BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan populasi penduduk dan peningkatan kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan energi yang tidak dapat diperbarui. Selama ini sebagian besar sumber energi menggunakan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis. Hal ini mendorong kita mencari berbagai cara untuk menghemat penggunaan minyak bumi serta menciptakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil [2]. Disamping itu, dampak lingkungan dan menurunnya persediaan bahan bakar fosil, mengakibatkan maraknya peningkatan minat terhadap sumber-sumber energi alternatif atau baru, salah satunya ialah biodiesel. Bahan bakar ini dapat diperbarui, tidak beracun, mudah didegradasi secara biologis, bahan bakar alternatif, dapat digunakan di dalam infrastruktur mobil diesel saat ini tanpa modifikasi mesin utamanya [1].
Minyak kelapa sawit adalah salah satu sumber energi yang potensial. Sebagai negara yang tanahnya subur, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit. Terlebih lagi pada 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sampai dengan 2010, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,8 juta hektar. Dalam kurun waktu sekira 15 tahun terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir lima kali lipat, dari 4,8 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 1996 menjadi 19,8 juta ton pada 2010 [2].
Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan petrodiesel konvensional; antara lain biodiesel ini merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui, biodegradable, tidak beracun, memiliki karbon netral, memiliki kandungan sulfur yang rendah, daya pelumasan tinggi dan titik nyala yang lebih baik [11]. Sifat menguntungkan dari biodiesel ini sangat mirip dengan bahan bakar diesel konvensional, sehingga ini memungkinkan untuk dapat dicampur dengan perbandingan yang sesuai [4] seperti yang kita kenal dengan biosolar.
Sampai tahun 2013, Indonesia telah berhasil mengembangkan perkebunan Kelapa sawit sekitar 9.2 juta hektar dengan produksi CPO sebesar 26.5 juta ton. Dengan produksi CPO sebesar itu, Indonesia berhasil menjadi produsen CPO terbesar dunia. Prestasi yang impresif tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya secara berkelanjutan, sehingga multi manfaat yang dihasilkan makin besar,bermutu dan makin meluas secara lintas generasi [7].
Keberadaan katalis sangat diperlukan untuk meningkatkan laju reaksi dan hasil reaksi transesterifikasi. Katalis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan ilmu kimia pada reaksi transesterifikasi: yaitu katalis homogen atau heterogen. Secara umum, proses produksi biodiesel dengan katalis heterogen memiliki jumlah yang lebih sedikit dari sisi unit operasi, pemisahan produk yang sederhana dan langkah-langkah pemurnian yang sederhana dan tidak diperlukannya proses netralisasi [5].
Secara umum, katalis basa padat lebih reaktif daripada katalis asam padat dan juga memerlukan waktu reaksi yang relatif lebih pendek dan suhu reaksi yang lebih rendah. Namun, katalis asam padat memiliki beberapa keunggulan dibandingkan katalis basa padat seperti reaksi kurang dipengaruhi oleh adanya air dan asam lemak bebas (FFA). Keuntungan dari katalis basa padat adalah kemampuannya untuk melakukan transesterifikasi dari bahan minyak trigliserida [5].
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yang dilakukan oleh Mohadi, R., dkk., bahwa persentase CaO pada tulang ayam sebesar 56,28% [6].
Berdasarkan uraian diatas, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan biodiesel berbasis CPO dengan menggunakan katalis tulang ayam, dan dengan proses transesterifikasi ini.
1.2 Rumusan masalah
Belakangan ini, katalis heterogen CaO dari tulang ayam digunakan sebagai pengganti katalis basa heterogen yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel karena selain biaya pengadaan katalis yang tergolong rendah, dapat juga digunakan kembali,
Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut sejauh mana pengaruh suhu reaksi, rasio molar metanol, dan katalis,heterogen (CaO) dalam proses pembuatan biodiesel.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan pengaruh suhu reaksi, % katalis dan rasio molar metanol : CPO terhadap yield.
2. Menganalisis sifat fisik biodiesel yang dihasilkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Memberikan informasi katalis basa heterogen (tulang ayam) dalam pembuatan biodiesel dari CPO
2. Mengetahui sifat fisik biodiesel yang dihasilkan.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan adalah Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahapan proses yaitu persiapan tulang ayam sebagai katalis, proses esterifikasi dan proses transesterifikasi.
1. Proses Persiapan Tulang Ayam
• Penghalusan tulang ayam
• Temperatur Pembakaran : 900 0C
• Waktu Pembakaran : 5 jam
• Penyaringan abu : 100 mesh
2. Proses Esterifikasi [35]
• Penyaringan bahan baku CPO dengan kertas saring
• Temperatur reaksi : 600C
• Konsentrasi katalis (H2SO4) : 3% (w/w) CPO
• Waktu reaksi : 90 menit
• Rasio molar reaktan : 6:1 (Metanol : TG)
• Kecepatan Pengaduk : 250 rpm
3. Proses Transesterifikasi
• Temperatur reaksi :55, 60, 65 0C
• Waktu reaksi : 7 jam
• Rasio Molar reaktan : 13:1, 15:1, 17:1
• Jumlah katalis : 5, 6, dan 7 wt.%
1. Analisa kadar CaO dengan metode AAS
2. Analisa kadar Free Fatty Acid (FFA) bahan baku CPO
3. Analisa komposisi bahan baku CPO dan biodiesel yang dihasilkan dengan menggunakan GC