• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN UNTUK MENJAMIN TERWUJUDNYA PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN (Studi Terhadap Pelaksanaan Perlindungan Lobster, Kepiting dan Rajungan Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN UNTUK MENJAMIN TERWUJUDNYA PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN (Studi Terhadap Pelaksanaan Perlindungan Lobster, Kepiting dan Rajungan Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Pen"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN UNTUK MENJAMIN TERWUJUDNYA PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

(Studi Terhadap Pelaksanaan Perlindungan Lobster, Kepiting dan Rajungan Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan

Lobster, Kepiting dan Rajungan) Di Kabupaten Jepara

Ahmad Chotib*,Djauhari**

*

Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang, email : ahmadchotib7@gmail.com.

**

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

ABSTRACT

The Research is the legal research that a descriptive analysis, using the approach empirical juridical, namely to identify and conceptualize law basing on real experiences which is then used to analyze the data and make inferences about the problems studied so that the data needed form-spread distribution of information that does not need to be quantified, with the method of data collection and documentation in the form of literature studies, observations, interviews, using primary and secondary data sources in the form of legal materials. Legal materials obtained from the literature as well as field observations were then analyzed using qualitative descriptive method. Then from this study can dirmuskan several problems: 1) how the implementation of the special protection of fishery resources lobster, crab and crab Jepara based on the Minister of Marine and Fisheries No. 1 / MEN-KP / 2015 ?; 2) What are the barriers and solutions made in the implementation of the special protection of fishery resources Lobster, Crab and Rajungan Jepara?.

Based on the survey results revealed that for the protection of fishery resources specifically lobster, crab and crab in the context of preservation there are some attempts to do is to immediately issue implementing regulation on the issuance of Ministry of Marine Affairs and Fisheries No. 1 / MEN-KP / 2015, maximizing socialization of the relevant agencies Regulation of the Minister of Marine and Fisheries No. 1 / MEN-KP / 2015 so it does not happen again the practice of catching lobsters, crabs and crabs in the wild. However in practice there are obstacles in between the absence of instructions and technical implementation of the Regulation of the Minister of Marine and Fisheries No. 1 / MEN-KP / 2015 itself, lack of human resources fishing communities with respect to the pattern of empowerment aquaculture lobster, crab and crab, lack of awareness community in keeping with existing regulations, and weak supervision and therefore contributes to arrests in various district of Jepara that tends arbitrarily without considering the sustainability aspect of course is worrying in terms of quantity which will become extinct.

Keywords: resources, fisheries, conservation

A. Pendahuluan

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan saat ini merupakan salah satu bidang yang menjadi pusat perhatian dimana hal ini disebabkan adanya dukungan potensi dan keanekaragaman sumberdaya yang terkandung oleh bentang alam yang berbentuk suatu

(2)

gugusan kepulauan.1 Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km2 yang memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat besar.2

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa potensi lestari sumber daya ikan (maximum sustainable yield) di perairan laut Indonesia sebesar 6,5 juta pertahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,2 juta ton pertahun, dan untuk besarnya potensi perikanan tangkap di perairan umum yang memiliki total luas sekitar 54 juta Ha, yang meliputi danau, waduk, sungai, rawa, dan genangan air lainnya diperkirakan mencapai 0,9 juta ton pertahun.3 Melihat potensi perikanan Indonesia yang sangat melimpah, pengelolaan dan pelestarian perikanan laut bagi bangsa Indonesia menjadi sangat penting dan perlu diperhatikan lebih serius sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian yang dapat diandalkan rakyat Indonesia utamanya bagi para nelayan.4

Prinsip pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan telah diamanatkan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, yang menyatakan dengan tegas bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainnya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.5 Beberapa tahun terakhir kegiatan ekonomi ini menjadi pusat perhatian karena disinyalir telah terjadi proses pemanfaatan sumberdaya laut yaitu Lobster, Kepiting dan Rajungan yang melebihi kemampuannya. Eksploitasi yang tidak diimbangi dengan pemahaman akan keberlanjutan biota laut tersebut tentunya menyisakan permasalahan tersendiri bagi kelangsungan biota itu sendiri sehinggga dibeberapa daerah pesisir di Indonesia dan khususnya di Kabupaten Jepara telah mendekati pemanfaatan maksimum (over fishing), yaitu keadaan dimana tingkat pemanfaaatan telah mendekati kondisi yang memprihatinkan bagi kelestarian biota Lobster, Kepiting dan Rajungan. Tulisan sederhana ini akan menjelaskan bagaimana Konsep Pembangunan Perikanan Berkelanjutan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang

1 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

2 Pemerintah Kabupaten Selayar Dinas Kelautan dan Perikanan, Laporan Akhir Workshop Kabupaten

Pengembangan Perdes, ECO Natural Society, 2006, hal. 9.

3 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi

Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

4 Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, hal. 127. 5

(3)

Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan dapat menjamin kelestarian sumber daya perikanan secara berkelanjutan, pelaksanaan perlindungan sumber daya perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di Kabupaten Jepara Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015, kendala dan solusi apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan perlindungan sumber daya perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di Kabupaten Jepara.

B. Pembahasan

1. Pengertian Konsep Pembangunan Perikanan Berkelanjutan

Perikanan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Konsep perikanan berkelanjutan muncul dari kesadaran lingkungan. Perikanan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan makin merosotnya kemampuan lingkungan perairan untuk menyangga ketersediaan sumber daya ikan. Gagasan utama dalam perikanan berkelanjutan ialah dapat menangkap sumber daya ikan pada tingkat yang berkelanjutan, sehingga populasi dan produksi ikan tidak menurun atau tersedia dari waktu ke waktu.

Sumber daya ikan termasuk sumber daya yang dapat diperbaharui, walaupun demikian bukan berarti sumber daya ikan dapat dimanfaatkan tanpa batas. Apabila sumber daya ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak rasional serta melebihi batas maksimum daya dukung ekosistemnya, maka dapat mengakibat kerusakan dan berkurangnya sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila tidak segera diatasi juga dapat mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut.6

Oleh karena itu, menurut Nikijuluw bahwa sumber daya perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumber daya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumber daya, jika pemanfaatannya dilakukan berlebihan, akhirnya sumber daya mengalami tekanan secara ekologi dan menurun kualitasnya.7

Paradigma pembangunan perikanan sesugguhnya telah mengalami evolusi dari paradigma konservasi ke paradigma rasionalisasi yang selanjutnya ke paradigm sosial. Kendati demikian dari ketiga paradigma tersebut masih relevan hubungannya dengan

6

Ahmad Fauzi, 2005, Kebijakan Perikanan ; Isu, Sintesis dan Gagasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 57.

7 Nikijuluw, 2005, Politik Ekonomi Perikanan : Bagaimana Dan Kemana Bisnis Perikanan, Fery Agung

(4)

pembangunan perikanan berkelanjutan, sehingga dalam paradigma ini haruslah mengakomodir dari empat aspek tersebut di atas. Menurut Charles, bahwa setidaknya terdapat tiga aspek yng terkandung dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, yaitu8 : a. Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability), yakni memelihara keberlanjutan

stok/biomass sumber daya ikan sehingga pemanfaatannya tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistemnya;

b. Keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability), yakni memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan para pelaku usaha perikanan dengan mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak;

c. Keberlanjutan komunitas (community sustainability), yaitu menjaga keberlanjutan lingkungan komunitas atau masyarakat perikanan yang kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama yang tegas dan efektif;

d. Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability), yaitu menjaga keberlanjutan tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui kelembagaan yang efisien dan efektif guna mengintegrasikan atau memadukan tiga aspek utama lainnya (keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan keberlanjutan masyarakat).

Sementara itu, menurut Fauzi dan Anna, bahwa pembangunan perikanan berkelanjutan paling tidak harus memenuhi empat komponen di antaranya, yaitu9 :

a. Ekologi yang meliputi tingkat eksploitasi, keragaman rekruitmen, perubahan ukuran tangkap, discard dan bycatch serta produktivitas primer;

b. Ekonomi yang meliputi kontribusi perikanan terhadap Gross Domestic Product (GDP), penyerapan tenaga kerja, sifat kepemilikan, tingkat subsidi dan alternatif income;

c. Teknologi yang meliputi lama trip, tempat pendaratan, selektivitas alat, FAD, ukuran kapal dan efek samping dari alat tangkap;

d. Etik yang meliputi kesetaraan, I, mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistem dan sikap terhadap limbah dan bycatch.

Dari keseluruhan komponen yang ada di atas, memang semestinya harus ada sebagai upaya dalam mewujudkan pembangunan perikanan berkelanjutan. Apabila aturan-aturan dalam pembangunan berkelanjutan dan holistik ini tidak dipenuhi maka pembangunan perikanan akan mengarah ke degradasi lingkungan, over-exploitation dan destructivefishing practics. Hal ini dipicu oleh keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat (generasi kini) atau masa kini, sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat masa kini. Akibatnya, kepentingan lingkungan diabaikan

8

Charles, A.T., 2001, Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd, Oxford, hal. 7.

9 Fauzi dan Anna, 2005, Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan Untuk Analisis Kebijakan, Gramedia

(5)

dan penggunaan teknologi yang “quick yielding” yang sering bersifat destructive seperti fish bombing dan poisoning dapat terjadi.10

Widodo mengatakan bahwa pengelolaan sumber daya ikan, pada hakekatnya mencari kemungkinan tindakan yang tepat secara biologi disatu sisi dan kegiatan penangkapan ikan yang mampu memberikan keuntungan ekonomi di sisi lain. Pengelolaan sumberdaya ikan harus mampu mencegah terjadinya konflik antara kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk tujuan ekonomi termasuk adanya keadilan didalam distribusi manfaat yang dihasilkan sumber daya ikan, serta upaya konservasi ikan untuk kepentingan generasi mendatang.11

2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan Dapat Menjamin Kelestarian Sumber Daya Perikanan Secara Berkelanjutan

Diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan, sesungguhnya dikarenakan keberadaan dan ketersediaan Lobster, Kepiting dan Rajungan telah mengalami penurunan populasi, sehingga perlu dilakukan pembatasan penangkapan terhadap ketiga jenis spesies tersebut.12 Dan perlu dipahami juga bahwa secara filosofis, Peraturan Menteri tersebut sebagai upaya untuk menjaga kelestarian Lobster, Kepiting dan Rajungan agar dapat dinikmati dalam jangka panjang.

Pada dasarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tidak melarang sama sekali para nelayan untuk melakukan penangkapan, melainkan membuat pembatasan penangkapan yakni tidak diperbolehkan menangkap Lobster, Kepiting dan Rajungan yang sedang bertelur serta pengaturan ukuran tangkapan harus berukuran di atas 8 cm, Kepiting di atas 15 cm, dan rajungan di atas 10 cm.

Para nelayan dan pelaku usaha sektor perikanan haruslah memahami tentang maksud dan tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut, tidak lain adalah sebagai tindakan preventif agar ketiga spesies yaitu Lobster, Kepiting dan Rajungan dapat terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, peraturan ini juga semestinya disambut baik

10

Ibid., hal. 96.

11 Widodo J dan Suadi, 2006, Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, hal. 68.

12 Peraturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang penangkapan Lobster,

(6)

oleh semua pihak. Diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 juga mengacu pada peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dimana Undang-Undang menegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional berwawasan nusantara, pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan atau pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.13

Salah satu indikator keberhasilan atas diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan, dalam menjamin kelestarian ketiga spesies tersebut yaitu diberbagai daerah khususnya diwilayah pesisir banyak para nelayan tidak lagi melakukan penangkapan terhadap Lobster, Kepiting dan Rajungan yang sedang bertelur maupun dalam ukuran kecil, kondisi demikian juga terjadi di Kabupaten Jepara.

3. Pelaksanaan Perlindungan Sumber Daya Perikanan Khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di Kabupaten Jepara Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/MEN-KP/2015

Strategi dan kebijakan merupakan hal yang memiliki peran penting dalam suatu permasalahan yang terjadi serta mempertahankan kondisi yang baik agar tetap berlangsung. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Sehingga kebijakan adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan strategi yang telah direncanakan khususnya dalam perlindungan sumber perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di wilayah Kabupaten Jepara.

Selama ini bentuk pelaksanaan riil dalam perlindungan sumber daya perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan sebagai upaya pelestarian berdasarkan Peraturan

13 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

(7)

Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/MEN-KP/2015, langkah yang dilakukan yaitu Pertama, melakukan pengelolaan perikanan berbasis konservasi. Adapun wilayah konservasi di Kabupaten Jepara berada di Kepulauan Karimunjawa dimana perairan disana memiliki potensi lobster yang cukup besar. Kedua, melalui optimalisasi pengawasan, dengan optimalisasi pengawasan yang dilakukan instansi terkait diharapkan dalam mewujudkan pelestarian sumber daya tersebut dapat terealisasi di Kabupaten Jepara. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan juga melibatkan masyarakat hal ini sesuai dengan amanat Pasal 66 sampai Pasal 69 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu :

Pasal 66 berbunyi :

1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawasan perikanan;

2) Pengawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;

3) Pengawas perikanan sebagimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penyidik pegawai negeri sipil perikanan dan nonpenyidik pegawai negeri sipil perikanan.

Pasal 67 berbunyi :

Masyarakat dapat diikut sertakan dalam membantu pengawasan perikanan. Pasal 69 berbunyi :

1) Pengawas perikanan sebagimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1), dalam melaksanakan tugas dapat dilengkapi dengan senjata api dan/atau alat pengaman diri lainnya serta didukung dengan kapal pengawas perikanan;

2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan;

3) Kapal pengawasan perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan

4) Menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikan Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk memprosesan lebih lanjut;

5) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi dengan senjati api.

4. Kendala dan Solusi Apa Saja Yang Dilakukan Dalam Pelaksanaan Perlindungan Sumber Daya Perikanan Khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di Kabupaten Jepara

Pengelolaan sumber daya ikan pada hakekatnya mencari kemungkinan tindakan yang tepat secara biologi disatu sisi dan kegiatan penangkapan ikan yang mampu memberikan

(8)

keuntungan ekonomi di sisi lain. Pengelolaan sumber daya ikan harus mampu mencegah terjadinya konflik antara kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan untuk tujuan ekonomi termasuk adanya keadilan didalam distribusi manfaat yang dihasilkan sumber daya ikan, serta upayah konservasi ikan untuk kepentingan generasi mendatang.14

Berbicara tentang pengelolaan sumber daya ikan paling tidak terdapat beberapa tujuan utama di antaranya yaitu pertama, menjaga kelastarian produksi melalui regulasi serta tindakan perbaikan. Kedua, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan. Ketiga, memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut. Secara umum kondisi di Kabupaten Jepara sehubugan dengan pengelolaan sumber daya perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan dalam rangka merealisasikan kelestarian biota tersebut, dalam implementasinya menemui berbagai kendala dilapangan sebagaimana yang di sampaikan oleh Achid Setiawan15, menurutnya selama ini secara teknis dilapangan utamanya dalam pelaksanaan berhadapan dengan sejumlah permasalahan di antaranya yaitu pertama, belum ada regulasi yang secara khusus sebagai aturan pelaksana atas diterbitkannya berbagai peraturan yang ada dalam mengatur pengelolaan dan perlindungan sumber daya perikanan di Kabupaten Jepara.

Kendala Kedua, yaitu kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak instansi terkait terhadap para nelayan maupun pengusaha perikanan. Meskipun Pemerintah Daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah melakukan upaya penyuluhan dalam rangka perlindungan sumber daya perikanan khusus seperti Lobster, Kepiting dan Rajungan sesuai amanat Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp). Kedala ketiga, yaitu rendahnya sumber daya manusia pada masyarakat nelayan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa kebanyakan masyarakat nelayan yang tinggal di daerah pesisir cenderung berpikir pragmatis, artinya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan mengantungkan pada sektor perikanan ini cenderung melakukan perburuan ke laut tanpa berpikir bagaimana meningkatkan produktivitas melalui cara budidaya ikan.

14 Widodo, J dan S. Nurhakim, 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan dalam Training of

Trainers on Fisheries Resource Management. 28 Oktober s/d 2 November 2002. Hotel Golden Clarion. Jakarta.

15 Wawancara dengan Achid Setiawan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, Tanggal 3 Agustus

(9)

Kendala keempat, yaitu rendahnya kesadaran hukum masyarakat nelayan. Meskipun sebagian besar masyarakat diwilayah pesisir utara Kabupaten Jepara yang notabenennya berprofesi sebagai nelayan telah mendapat menyuluhan dan atau sosialisasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara terkait penyuluhan tentang arti penting dalam perlindungan sumber daya perikanan lobster, kepiting dan rajungan, akan tetapi pada kenyataannya para nelayn maupun pengusaha ikan yang tetap melakukan penangkapan secara liar terhadap ketiga spesies tersebut.

Kendala kelima, minimnya petugas pengawas perikanan sehingga berpengaruh terhadap kurangnya optimalisasi pengawasan yang dilakukan oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikana Kabupaten Jepara dalam melindungi Lobster, Kepiting dan Rajungan dari penangkapan para nelayan secara liar diberbagai wilayah di Kabupaten Jepara yang mana tanpa mempertimbangkan aspek keberlansungan dari biota laut itu sendiri sehingga dikhawatirkan ke depannya akan mengalami kepunahan.

Melihat berbagai kendala-kendala yang dihadapi dalam perlindungan sumber daya perikanan khusus Lobster, Kepiting dan Rajungan di atas, maka perlu dilakukan solusi sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh para nelayan dan pengusaha perikanan yang memang berorientasi khususnya pada penangkapan lobster, kepiting dan rajungan. Maka, solusi yang dapat dilakukan di antaranya yaitu : pertama, berkaitan dengan tidak adanya regulasi di Kabupaten Jepara secara khusus mengatur perlindungan sumber daya perikanan khusus lobster, kepiting dan rajungan, maka pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara baik eksekutif dan legislatif sudah seharusnya segera mengambil kebijakan dengan menerbitkan aturan pelaksana atas diterbitkannya Undang-Undang Perikanan, Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp).

Kedua, berkaitan dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak instansi terkait, sehingga berakibat kurangnya pegetahuan masyarakat tentang peraturan tersebut, maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara melakukan sosialisasi secara intensif dan simultan melalui tenaga penyuluh perikanan yang ada di masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Jepara.

Ketiga, berkaitan dengan rendahnya sumber daya manusia pada masyarakat nelayan terlebih dalam menggali potensi dibidang budidaya ikan, maka di sini penting untuk menjadi

(10)

perhatian bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara dalam memberdayakan para nelayan melalui pelatihan, seminar, workshop dan kegiatan lain yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para nelayan untuk menjadikan kegiatan budidaya sebagai kegiatan alternatif disamping sebagai nelayan.

Keempat, sehubungan dengan rendahnya kesadaran masyarakat nelayan, maka sdinas terkait melakukan pendekatan secara persuasive serta mengambil langkah tegas terhadap setiap aktivitas yang dilakukan oleh para nelayan dan pengusaha perikanan yang melanggar.

Kelima, terkait minimnya petugas pengawas perikanan dilapangan, maka melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara semestinya melibatkan peran kelompok masyrakat sebagai pengawas diwilayah masing-masing sebagai kepanjangan tangan dari Dinas untuk mewujudkan pelaksanaan peraturan tersebut.

C. Simpulan

Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan yaitu : 1. Diterbitkannya Peraturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan, secara filosofis dikarenakan keberadaan dan ketersediaan Lobster, Kepiting dan Rajungan telah mengalami penurunan populasi, sehingga perlu dilakukan pembatasan penangkapan terhadap ketiga jenis spesies tersebut.

2. Pelaksanaan perlindungan sumber daya perikanan tersebut sebagai upaya pelestariannya di Kabupaten Jepara selama ini merujuk kepada Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp). Di samping itu beberapa aturan lain seperti Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan; Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan tersebut yaitu pertama, tidak adanya regulasi khusus yang secara khusus sebagai aturan pelaksana atas diterbitkannya berbagai peraturan yang ada dalam mengatur perlindungan sumber daya perikanan di Kabupaten

(11)

Jepara. Kedua, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak instansi terkait. terhadap para nelayan maupun pengusaha perikanan. Ketiga, rendahnya sumber daya manusia pada masyarakat nelayan. Keempat, rendahnya kesadaran hukum masyarakat nelayan. Kelima, minimnya petugas pengawas perikanan sehingga berpengaruh terhadap kurangnya optimalisasi pengawasan.

4. Dalam menyikapi berbagai kendala tesebut, maka solusi yang dapat ditawarkan di antaranya yaitu pertama, Pemerintah Daerah kabupaten Jepara sudah semestinya membuat regulasi atau peraturan pelaksana atas diterbitkannya berbagai produk Perundang-undangan salah satunya Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp). Kedua, melakukan sosialisasi secara intensif dan simultan ke seluruh wilayah pesisir di Kabupaten Jepara. Ketiga, melakukan pemberdayaan kepada para nelayan dan pengusaha perikanan utamanya dalam membekali pengetahuan dan keterampilan usaha budidaya ikan. Keempat, melakukan pendekatan secara persuasif serta mengambil langkah tegas terhadap setiap aktivitas yang melanggar. Kelima, melibatkan peran serta kelompok masyarkat sebagai pengawas sebagi kepanjangan tangan dari Dinas untuk mendukung peraturan tersebut .

Daftar Pustaka Buku-buku

Charles, A.T., 2001, Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd, Oxford.

Ahmad Fauzi, 2005, Kebijakan Perikanan ; Isu, Sintesis dan Gagasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fauzi dan Anna, 2005, Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan Untuk Analisis Kebijakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta.

Mallawwa, A dan Najamuddin, 2003, Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan, Makalah Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Yang Bertanggungjawab dan Berbasis Masyarakat.

Nikijuluw, V.P.H, 2002. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan., Pustaka Cidesindo. Jakarta.

(12)

Widodo J dan Suadi, 2006, Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Widodo, J dan S. Nurhakim, 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries Resource Management. 28 Oktober s/d 2 November 2002. Hotel Golden Clarion. Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan

Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/MEN-KP/2015 tentang Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.)

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa beban harian, perubahan beban utama mempengaruhi perubahan tegangan dan frekuensi output dari IMAG, hal ini disebabkan karena pengontrol beban

Maka, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kontribusi academic efficacy dan parental involvement terhadap prestasi

Kepedulian warga sekolah terhadap penanganan sampah dibuktikan dengan membuang sampah pada tempatnya. Dari hasil kuesioner seluruh warga sekolah telah membuang sampah di

Manfaat teoritis Hasil penelitian di harapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembangan penelitian dalam bidang kesehatan dan dapat menjadi bahan

Angka toleransi penguap- an ini berlaku untuk semua jenis BBM, mulai minyak tanah, solar, bensin, sampai avtur yang diangkut kapal tanker dari kilang minyak menuju depo

Keputusan pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Pelelang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran 8 yang merupakan bagian tidak

Dengan demikian, sosiologi sastra disini objek kajian utamanya adalah sastra, yang berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget pressure, kontrol kualitas serta skeptisme profesional auditor memiliki pengaruh terhadap tindakan premature sign