• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses perubahan ke arah kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana, dalam artian melalui proses pemikiran terhadap sebuah kondisi yang perlu diperbaiki, sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik di kemudian hari (Kartasasmita, 1997: 24). Menurut Ali (2009: 11) pembangunan selalu dilakukan secara terencana untuk melakukan perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas manusia.

Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan utama pembangunan yakni peningkatan taraf hidup masyarakat, dimana pencapaian tujuan tersebut dapat secara efektif tercapai dengan melibatkan peran masyarakat secara aktif dalam proses pembangunannya. Menurut Soetomo (2013, 5) peningkatan taraf ekonomi masyarakat dapat dilakukan dalam sebuah proses pembangunan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dimana faktor ketidakberdayaan yang menjadi penyebab kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat menjadi pokok utama permasalahan pembangunan yang akan dihilangkan.

(2)

Pembangunan menurut Kuncoro (1997: 116) mengandung tanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat yaitu mewujudkan masyarakat yang memiliki kemampuan atau kekuatan yang dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan kemandirian masyarakat. Kemandirian masyarakat sendiri merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang dimiliki (Kuncoro, 1997: 118). Dengan demikian, pembangunan akan dapat terlaksana dengan baik serta mewujudkan tujuan dari pembangunan itu sendiri apabila secara aktif melibatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek dari pembangunan.

Pembangunan merupakan usaha secara terus menerus dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki (Ali, 2009: 9), dimana berdasarkan pengertian tersebut, maka peningkatan kualitas hidup masyarakat sebagai hasil positif dari pembangunan akan selalu dibarengi dengan menurunnya ketersediaan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam proses pembangunan tersebut. Melaksanakan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian sumber daya alam merupakan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya (Hadi, 2002: 33).

(3)

lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan yaitu terpeliharanya proses ekologi yang esensial, tersedianya sumber daya yang cukup, dan lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai (Hadi, 2002: 39). Penerapan pemberdayaan masyarakat dalam konsep pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu hal yang menjadi tujuan dan dilaksanakan bersamaan dengan pelestarian sumber daya alam, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai demikian juga ketersediaan sumber daya alam tetap terjaga.

Sedangkan menurut Pootschi (1986: 46) Pembangunan desa merupakan sebuah usaha yang intensif dengan tujuan dan kecenderungan mamberikan fokus perhatian kepada kelompok maupun daerah tertentu melalui penyampaian pelayanan, bantuan dan informasi kepada masyarakat desa. Didalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 1, bahwa pembangunan desa merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Desa bersama masyarakatnya dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Membangun desa berarti membangun masya-rakatnya, memberdayakan seluruh komponen masyarakat hingga mencapai kemandirian agar mencapai taraf kehidupan yang lebih baik secara ekonomi maupun sosial.

Pada pasal 1, Undang–Undang tentang Desa juga menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Dimana pada pasal 2 dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat desa merupakan tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah desa.

(4)

pembangunan yang mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama namun tetap dapat mempertahankan dan melestarikan adat dan budaya desa tersebut, dimana dalam pelaksanaannya harus memperhatikan asas profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab.

Pembangunan desa berdasarkan kearifan lokal dijelaskan di dalam Undang–Undang tentang Desa pada pasal 18, dimana kewenangan desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa. Asas pemerintahan desa dalam melaksanakan pembangunan desa pada pasal 24, dijelaskan bahwa pemerintahan desa harus berasaskan pada kearifan lokal. Selanjutnya pada pasal 26 dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas pemerintahan desa harus dapat membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa.

Sedangkan menurut Hasyim (2014)1, Pembangunan desa berbasis

kearifan lokal merupakan pembangunan berbasis pedesaan dengan mengedepankan kearifan lokal kawasan pedesaan yang mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa dan karakteristik kawasan pemukiman. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembangunan khususnya untuk kawasan pedesaan merupakan pembangunan ekonomi dengan berbasis kearifan lokal dimana pemetaan potensi dan permasalahan pembangunan harus didasarkan pada karakteristik desa setempat dan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku pada desa tersebut.

1

(5)

Pembangunan sebuah desa sudah selayaknya menjadi perhatian besar dari pemerintahan pusat karena luasan daerah pedesaan di Indonesia jauh lebih besar dari luasan kawasan perkotaan. Membangun dan mengembangkan kawasan pedesaan harus dapat mendukung potensi yang dimiliki oleh desa tersebut, terutama potensi dan karakteristik sumber daya alam.

Banyak contoh kasus pengembangan kawasan pedesaan yang tidak sesuai dengan karakteristik dan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh desa itu sendiri. Provinsi Bali dan pembangunan pariwisatanya merupakan salah satu contoh konkrit model pembangunan yang kurang memperhatikan kearifan lokal yang berakibat pada lunturnya tradisi setempat serta kerusakan lingkungan alam pada desa-desa yang menjadi tujuan wisata. Contoh nyata dari permasalahan tersebut terjadinya peralihan lahan pertanian menjadi infrastruktur pariwisata serta pergeseran corak hidup masyarakat dari pertanian menjadi aktivitas industri pariwisata. Tradisi lama masyarakat Bali yang menggantungkan hidup sepenuhnya pada pertanian bergeser menjadi masyarakat modern dengan akivitas utama pariwisata menyebabkan lunturnya nilai sosial budaya lama yang berakar pada tradisi petani. Konversi lahan pertanian menjadi infrastruktur pariwisata menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan besar-besaran pada sebagian besar desa wisata di provinsi tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan tersebut, namun faktor yang paling mendasar yakni ketidakmampuan pemerintah setempat baik dari tingkat provinsi hingga desa untuk menjaga kearifan lokal dan mensinergikannya dengan pembangunan wilayahnya.

(6)

dengan bertujuan pengembangan ekonomi masyarakat yaitu di Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat yang menjadi obyek penelitian ini. Desa Lerep merupakan salah satu dari beberapa Desa yang berada di wilayah Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang yang terdiri dari 8 (delapan) dusun, dengan luas wilayah 6,82 Km2 dan jumlah

penduduk 10.067 jiwa. Dengan topografi dataran tinggi, Desa Lerep yang berada di lereng Gunung Ungaran memiliki ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan daerah resapan air serta menjadi paru–paru kota Ungaran dan sekitarnya. Fungsi sebagai daerah resapan air merupakan fungsi yang sangat vital dan menjadikan Desa Lerep menjadi daerah penyangga yang penting dan strategis, sehingga permasalahan kerusakan lingkungan pada desa tersebut akan membawa dampak yang cukup besar bagi Kota Ungaran dan sekitarnya.

Desa Lerep menjadi wilayah penelitian terkait dengan filosofi pemerintahan desa dimana memberdayakan masyarakat desa merupakan kewajiban bagi pemerintah desa, sehingga meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat di Desa Lerep adalah prioritas utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah desa tersebut. Konsep kearifan lokal “Tunggu Gunung Kudu Wareg” merupakan ide murni

dari sang kepala desa yang berakar dari tradisi setempat “guyub rukun”

yang mengedepankan pelestarian alam secara bersama-sama, agar Sumber Daya Alam yang menjadi sumber penghidupan masyarakat dapat terus terjaga. Konsep kearifan lokal “Tunggu Gunung Kudu Wareg” pada intinya merupakan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara optimal menuju kesejahteraan ekonomi, dimana dengan ekonomi yang sejahtera, maka kebiasaan pengrusakan hutan untuk kepentingan ekonomi dapat dicegah, sehingga ini sekaligus merupakan konsep pembangunan berwawasan lingkungan.

(7)

kearifan lokal yang dicanangkan oleh Kepala Desa Sumariyadi ST, 30% dari penduduk Dusun Indrakila adalah perambah hutan dan setelah 8 tahun penerapan konsep kearifan lokal tersebut, kini hanya tersisa 2% masyarakat dusun tersebut yang masih menjadi perambah hutan. Sebelum dimulainya penerapan konsep kearifan lokal tersebut sebagian besar anak berusia sekolah hanya lulusan sekolah dasar, kini dengan adanya peningkatan ekonomi masyarakat di Dusun Indrakila sudah terdapat beberapa warga yang mampu menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi.

Konsep pelestarian hutan dengan penanaman pohon buah dijadikan sebagai salah satu program utama dengan harapan pohon-pohon buah tidak akan ditebang untuk dijual kayunya melainkan dirawat, karena akan dimanfaatkan hasil buahnya. Konsep penanaman tanaman buah yang dilaksanakan oleh masyarakat yang dahulunya merupakan penebang kayu ilegal telah berhasil mengurangi tingkat penebangan pohon dan bahkan dapat memberikan penghasilan tetap dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat perambah hutan tersebut.

Melihat keberhasilan yang cukup tinggi dari penerapan konsep kearifan lokal yang langsung diawasi dan terus dilaksanakan oleh Kepala Desa beserta jajarannya dan masyarakat Desa Lerep, maka sangat menarik kiranya apabila kajian terhadap penerapan konsep kearifan lokal pada pembangunan desa khususnya di Desa Lerep, tepatnya di Dusun Indrakila dilakukan secara lebih mendalam untuk mengetahui dinamika masyarakat desa dalam pembangunan berbasis kearifan lokal serta dampaknya terhadap proses pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada tulisan ini sebagai berikut :

1. Sejauh mana kearifan lokal Tunggu Gunung Kudu Wareg

(8)

2. Kondisi-kondisi apa yang berpengaruh atas pencapaian penerapan pembangunan berbasis kearifan lokal di Desa Lerep tersebut?

Tujuan Penelitian

1. Memahami terwujudnya kearifan lokal Tunggu Gunung Kudu Wareg dalam pembangunan yang terjadi di Desa Lerep.

2. Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh atas pencapaian terwujudnya pelaksanaan kearifan lokal Tunggu Gunung Kudu Wareg dalam pembangunan di Desa Lerep.

Kegunaan

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Lima bulan Februari tahun Dua Ribu Empat Belas kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang / Jasa dilingkungan

[r]

d) Bilamana pada garis formasi dijumpai batu, lapisan keras atau bahan yang sukar dibongkar untuk selokan, pada tanah dasar untuk perkerasan maupun bahu jalan, atau

[r]

Kelompok Kerja Pengadaan Barang/Jasa pada pekerjaan Pengadaan Meja Rapat Pejabat dan Pengadaan Meja Kerja Pejabat di Sekretariat DPRD Kota Tegal akan melaksanakan

• Kembangkan range estimasi untuk setiap aktifitas dan catat semua asumsi yang anda butuhkan dalam membuat estimasi tersebut • Review estimasi and dikelas... Proses

Sebatik Barat (D.I. Liang Bunyu), dimana perusahaan saudara termasuk telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka dengan ini kami mengundang

[r]