BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber energi fosil sebagai bahan bakar minyak memang sangat terbatas,
dikarenakan semakin meingkatnya kebutuhan akan penggunaan energi dengan
pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi oleh masyarakat [1].
Hal ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya, sehingga
mengakibatkan persediaan minyak bumi indonesia semakin menipis [2]. Dengan
masalah lingkungan yang kita hadapi akibat kekurangan bahan bakar fosil, energi
terbarukan merupakan solusi yang paling efisien dan paling efektif [3].Biogas
merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang paling efisien dan
efektif. Gas ini berasal dari limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran
manusia dan hewan yang dapat dijadikan sumber energi melalui proses anaerob.
Kandungan senyawa organik sangat diperlukan dalam pertumbuhan mikroorganisme
yang berpotensi menghasilkan biogas. Energi biogas ini akan menjadi sumber
alternatif dalam mengatasi krisis energi karena sifat energi biogas yang dapat
diperbarui (renewable), memiliki kalor yang cukup tinggi , tidak berbau dan tidak
berwarna.[4, 5, 6].
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah species biomassa air yang
produksi dan pertumbuhannya sangat pesat di berbagai daerah [7].Pertumbuhan
eceng gondok yang cepat atau sering dianggap gulma air yang merugikan,
dikarenakan dapat mengganggu aktivitas dalam air dan dapat menutupi permukaan
danau dalam waktu yang singkat [8].
Menggunakan eceng gondok sebagai substrat untuk produksi biogas
merupakan strategi pengendalian yang menguntungkan karena dapat meningkatkan
invasi tanaman dan produksi biogas yang produktif [9].
Eceng gondok memiliki kandungan hemiselulosa yang tinggi ini sangat
berperan dalam pembentukan biogas dibanding lignin. Karena Hemiselulosa dengan
metode anaerobic digestion menghasilkan dua senyawa campuran sederhana berupa
dan mengoptimalkannya dilakukan semacam pre-treatment yaitu dengan cara
pengeringan dan memotong bahan baku lebih kecil [10, 11].
Tabel 1.1 Penelitian Yang Menggunakan Biomassa Tanaman sebagai Bahan Baku
Judul Hasil Terbaik
1. Biogas yang dihasilkan dari
dekomposisi eceng gondok
(Eichhorniacrassipes) dengan
penambahan kotoran sapi sebagai
starter [5]
Volume biogas terbesar yaitu
1,90 kg/hari pada perlakuan 2
Waktu fermentasi selama 21 hari
2. Comparative study of the effect of
different pretreatment methods on
biogas yield from water Hyacinth
(Eichhorniacrassipes) [7]
- Produksi gas bio tertinggipada
60 hari
(Eichhornia crassipes) Kajian
Konsistensi dan pH Terhadap Biogas
yang Dihasilkan [11]
- Produksi gas tertinggi pada
komposisi 2 : 2,5 dengan total gas
bio 1162,97 mL Waktu fermentasi
selama 18 hari
- pH dengan rentang 7
menghasilkan biogas tertinggi dan
menurun pada pH 8.
4. Produksi Biogas dari Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) dan Limbah
Ternak Sapi di Rawapening [4]
Volume biogas terbesar yaitu
176,33 ml pada komposisi 30:70
(eceng gondok : kotoran sapi)
Berdasarkan penelitian terdahulu, Pre-treatment eceng gondok dilakukan
dengan cara penambahan bahan kimia Kalium Hidroksida (KOH) 50% dan
pengeringan juga pencacahan [7]. Maka, dalam penelitian ini dilakukanlah
pre-treatment eceng gondok dengan penambahan bahan kimia Natrium Hidroksida
(NaOH) dengan buffer natrium karbonat (Na2C03) sebagai penetral pH dalam proses
pembentukan metana (CH4).
Penambahan bahan kimia Natrium Hidroksida (NaOH) digunakan sebagai
pelepas lignin dari selulosa juga merupakan alkali yang mampu melarutkan lignin
dalam jumlah yang cukup besar dan melarutkan hemiselulosa.Penggunaan Asam
sulfat (H2SO4) sebagai bahan penetral pH slurry pada proses pre-treatment eceng
gondok.Pemilihan bahan kimia tersebut dikarenakan mudah diperoleh dan harganya
juga cukup murah.
Dalam pembentukan metana (CH4) tingkat keasaman sangat perlu
diperhatikan.Oleh karena itu, dibutuhkan bahan penyangga (buffer) agar pH tetap
pada kondisi netral apabila terjadi penambahan asam atau kelebihan asam dan
mampu membantu dalam proses pembentukan metana (CH4). Karbonat adalah yang
paling penting, sebab paling bertanggung jawab atas kapasitas penyangga yang netral
[13].Adapun bahan penyangga (buffer) yang digunakan pada penelitian ini adalah
natrium karbonat (Na2C03). Penggunaan natrium karbonat (Na2C03) sebagai buffer
karena selain harganya cukup murah , bahan kimia ini juga mudah diperoleh. 5. Pemanfaatan Biomassa Enceng Gondok
Dari Danau Limboto Sebagai Penghasil
Biogas [12]
-produksi gas tanpa pengasaman
dengan kotoran sapi selama 21
hari yaitu 30 ml.
-produksi gas dengan perlakuan
pengasaman dan penambahan
kotoran sapi selama 61 hari
1.2 Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah seberapa besar
pengaruh proses pre-treatment alkalinitas dari Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam
Sulfat (H2SO4) dengan penambahan buffer natrium karbonat (Na2C03) pada
ecenggondoksebagai bahan baku pembuatan gas bio serta potensi pemanfaatan eceng
gondok yang merupakan tanaman pengganggu (gulma) dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku gas bio.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pre-treatment NaOH, H2SO4, Na2C03,pada
rentang rasio penelitian sebagai proses pretreatment bahan baku pembuatan gas
bio dan mengetahui hasil optimal pada gas bio yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui nilai TSS dan COD pada limbah eceng gondok sebelum
dan setelah fermentasi serta mengetahui persentase penyisihan TSS dan COD
pada limbah eceng gondok.
3. Untuk memanfaatkan eceng gondok yang selama ini hanya dianggap sebagai
tanaman pengganggu (gulma), menjadi bahan baku penghasil bahan bakar
yang bernilai ekonomis.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan eceng gondok menjadi bahan
bakar alternatif biogas.
2. Memberikan informasi pengaruh pretreatment kimia pada eceng gondok terhadap
gas bio yang dihasilkan.
3. Meningkatkan nilai ekonomis eceng gondok yang selama ini hanya dianggap
sebagai tanaman pengganggu sehingga menjadi bahan baku untuk menghasilkan
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Penelitian Industri Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penelitian ini direncanakan memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai
berikut:
1. Sampel yang digunakan adalah eceng gondok yang berasal dari suatu kolam di
daerah Padangbulan sebanyak 1,5 kg.
2. Mikroorganisme (starter)berasal dari kotoran sapi sebanyak 0,25 kg yang
dicampur dengan air sebanyak 0,25 kg berdasarkan perbandingan 1 :1 (b/b) yaitu
25% dari volume digesterterisi (2,5 L).
3. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses anaerobik dengan
sistem batch.
4. Proses pre-treatment dilakukan dengan pengeringan dan pemotongan eceng
gondok 2cm lalu ditambahkan natrium hidroksida (NaOH ) sebesar 3M dengan
rasio eceng gondok : NaOH = 1 : 1 (b/v) dengan buffer natrium karbonat
(Na2CO3) sebesar 3 M 1,5 L serta perbandingan Asam sulfat (H2SO4) sebesar 4%
1 Ldengan rasio eceng gondok : H2SO4 = 1 : 0,1 (b/v).
5. Variabel penelitian adalah komposisi sampel sebagai berikut:
a. Variabel Tetap:
-Temperatur lingkungan : 26-30 oC
-Perbandingan larutan bahan baku:NaOH (1:0,1) % massa
Larutan bahan baku: H2SO4 (1:0,1) % massa
-Rasio Eceng gondok : starter = 1 : 3 (% massa) [14]
-Waktu fermentasi : sampai diperoleh volume gas bio konstan
-Waktu perendaman eceng gondok dengan larutan alkali 24 jam
-Pengamatan gas bio yang dihasilkan : setiap 3 hari
b. Variabel Berubah:
-Rasio eceng gondok dengan air sebesar 70:30 ; 50:50 ; 30:70 ; 100:0 (dalam
% massa).
6. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioreaktor anaerobik sistem
7. Parameter pengamatan adalah nilai kadar padatan TSS (Total Solid Suspendid),
kandungan Chemical Oxygen Demand(COD), dan pH yang dihasilkan serta