• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 820/Pid.B/2011/PN.Mks)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 820/Pid.B/2011/PN.Mks)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar

No. 820/Pid.B/2011/PN.Mks)

Oleh:

IKE PRATIWI MUSTAFA B 111 10 144

BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(2)

ii

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor

820/Pid.B/2011/PN.Makassar)

Oleh:

IKE PRATIWI MUSTAFA B111 10 144

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Dalam Progaram Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(3)

v ABSTRAK

IKE PRATIWI MUSTAFA (B 111 10 144), TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (Studi Kasus Putusan Nomor : 820/Pid.B/2011/PN.Mks). dibawah bimbingan Said Karim sebagai pembimbing I dan haerana sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penadahan, dan untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penadahan dalam perkara Putusan Nomor : 820/Pid.B/2011/PN.Mks.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, khususnya pada Pengadilan Negeri Makassar dengan mengambil data yang relevan serta melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan hal ini Hakim yang menangani perkara ini. Disamping itu penulis juga melakukan studi kepustakaan dengan menggunakan berbagai literatur dan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : (1) penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penadahan dalam perkara Putusan Nomor : 820/Pid.B/2011/PN.Mks. yang di dasarkan pada fakta-fakta hukum alat-alat bukti. Selain itu juga didasarkan pada pertimbangan yuridis yaitu dakwaan dan tuntutan jaksa, dimana dalam kasus ini jaksa menggunakan dakwaan tunggal yaitu Pasal 480 ayat (1) KUHP. Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa ditahan sementara, namun menurut penulis tuntutan yang diberikan tersebut karena tidak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan. (2) Pertimbangan Hakim dalam menetapkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penadahan dalam perkara Putusan Nomor : 820/Pid.B/2011/PN.Mks. adalah benar yakni dengan terlebih dahulu mempertimbangkan fakta dalam persidangannya yang merupakan kesimpulan komulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, memperhatikan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan, dan faktor-faktor yang relevan dengan hal tersebut. Hakim yang memutus perkara ini menjatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Penjatuhan sanksi pidana ini bertujuan untuk memberikan pengarahan tentang kesalahan yang telah diperbuat oleh terdakwa.

(4)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan sebesar-besarnya atas kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Penadahan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar

No.820/Pid.B/2011/PN.Mks)” sebagai persyaratan wajib mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin guna memperoleh gelar Sarjana Hukum. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam bagi junjungan dan teladan Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat beliau yang senantiasa menjadi penerang bagi kehidupan umat muslim di seluruh dunia.

Sesungguhnya setiap daya dan upaya yang disertai dengan kesabaran dan doa senantiasa akan memperoleh manfaat yang maksimal namun demikian, penulispun menyadari keterbatasan dan kemampuan penulis sehingga dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak yang senantiasa membantu dan membimbing penulis dalam suka maupun

(5)

vii

duka. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih yang sangat besar kepada seluruh pihak yang telah membantu baik dari segi materil demi terwujudnya skripsi ini, yakni kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Mustafa Rahima, M.M dan Hj. Tati Rasyid yang senantiasa memberi pengarahan, dukungan moril maupun materil, kasih sayang, serta doa kepada penulis dalam suka dan duka.

2. Saudari-saudariku ku Ayu Aulia Mustafa S.kg dan Nikita Tenri Tojang Mustafa serta Keluarga besar mulai dari kakek, nenek, om, tante serta kakak-kakak dan adik-adik sepupu yang senantiasa memberi dukungan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini .

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H., M.H. dan Ibu Hj. Haeranah, S.H., M.H selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dan ketulusan yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H, M.Si., D.F.M., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Bapak Prof. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan II, Bapak Romi Librayanto, S.H., M.H. selaku Pembantu dekan III, dan seluruh dosen pengajar yang telah memberikan arahan dan bekal ilmu pengetahuan yang sangat

(6)

viii

bermafaat bagi penulis, serta staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas bantuan yang diberikan selama berada di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

5. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H. Bapak Abd. Asis, S.H., M.H. dan Ibu Hj. Nur Azisa, S.H., M.H., Selaku penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya demi kesempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. selaku Penasehat

Akademik selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin terkhusus Dosen Bagian Hukum Pidana, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Ketua Pengadilan Negeri Makassar dan beserta Staf dan Jajarannya yang telah membantu Penulis selama proses penelitian.

9. Teman-teman Legitimasi Angkatan 2010 serta rekan-rakan lain yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis. 10. Teman-teman KKN Reguler Gelombang 85 tahun 2013 di Desa Ugi

Baru Kec. Mapilli Kab. Polman.

11. Keluarga Besar Asian Law Student‟s Association (ALSA) LC UNHAS.

(7)

ix

12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu atas komentar dan pendapatnya mengenai kasus yang saya teliti.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa menilai amal perbuatan kita sebagai ibadah dan senantiasa meridhoi segala aktifitas kita semua, amin.

Makassar, Mei 2014

(8)

x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iii KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Kegunaan dan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Tindak Pidana ... 6

1. Pengertian Tindak Pidana ... 6

2. Unsur-unsur Tindak Pidana ... 11

B. Tindak Pidana Penadahan ... 19

1. Pengertian Tindak Pidana Penadahan ... 19

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penadahan ... 21

C. Teori Pemidanaan dan Jenis Pedana ... 23

1. Teori Pemidanaan ... 23

2. Jenis-jenis Pemidanaan ... 27

D. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Lokasi Penelitian ... 46

B. Jenis dan Sumber Data ... 46

C. Teknik Pengumpulan Data ... 48

(9)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penadahan dalam Putusan No.820/Pid.B/2011/ PN.Mks ... 49

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Penadahan dalam Putusan No.820/Pid.B/2011/ PN.Mks ... 60

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di bidang hukum dari tahun ke tahun yang diusahakan pembaharuan hukum sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Seperti yang termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat)”, sebagai negara hukum maka Indonesia mempunyai serangkaian peraturan atau hukum supaya kepentingan masyarakat dapat terlindungi. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional negara ini memuat bahwa tujuan negara salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan umum. Jadi semua usaha dan pembangunan yang dilakukan negara ini harus mengarah pada tujuan ini sehingga tercipta kesejahteraan rakyat. Salah satu kajian hukum yang sangat penting adalah kajian hukum pidana. Haukumpidana dapat dirumuskan sebagai sejumlah peraturan

(11)

hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya di ancam dengan pidana. Salah satu tindak pidana yang sering muncul dalam masyarakat indonesia yaitu pencurian yang diatur pada Pasal 362 KUHP, oleh karna itu negara merasa perlu melindungi hak warga negaranya dalam kaitannya mengenai harta benda. Oleh karna itu perlindungan atas hak milik berupa harta benda., dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (4) : “setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak miilik tersebut tidak boleh di ambil secara sewenang-wenangnya oleh siapa pun.”

Sehubung dengan itu belakangan ini telah terjadi banyak tindak pidana terhadap harta kekayaan dan tentunya banyak menarik perhatian masyarakat indonesia diantaranya :

1. Pencurian; 2. Pemerasan; 3. Penggelapan; 4. Penipuan;

5. Perbuatan merugikan orang yang berpiutang dan orang yang berhak; 6. Penghancuran dan pengrusakan benda;

7. Penadahan.

Indonesia sebagai negara yang sudah lama mengakui akan hak asasi manusia oleh karna itu peraturan yang menyangkut tentang

(12)

kejahatan terhadap harta kekayaan itu dalam hukum pidana guna menjerat para pelaku tindak pidana tersebut.

Salah satu bentuk kejahatan yang berkaitan dengan yang akan dibahas dalam skripsi hukum ini adalah pemudahan dalam tindak pidana (penadahan) sebagaimana diatur dalam buku II Bab XXX KUHP yang secara mengkhusus akan dikaji Pasal 480 KUHP.

Kasus yang menjadi acuan utama skripsi hukum ini adalah tindak pidana penadahan yang terdakwanya seorang laki-laki didakwa dengan suatu perbuatan yakni membeli 1 unit sepeda motor (barang hasil kejahatan) yang berasal dari tindak pidana pencurian. Sebenarnya terdakwa sudah curiga terhadap 1 unit sepeda motor tersebut karna tidak memiliki surat-surat yang lengkap dan harga motor yang tergolong murah, namun terakwa mengabaikan hal-hal tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji dan menuangkannya dalam suatu skripsi hukum yang berjudul : “Tinjauan

Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan”(Studi Kasus

No.820/Pid.B/2011/PN.Mks).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka Penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

(13)

1. Bagaimanakah penerapan ketentuan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penadahan dalam studi kasus putusan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penadahan dalam studi kasus putusan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks?

C. Tujuan dan kegunaan penelitian a. Tujuan penelitian

Ada pun tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana penadahan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks

2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengadili tindak pidana penadahan di Pengadilan Negeri Makassar.

b. Kegunaan penelitian 1. Kegunaan teoritis

Hasil dari penelitian inidapat dijadikan sebagai bahan untuk pembahasan mengenai tindak pidana penadahan dan dapat dijadikan sebagai referensi oleh mahasiswa terhadap penulisan – penulisan yang terkait dengan tindak pidana penadahan selanjutnya.

(14)

2. Kegunaan praktis

Hasil dari penelitian ini selanjutnya dapat memberikan masukan yang berarti dalam penerapann hukum diindonesia terhadap pelaku penadahan motor khususnya di Kota Makassar bagi para aparat penegak hukum yang menangani masalah penadahan.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana dikenal dengan istilah Strafbaar feit. Stafbaar feit merupakan istilah yang berasal dari bahasa belanda yang berarti delik.

Stafbaarfeit terdiri atas tiga kata yaitu straf, baar dan feit yang masing-masing memiliki arti:1

Straf diartikan sebagai pidana dan hukum

Baar dirtikan sebagai dapat dan boleh

Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.

Jadi istilah strafbaar feit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. sedangkankan delik dalam bahasa asing di sebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana)2.

1 Amir Ilyas, 2012. Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta. Hal.19 2

(16)

Para sarjana barat memberikan pengertian/definisi yang berbeda-beda pula mengenai istilah strafbaar feit, antara lain sebagai berikut:3

a. Perumusan Simons

Simons merumuskan bahwa : “Een strafbaar feit” adalah suatu

handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh

undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatic)

dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur yaitu: unsur-unsur obyektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu, dan unsur

subyektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan

bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak. b. Perumusan Van Hamel

Van Hamel merumuskan bahwa “strafbaar feit” sama yang dirumuskan dengan simons, hanya ditambahkannya dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat dipidana.

3E.Y. Kanter & S.R Sianturi, 2012. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia

(17)

c. Perumusan Vos

Vos merumuskan “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan

(gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.

d. Perumusan Pompe

Pompe merumuskan: “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai

kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk

menyelenggarakan untuk ketertiban hukum dan menjamin

kesejahtraan umum.

Dalam buku E.Y Kanter dan S.R Sianturi mengenai asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya menjelaskan bahwa istilah

strafbaar feit, telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai:4

a) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum b) Peristiwa pidana

c) Perbuatan pidana dan d) Tindak pidana

Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa keempat terjemahan itu teleh diberikan perumusan kemudian

4

(18)

undangan diIndonesia telah menggunaan keempat-empatnya istilah tersebut dalam berbagai undang-undang.

Para sarjana indonesia juga telah menggunakan beberapa atau salah satu dari istilah tersebut diatas yang kemudian telah di bagi atas 5 kelompok oleh Amir Ilyas, dalam bukunya mengenai asas-asas hukum pidana, sebagai berikut:5

Ke-1 : Peristiwa pidana digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32) Rusli Effendy(1981: 46) Utrecht (Sianturi 1986: 206) dan lain-lainnya:

Ke-2 : “Perbuatan pidana” digunnakan oleh Moeljatno (1983: 54) dan lain-lain;

Ke-3 : “Perbuatan yang boleh dihukum” digunakan oleh H.J Van schravendijk (Sianturi 1986: 206)dan lain-lainnya;

Ke-4 : “Tindak pidana” digunakan oleh Wirjono Projodikoro (1986: 55), Soesilo (1979: 26) dan S.R Sianturi (1986: 204) dan lain-lainnya;

Ke-5 : “Delik” digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981: 146) dan Satochid Kartanegara (tanpa tahun: 74) dan lain- lain. Dan dari istilah-istilah yang digunakan oleh para sarjana masing-masing memiliki pengertian tersendiri atas istilah tersebut, diantaranya ialah:

5

(19)

 Menurut Moeljatno, pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:6

Perubahan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”

 Menurut Andi Hamzah, pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni delik adalah:7

“suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam oleh hukuman oleh undang-undang (pidana)”

 Menurut S.R. Sianturi, perumusan tindak pidana sebagai berikut:8 “tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum serta kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab)”

 Menurut Bambang Poernomo, perbuatan pidana adalah sebagai berikut:9

6

Moeljatno, 2009. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Hal.59

7

Ibid. Hal.19

8 Ibid. Hal.22 9

(20)

“bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”

 Menurut, R. Tresna, peristiwa pidana adalah:10

“sesuatu rangkaian atau perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman”

 Menurut Wirjono Prodjodikoro, beliau merumuskan tindak pidana sebagai berikut:11

“tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikatakan merupakan “subject” tindak pidana”

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Mengutip dari buku Andi Zainal Abidin Farid, unsur-unsur

strafbaar feit menurut Van Hamel yakni meliputi perbuatan; perbuatan itu ditentukan oleh hukum pidana tertulis (asas legalitas) yang mungkin dapat disejajarkan dengan tadbestand dalam hukum pidana jerman; melawan hukum; bernilai atu patut dipidana yang mungkin sejajar dengan subsociliteit atau het subsociale ajaran M.P. Vrij, atau barangkai dengan ajaran sifat melawan hukum yang materieel yang

10E.Y. Kanter & S.R Sianturi, 2012. Op.cit, hal.208-209 11

(21)

akan diuraikan berikut: kesengajaan, kealpaan/kelalaian, dan kemampuan bertanggung jawab.12

Menurut EY Kanter dan S.R Sianturi bahwa tindak pidana mempunyai 5 (lima) unsur, yaitu:13

1) Subjek; 2) Kesalahan;

3) Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;

4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana dan

5) Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya)

Kemudian menurut Moeljatno yang dalam bukunya

menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau menyimpulkan bahwa yang merupakan unsur atau elemen perbuatan pidana adalah:14

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);

b. Hak ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d. Unsur melawan hukum yang objektif;

e. Unsur melawan hukum subjektif.

12

Zainal Abidin Farid, 2010. Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta. Hal.225

13 Ibid. Hal.211 14

(22)

Sedangkan menurut Amir Ilyas, dalam bukunya mengenai asas-asas hukum pidana, tindak pidana adalah sebuah perbuatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:15

1. Perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang (mencocoki rumusan delik);

2. Memiliki sifat melawan hukum; dan 3. Tidak ada alasan pembenaran.

Dalam kitab hukum undang-undang pidana (KUHP) yang terbagi dalam 3 (tiga) buku yakni buku I mengenai ketentuan umum yang berisikan asas-asas hukum pidana, buku II mengenai tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, Dan buku III memuat pelanggaran. Dalam buku ke II dan ke III KUHP ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusannya. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:16

a. Unsur tingkah laku; b. Unsur melawan hukum; c. Unsur kesalahan; d. Unsur akibat konstitutif;

15

Amir Ilyas, op.cit, hal.28

16 Adami Chazawi, 2002. Stelsel Pidana, Tindak Pidana Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya

(23)

e. Unsur keadaan yang menyertai;

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana; i. Unsur kualitas objek hukum tindak pidana;

j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;

k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Dua unsur yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya termasuk unsur objektif.

Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri dari dua unsur, yaitu:

1. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas dalam hukum pidana menyatakan „tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a person guilty or actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini ialah kesalahan yang dilakukan oleh kesengajaan

(24)

a. Kesengajaan (Dolus)

Dalam crimineel weetbook atau kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tahun 1809, pengertian kesengajaan adalah sebagai berikut:17

“Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak

melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau

diperintahkan oleh undang-undang”

Dalam buku Leden Marpaung mengenai Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana menjelaskan tentang bahwa pada umumnya para pakar telah menyetujui “kesengajaan” terdiri atas 3 (tiga) bentuk, yakni:18

1. Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk);

2. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (opzet als zekerheidsbewusttsijn);

3. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus evantualis).

b. Kealpaan (culpa)

Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan, kealpaan terdiri atas 2 (dua) bentuk, yaitu:

17 Leden Marpaung, 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika,Jakarta. Hal.13 18

(25)

1. Tak berhati-hati (kealpaan tanpa kesadaran);

2. Dapat menduga akibat perbuatan itu (kealpaan dengan kesadaran).

Simons menerangkan “kealpaan” tersebut sebagai beriku:19

“Umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan, disamping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun, meskipun suatu perbuatan dilakukan dengan hati hati, masih mungkin juga terjadi kealpaan jika yang berbuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang.

Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya.

Dapat diduganya akibat itu lebih dahulu oleh sipelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu tidak dapat di pertanggung jawabkan kepadanya sebagai kealpaan.

Tentu dalam hal mempertimbangkan ada atau tidaknya “dapat di duga lebih dahulu” itu, harus diperhatikan pribadi si pelaku, kealpaan tentang keadaan-keadaan yang menjadikan perbuatan itu suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman, terdapat kalau sipelaku dapat mengetahui bahwa keadaan-keadaan itu tidak ada.”

19

(26)

Pada umumnya, kealpaan (culpa) dibedakan atas 2 (dua), yaitu:20

1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld), dalam hal ini sipelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, toh timbul juga akibat tersebut.

2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini sipelaku tidak membayangkan atau tidak menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancaman hukuman oleh undang-undang. Sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.

2 . Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas:

a. Perbuatan manusia, berupa:

1) Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif

2) Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

20

(27)

b. Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan

menghilangkan kepentingan kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya.

c. Keadaan-keadaan (circumstances)

Pada umumnya keadaan tersebut dibedakan antara lain: 1) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan

2) Kedaan setelah perbuatan dilakukan

d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan sipelaku dari hukuman adapun sifatnmelawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Dengan melihat keseluruhan unsur unsur tersebut maka dalam memutus suatu tindak pidana haruslah keseluruhan unsur-unsur diatas merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terpenuhi maka dianggap perbuatan sipelaku bukan termasuk tindak pidana dan tidak dapat dipidana.

(28)

B. Tindak Pidana Penadahan

1. Pengertian Tindak Pidana Penadahan

Pengertian penadahan, sampai sekarang belum ada rumusan yang jelas atau definisi secara resmi sebagai pegangan para ahli hukum pidana, hanyalah menggolongkan. Oleh karna tindak pidana penadahan sebagai suatu bagian dari kejahatan terhadap benda. Para ahli berpendatan bahwa perbuatan yang sangat tercela baik menurut undang-undang maupun agama itu sangat patut diancam pidana, barang siapa yang melakukan kejahatan penadahan.

Dari segi tata bahasa, penadahan adalah suatu kata kajian atau sifat yang berasal dari kata tadah, yang mendapat awalan pe- dan akhiran–an. Kata penadahan sendiri adalah suatu kata kerja tadah yang menunjukan kejahatan itu atau subjek pelaku.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia

(http:bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi) disebut: Tadah : barang untuk menampung sesuatu;

Menadah : menerima barang yang jatuh atau dilemparkan;

Menampung didaerah kering itu orang- air hujan untuk persediaan dimusim kemarau; 2 ki (menampung) menerima barang hasil curian (untuk menjualnya lagi);

(29)

Tukang tadah atau penadah : orang yang menerima baranggelap atau barang curian, misalnya akhirnya ia mengaku menjadi tukang tadah atau barang curian.

Sedangkan pengertian penadahan menurut Pasal 480 KUHP: 1. Barangsiapa membeli, memawarkan, menukar, menerima

hadiah, atau menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menerima gadai, mengangkut, menyimpan atau

menyembunyikan sesuatu benda yang diketahui atau

sepatutnya harus diduga, bahwa di peroleh dari kejahatan. 2. Barangsiapa yang menarik keuntungan dari hasil sesuatu

benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.

Penadahan sebagai perbuatan pidana merupakan bagian yang terakhir dari kejahatan terhadap harta kekayaan. Apabila si penadah tidak diancam dengan pidana, beberapa jenis penjahat dibiarkan bertindak leluasa dan keadaan demikian tentu tidak pantas, justru para penjahat yang lebih tua sering menggunakan kesempatan menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu dengan penuh resikodan tinggal dibelakang layar sebagai penadahan.

Perbuatan undang-undang membicarakan suatu kejahatan terhadap harta benda yaitu pemberian bantuan sesudah trjadinya

(30)

kejahatan terhadap harta benda yaitu pemberian bantuan sesudah terjadinya kejahatan tetapi ini tidak boleh ditarik kesimpulan bahwa terhadap setiap penadahan harus dinyatakan, bahwa dengan bantuan sipenadah, kejahatan yang dilakukan semula, dari mana barang itu diperoleh, oleh orang lain. Dalam banyak peristiwa penadahan lebih berupa menarik keuntungan dari kejahatan yang bahwa kejahatan itu adalah dilakukan oleh orang lain.

Akan tetapi pengadilan kita berpegang pada syarat bahwa kejahatan itu dari orang lain.

Jadi menurut penulis, pengertian kejahatan penadahan adalah perbuatan yang dilakukn dengan sengaja pelaku menerima barang dari orang lain dengan mengetahui atau patut menduga bahwa barang itu berasal atau diperoleh dari suatu kejahatan tertentu.

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penadahan

Dalam Pasal 480 KUHP itu ada dua rumusan kejahatan penadahan. Rumusan penadahan yang pertama mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur-unsur objektif :

a) Perbuatan kelompok 1, yakni 1) Membeli

(31)

2) Menukar

3) Menerima gadai

4) Menerima hadiah, atau kelompok 2 Untuk menarik keuntungan :

1) Menjual; 2) Menyewakan; 3) Menukar; 4) Menggadaikan; 5) Mengangkut; 6) Menyimpan; 7) Menyembunyikan b) Objeknya : suatu benda.

c) Yang diperolehnya dari suatu kejahatan. 2. Unsur-unsur subjektif :

a) Yang diketahuinya, atau

b) Yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda itu diperoleh dari kejahatan.

(32)

C. Teori-teori Pemidanaan dan Jenis-jenis Pidana 1. Teori -Teori Pemidanaan

Mengenai teori-teori pemidanaan (dalam banyak literatur hukum disebut dengan teori hukum pidana/strafrecht-theorien) berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana subjektif tersebut.teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. Pertanyaan seperti mengapa, apa dasarnya dan untuk apa pidanayang telah diancamkan itu dijatuhkan dan dijalankan, atau apakah alasannya bahwa negara dalam menjalankan fungsi menjaga dan melindungi kepentingan hukum dengan cara melanggar kepentingan hukum dan hak pribadi orang , adalah pertanyan-pertanyaan mendasar yang menjadi pokok bahasan dalam teori-teori pemidanaan ini.21

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan besar, yaitu :22

21 Adam Chazawi, 2010. Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal.156

22

(33)

a. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)

Dasar pejakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah alasan pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.

Negara berhak menjatuhkan pidana karna penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh karna itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya.

Tindakan pembalasan didalam penjatuhan pidana

mempunyai dua arah yaitu :

1. Di tujukan pada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan); 2. Di tujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam

dikalangan masyarakat (sudut objektif dari pembalasan).

Bila seseorang melakukan kejahatan, ada kepentingan hukum yang terlanggar. Akibat yang timbul, tiada lain berupa suatu penderitaan baik fisik maupun psikis, ialah berupa perasaan tidak senang, sakit hati, amarah, rasa tidak puas, terganggunya ketentraman batin. Timbulnya perasaan seperti ini bukan saja dari korban langsung, tetapi juga pada masyarakat umumnya. Untuk memuaskan atau menghilangkan penderitaan seperti ini (sudut

(34)

subjektif), kepada pelaku kejahatan harus diberikan pembalasan yang setimpal (sudut objektif), yakni berupa pidana yang tidak lain suatu penderitaan pula. Oleh sebab itulah, dapat dikatakan bahwa teori pembalasan ini sebenarnya mengejar kepuasan hati, baik korban dan keluargannya, maupun masyarakat pada umumnya. b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah tata tertib masyarakat dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana.23

Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:

1. Bersifat menakut-nakuti 2. Bersifat memperbaiki 3. Bersifat membinasakan

23

(35)

Sementara itu sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam, yaitu:

1. Pencegahan umum (general preventie), dan 2. Pencegahan khusus (speciale preventie).

c. Teori Gabungan

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:24

1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.

2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih beratdari pada perbuatan yang dilakukan terpidana.

24

(36)

2.Jenis-jenis Pidana

Undang-undang membedakan jenis-jenis pidana menjadi dua, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dua jenis pidana tersebut diatur dalam Pasal 10 KUHP yakni :

1. Pidana pokok a. Pidana mati; b. Pidana penjara; c. Pidana kurungan; d. Pidana denda. 2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu;

b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim;

Dalam buku Amir Ilyas perbedaan antara pidana pokok dan pidana tambahan adalah sebagai berikut :25

a. Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan kepada pidana pokok, kecuali dalam perampasan barang-barang tertentu terhadap anak-anak yang diserahkan kepada pemerintah. (pidana tambahan ini ditambahkan bukan kepada pidana pokok melainkan pada tindakan)

25

(37)

b. Pidana tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya pada pidana pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah fakultatif (artinya bisa dijatuhkan maupun tidak). Hal ini dikecualikan terhadap kejahatan sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 250, 261 dan Pasal 275 KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan). c. Mulai berlakunya pencabutan hak hak tertentu tidak dengan

suatu tindakan eksekusi melainkan diberlakukan sejak hari putusan hakim dapat dijalankan.

1. Pidana Pokok a. Pidana mati

Pelaksanaan pidana mati ini diatur dalam Pasal 11 KUHP yaitu: “Pidana mati dijalankan oleh algojo ditempat penggantungan dengan menggunakan sebuah jerat dileher terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri”

Apabila terpidana dijatuhi hukuman mati, maka eksekusi putusan akan dilaksanakan setelah mendapatkan fiat eksekusi dari Presiden (kepala negara) berupapenolakan grasi walaupun seandainya terpidana tidak mengajukan permohonan grasi. Kemudian untuk pelaksanaan pidana mati tersebut orang harus

(38)

juga memperhatikan beberapa ketentuan yang terdapat didalam ketentuan Pasal 2 Undang-undang No. 3 tahun 1950 tentang Permohonan Grasi yang menyatakan :26

1) Jika pidana mati dijatuhkan oleh pengadilan maka pelaksanaan dari pidana mati tersebut tidak boleh dijalankan selama 30 hari terhitung mulai hari-hari berikutnya dari hari keputusan itu menjadi tidak dapat diubah kembali, dengan pengertian bahwa dalam hal keputusan pemeriksaan ulang yang dijatuhkanoleh pengadilan ulangan, tenggang waktu 30 hari itu dihitung mulai hari berikutnyadari hari keputusan itu telah diberitahukan kepada terpidana.

2) Jika terpidana dalam tenggang waktu yang tersebut diats tidak mengajukan permohonan grasi, maka panitera tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) yakni panitera dari pengadilan yang telah memutuskan perkaranya pada tingkat pertama harus memberitahukan hal tersebut kepada hakim atau ketua pengadilan dan jaksa atau kepala kejaksaan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), (3) dan (4) yakni hakim, ketua pengadilan, kepala kejaksaan pda pengadilan memutus pada tingkat

26

(39)

pertama dengan catatan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 berlaku dalam hal ini.

3) Pidana mati itu tidak dapat dilaksanakan sebelum putusan presiden itu sampai kepada kepala kejaksaan yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau pada pegawai yang diwjibkan putusan hakim.

Dengan demikian pelaksanaan pidana mati harus dengan keputusan Presiden sekalipun terpidana menolak untuk memohon pengampunan atau grasi dari Presiden.27

Pidana mati ditunda jika terpidana sakit jiwa atau wanita yang sedang hamil, ini sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman yang mengatakan pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan memperhatikan kemanusiaan.28

b. Pidana Penjara

Mengutip dari buku asas-asas hukum pidana oleh bapak Amir Ilyas, menurut Andi Hamzah29

“Pidana penjara merupakan suatu pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana

27 Ibid. Hal.110 28 Ibid. 29 Ibid.

(40)

kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.

Masih mengutip dari buku yang sama, menurut P. A. F. Lamintang :

“Bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah lembaga permasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan tersebut”.

Ketentuan pidana penjara ini dapat dilihat dalam Pasal 11 KUHP yang menyatakan :

1) Hukuman penjara itu lamanya seumur hidup atau untuk sementara;

2) Hukuman penjara sementara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun berturut-turut;

3) Hukuman penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya dua puluh tahun berturut-turut, dalam hal kejahatan yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup dan penjara sementara, dan dalam hal lima belas tahun itu dilampaui

(41)

sebab hukuman ditambah karna ada gabungan kejahatan atau karna berulang-ulang membuat kejahatan atau karna aturan Pasal 52;

4) Lamanya hukum penjara sementara itu sekai-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.

c. Pidana Kurungan

pidana kurungan pada dasarnya sama dengan pidana penjara hanya saja pidana kurungan ini lebih ringan dari pidana penjara. Hal ini dapat dilihat dari jangka waktu pidana kurungan ini yang dapat kita lihat pada Pasal 11 KUHP :

(1) Lamanya pidana kurungan serendah-rendahnya satu hari dan selama-lamanya satu tahun;

(2) Hukuman itu boleh dijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal dimana hukuman ditambah lantaran ada beberapa kejahatan yang dilakukan berulang-ulang atau karna hal yang ditentukan pada Pasal 52 tempo yang satu tahun itu dilampaui;

(3) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lama dari satu tahun empat bulan.

(42)

d. Pidana denda

Dalam bukunya Amir Ilyas memberikan pengertian mengenai pidana denda yaitu :

“Kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh hakim/pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karena ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana.”

Masih dalam buku yang sama, menurut P. A. F. Lamintang bahwa :30

“Pidana denda dapat kita jumpai di dalam buku I dan buku II KUHP yang telah diancamkan bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi pelanggaran. Pidana denda ini juga diancamkan baik satu-satunya pidana pokok maupun secara alternatif dengan kedua pidana pokok tersebut secara bersama-sama.”

2. Pidana Tambahan

Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam hal-hal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu.

30

(43)

Pidana tambahan ini bersifat fakultatif artinya tidak dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus.31

Ketentuan pidana tambahan menurut hermin hadiati dalam buku Asas-Asas Pidana oleh Amir Ilyas adalah sebagai berikut :

1) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan disamping pidana pokok artinya, pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan sebagai pidana satu-satunya.

2) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila didalam rumusan suatu perbuatan pidana dinyatakan dengan tegas sebagai ancaman, ini berarti bahwa pidana tambahan tidak diancamkan.

3) Pada setiap jenis perbuatan pidana, akan tetapi hanya diancamkan kepada beberapa perbuatan pidana tertentu.

4) Walaupun diancamkan secara tegas didalam perumusan suatu perbuatan pidana tertentu, namun sifat pidana tambahan ini adalah fakultatif. Artinya diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkan atau tidak.

a. Pencabutan hak-hak tertentu

Menurut ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat dicabut oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan adalah:

31

(44)

1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;

2) Hak untuk memasuki angkatan bersenjata;

3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;

4) Hak menjadi penasehat atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri;

5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

6) Hak menjalankan mata pencarian tertentu.

Lamanya pencabutan hak dalam hal dilakukannya pencabutan hak diatur dalam Pasal 38 ayat (1) KUHP, yakni sebagai berikut:

1) Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka lamanya pencabutan adalah seumur hidup.

2) Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokok.

(45)

3) Dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun.

Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dijalankan. Dalam hal ini hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.32

b. Perampasan barang-barang tertentu

Pidana perampasan barang barang tertentu pada dasarnya sama halnya dengan pidana denda. Ketentuan mengenai perampasan barang-barang tertentu terdapat dalam pasal 39 KUHP yaitu:

1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang di peroleh dari kejahatan atau dengan sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas;

2) Dalam hal pemidanaan karna kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan dalam undang-undang.

32

(46)

3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah atas barang-barang yang telah disita.

Perampasan atas barang-barang yang tidak disita sebelumnya diganti menjadi pidana kurungan apabila barang-barang itu tidak diserahkan atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim tidak dibayar, kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. Kurungan pengganti ini juga dihapus jika barang-barang yang dirampas diserahkan.

c. Pengumuman putusan hakim

Pengumuman putusan hakim diatur dalam Pasal 43 KUHP, yang berbunyi :

“Apabila hakim memerintahkan agar putusan di umumkan berdasrkan kitab undang-undang ini atau aturan umum yang lainnya, harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan pengumuman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang”

(47)

Hanya beberapa jenis kejahatan saja yang diancam dengan pidana tambahan ini yang diatur dalam KUHP, diantaranya adalah terhadap kejahatan-kejahatan sebagai berikut :33

1) Menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan angkatan perang dalam waktu perang. 2) Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang

barang yang membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau kesehatan dengan sengaja atau karna alpa. 3) Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang

lain luka atau mati. 4) Penggelapan. 5) Penipuan.

6) Tindakan merugikan pemiutang.

D. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana

Hal hal yang harus dipertimbangkan oleh hakim

Peranan hakim dalam hal pengambilan keputusan tidak begitu saja dilakukan karena apa yang diputuskan merupakan perbuatan hukum dan sifatnya pasti. Oleh karena itu hakim sebagai orang yang diberikan kewenangan memutuskan suatu perkara tidak sewenang-wenang dalam memberikan putusan. Sifat arif,

33

(48)

bijaksana serta adil harus dimiliki oleh seorang hakim karena hakim adalah sosok yang masih cukup dipercaya oleh sebagian masyarakat yang diharapkan mampu mengayomi dan memutuskan suatu perkara dengan adil.

Ketentuan mengenai pertimbangan hakim diatur dalam Pasal 197 ayat(1) d KUHP yang berbunyi: “pertimbangan disusun secara ringkas menganai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan disidang yang menjadi dasar penentuan-penentuan kesalahan terdakwa”.

Hal ini dijelaskan pula dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Hal yang sama dikemukakan oleh Lilik Mulyadi yang menyatakan bahwa :34

Pertimbangan hakim terdiri dari pertimbangan yuridis dan fakta-fakta dalam persidangan, selain itu majelis hakim haruslah menguasai atau mengenal aspek teoritis dan praktik, pandangan

34 Lilik Mulyadi. 2007 Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

(49)

doktrin, yurisprudensi dan kasus posisi yang sedang ditangani kemudian secara limitative menetapkan pendiriannya.

Dalam menjatuhkan pidana, kiranya rumusan Pasal 58 (Pasal 52) naskah rancangan KUUHP (baru) hasil penyempurnaan tim intern departemen kehakiman, dapat dijadikan referensi. Disebutkan bahwa dalam penjatuhan pidana hakim wajib mempertimbangkan hal-hal berikut:35

a. Kesalahan pembuat tindak pidana;

b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; c. Cara melakukan tindak pidana;

d. Sikap batin pembuat tindak pidana;

e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;

f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana; g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan; i. Pengurus tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban,

dan;

j. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.

35

(50)

Menjadi hakim merupakan pekerjaan yang cukup berat karena menentukan kehidupan seseorang untuk memperoleh kebebasan ataukah hukuman. Jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan maka akan berakibat fatal. Maka dari itu seorang hakim adalah seseorang yang terpilih untuk mengemban amanah dari rakyat.

1. Alasan yang Meringankan Pidana

Alasan peringanan pidana yang terdapat dalam KUHP adalah, sebagai berikut :

a. Dalam hal umur yang masih muda (incapacity or infacy)

berdasarkan Pasal 47 ayat (1) KUHP, yang berbunyi :

“Jika hakim menghukum anak yang bersalah itu, maka maksimum hukuman pokok bagi tindak pidana itu, dikurangi sepertiga.”

b. Dalam hal percobaan melakukan kejahatan. Berdasarkan Pasal 53 ayat (2) KUHP, yang berbunyi :

“maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya dalam hal percobaan.”

c. Dalam hal membantu melakukan kejahatan.

(51)

“maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas kejahatan itu, dikurangi sepertiga dari pembantu”

Hal-hal yang memperingan pidana juga terdapat dalam rancangan KUHP nasional yang berbunyi sebagai berikut : Pidana diperingan dalam hal :

a. Seseorang yang melakukan tindak pidana dan pada waktu itu berumur 12 (duabelas) tahun atau lebih, tetapi masih di bawah 18 (delapan belas) tahun;

b. Seseorang mencoba melakukan atau membantu melakukan terjadinya tindak pidana;

c. Seseorang setelah melakukan tindak pidana dengan suka rela menyerahkan diri kepada yang berwajib;

d. Seorang wanita hamil muda melakukan tindak pidana;

e. Seseorang setelah melakukan tindak pidana, dengan suka rela memberi ganti kerugian yang layak atau memperbaiki kerusakan akibat perbuatannya;

f. Seseorang yang melakukan tindak pidana karena

kegoncangan jiwa yang sangat hebat sebagai akibat yang sangat berat dari keadaan pribadi atau keluarganya.

(52)

2. Alasan yang Memberatkan Pidana

Alasan pemberatan pidana berdasarkan KUHP adalah, sebagai berikut:

a. Dalam hal concursus, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 dan 66 KUHP yang berbunyi:

Pasal 65

(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidan-pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, akan tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiganya.

Pasal 66

(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi

(53)

jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepetiga.

(2) Dalam hal ini pidana denda dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.

b. Dalam hal recidive, berdasarkan Pasal 486, Pasal 487 dan Pasal 488 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan pidana juga terdapat dalam rancangan KUHP nasional yang berbunyi sebagai berikut : Pidana diperberat dalam hal :

a. Pegawai negri yang melanggar suatu kewajiban jabatan yang khusus ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau pada waktu melakukan tindak pidana mempergunakan kekuasaan, kesempatan atau upaya yang diberikan kepadanya karena jabatannya;

b. Seseorang melakukan tindak pidana dengan

menyallahgunakan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan atau lambang negara Republik Indonesia;

c. Seseorang melakukan tindak pidana dengan

(54)

d. Orang dewasa melakukan tindak pidana bersama dengan anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun;

e. Tindak pidana dilakukan dengan kekuatan bersama, dengan kekerasan atau dengan cara yang kejam;

f. Tindak pidana dilakukan pada waktu ada huru-hara atau bencana alam;

g. Tindak pidana dilakukanpada waktu negara dalam keadaan bahaya;

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam wilayah Hukum Kota Makassar, lokasi penelitian yang dipilih penulis adalah Pengadilan Negeri Makassar, ditempat ini penulis mengambil data berupa salinan putusan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks. selain Pengadilan Negeri Makassar, penulis juga mencari data dan informasi yang diperlukan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam kasus ini guna mempermudah pembahasan dan penyelesaian penulisan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

B. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder:

1. Data primer, yaitu data yang akan diperoleh secara langsung dari sumbernya mengenai masalah yang menjadi pokok bahasan, melalui wawancara dengan narasumber yang dianggap memiliki keterkaitan dan kompetensi dengan permasalahan yang ada.

2. Data skunder, adalah data-data yang siap pakai dan dapat membantu menganalisa serta memahami data primer. Data skunder merupakan

(56)

sumber data penelitian yang diperoleh dengan berpedoman pada literatur sehingga dinamakan penelitian kepustakaan.

Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut :

1. Sumber data yang diperoleh dari penelitian pustaka (library research), yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan membaca dan menelusuri literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang kebanyakan terdapat di perpustakan-perpustakaan kemudian mengambil hal-hal yang dibutuhkan baik secara langsung maupun saduran. Contohnya : buku perpustakaan, artikel, aturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

2. Sumber data yang diperoleh dari penelitian lapangan(field research), yaitu suatu pengumpulan metode dengan cara langsung turun kelapangan penelitian yang telah ditentukan dalam judul skripsi. Biasanya untuk mendapatkan informasi penulis langsung mendatangi pihak-pihak yang dianggap memiliki kompetensi dan relevansi dengan permasalahan yang akan dibahas dan diperoleh melalui proses wawancara.

(57)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara langsung dilapangan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dan mengadakan interview yang bersifat terbuka dengan pihak yang terkait.

b. Studi dokumentasi

Dengan cara mengumpulkan data, membaca dan menelaah putusan pengadilan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks serta beberapa literatur, buku, koran serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan data sekunder. D. Analisis Data

Data berupa putusan Pengdilan Negeri Makassar

No.820/Pid.B/2011/PN.Mks dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penadahan dalam putusan No.820/Pid.B/2011/PN.Mks

Suatu tindak pidana dapat menimbulkan suatu kerugian bagi korbannya dimana selalu ada hal yang mendasari atau yang menjadi sebab yang melahirkan suatu akibat. Pada penjelasan dengan menggunakan logika deduktif, tindak pidana dapat terjadi apabila terdapat suatu perbuatan oleh seseorang yang mengarah pada timbulnya akibat hukum bagi pelaku tindak pidana tersebut, yaitu sebagai bentuk pertanggungjawaban yang diberikan atas perbuatannya.

Bagi para pelaku tindak pidana penadahan, penyebab

dilakukannya suatu delik tersebut lebih mengarah kepada untuk memperoleh atau menarik keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain dengan jalan melakukan “pertolongan jahat”, akan tetapi, maksud “pertolongan jahat” ini bukan berarti “membantu melakukan kejahatan” (medeplichtigheid) seperti dimaksud Pasal 55 KUHP. Penadahan digolongkan sebagai salah satu pemicu orang-orang untuk melakukan kejahatan. Karena dapat dikatakan bahwa kebanyakan dari hasil barang-barang curian justru untuk dijual kembali agar memperoleh keuntungan

(59)

berupa uang, sebagaiman telah diatur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP. Untuk lebih memudahkan penulis dalam pembahasan ini, maka penulis menguraikan dalam bentuk kasus sebagai berikut :

1. Posisi Kasus

Putusan pidana No.820/Pid.B/2011/PN.Mks tentang sebuah kasus mengenai tindak pidana penadahan yang di lakukan oleh Muhammad Ardi Ananda bin Abd. Gaffar yang pada hari Senin tanggal 14 maret 2011 Pukul 17.00 Wita, bertempat di Hertasning Baru no. 164 Makassar, terdakwa telah melakukan suatu perbuatan yakni membeli sesuatu barang, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa barang tersebut diperoleh dari kejahatan. Dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara berikut :

Berawal pada terdakwa Muhammad Ardi Ananda bin Abd. Gaffar ditawarkan motor merk Yamaha V-Xion Warna merah DD 6303 AE dengan harga Rp.6.000.000.,(enam juta rupiah) oleh lelaki Agung dan menurut lelaki Agung bahwa motor tersebut adalah miliknya dan belum lunas dan masih dalam status cicilan dan maksud lelaki Agung akan mengover / mengalihkan cicilan kepada terdakwa dan lelaki Agung mengatakan panjar dulu Rp. 1.000.000.,(satu juta rupiah) dan angsurannya Rp.500.000., /bulannya untuk angsurannya / cicilannya harus dibayarkan melalui lelaki Agung, tetapi terdakwa baru

(60)

memberikan uang panjar kepada terdakwa Rp.800.000.,(delapan ratus ribu rupiah) dan sisanya Rp.200.000.,(dua ratus ribu rupiah) akan terdakwa bayar bersamaan dengan angsuran pertama yang jatuh temponya pada tanggal 14 April 2011 dan STNK Motor serta surat peralihan over kredit akan diberikan 2 minggu setelah terdakwa membayar cicilan kata lelaki Agung dan terdakwa pun menyanggupi dan setelah itu terdakwa pun memakai sepeda motor tersebut selama seminggu dan terdakwa belum sempat membayar kepada lelaki Agung terdakwa suadah ditangkap oleh polisi dan pada saat itu terdakwa tidak dapat memperlihatkan bukti kepemilikan sepeda motor tersebut dan motor tersebut adalah motor hasil curian milik korban lelaki Agustinus Sulo alias Agus yang dilakukan lelaki Agung.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Surat dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil dari Negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tinndak pidana. Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar berdasarkan surat dakwaan

(61)

tertanggal 19 Mei 2011 dengan Nomor Reg Perkara : PDM-682/Mks/Epp/05/2011, telah didakwa sebagai berikut :

- Bahwa ia terdakwa Muhammad Ardi Ananda Bin Abd Gaffar, pada hari senin tanggal 14 Maret 2011, Pukul 17.00 Wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2011, bertempat di Hertasning Baru no. 164 Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, telah membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual,

menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,

menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga diperoleh dari kejahatan. Perbuatan mana yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut : - Bahwa berawal ketika terdakwa ditawarkan motor Merk Yamaha

V-Xion warna merah DD 6303 AE dengan harga

Rp.6.000.000.,(enam juta rupiah) oleh lelaki Agung (dalam perkara tersendiri) dan menurut lelaki Agung bahwa motor tersebut adalah miliknya dan belum lunas dan masih dalam status cicilan dan maksud lelaki Agung akan mengover / mengalihkan cicilan kepada

terdakwa dan lelaki Agung mengatakan panjar dulu

(62)

/bulannya untuk angsuran / cicilannya harus dibayarkan melalui lelaki Agung tetapi terdakwa baru memberikan uang panjar kepada terdakwa Rp.800.000.,(delapan ratus ribu rupiah) dan sisanya Rp.200.000.,(dua ratus ribu rupiah) akan terdakwa bayar bersamaan dengan angsuran pertama yang jatuh temponya pada tanggal 14 April 2011 dan STNK Motor serta surat peralihan over kredit akan diberikan 2 minggu setelah terdakwa membayar cicilan kata leaki Agung dan terdakwa pun menyanggupi dan setelah itu terdakwa pun memakai sepeda motor tersebut selama seminggu dan terdakwa belum sempat membayar kepada lelaki Agung terdakwa sudah ditangkap oleh polisi dan pada saat itu terdakwa tidak dapat memperlihatkan bukti kepemilikan sepeda motor tersebut dan motor tersebut adalah motor hasil curian milik korban lelaki Agustinus Sulo al. Agus yang dilakukan lelaki Agung dan No.Polisinya telah diganti oleh lelaki Agung dari No.Polisi 3820 AR menjadi No.Polisi yang palsu yaitu 6303 AE.

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan dikaitkan dengan pembuktian unsur dakwaan, maka menurut Jaksa Penuntut Umum dakwaan tunggal yang didakwakan

(63)

kepada terdakwa tersebut dinyatakan terbukti, yaitu melanggar pasal 480 ke-1 KUHP, dengan Unsur-unsur sebagai berikut :

1. Barang Siapa

Yang dimaksud “barang siapa” adalah setiap orang sebagai subyek hukum yaitu sebagai pelaku tindak pidana, bahwa dalam perkara ini yang diajukan sebagai terdakwa adalah Muhammar Ardi Ananda bin Abd. Gaffar seorang laki-laki yang sehat dalam hal mana terdakwa sadar akan akibat dari tindak pidana yang telah dilakukannya dan terdakwa membenarkan identitasnya sebagai mana yang tercantum dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

2. Membeli, menyewa, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk

menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan,

menggadaikan, mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangka, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan.

Bahwa perbuatan yang dimaksudkan dalam pasal ini bersifat alternative, sehingga telah memenuhi unsur apabila terbukti salah satunya.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa yang saling bersesuaian serta barang bukti yang diajukan diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa telah membeli (satu) unit sepeda Motor

(64)

YAMAHA V-XION Warna merah seharga Rp.6.000.000 dengan menyicil Motor tersebut dari lelaki Agung yang lebih dulu

mengambil barang milik saksi korban tersebut tanpa

sepengetahuan atau seizin dari korban sebagai pemiliknya.

Berdasarkan fakta hukum diatas, maka unsur “membeli” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut Hukum.

3. Yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa itu diperoleh dari kejahatan

Bahwa dari keterangan saksi-saksi yang bersesuaian dan terdakwa sendiri serta barang bukti persidangan diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa telah membeli satu unit sepeda Motor YAMAHA V-XION Warna merah seharga Rp.6.000.000 dibayar cicil dengan uang muka Rp.1.000.000 tanpa STNK, sehingga sepatutnya harus diduga bahwa barang tersebut diperoleh dari hasil kejahatan.

Berdasarkan Fakta Hukum diatas, maka unsur “yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa itu diperoleh dari kejahatan” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut Hukum.

Mengenai tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana penadahan yang dilakukan oleh terdakwa Muhammad Ardi Ananda bin Abd. Gaffar, maka Penuntut Umum mengajukan

(65)

kepada Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan

mengadili perkara ini agar memutuskan antara lain sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Muhammad Ardi Ananda Bin Abd. Gaffar, terbukti bersalah melakukan tindak Pidana “Penadahan” menurut Pasal 480 ke-1 KUHP sebagaimana tersebut dalam dakwaan tunggal.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Ardi Ananda Bin Abd. Gaffar dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalaninya dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (unit) sepeda motor merk Yamaha VI-XION warna merah DD 6303 AE Nomor Mesin : 3CI-042603, dikembalikan kepada yang berhak.

4. Menetapkan terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1000- (seribu rupiah).

4. Amar Putusan

Dalam perkara ini, setelah Hakim memperhatikan pasal dari Undang-undang yang bersangkutan khususnya Pasal 480 ke-1 KUHP, maka Hakim memutuskan :

Referensi

Dokumen terkait

Pemberitaan Koran Tempo dalam masalah Negara Islam Indonesia (NII) ditampilkan dalam rentang waktu yang berbarengan dengan isu ledakan born di Masjid Mapolresta Kota Cirebon

Berhasil Pengujian Tombol Route Pengguna berada pada halaman utama dan menekan salah satu marker yang terdapat pada peta Sistem menampilkan navigasi route dari

Pendekatan heuristik atau indeks berbasis metode kualitatif tidak langsung. Metode ini didasarkan pada pengetahuan apriori dari semua sebab dan faktor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan vitamin D, kalsium, energi, karbohidrat, lemak, protein, serat, dan aktivitas

45 Mansour Faqih, Analisis Jender&Transformasi Sosial , 134... Hal ini termasuk memberikan semangat dan kesempatan perlawanan kepada kaum perempuan guna

Ayat tersebut menunjukkan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan hak rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang menghendaki tidak adanya saksi.

Pertama, pelaksanaan kegiatan storytelling pada Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi merupakan kegiatan yang efektif untuk meningkatkan jumlah pengunjung

Pada siklus pertama jumlah skor postes yang didapatkan pada aspek tersebut yaitu 88 dengan nilai rata-rata 3,1 sehingga persentase kenaikannya 24% sedangkan