BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010).
Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut
2.1.2. Domain Pengetahuan
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu : 1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
5. Sintesa
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi/objek (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang adalah : 1. Pendidikan
positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .
2. Informasi /Media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial Budaya dan Ekonomi
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Notoatmodjo, 2010).
2.2. Persepsi 2.2.1. Pengertian
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera (Mulyana, 2000).
Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integritas dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Menurut Mulyana (2000), faktor-faktor yang memengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi :
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
a. Fisiologis
Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda. b. Perhatian
obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
c. Minat
Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.
Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat. d. Kebutuhan yang Searah
Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
e. Pengalaman dan Ingatan
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.
f. Suasana Hati
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah :
a. Ukuran dan Penempatan dari Obyek atau Stimulus
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.
b. Warna dari Obyek-obyek
Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
c. Keunikan dan Kekontrasan Stimulus
d. Intensitas dan Kekuatan dari Stimulus
Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
e. Motion atau Gerakan
Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.
2.3. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving)
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.4. Kontrasepsi Tubektomi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan. Sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda atau mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan.
b. Melumpuhkan sperma.
c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma. 2.4.1. Pengertian Tubektomi
Tubektomi adalah suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan atau memotong pada kedua saluran tuba. Dengan demikian maka ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma karenma adanya hambatan pada tuba. Tubektomi bisa dilakukan kapan saja asalkan wanita tersebut tidak hamil seperti pada saat setelah melahirkan atau abortus, sedang haid atau ganti cara kontrasepsi (Suratun, 2008).
2.4.2. Indikasi Tubektomi
Konprensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35-40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan tersebut (Wiknjosastro, 2005).
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut : 1. Indikasi medis umum
a. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker payudara dan sebagainya.
b. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain
2. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesar berulang, histerektomi dan sebagainya.
3. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologis dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
2.4.3. Syarat Tubektomi 1. Syarat Sukarela
2. Syarat Bahagia
Setiap calon perseta harus memenuhi syarat kebahagiaan artinya calon perseta tersebut terikat dalam perkawinan syah dan harmonis, umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun dengan 2 orang anak hidup, dan anak terkecil berumur lebih dari 2 tahun.
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi harus memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan kontra indikasi kesehatan. Setelah syarat bagian ini dipenuhi, syarat medik kemudian dipertimbangkan termasuk pemeriksaan fisik, ginekologik dan laboratorik. Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006).
2.4.4. Waktu Pelaksanaan Tubektomi
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi) 3. Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil. 4. Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.
2.4.5. Manfaat Tubektomi 1. Sangat efektif
2. Permanen
3. Tidak mempengaruhi proses menyusui 4. Tidak bergantung pada faktor senggama
5. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kehamilan yang serius 6. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anestesi lokal
7. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
2.4.6. Keterbatasan Tubektomi
1. Harus dipertimbangkan sifat permanan metode kontrasepsi, Klien dapat menyesal kemudian hari.
2. Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum) 3. Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
4. Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi)
5. Tidak melindungi dari IMS termasuk HIV/AIDS (Hanafi, 2004). 2.4.7. Komplikasi Tubektomi
Tabel 2.1. Komplikasi Tubektomi
Komplikasi Penanganan
Infeksi luka Apabila terlihat infeksi luka, obat dengan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti yang terindikasi
Demam pasca operasi (38o C)
Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan
Luka pada kandung kemih (intestinal jarang terjadi)
Hematoma (subkutan)
Mengacu ketingkat asuhan yang tepat, apakah kandung kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi, dirujuk ke Rumah Sakit yang tepat bila perlu.
Gunakan packs yang hangat dan lembab ditempat tersebut. Amati : hal ini biasanya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensi. Emboli gas yang
diakbiatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
Tabel 2.1 (Lanjutan) Rasa sakit pada lokasi
pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
Perdarahan superfinial (tepi-tepi kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
2.5. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Perilaku Penggunaan Tubektomi Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi tubektomi tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Menurut Green (1991) yang dibedakan dalam tiga jenis yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pengetahuan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.
b. Faktor pemungkin (enabling factors)
c. Faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi tubektomi.
Selanjutnya proses penggunaan alat kontrasepsi tubektomi oleh masyarakat atau konsumen dapat dijelaskan oleh Notoadmodjo (2010) bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan alat kontrasepsi tertentu tergantung pada :
a. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan maupun memakai alat kontrasepsi yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :
a. Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga.
b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama dan kesukuan.
b. Karakteristik pendukung (enabling characteristic)
a. Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
b. Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana.
2.6. Landasan Teori
Menurut Green (1991), bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan, terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai, faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, faktor pendorong yaitu terwujud dengan sikap dan perilaku petugas kesehatan. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi tubektomi.
Pendorong : - Sikap
Landasan teori menurut Green (1991), tidak semuanya akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi dilapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut peneliti. Variabel yang diambil adalah variabel pengetahuan, persepsi dan sikap wanita pasangan usia subur (PUS).
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan
Penggunaan Metode Kontrasepsi Tubektomi
Persepsi