan TDU atau Izin Usaha dan surat keterangan pencabutan TDU atau Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas.

BAB VI

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 32

(1)Peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengaduan terhadap tindakan Pelaku Usaha dalam Penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat.

(2)Pengaduan yang disampaikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga terhadap tindakan Pelaku Usaha yang melakukan Penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang tidak sesuai dengan TDU atau Izin Usaha.

Pasal 33

(1)Pengaduan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 di sampaikan kepada Dinas.

(2)Pengaduan yang disampaikan kepada Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis.

(3)Pengaduan yang telah disampaikan oleh masyarakat segera ditindaklanjuti oleh Dinas.

(4)Dalam hal pengaduan masyarakat terbukti, pejabat yang bertanggung jawab dalam pelayanan terpadu satu pintu dapat menjatuhkan sanksi pencabutan izin berdasarkan rekomendasi Dinas.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 34

(1)Bupati melalui Dinas melakukan pembinaan terhadap Pelaku Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras.

(39)

39

(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. memberikan pendidikan dan pelatihan;

b. melakukan sosialisasi; dan/atau c. memberikan bimbingan teknis.

Pasal 35

(1) Bupati melalui Dinas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memeriksa langsung penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.

BAB VIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 36

(1)Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik.

(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah.

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak

pidana atas pelanggaran peraturan daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

(40)

40

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana atas

pelanggaran peraturan daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(4)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 37

(1)Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dengan menggunakan bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);

(2)Setiap orang atau badan yang menyelenggarakan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah)

(3)Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

(1)Izin Usaha yang diterbitkan sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku TDU dan Izin Usaha, dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini paling lambat 1 (satu) tahun.

(41)

41

(2)TDU yang diterbitkan sebelum ditetapkan peraturan daerah ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku TDU.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar.

Ditetapkan di Batusangkar pada tanggal 27 Juni 2016

BUPATI TANAH DATAR,

Ttd

IRDINANSYAH TARMIZI Diundangkan di Batusangkar

Padatanggal 27 Juni 2016

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

ttd HARDIMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2016 NOMOR 2

NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT : 2/2016

Salinan ini sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan HAM

Setdakab Tanah Datar

JASRINALDI,SH,SSos Pembina / IV.a

(42)

42

PENJELASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG

PENYELENGGARAAN USAHA HULLER, PENGGILINGAN PADI,

DAN PENYOSOHAN BERAS

I. PENJELASAN UMUM

Penggilingan Usaha Huller, Padi, dan Penyosohan Beras merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses penanganan pasca panen padi menjadi beras. Penggilingan Padi, Huller, dan Penyosohan Beras memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agrobisnis. Kabupaten Tanah Datar merupakan kabupaten yang dikenal sebagai lumbung pangan khususnya beras. Banyaknya jumlah Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang ada di Kabupaten Tanah Datar perlu diiringi dengan pengawasan yang menyeluruh dan sistematis dari Pemerintah Daerah agar pelaku usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dalam melakukan penanganan pasca panen dapat bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, begitu juga dengan pelaku usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang tidak mempunyai izin harus sedini mungkin ditertibkan agar penanganan pasca panen berjalan sesuai dengan yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah dan pelaku usaha dapat bersaing secara sehat .

Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang merupakan pusat pertemuan kegiatan pasca panen merupakan mata rantai penting dalam mensuplai kebutuhan beras di Daerah. Oleh sebab itu pelaku usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sedapat mungkin dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan beras, baik dari segi kuantitas maupun kualitas dalam mendukung ketahanan pangan sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

(43)

43

Produksi beras yang dihasilkan oleh pelaku uasaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras perlu diawasi agar beras yang di pasarkan bebas dari bahan kimia berbahaya dan bahan beracun lainnya. Peran Pemerintah Daerah dapat terlaksana dengan membuat regulasi tentang Penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras, dengan mewajibkan kepada pelaku usaha untuk mempunyai izin guna mengawasi penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sehingga Pemerintah Daerah dapat mempunyai data dan informasi Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras yang ada di Kabupaten Tanah Datar.

Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar merupakan bagian dari melaksanakan kewenangan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten. Peran Pemerintah Daerah dimaksud dengan memberikan bimbingan penanganan pasca panen guna meningkatkan mutu hasil dan penghitungan perkiraan kehilangan hasil panen, penerapan standar unit pengolahan padi menjadi beras, alat transportasi, unit penyimpanan dan kemasan padi maupun beras serta penyebarluasan dan pemantauan penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas. Pasal 5

Cukup Jelas. Pasal 6

Cukup Jelas. Pasal 7

Cukup Jelas.

(44)

44 Pasal 8

Cukup Jelas. Pasal 9

Cukup jelas Pasal 10

Cukup Jelas. Pasal 11

Cukup Jelas. Pasal 12

Cukup Jelas. Pasal 13

Cukup Jelas. Pasal 14

Cukup Jelas. Pasal 15

Cukup Jelas. Pasal 16

Cukup Jelas. Pasal 17

Cukup Jelas. Pasal 18

Cukup Jelas. Pasal 19

Cukup Jelas. Pasal 20

Cukup Jelas. Pasal 21

Cukup Jelas. Pasal 22

Cukup Jelas. Pasal 23

Cukup Jelas. Pasal 24

Cukup Jelas. Pasal 25

Penjelasan

(45)

45 Pasal 26

Cukup Jelas. Pasal 27

Cukup Jelas. Pasal 28

Cukup Jelas. Pasal 29

Cukup Jelas. Pasal 30

Cukup Jelas. Pasal 31

Cukup Jelas. Pasal 32

Cukup Jelas. Pasal 33

Cukup Jelas. Pasal 34

Cukup Jelas. Pasal 35

Cukup Jelas. Pasal 36

Cukup Jelas. Pasal 37

Cukup Jelas. Pasal 38

Cukup Jelas. Pasal 39

Cukup Jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian alat dilakukan pada pada rangkaian slave pengukur detak jantung, rangkaian slave pengukur suhu tubuh, rangkaian slave pengukur level pemakaian cairan infus, rangkaian

Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan psikologis tentang perempuan misalnya,peran utamanya dalam reproduksi psikologis relatif terhadap

(4) Dalam hal Pelaku Usaha telah melakukan memenuhi kewajiban dan perbaikan atas pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha

Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat,

1) Pengaruh permukaan heteroslip baik dengan pola slip persegi maupun trapesium terhadap performansi pelumasan akan menghasilkan nilai load support yang lebih besar sampai dengan

Menurut Tan dan Nasurdin (2011) pada praktik Human Resources Management (HRM) khususnya pelatihan dan kompensasi merupakan sistem yang menarik, mengembangkan, memotivasi,

(1) Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, dan Kelembagaan Masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), wajib

(2) Pembinaan terhadap BUMN atau BUMD, koperasi, badan usaha swasta, dan kelompok masyarakat yang melaksanakan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan