• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi bersaing Aswaja NU Center Jawa Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi bersaing Aswaja NU Center Jawa Timur."

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BERSAING ASWAJA NU CENTER JAWA TIMUR

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh :

Dhanny Wahyudiyanto NIM. F12915286

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Abstrak

Persaingan tidak mungkin bisa dihindari oleh setiap organisasi dakwah. Aswaja NU Center Jawa Timur didirikan untuk membentuk masyarakat NU yang mampu membentengi diri dari paham-paham lain, serta dapat meyakinkan orang lain atas kebenaran paham Aswaja NU. Agar pengelolaan organisasinya efektif dan efisien di tengah medan persaingan, Aswaja NU Center Jawa Timur perlu memiliki rumusan strategi yang tepat sebagai pijakan program dan arah alokasi sumber daya yang dimiliki. Rumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwahnya, dan bagaimana strategi yang tepat bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui proses wawancara mendalam, teknik kuesioner, dan dokumentasi.

Berdasarkan penelitian ini, ditemukan ada beberapa faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari Aswaja NU Center Jawa Timur. Tabel IFAS menunjukkan faktor internal terkuat adalah kefokusan gerakan dakwah di ranah pemikiran, produk dakwah yang bisa dipertanggung jawabkan, dan kepastian serta kecukupan sumber pendanaan. Sedangkan faktor internal terlemah adalah belum dibukanya akses sistem informasi manajemen. Selain itu terdapat beberapa peluang dan ancaman yang harus dihadapi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwah. Berdasarkan tabel EFAS, faktor peluang terbesar adalah sudah familiarnya masyarakat terhadap produk dakwah Aswaja. Sedangkan ancaman terbesarnya adalah sumber pendanaan dan kekuatan finansial pesaing. Dari analisa matrix TOWS, telah dirumuskan tujuh alternatif strategi menghadapi persaingan dakwah. Berdasarkan analisa matrix QSPM, strategi bekerjasama dengan organisasi-organisasi sayap NU untuk memperkuat dakwah Aswaja NU Center Jawa Timur menjadi prioritas yang tertinggi dalam menghadapi persaingan dari pada enam alternatif strategi yang lainnya.

(7)

Abstract

The rivalry can not be avoided by any da’wah organization. Aswaja NU Jawa Timur

was founded to established NU community that was able to fortify themselves from other thoughts, and can convince others over the truth of Aswaja NU thought. In order to manage the organization effectively and efficiently in the center-field rivalry, Aswaja NU Center Jawa Timur needs to have the right strategy formulation as program foundation and the direction of resources allocation they have. The issue outline set out in this research are how the analysis of strengths, weaknesses, opportunities, and threats faced by Aswaja NU Center Jawa Timur in its da’wah rivalry, and how the right strategy for Aswaja NU Center Jawa Timur in facing the da’wah rivalry. This research is using qualitative approach, with the method of data collection through in-depth interviews, questionnaires, and documentation.

Based on this research, found there are several factors that become strengths and weaknesses of Aswaja NU Center Jawa Timur. IFAS table shows the strongest internal factors are the focus of da’wah movement in the realm of thought, responsible da’wah product, and certainty and sufficiency of funding source. While the weakest internal factor is unavailability of access management information systems. In additon, there are several opportunities and threats that must be faced by Aswaja NU Center Jawa Timur in da’wah rivalry. Based on the EFAS table, the biggest opportunity factor is the people are familiar with the product of da’wah Aswaja. While the biggest threats is the funding source and financial strength of competitors. From TOWS matrix analysis, seven alternative strategies have been formulated to face da’wah rivalry. Based on the QSPM matrix analysis, the strategy of collaboration with NU underbow organizations to strengthen Aswaja NU Center Jawa Timur’s da’wah became the highest priority to face the rivalry from six other alternative strategies.

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

MOTTO... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 11

1. Identifikasi Masalah ... 11

2. Batasan Masalah ... 11

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Kegunaan Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoretik ... 13

2. Manfaat Praksis ... 14

F. Definisi Operasional ... 14

G. Kerangka Teoretik ... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II : KERANGKA TEORETIK ... 25

A. Pengertian Strategi ... 25

B. Strategi Bersaing ... 26

C. Analisis Lingkungan Eksternal ... 28

D. Faktor Strategis Eksternal ... 29

E. Analisis Lingkungan Internal ... 34

F. Faktor Strategis Internal ... 36

(9)

H. Strategi Bersaing Generik ... 41

I. Dakwah dan Manajemen Dakwah ... 43

J. Dakwah Berbasis Organisasi ... 45

K. Persaingan Dakwah ... 47

L. Ahl as-Sunnah wal Jama’ah... 48

M. Penelitian Terdahulu ... 51

BAB III : METODE PENELITIAN ... 54

A. Jenis Penelitian ... 54

B. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 54

C. Teknik Pengumpulan Data ... 56

D. Metode Analisis Data ... 57

E. Keabsahan Data ... 58

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISA ... 59

A. Profil Lembaga ... 59

Latar Belakang Pendirian Aswaja NU Center Jawa Timur ... 59

Tujuan Aswaja NU Center Jawa Timur ... 60

Program Kerja Aswaja NU Center Jawa Timur ... 61

Struktur Kepengurusan Aswaja NU Center Jawa Timur ... 62

B. Penyajian Data ... 64

1. Analisis Lingkungan Eksternal ... 64

a. Lingkungan Makro ... 64

b. Pesaing ... 67

c. Pasar ... 76

2. Analisis Lingkungan Internal ... 78

a. Manajemen ... 78

b. Produksi ... 88

c. Pemasaran ... 91

d. Litbang ... 103

e. Sistem Informasi ... 105

f. Finansial ... 106

(10)

C. Analisis Data ... 110

Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Eksternal... 110

a. Lingkungan Makro ... 110

b. Pesaing ... 112

c. Pasar Dakwah ... 119

Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal ... 121

a. Manajemen ... 121

b. Produksi ... 126

c. Pemasaran ... 128

d. Litbang ... 135

e. Sistem Informasi Manajemen... 136

f. Finansial ... 137

Faktor-Faktor Strategis (Strength, Weakness, Opportunity, Threats) ... 138

a. Faktor-Faktor Kekuatan ... 138

b. Faktor-Faktor Kelemahan ... 140

c. Faktor-Faktor Peluang ... 140

d. Faktor-Faktor Ancaman ... 141

Tabel External Factors Analysis Summary ... 142

Tabel Internal Factors Analysis Summary ... 142

Matrix Posisitioning ... 143

Nilai-Nilai Organisasi ... 144

a. Khittah Nahdlatul Ulama sebagai Dasar Etika Dakwah ... 144

b. Trilogi Ukhuwah sebagai Dasar Semangat Dakwah ... 145

c. Doktrin Nilai Ketaatan terhadap Pemerintah ... 146

d. Netralitas dalam Politik, serta Kefokusan Dakwah di Ranah Pemikiran... 147

Perumusan Alternatif-Alternatif Strategi Persaingan ... 147

a. Strategi S-O ... 149

b. Strategi S-T ... 150

c. Strategi W-O ... 152

d. Strategi W-T ... 152

(11)

BAB V : PENUTUP ... 157

A. Kesimpulan ... 157

B. Saran... 159

DAFTAR PUSTAKA ... 161

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan salah satu perintah Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 110 yang berbunyi :1

Artinya: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.2

Dalam pelaksanaannya, dakwah akan cenderung lebih efektif dan efisien apabila dikelola secara baik dalam sebuah organisasi dakwah. Indonesia – sebagai negara kesatuan berbentuk republik dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia – tentu memiliki beragam organisasi dakwah dengan berbagai macam karakteristik. Salah satu organisasi dakwah terbesar yang ada di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama (NU).

NU merupakan organisasi dakwah yang terbilang sangat besar di Indonesia. NU mengklaim memiliki anggota sebanyak sembilan puluh juta orang yang tersebar hampir di semua elemen kemasyarakatan. Masyarakat nahdliyin – sebutan untuk warga NU – memiliki komunitas yang cukup kompleks di tingkat grass root, mulai dari pedesaan hingga kota-kota besar.3

1 al-Qur’an 3:110

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Al-Jumanatul ‘Ali (Bandung: Penerbit J-Art, 2005), 64.

3 Ali Maschan Moesa, NU, Agama dan Demokrasi: Komitmen Muslim Tradisionalis Terhadap Nilai-nilai

(13)

2

Awal pendiriannya, NU merupakan bentukan dari beberapa organisasi embrional dan ad hoc yang dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliah kaum tradisional. Yaitu sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam puritan, termasuk gagasan untuk melepaskan diri dari sistem ajaran bermazhab. Bagi para kiai pesantren – yang merupakan basis pendiri dari NU – menilai pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tidak dengan cara meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Karena itulah, Jam’iyyah Nahdlatul Ulama saat itu cukup mendesak untuk segera didirikan. Setelah para kiai yang berasal dari berbagai elemen organisasi tersebut melakukan koordinasi, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 31 Januari 1926.4

Sebagai pengusung aliran pemikiran Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah5 (aswaja), NU tidak bisa lepas dari pertarungan pemikiran dengan aliran-aliran pemikiran Islam lain non aswaja. Latar belakang pendiriannya yang disebabkan karena adanya upaya purifikasi Islam yang dilakukan oleh kalangan non aswaja, nampaknya hingga kini tidak ada hentinya. Semakin kekinian, aliran-aliran pemikiran yang menginginkan kemurnian ajaran Islam ini perlahan semakin banyak, dan beberapa di antaranya bahkan mengarah pada

4 Sumanto al-Qurtuby, Nahdlatul Ulama: Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran Keagamaan (Semarang:

Lembaga Studi Sosial dan Agama Press, 2014), 1-16.

5 Ahlus sunnah wal jamaah merupakan istilah yang populer di kalangan muslim sunni. Istilah ini merujuk pada

umat Islam yang diyakini sebagai al-firqatun naji’ah yang berarti kelompok yang selamat. Sebuah keyakinan yang lahir dari hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman ibn al-Asy’as as-Sijastani (Abu Daud) yang menegaskan bahwa Islam akan terpecah mnjadi tujuh puluh tiga firkah atau golongan. Semua firkah tersebut pasti akan binasa melainkan hanya satu golongan yang selamat, yakni golongan yang oleh Nabi Muhammad

(14)

3

fundamentalisme6, bahkan radikalisme.7 Mereka yang secara aliran pemikiran berada di luar dari kelompok-kelompok fundamentalis ini di jatuhi vonis sesat dan bahkan kafir, termasuk kalangan nahdliyin.8

Serangan-serangan pemikiran yang mengarah pada upaya purifikasi Islam tidak pernah berhenti, melainkan semakin gencar dilakukan oleh sejumlah kelompok organisasi Islam tertentu yang mulai masuk dan berkembang sejak pintu demokrasi di era reformasi terbuka lebar.9 Upaya-upaya propaganda aliran pemikiran yang bertolak belakang dengan ahl sunnah wal jamaah NU ini tentu saja berefek pada warga kalangan nahdliyin. Mereka yang dalam kesehariannya menjalankan amalan-amalan aswaja, belum tentu memahami dalil pertanggungjawaban atas apa-apa yang diamalkannya tersebut. Misalnya saja amalan tahlilan, sholawatan, peringatan haul, diba’an, dan lain sebagainya. Mereka yang kurang memiliki pengetahuan atas dalil pertanggung jawaban dari amaliah-amaliah tersebut tentu akan mudah dipengaruhi oleh kalangan modernis atau fundamentalis. Mereka yang tidak kuat

6 Fundamentalisme biasa dipergunakan untuk menunjukkan gerakan yang dilakukan kelompok-kelompok Islam

yang memiliki visi untuk menegakkan syariat Islam sebagai dasar negara. Dengan kata lain, mereka berobsesi untuk membentuk negara Islam (dawlah/khilafah Islamiyyah). Mereka mendasarkan Islam pada ajaran-ajaran fundamental dan akar pokok keagamaan dengan lebih mengutamakan ajaran formalistik-simboliknya – bahkan Arabisme – daripada ajaran Islam secara substanstif. Seringkali dalam pengimplementasian obsesi tersebut mereka menggunakan jalur kekerasan yang dianggapnya sebagai jihad/amar ma’ruf-nahi munkar. Hal ini disebabkan karena alur pemahaman mereka yang cenderung tekstual terhadap nash al-Qur’an, serta sunnah Nabi. Pada konteks Indonesia, orientasi kelompok/organisasi fundamentalis ini adalah menuntut penerapan syariat Islam secara kaku/totaliter, seperti yang dulu juga pernah disuarkan oleh partai-partai politik Islam yang menginginkan amandemen pasal 29 ayat 1 UUD 1945 agar mencantumkan kembali tujuh kata dalam rumusan

Piagam Jakarta, yakni ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Upaya mengembalikan tujuh kata ini, dikatakan Thoha Hamim, terkesan sangat ahistoris. Bahwa kelompok mereka seakan melupakan fakta sejarah bahwa perdebatan di parlemen tahun 1950-an tentang apakah Islam atau

Pancasila yang ”seharusnya” menjadi landasan konstitusi telah menguras segala daya bangsa ini. Lebih lanjut

lihat Thoha Hamim, Islam dan NU: Di Bawah Tekanan Problematika Kontemporer (Surabaya: Diantama, 2004), 3.

7 Ibnu Nawawi dan Mahbib, “Aswaja dan NKRI Terancam, Diperlukan Komite Hijaz Baru”, dalam

http://www.nu.or.id/post/read/66503/aswaja-dan-nkri-terancam-diperlukan-komite-hijaz-baru (19 November 2016).

8Ahmad Ali MD, “Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja NU Dalam Mencegah Radikalisme Agama”, Al-Dzikra, 9

(Juli – Desember, 2011), 41-46.

9 Ibnu Nawawi dan Mahbib, “Aswaja dan NKRI Terancam, Diperlukan Komite Hijaz Baru”, dalam

(15)

4

aqidah ke-aswaja-annya, akhirnya berpeluang meninggalkan amalan-amalan yang dinilai bidah/sesat oleh kalangan non aswaja tersebut. Di dunia maya, di berbagai aplikasi situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, youtube, instagram, dan sebagainya mereka pun mempropagandakan pemikiran yang bertolak belakang dengan gagasan ahlus sunnah wal jamaah, bahkan tidak jarang mengatakan amalan-amalan ahlus sunnah sebagai praktik bidah yang sesat.

Penyebaran aliran pemikiran yang dilakukan oleh kalangan fundamentalis ini nampaknya juga banyak menyasar lingkungan kampus. Beberapa kasus di Surabaya seperti yang disampaikan oleh salah satu narasumber pada penelitian pendahuluan misalnya tentang gerakan rekrutmen di kalangan mahasiswa khususnya pada mahasiswa yang berasal dari luar kota untuk tinggal di sebuah asrama mahasiswa. Pada mulanya hanya tinggal seperti ngekost pada umumnya. Sampai akhirnya setelah beberapa hari, secara rutin di dalam asrama tersebut mulai diselenggarakan kajian-kajian dengan mendatangkan pembicara dari luar yang salah satu tema besarnya membahas tentang khilafah.10 Ada di antara mereka yang direkrut oleh kalangan fundamentalis akhirnya menolak, dan pindah dari asrama mahasiswa tersebut. Namun setelah pindah tempat kost pun mereka mengaku tetap dikejar-kejar. Sampai akhirnya ada yang bahkan memutuskan untuk keluar dari kampus karena takut tidak bisa lepas dari upaya propaganda yang dilakukan kalangan fundamentalis di kampus tersebut. Di lain kasus, ada pula yang pada akhirnya mahasiswa berbackground nahdliyin tersebut akhirnya bergabung dengan aliran fundamentalis dan bahkan melakukan perlawanan terhadap keluarganya sendiri yang menjalankan amalan-amalan aswaja. Pertarungan pemikiran semacam ini terjadi tidak di satu daerah saja, melainkan di berbagai tempat.11

10 Afwan, Wawancara, di Kantor PWNU Jawa Timur, 15 November 2016.

(16)

5

Fenomena-fenomena pertarungan pemikiran inilah yang pada akhirnya menuntut PWNU Jawa Timur membentuk “Aswaja NU Center Jawa Timur” yang memiliki tujuan untuk “membentuk masyarakat NU yang mampu membentengi diri dari paham-paham lain, serta dapat meyakinkan orang lain atas kebenaran paham Aswaja NU”.12 NU yang merupakan organisasi Islam nasional dengan jumlah komunitas terbesar di provinsi Jawa Timur,13 tentu anggotanya banyak tersebar di berbagai daerah, baik perkotaan maupun pedesaan. Rekrutmen yang dilakukan oleh banyak kalangan fundamentalis dari berbagai organisasi ini tentu pada akhirnya juga sedikit banyak akan menyasar pada segment pasar – yang memiliki background aswaja – yang merupakan basis binaan dari NU.

Secara AD/ART, Aswaja NU Center Jawa Timur sebenarnya tidak masuk dalam struktur kelembagaan organisasi NU, baik dalam struktur lembaga, lajnah, badan otonom, maupun badan khusus. Melainkan organisasi ini merupakan “perangkat pelaksana program”

dari PWNU Jawa Timur yang khusus menangani permasalahan pertarungan pemikiran tatkala mereka mengamaliahkan atau menyebarkan paham Islam aswaja.14

Adapun organisasi struktural di bawah NU yang menangani bidang dakwah sebenarnya adalah LDNU, namun nampaknya secara kapasitas tidak cukup untuk mengatasi dan menanggulangi permasalahan-permasalahan pertarungan pemikiran yang tidak ada henti-hentinya, dan tidak hanya menyasar di kalangan warga nahdliyin di satu segmen atau satu area tempat saja, tetapi sangat luas. Seperti misalnya di lingkungan

12 Aswaja NU Center Jawa Timur, “Tujuan”, dalam https://aswajanucenterjatim.com/tujuan/ (19 November

2016).

13 Propinsi Jawa Timur sendiri merupakan provinsi dengan basis warga nahdliyin yang bisa dikatakan terbesar

nasional. Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana NU (PW ISNU) Jawa Timur, Faza Dhora Nailufar pernah menyatakan dalam surveinya, populasi warga NU Jatim diperkirakan mencapai 60 persen dari total penduduk Jatim. Dia menyebutkan, “jumlah warga NU Jatim adalah 24.487.914 orang”. Besarnya basis warga nahdliyin di Jawa Timur inilah yang tentunya menuntut NU untuk melakukan pembinaan akidah dengan tenaga ekstra ketimbang daerah-daerah lainnya. Lebih lanjut bisa lihat Abdul Hady JM, “Warga Nahdliyin Inginkan

Kader NU Pimpin Jatim”, dalam http://jaringnews.com/politik -peristiwa/umum/36274/warga-nahdliyin-inginkan-kader-nu-pimpin-jatim (11 Mei 2017).

(17)

6

pemukiman tertentu, di kepengurusan takmir-takmir masjid, kalangan mahasiswa, kalangan pelajar, pengguna media sosial secara luas, serta segmen-segmen yang lainnya, dan itu tidak hanya di satu tempat saja, melainkan di berbagai daerah.15 Yang mana serangan-serangan itu tentu saja berdampak negatif terhadap kelangsungan kehidupan keberagamaan warga nahdliyin. Hal inilah yang menjadi latar belakang berdirinya Aswaja NU Center. Bahwa organisasi ini bertugas untuk membentengi dan menguatkan aqidah kalangan nahdliyin secara luas dari serangan aliran-aliran pemikiran lain di luar aswaja.

Sistem kerja dari Aswaja NU Center Jawa Timur ini tidak bekerja seorang diri di lapangan. Tetapi juga saling berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang ada di bawah struktural NU, seperti IPNU-IPPNU, LTMNU, LDNU, Maarif, dan lain sebagainya sesuai dengan segmentasi pasar yang menjadi fokus target penguatan aqidah. Di Jawa Timur sendiri, Aswaja NU Center tingkat kota/kabupaten sudah didirikan di setiap PCNU untuk membackup masalah-masalah pertarungan pemikiran secara lebih taktis di lapangan. Di daerah lain di luar Jawa Timur meski banyak permasalahan serupa, belum ada sub organisasi khusus yang menangani masalah-masalah tersebut. Hal ini dikarenakan secara SDM, mereka yang di luar Jawa Timur masih merasa belum siap. Oleh karenanya sampai saat ini perwakilan wilayah dan cabang yang berada di luar Jawa Timur, kadang mengundang atau diundang Aswaja NU Center Jawa Timur untuk mengkaji pendalaman materi-materi ke-aswaja-an untuk membackup pertarungan pemikiran yang terjadi di daerah mereka masing-masing.

Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur, saat wawancara mengibaratkan organisasi ini seperti halnya “dapur”/”think-tank” yang menjadi pusat untuk “memasak” materi dan

SDM yang siap untuk melakukan pertarungan pemikiran, berkoordinasi dengan lembaga-lembaga, lajnah, maupun badan otonom yang menyasar pada target segmennya

(18)

7

masing. Dalam praktiknya, Aswaja NU Center ini akhirnya tidak hanya bekerja di lingkup propinsi Jawa Timur saja, tetapi mereka juga dituntut untuk siap bertarung pemikiran di level nasional, mengingat PBNU sendiri belum memiliki lembaga yang konsentrasi menangani masalah ini secara nasional.

Disampaikan oleh Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur, bahwa targetan yang ingin dicapai oleh Aswaja NU Center ini tidak hanya bersifat defensif, tetapi juga offensif, “Ya seperti silat lah, kita bertahan, dan menyerang. Ketika kita diserang ya kita bertahan, ketika ada peluang ya kita yang menyerang.” Pernah dalam suatu penyelenggaraan dauroh

(semacam diklat) di Madiun – yang karena penyelenggaraannya terbuka – peserta yang hadir dalam forum dauroh tersebut ternyata tidak hanya berasal dari mereka yang berlatar nadliyin atau kalangan umum saja, melainkan juga ada yang berasal dari Majelis Taklim Al-Quran (MTA) yang notabenenya cenderung modernis. Pasca penyelenggaraan dauroh yang memang sengaja diselenggarakan secara terbuka tersebut, beberapa anggota MTA akhirnya mengakui bahwa pemahaman mereka selama ini telah salah, dan mereka membenarkan konsep-konsep pemikiran aswaja.16

Untuk segmen kalangan mahasiswa, Aswaja NU Center Jawa Timur sudah membentuk Forum Mahasiswa Aswaja (FORMAS) yang bertugas untuk memasarkan pemikiran-pemikiran aswaja dan melakukan back-up lapangan apabila terjadi pertarungan pemikiran di lingkungan kampus, khususnya kampus-kampus umum di area Surabaya, Sidoarjo, dan Malang. Selain itu, Aswaja NU Center Jawa Timur juga telah membentuk lima divisi pokok untuk mencapi tujuan yang telah ditetapkan. Yang pertama adalah Kiswah. Divisi ini bertugas untuk menyelenggarakan kajian Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. Yang kedua divisi Biswah, yang bertanggung jawab untuk membuat pengkondisian sektretariat Aswaja NU Center Jatim, dan

(19)

8

membuat leaflet “Ashabi” yang kemudian disebarkan ke masjid-masjid setiap minggu. Kemudian ada divisi Uswah, yang bertugas untuk mengelola website Aswaja NU Center dan berkoordinasi dengan TV 9 terkait penyelenggaraan kerjasama salah satu program acaranya. Kemudian ada divisi Dakwah, yang bertanggung jawab untuk pengadaan dauroh di berbagai tempat dan tingkatan organisasi dengan mengkoordinasi lajnah dan lembaga terkait yang dibutuhkan. Serta yang terakhir adalah divisi Makwah, yang bertugas untuk mengkoordinasi pembuatan buku-buku untuk perpustakaan (fisik maupun digital/e-book), melakukan penerbitan, mempublikasi hasil jadinya, dan melakukan penjualan buku-buku pemikiran aswaja ke kalangan umum yang lebih luas.17

Para pengurus Aswaja NU Center Jawa Timur pun kerap dipanggil ke berbagai daerah di luar provinsi Jawa Timur seperti Bali, Samarinda, Balikpapan, Lampung, bahkan Papua, untuk mengisi dauroh, memberikan bantuan tenaga dan pikiran, rekomendasi pemecahan atas kasus-kasus pertarungan pemikiran yang dihadapi oleh wilayah atau cabang di daerah-daerah tersebut. Karena mereka yang berada di daerah-daerah ternyata juga mengalami permasalahan yang sama. Kalangan nahdliyin di berbagai tempat kerap dianggap melakukan kesyirikan, mengamalkan amaliah bid’ah, dan diserang secara pemikiran oleh

sejumlah kalangan di luar aswaja, terutama oleh kalangan modernis, salafi, syiah, wahabi, dan sebagainya.18

Bagi Aswaja NU Center Jawa Timur yang dihadapakan pada medan persaingan dakwah yang sedemikan keras, strategi yang tepat untuk bersaing dan mengalahkan upaya-upaya persebaran aliran pemikiran non aswaja seperti yang disampaikan di atas tentu bernilai sangat penting. Strategi untuk memenangkan persaingan ini sederhananya biasa disebut Porter sebagai strategi bersaing. Segenap program dan kegiatan yang diselenggarakan secara

17 Afwan, Wawancara, di Kantor PWNU Jawa Timur, 15 November 2016.

(20)

9

rutin tanpa adanya grand design strategi persaingan yang tepat akan membuat sumber daya yang dikeluarkan berpeluang tidak akan membawa pada kemenangan organisasi atas para pesaing yang ada.

(21)

10

pijakan dari keseluruhan gerak koordinasi aktivitas, penyaluran sumber daya, serta pendayagunaan produk serta unit-unit bisnis yang dimilikinya.19

Setiap organisasi yang bergerak dan melakukan persaingan terhadap organisasi lain untuk mencapai tujuannya, pasti memiliki strategi bersaing, baik bersifat eksplisit maupun implisit. Eksplisit di sini dalam artian bahwa suatu strategi untuk bersaing dikembangkan oleh organisasi tersebut secara ekskplisit melalui proses-proses perencanaan formal oleh para manajernya, baik level atas, menengah, maupun bawah. Sedangkan implisit berarti strategi telah dikembangkan secara alamiah melalui proses-proses aktivitas dan kegiatan yang dilakukan oleh berbagai elemen mulai dari struktur atas hingga departemen fungsional yang ada di organisasi tersebut. Namun, strategi bersaing yang bersifat implisit ini tidak senantiasa menghasilkan arah capaian yang bisa benar-benar terkendali secara efektif dan sekaligus efisien bagi organisasi.20

Tanpa menggunakan pijakan strategi bersaing yang tepat, Aswaja NU Center Jawa Timur dipastikan akan kesulitan untuk mengefektif-efisiensikan sumber daya yang dimilikinya untuk menghadapi persaingan dakwah yang keras dengan kelompok-kelompok lain yang selama ini memerangi pemikiran-pemikiran aswaja. Bahkan bukan tidak mungkin pertumbuhan dan perkembangan para pesaing yang memerangi pemikiran aswaja ini justru semakin meluas dan berkembang dengan pesat bahkan di Jawa Timur sekalipun yang notabenenya merupakan basis dari warga nahdliyin.

19 Thomas L. Wheelen dan J. David Hunger, Strategic Management and Business Policy: Toward Global

Sustainability, 13th Edition (New Jersey: Pearson Education, 2012), 206.

20 Michael E Porter, Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors (New York:

(22)

11

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Melihat permasalahan yang ada pada latar belakang penelitian ini, peneliti melihat ada beberapa hal yang bisa diangkat sebagai permasalahan. Di antaranya :

a) Nahdlatul Ulama telah lama berdiri dan berjuang dalam menyebarkan pemikiran ahlus sunnah wal jamaah di Indonesia.

b) Langkah-langkah dakwah yang diambil oleh Nahdlatul Ulama dituntut untuk semakin strategis, mengingat semakin banyak dan gencar upaya-upaya purifikasi Islam yang dilakukan oleh kalangan non aswaja NU, khususnya golongan Islam fundamentalis.

c) Jawa Timur sebagai provinsi dengan basis warga nahdliyin terbesar tidak bisa lepas dari serangan-serangan pemikiran gerakan purifikasi Islam.

d) PWNU Jawa Timur telah membentuk Aswaja NU Center Jawa Timur untuk menangani masalah pertarungan pemikiran dengan kalangan non aswaja NU. e) Aswaja NU Center Jawa Timur tertuntut untuk menetapkan strategi persaingan

dakwah yang tepat agar segenap sumber daya dan program-program yang dimiliki bisa secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan hingga mampu mengungguli kompetitor dakwahnya.

2. Batasan Masalah

Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, peneliti membatasi penelitian ini hanya memfokuskan pada masalah strategi bersaing dari Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

(23)

12

Dalam penelitian ini, ruang lingkup kerja Aswaja NU Center Jawa Timur hanya akan dibatasi pada skup Jawa Timur. Sehingga dalam pemetaan lingkungan internal maupun eksternal nantinya hanya pada hal-hal yang ada di Jawa Timur saja. Selain itu, dalam pemetaan pesaing nanti, penulis hanya akan melakukan analisis pada pesaing langsung yang memang selama ini melakukan serangan-serangan pemikiran secara langsung seperti diantaranya yang biasa melakukan pelabelan bid’ah dan syirik terhadap amalan-amalan aswaja. Kemudian, mengingat status keorganisasian Aswaja NU Center Jawa Timur yang berada di bawah naungan PWNU Jawa Timur, maka strategi yang dimaksudkan dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan strategi level unit bisnis. Selain itu, penelitian ini terfokus pada strategi bersaing Aswaja NU Center Jawa Timur pada satu periode kepengurusan mulai dari tahun 2016 hingga tahun 2019. Sehingga data dan informasi yang dikumpulkan juga terfokus pada peristiwa, keadaan, kondisi, serta trend yang ada pada masa satu periode tersebut.

C. Rumusan Masalah

Dari asumsi-asumsi latar belakang permasalahan di atas, peneliti merumuskan sederet pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Apa saja yang menjadi faktor kekuatan dan kelemahan Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwah?

2. Apa faktor kekuatan dan kelemahan terbesar bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwah?

3. Apa saja yang menjadi faktor peluang dan ancaman yang harus dihadapi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwah?

4. Apa faktor peluang dan ancaman terbesar bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam persaingan dakwah?

(24)

13

6. Apa strategi yang menjadi prioritas Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dibuat ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

2. Mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan yang bernilai paling besar bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah. 3. Memahami faktor peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Aswaja NU Center

Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

4. Mengetahui faktor peluang dan ancaman yang bernilai paling besar bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

5. Memahami rumusan strategi yang tepat bagi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

6. Mengetahui strategi yang menjadi prioritas Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

E. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoretik

(25)

14

2. Manfaat Praksis

Bagi organisasi Aswaja NU Center sendiri, diharapkan penelitian ini nanti akan menjadi salah satu bahan referensi untuk melakukan tinjauan ulang terhadap pelaksanaan program-program yang telah dijalankan selama ini, apakah telah mengarah/produktif terhadap strategi persaingan yang seharusnya, ataukah justru malah sebaliknya.

Hasil penelitian tentang strategi bersaing ini diharapkan mampu menjadi salah satu pembelajaran bagi para manajer dakwah secara luas di lapangan. Bahwa persaingan dakwah yang muncul di lapangan akan cenderung menguras energi dan tidak menghasilkan apa-apa apabila manajer tidak melandasi proses-proses dakwahnya dengan strategi yang tepat. Bukan tidak mungkin juga strategi persaingan yang ditemukan dalam penelitian ini akan mampu diadopsi atau mungkin ditransformasi oleh organisasi dakwah yang mungkin memiliki kesamaan konteks. Hasil penelitian ini nanti juga diharapkan bermanfaat bagi penulis secara pribadi sebagai pembelajaran dan sekaligus bahan kajian dan pendalaman keilmuan manajemen dakwah pada kesempatan-kesempatan selanjutnya.

F. Definisi Operasional

(26)

15

ancaman yang ada di eksternal juga bisa diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga Aswaja NU Center Jawa Timur bisa memenangkan persaingan di lapangan dakwahnya. Adapun persaingan dakwah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana Aswaja NU Center Jawa Timur – sebagai perangkat pelaksana program Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama provinsi Jawa Timur –dapat mempertahankan aqidah jam’iyyah NU dalam koridor ke-aswaja-an yang dianutnya dari serangan-serangan pemikiran yang dilakukan oleh pihak di luar NU, dan bahkan Aswaja NU Center Jawa Timur dapat mengembangkan pemikiran aswaja NU di kalangan jam’iyyah NU maupun masyarakat luas yang masih awam

dengan pemikiran itu.

G. Kerangka Teoretik

Dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti panggilan, ajakan, atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah merupakan isim mashdar. Kata ini berasal dari

fi’il (kata kerja) ي دعو ,دعا, yang artinya memanggil, mengajak, atau menyeru. M Abu

Al-Fath Al-Bayanuni menjelaskan dakwah secara terminologi adalah menyampaikan dan mengajarkan Islam kepada manusia serta menerapkannya dalam kehidupan manusia. Yakub dalam bukunya Publistik Islam memberikan pengertian dakwah dalam Islam adalah mengajak umat manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya.21

Berdakwah – menyerukan pemikiran kebaikan sesuai tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya pada orang lain – tidak selalu mudah untuk dilakukan. Adakalanya pihak-pihak tertentu tidak dapat menerima, bahkan menentang apa yang seorang juru dakwah sampaikan. Bahkan pertentangan ini tidak jarang dilakukan secara terorganisir dan massive oleh kelompok-kelompok tertentu yang notabenenya berasal dari kalangan Islam sendiri. Sehingga dakwah yang disampaikan oleh seorang da’i atau organisasi dakwah, tidak jarang

(27)

16

berujung pada kegagalan karena ditolak oleh mad’u (obyek dakwah) yang telah termakan opini yang terlebih dulu telah disebarkan oleh kelompok lain yang tidak sepemikiran. Tidak jarang pula akhirnya seorang da’i atau organisasi dakwah yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan, malah dianggap melakukan kedustaan, mengajarkan kesyirikan, menyesatkan, dan sebagainya oleh kelompok-kelompok lainnya.22 Perbedaan dan pertentangan dalam memeluk

dan menjalankan perintah agama Islam atau yang biasa disebut sebagai khilafiah23 semacam ini sebenarnya merupakan hal yang wajar dan sudah menjadi keniscayaan.

Suatu kelompok yang menganggap pemikirannya benar tentu saja akan tertuntut untuk mempertahankan pemikirannya dan tetap berupaya mendakwahkan pemikiran-pemikiran yang dimilikinya tersebut. Di kenyataannya tidak sedikit kelompok-kelompok yang menganggap pemikirannya benar dan yang selainnya salah. Pada akhirnya satu sama lain bersaing dalam dakwahnya. Mereka melakukan persaingan dakwah untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan jamaah satu sama lain. Organisasi dakwah yang tidak bisa berkompetisi dalam memperoleh dan atau mempertahankan pasar dakwahnya dengan strategi bersaing yang tepat, dipastikan akan kalah dalam kompetisi dakwah tersebut.

22 NU Online, “Dianggap Sesat, Masjid-masjid NU Diambil Alih”, dalam

http://www.nu.or.id/post/read/4508/dianggap-sesat-masjid-masjid-nu-diambilalih Diakses pada 25 November 2016.

23 Khilafiyah atau yang biasa disebut juga Ikhtilaf bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama, ikhtilaful qulub

(perbedaan dan perselisihan hati) yang mengarah pada tafarruq (perpecahan). Karenanya itu khlafiyah ini tidak bisa ditolerir. Khilafiyah ini meliputi semua jenis perbedaan dan perselisihan yang terjadi antar umat manusia, tanpa membedakan tingkatan, topik masalah, faktor penyebab, unsur pelaku, dan lainnya. Jika suatu perselisihan telah memasuki wilayah emosi/perasaan, sehingga memunculkan rasa kebencian, permusuhan, sikap wala’-bara’, dan semacamnya, maka yang semacam itu termasuk khilafiyah yang mengarah pada tafarruq (perpecahan) yang tertolak dan tidak bisa ditolerir. Sedangkan khilafiyah kedua adalah ikhtilaful ‘uqul wal afkar (perbedaan dan perselisihan dalam hal pemikiran dan pemahaman), yang masih bisa dibagi lagi menjadi dua. Yaitu ikhtilaf dalam masalah-masalah ushul (prinsip). Ikhtilaf ini jelas termasuk yang mengarah pada tafarruq (perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak bisa ditolerir. Selanjutnya adalah ikhtilaf dalam masalah-masalah furu’ (cabang/hal-hal non prinsip). Khilafiyah ini merupakan perbedaan/perselisihan yang secara umum termasuk kategori ikhtilafut tanawwu’ (perbedaan keragaman) yang masih bisa diterima dan ditolerir, selama tidak berubah menjadi perbedaan dan perselisihan hati yang mengancam perpecahan

(28)

17

Strategi adalah serangkaian aktifitas yang berhubungan dan saling terkait yang dilakukan manajer untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.24

Johnson dan Scholes mendefinisikan strategi sebagai arah dan ruang lingkup sebuah organisasi dalam jangka panjang, yang mencapai keunggulan dalam lingkungan yang senantiasa berubah-ubah melalui konfigurasi sumber daya dan kompetensi dengan tujuan memenuhi harapan para pemangku kepentingan.25

Menurut kajian manajemen strategi, strategi dalam suatu organisasi – terutama organisasi yang sudah berkembang besar dan dengan kompleksitasnya yang tinggi – pasti memiliki levelisasi atau tingkatan. Tingkat atau level ini berhubungan dengan skala dan ruang lingkup dari dari penggunaan strategi tersebut dalam peta struktur organisasi secara utuh. Pembagian level ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu strategi tingkat korporat, strategi tingkat unit bisnis, dan strategi tingkat fungsional. Strategi tingkat korporat adalah strategi yang dirumuskan oleh manajer organisasi induk yang paling atas (top manager). Sedangkan strategi tingkat unit bisnis adalah strategi yang dirumuskan dan diimplementasi oleh manajer sub-sub organisasi dari organisasi induk. Sedangkan strategi fungsional adalah strategi yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh manajer sub bagian fungsional dari organisasi, seperti misalnya sub bagian keuangan, pemasaran, pengembangan sumber daya manusia, public relation, dan sebagainya.26 Dalam konteks penelitian ini, organisasi yang menjadi obyek dalam penelitian merupakan organisasi unit bisnis dari organisasi induk yang lebih besar.

Pendekatan analitis untuk strategi pertama kali dikemukakan pada tahun 1980 oleh Michael Porter. Ini pula yang menjadi titik penentu perkembangan awal dalam kajian analisis

24 Charles W L Hill, Gareth R Jones, Melissa A Schilling, Strategic Management: Theory (Stamford: Cengage

Learning, 2015), 33.

25 Gerry Johnson, Kevan Scholes, Ricard Whittington, Exploring Corporate Strategy, 8th Edition (Harlow:

Pearson Education, 2008), 3.

(29)

18

strategi bisnis.27 Strategi bersaing merupakan bagian dari proses perintisan dan pengamanan sumber daya serta peluang yang tepat untuk organisasi, berdasarkan misi, keahlian serta keunggulan komparatif yang dimiliki organisasi tersebut di pasar. Strategi bersaing juga dapat didefinisikan sebagai pola tindakan penuh kebijaksanaan yang dilalui para pemimpin organisasi untuk meningkatkan bagian sumber daya terbatas yang dimiliki dengan tujuan memajukan proses pencapaian misi mereka.28 Secara sederhana, strategi bersaing berbicara tentang penciptaan berbedaan. Bahwa sebuah organisasi secara sengaja menjadikan diri dan segala aktifitasnya berbeda untuk menawarkan nilai campuran yang benar-benar unik dan unggul daripada para pesaing lainnya kepada suatu segmen pasar.29

Melalui bukunya yang berjudul Competitive Strategy, Porter menyampaikan setidaknya ada beberapa hal yang perlu dilakukan analisis/identifikasi untuk merumuskan strategi bersaing yang tepat bagi sebuah organisasi. Yaitu analisis yang pertama adalah tentang apa yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. Di dalam tahap pertama ini terdapat proses identifikasi, apakah strategi yang dimiliki organisasi saat ini cenderung eksplisit ataukah implisit, dan apa saja asumsi tentang posisi relatif organisasi terhadap para pesaing, kekuatannya, kelemahannya, para pesaingnya itu siapa saja dan bagaimana kondisinya.

Yang kedua, adalah melakukan analisis terhadap lingkungan. Dalam tahap ini, terdapat proses analisis tentang apa-apa saja yang menjadi faktor penentu kesuksesan persaingan dari pemetaan peluang dan ancaman, bagaimana kemampuan dan keterbatasan dari para pesaing yang telah ada dan para pesaing yang potensial, serta kemungkinan-kemungkinan pergerakan mereka di masa yang akan datang, bagaimana faktor-faktor dari

27 Michael E Porter, "Competitive Strategy", Measuring Business Excellence, 2 (1997), 12.

28 David La Piana, Michaela Hayes, Play to Win: The Nonprofit Guide to Competitive Strategy (San Fransisco:

Jossey Bass, 2005), xiii.

(30)

19

pemerintah, sosial, dan politik yang akan memunculkan peluang dan ancaman, berdasarkan analisis lingkungan dan para pesaing, apa sajakah yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan bagi organisasi untuk saat ini dan yang akan datang.

Kemudian pada tahap yang terakhir adalah melakukan analisis tentang apa yang kemudian harus dilakukan oleh organisasi. Di dalam tahap ini terdapat proses analisis tentang apakah strategi yang sedang dijalankan organisasi saat ini relevan dengan hasil pemetaan yang sudah dilakukan, apa saja alternatif-alternatif strategi yang layak diperhitungkan berdasarkan asumsi-asumsi pemetaan yang telah dilakukan, dan yang terakhir mana di antara alternatif-alternatif strategi yang ada yang merupakan pilihan terbaik berdasarkan situasi kekuatan, kelemahan, serta peluang dan ancaman dalam persaingan yang telah dipetakan dalam proses sebelumnya.30

Langkah-langkah dalam perumusan strategi bersaing yang dirumuskan oleh Porter ini secara prinsip isinya sama seperti yang diuraikan lebih terperinci oleh Wheelen dan Hunger. Mereka menjelaskan bahwa formulasi strategi dari organisasi dimulai dengan kegiatan analisis situasional. Yaitu proses untuk menemukan strategi yang tepat diantara sekian banyak peluang yang ada di eksternal dan kekuatan yang ada di internal, yang beriringan dengan sekian banyak ancaman eksternal dan kelemahan di internal pada sisi yang lain. Untuk menganalisis kondisi internal dan lingkungan eksternal ini, Wheelen dan Hunger mempergunakan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threats) yang sejak dulu populer dipergunakan oleh para manajer untuk menentukan pijakan formulasi strategi yang tepat bagi organisasinya meski analisis ini telah banyak dikritik oleh banyak kalangan.

Pengembangan penggunaan tabel EFAS (External Factors Analysis Summary), tabel IFAS (Internal Factors Analysis Summary), serta matrix SFAS (Strategic Factors Analysis

30 Proses perumusan yang dibuat oleh Porter ini lahir dalam konteks persaingan industri/bisnis. Redaksi proses

(31)

20

Summary) akhirnya dilakukan untuk menjawab berbagai kritik yang disampaikan oleh banyak kalangan terhadap analisis SWOT. Hasil pemetaan analisis SWOT yang dinilai paling signifikan/memiliki pengaruh besar saja yang dimasukkan dan dianalisis di tabel EFAS dan IFAS. Dari poin-poin kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang dimasukkan dalam analisis tabel-table EFAS dan IFAS, hanya faktor-faktor yang dinilai benar-benar penting/strategis saja yang kemudian dianalisis pada Matrix SFAS.31 Selain itu, penggunaan matrixs SFAS juga dinilai dapat mengidentifikasi segmen pasar ceruk yang selama ini belum pernah dijangkau/terpuaskan oleh para pesaing yang ada selama ini. Dan bahwa dengan kekuatan internal yang dimiliki, organisasi bisa mengambilnya tanpa ada kekhawatiran kompetitor akan memperebutkannya,32 setidaknya dalam jangka waktu yang lama. Setelah dilakukan analisis tabel EFAS, IFAS, dan matrix SFAS, manajer dapat mulai merumuskan alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh organisasi. Perumusan alternatif strategi ini dilakukan melalui analisis matrix TOWS (threats, opportunity, weakness, strength) yang dikembangkan oleh Weihrich. Matrix TOWS ini mengilustrasikan bagaimana mempertemukan peluang dan ancaman yang ada di eksternal dengan kekuatan dan kelemahan yang ada di internal untuk menghasilkan empat pola rumusan strategi yang dapat dilakukan. Poin-poin yang dimasukkan kedalam analisis matrix TOWS ini merupakan poin-poin yang sebelumnya telah dimasukkan ke dalam tabel EFAS dan tabel IFAS.33

Empat pola rumusan alternatif-alternatif strategi ini yaitu strategi Strength-Opportunity yang memiliki pola bagaimana organisasi dapat menggunakan dan atau mengembangkan segala kekuatan yang dimiliki untuk mengambil berbagai peluang yang ada di eksternal. Pola yang kedua yaitu strategi Strength-Threats. Strategi ini memiliki pola

31 Wheelen dan Hunger, Strategic Management, 177.

32W H Newman, “Shaping the Master Strategy of Your Firm”, California Management Review, 3 (1967), 77

88.

(32)

21

bagaimana organisasi dapat menggunakan dan atau mengembangkan kekuatan yang dimiliki untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman yang ada di eksternal. Kemudian pola strategi yang ketiga yaitu Weakness-Opportunity. Strategi ini memiliki pola bagaimana organisasi dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan segenap kelemahan yang ada di internalnya agar dapat mengambil peluang-peluang yang ada di eksternal. Pola yang terakhir yaitu strategi Weakness-Threats. Strategi ini memiliki pola bagaimana organisasi dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan segenap kelemahan yang ada di internal organisasi agar dapat menghindari ancaman-ancaman yang ada di eksternal organisasi.34

Dari proses perumusan alternatif-alternatif strategi tersebut kemudian dilanjutkan pada proses pemilihan/penentapan strategi yang terbaik melalui analisis matrix Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis dengan menggunakan matrix QSPM dinilai akan secara obyektif menunjukkan strategi mana yang terbaik berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. Secara konsep, melalui matrix QSPM ini nanti manajer akan mengukur daya tarik relatif atas berbagai alternatif strategi yang dibangun berdasarkan analisis strategi faktor internal maupun eksternal di tahapan sebelumnya. Menurut David, penggunaan matrix QSPM untuk mengevaluasi atau meninjau ulang sekian alternatif strategi ini tidak hanya terbatas untuk organisasi profit, dan organisasi yang sudah besar saja, tetapi juga bisa dipergunakan untuk organisasi non profit dengan konteks kompleksitas yang tidak terlalu rumit.35

Arah dari strategi yang terpilih nanti akan memiliki kecenderungan pada salah tipologi strategi yang sudah dirumuskan oleh Wheelen dan Hunger. Dalam skup korporat, strategi organisasi akan memilik kecenderungan ke salah satu dari beberapa tipologi tersebut. Tipologi arah strategi korporat yang dibuat Wheelen dan Hunger ini yaitu strategi

34 Ibid., 182.

(33)

22

pertumbuhan, strategi stabilitas, dan strategi pengurangan.36 Meskipun semua tipologi tersebut adalah kecenderungan arah bagi korporat, namun tentu saja akan mewarnai kencenderungan strategi bisnis unit yang ada dibawahnya. Bahwa strategi unit bisnis yang ada dibawah organisasi korporat tentu juga harus disinergiskan dengan organisasi induk selaku korporasinya.

Kecenderungan strategi khusus untuk bisnis unit – khususnya untuk organisasi profit atau perusahaan – sebenarnya sudah dirumuskan tipologinya oleh Porter. Kecenderungan strategi unit bisnis ini populer dengan penyebutan strategi bersaing generik. Disebut strategi bersaing generik karena secara umum, pilihan strategi yang ada bisa diambil sebagai refrensi strategi bagi organisasi manapun yang ingin memenangkan persaingan di pasar. Tipologi strategi generik Porter ini sebenarnya dibangun atas dua pertanyaan yang mendasar. Pertama, apakah organisasi akan bersaing dengan basis pembiayaan yang murah, sehingga harga produk yang ditawarkan pada konsumen pun juga akan rendah, ataukah organisasi lebih memilih untuk mengutamakan produk/layanan yang benar-benar berbeda dan terbaik untuk pasar. Kedua, apakah organisasi akan melakukan persaingan secara terbuka dengan secara langsung dengan para pesaing di pasar yang juga mereka sasar, ataukah organisasi justru memilih untuk memfokusi segmen pasar tertentu/ceruk yang relatif tidak ada pesaing lain yang menyasar ke mereka, dan padahal ceruk tersebut sangat menguntungkan.37

Dalam tipologi yang dibuatnya, pilihan pertama dari kecenderungan arah strategi unit bisnis adalah strategi keunggulan biaya total. Strategi ini menuntut organisasi untuk menciptakan produk yang memiliki harga rendah daripada produk sejenis yang beredar di pasar. Yang kedua adalah strategi diferensiasi. Bahwa organisasi berupaya menciptakan perbedaan atas produk yang ditawarkan pada pasar. Perbedaan ini menciptakan keunikan

36 Wheelen dan Hunger, Strategic Management, 207.

(34)

23

tersendiri di dunia produk sejenis yang ditawarkan oleh organisasi lainnya di pasar. Sedangkan yang strategi generik yang terakhir adalah strategi fokus. Strategi ini menuntut organisasi untuk lebih memfokusi segmen pasar yang sifatnya sudah spesifik. Keterfokusan pasar yang dipilih ini membuat organisasi benar-benar bisa fokus mengerjakan pasar yang dibidiknya tersebut baik dengan model keunggulan biaya yang rendah, diferensiasi yang benar-benar unik, maupun keduanya. Strategi fokus ini dinilai juga dapat memilih target pasar yang paling tidak rentan terhadap produk-produk pengganti maupun produk pendatang baru karena para pesaing sangat lemah di segmen pasar ceruk tersebut.38

Gambaran kerangka berpikir penelitian ini diperlihatkan gambar di bawah :

38 Porter, Competitive Strategy, 35-40.

Persaingan Dakwah Aswaja NU Center Jawa Timur

Penetapan Strategi Bersaing Aswaja NU Center Jawa Timur (Matrix QSPM)

Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal

Analisa SWOT

Faktor-Faktor Strategis Internal

Faktor-Faktor Strategis Eksternal

Kekuatan Kelemahan

Matrix

IFAS Peluang

Matrix EFAS Ancaman

Perumusan Alternatif-Alternatif Strategi (Matrix TOWS)

(35)

24

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini nanti akan dibagi menjadi lima bab. Yaitu: Bab pertama atau bab pendahuluan merupakan titik awal yang menjadi pijakan dalam memahami penelitian ini secara utuh. Seperti yang telah ditentukan dalam kaidah penulisan tesis/disertasi, di dalamnya terdapat pembahasan latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoretik, serta sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan kajian teoretik yang tentang strategi persaingan dakwah, yang didalamnya meliputi pengertian strategi, strategi bersaing, perumusan strategi bersaing, analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal, identifikasi faktor strategis internal dan eksternal, dan formulasi strategi. Selain itu, di bab ini juga akan membicarakan tentang persaingan dakwah ahlus sunnah wal jamaah NU. Yang di dalamnya membahas tentang pengertian dakwah, persaingan dakwah, konsep ahlus sunnah wal jamaah dari NU sendiri, serta beberapa penelitian terdahulu.

Bab ketiga merupakan metode penelitian. Isinya terdiri dari jenis penelitian yang dipergunakan, jenis dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, serta metode analisa data, dan teknik keabsahan data yang dipergunakan dalam penelitian ini.

Bab empat akan difokuskan pada pembahasan hasil penelitian mulai dari profil Aswaja NU Center Jawa Timur, penyajian data tentang analisa lingkungan internal dan eksternal. Lalu bab ini juga berisi tentang analisa data yang terdiri dari identifikasi faktor-faktor strategis internal, identifikasi faktor-faktor-faktor-faktor strategis eksternal, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, tabel IFAS dan EFAS, nilai-nilai organisasi, hingga formulasi strategi Aswaja NU Center Jawa Timur dalam menghadapi persaingan dakwah.

(36)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Pengertian Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “strategos”. Kata tersebut berasal dari kata “stratos” yang berarti tentara, dan “ag” yang berarti memimpin. Dalam penggunaannya, kata “strategos” diartikan seni berperang. Dalam pengistilahannya, strategi adalah ilmu

perencanaan dan pengerahan sumber daya untuk operasi besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi yang paling menguntungkan sebelum menyerang lawan.1 Gerry Johnson, Kevan Scholes, dan Richard Whittington mendefinisikan strategi sebagai arah acuan dan ruang lingkup sebuah organisasi dalam jangka waktu yang panjang, yang membuatnya dapat mencapai keunggulan di lingkungan yang berubah-ubah melalui pengaturan sumber daya dan kompetensi dengan tujuan pemenuhan kebutuhan para stakeholder.2

Mintzberg mendeskripsikan bahwa strategi bisa dilihat dari beberapa perspektif. Strategi bisa dilihat sebagai pola dari serangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh organisasi. Strategi juga bisa dilihat sebagai rencana yang dituju yang telah ditetapkan sebelumnya. Perspektif lain memandang bahwa strategi merupakan rencana yang termanifestasi dalam sebuah pola dari berbagai serangkaian tindakan. Namun strategi juga ada yang terkadang terlihat sebagai tindakan yang tidak direncanakan (not intended), dan terkesan muncul dengan tiba-tiba (as emergent). Perspektif selanjutnya memandang bahwa strategi terkait dengan posisi. Bahwa organisasi dituntut untuk menentukan posisinya dalam peta persaingan yang ada agar dapat mencapai tujuannya. Strategi juga kadang dipandang sebagai sebuah perspektif. Bahwa organisasi memiliki perspektifnya masing-masing dalam membentuk misi yang menjadi corak perspektif dari setiap tindakan yang dilakukannya. Pada

1 Jemsly Hutabarat, Martani Huseini, Strategi: Pendekatan Komprehensif dan Terintegrasi Strategic Excellence

dan Operational Excellence Secara Simultan (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, ), 14.

(37)

26

perspektif terakhir yang dijelaskan oleh Minzberg, strategi juga kadang dipandang sebagai manuver tipu muslihat untuk menghadapi para pesaing. Namun kecenderungannya, tindakan-tindakan untuk perspektif yang kelima ini cenderung bersifat jangka pendek sehingga terkadang ada yang kurang relevan apabila dipandang sebagai strategi yang seharusnya bersifat jangka panjang.3

Strategi yang diupayakan oleh para manajer memiliki dampak yang sangat besar bagi kinerja organisasi secara relatif terhadap para pesaingnya. Hill mendefiniskan strategi sebagai serangkaian tindakan yang diambil seorang manajer untuk meningkatkan kinerja organisasi mereka. Pada sebagian besar organisasi, untuk mencapai kinerja serta hasil yang unggul dibandingkan para pesaingnya adalah tantangan yang utama. Jika organisasi berhasil membentuk kinerja yang unggul, maka pada saat itulah organisasi telah memiliki keunggulan kompetitif.4

B. Strategi Bersaing

Strategi bersaing adalah berbicara tentang bagaimana menciptakan sebuah perbedaan. Strategi bersaing berbicara tentang menetapkan segenap aktifitas organisasi maupun produk yang berbeda ketimbang para pesaing yang lain untuk memberikan perpaduan nilai dan keunikan tersendiri kepada pasar yang menjadi targetnya.5

Persaingan dapat didefinisikan sebagai proses dari persaingan berbagai organisasi yang berbeda dalam memperebutkan sumber daya terbatas secara optimal. Dalam strategi bersaing, pengamanan modal (sumber daya yang telah dimiliki) cukup penting untuk dilakukan agar organisasi berhasil mencapai misinya. Strategi bersaing merupakan jalan untuk merintis dan mengamankan sumber daya yang telah dimiliki (modal), serta kesempatan

3 Henry Mintzberg, Tracking Strategies: Toward a General Theory (New York: Oxford University Press, 2007),

1-9.

4 Hill, Jones, Schilling, Strategic Management, 3.

(38)

27

yang paling tepat bagi organisasi berdasarkan misi dan keahlian yang berhubungan dengan keunggulan komparatif di pasar yang ditarget. Piana dan Hayes juga menjelaskan bahwa Strategi bersaing dapat didefinisikan sebagai pola tindakan bijaksana di mana para pimpinan organisasi mencari jalan untuk peningkatan sumber daya terbatas yang dimiliki, dengan tujuan pencapaian misi organisasinya.6

Setiap organisasi yang memiliki segmen garap pasar tertentu bersama-sama dengan organisasi-organisasi yang lainnya berkecenderungan akan saling melakukan persaingan. Porter menjelaskan bahwa strategi bersaing yang dijalankan oleh setiap organisasi yang berada pada medan persaingan tersebut bisa bersifat eksplisit maupun implisit. Pengembangan strategi bersaing secara eksplisit dilakukan dalam bentuk perumusan perencanaan yang sedemikian matang, sedangkan pengembangan strategi bersaing secara implisit dilakukan melalui serangkaian kegiatan dari masing-masing departemen fungsional organisasi yang memiliki pola-pola kerja tertentu. Jika tiap-tiap departemen fungsional tersebut dibiarkan berjalan dengan cara dan mekanismenya masing-masing berdasarkan orientasi bidang dalam tugasnya di organisasi, niscaya tidak akan menciptakan formulasi strategi terbaik. Akan ada kemanfaatan besar yang dapat diperoleh organisasi apabila strategi persaingan yang ditetapkan dirumuskan secara eksplisit. Hal tersebut akan memberikan kepastian bahwa setidaknya segala tindakan yang dijalankan oleh segenap departemen fungsional berjalan secara terkoordinir dan terarah pada tujuan bersama.7

Pada beberapa kasus, gagasan tentang persaingan untuk memperebutkan sumber daya terbatas cenderung menjadi tersangka (suspect) dan alasan bagi tindakan-tindakan yang sering kali tidak etis atau kurang bermoral. Bahwa secara ideal, persaingan tetap harus dilakukan dengan pijakan etika. Pilihan strategi persaingan yang ditetapkan harus

6 Piana, Hayes, Play to Win, xiii.

(39)

28

mempertimbangkan segala aspek yang luas, tidak hanya sekedar mempertimbangkan organisasinya secara sepihak. Dasar etikanya adalah bahwa persaingan harus diarahkan untuk mencapai misi-misi organisasi yang asumsinya mengarah untuk kebaikan bersama (social mission), bukan untuk membesarkan diri sendiri (self-anggrandizement), egoisme, maupun pembangunan sebuah dinasti/kerajaan yang mampu memonopoli pengendalian pasar yang ada. Sehingga strategi persaingan harus tetap dilakukan dengan orientasi pencapaian misi kebaikan bersama.8

C. Analisis Lingkungan Eksternal

Sebelum suatu organisasi mulai melakukan perumusan strategi, organisasi terlebih dahulu harus melakukan pemetaan lingkungan di eksternalnya. Pemetaan lingkungan eksternal ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya berbagai peluang maupun ancaman bagi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran-sasaran yang ditetapkan. Peluang merupakan kondisi yang ada pada lingkungan eksternal, yang mana apabila kondisi tersebut dieksploitasi sedemikian rupa dapat membantu perusahaan mencapai daya saing strategis terhadap para pesaingnya. Sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi yang ada pada lingkungan eksternal, yang mana kondisi tersebut dapat menghalangi upaya perusahaan untuk mencapai daya saing yang paling strategis.9

Secara umum, pemetaan lingkungan eksternal bisa dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni scanning, monitoring, forecasting, dan assessing. Proses scanning dilakukan dengan mencakup semua segmen yang ada pada lingkungan umum. Dengan itu organisasi mengidentifikasi tanda-tanda awal perubahan yang bersifat potensial serta perubahan yang sedang berlangsung. Monitoring dilakukan dengan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan untuk melihat apakah ada tren-tren penting yang muncul di antaranya

8 Ibid., xv.

9 Michael A Hitt, Duane Ireland, Robert E Hoskisson, Concept Strategic Management: Competitiveness &

(40)

29

melalui pross scanning. Proses scanning dan monitoring berkepentingan terhadap apa-apa yang terjadi pada lingkungan secara umum pada suatu waktu tertentu. Sedangkan forecasting dilakukan melalui pengembangan proyeksi tentang apa yang memungkinkan akan terjadi, dan seberapa cepat terjadinya hal tersebut, sebagai hasil dari perubahan dan kecenderungan yang datanya didapatkan dari proses scanning dan monitoring. Tahap terakhir yaitu assessing. Tahap ini dilakukan dengan maksud untuk mengukur waktu dan signifikansi efek perubahan dari lingkungan serta tren-tren yang telah diidentifikasi di tahap sebelumnya. Melalui scanning, monitoring, dan forecasting, seorang manajer organisasi akan mampu memahami kondisi lingkungan umum/eksternal organisasinya. Dari situ, assessing akan mampu menentukan arah implikasi serta relevansi dari pemahaman-pemahaman tersebut dalam mencapai tujuan organisasi.10

Mekanisme analisa lingkungan eksternal ini pada umumnya bisa dilakukan melalui program-program intelijen persaingan. Intelijen persaingan adalah sebuah proses sistematis dan etis dari suatu organisasi untuk mengumpulkan serta menganalisis informasi mengenai aktifitas para pesaing dan segenap kondisi lingkungan eksternal secara umum untuk mencapai orientasi dari organisasi tersebut. Semakin banyak informasi dan pengetahuan yang berhasil dikumpulkan oleh organisasi dari lingkungan eksternal dan para pesaingnya, akan semakin besar kemungkinan organisasi tersebut dapat merumuskan serta menerapkan strategi persaingan yang efektif dan efisien dalam mencapai keunggulan kompetitifnya.11

D. Faktor Strategis Eksternal

Analisa faktor strategis pada lingkungan eksternal ini dibagi menjadi lima kategori besar oleh David, yakni kekuatan ekonomi; kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan; kekuatan politik, pemerintahan dan hukum; kekuatan teknologi; serta kekuatan

10 Hitt, Ireland, Hoskisson, Concept Strategic Management, 41.

(41)

30

kompetitif.12 Sedikit berbeda dengan itu, Hitt, et al. menyebutkan ada beberapa elemen yang perlu dianalisa pada lingkungan eksternal, di antaranya adalah lingkungan umum, lingkungan industri (antar-organisasi saingan), serta lingkungan kompetitor. Lingkungan umum di dalamnya mencakup beberapa segmen variabel. Yaitu segmen demografis (besarnya populasi, struktur usia, distribusi geografis, percampuran etnis, distribusi pendapatan), segmen ekonomi (tingkat inflasi, tingkat bunga, defisit/surplus perdagangan, defisit/surplus anggaran, tingkat simpanan pribadi, tingkat simpanan organisasi, produk domestik bruto), segmen politik & hukum (kebijakan anti monopoli, kebijakan perpajakan, serta filosofi deregulasi, hukum pelatihan tenaga kerja, kebijakan dan filosofi pendidikan), segmen sosio-kultural (wanita dalam angkatan kerja, variasi angkatan kerja, perilaku kualitas kerja, pergeseran preferensi kerja dan karir, pergeseran preferensi karakteristik produk dan jasa), segmen perteknologian (inovasi-inovasi produk, penggunaan pengetahuan, fokus belanja penelitian & pengembangan yang didukung pemerintah dan swasta, serta teknologi komunikasi baru), segmen globalisasi (peristiwa perpolitikan yang penting, kritik pasar global, negara-negara industrialisasi yang baru, serta atribut perbedaan kultur dan institusional), dan yang terakhir segmen lingkungan fisik (pengkonsumsian energi, praktek yang dilakukan untuk pengembangan energi, peminimalisiran dampak lingkungan, ketersediaan air sebagai sumber daya, pemproduksian produk ramah lingkungan).13

Lingkungan industri, didefinisikan oleh Hitt et al sebagai seperangkat faktor yang secara langsung akan mempengaruhi organisasi dan segenap kebijakan/respon-respon kompetitifnya. Dalam kompetisi industri setidaknya ada faktor masuknya pendatang baru, kemampuan pemasok, kemampuan pembeli, ketersediaan produk pengganti, serta intensitas persaingan yang terjadi.14

12 David, Strategic Management, 61.

13 Hitt, Ireland, Hoskisson, Concept Strategic Management, 38.

(42)

31

Porter memiliki permodelan sendiri dalam menganalisa kemampuan persaingan organisasi dalam suatu medan kompetisi yang dikenal sebagai Porter’s Five-Forces Model.15

Lima kekuatan yang perlu dianalisa untuk mengetahui peluang dan ancaman persaingan ini yang pertama adalah kekuatan persaingan antar-organisasi saingan (industry competitors). Kekuatan yang pertama ini pada umumnya merupakan faktor terkuat yang menentukan sukses gagalnya organisasi melakukan persaingan. Bahwa suatu organisasi akan berhasil ketika organisasi tersebut mampu menghasilkan keunggulan bersaing atas strategi-strategi yang dijalankan organisasi-organisasi pesaing. Kekuatan kedua yang patut diperhitungkan adalah kekuatan pemasok (supplier). Daya tawar mereka dalam memberikan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri akan mempengaruhi proses produksi yang bisa dilakukan organisasi. Misalnya perihal jumlah ketersediaan mereka, ketersediaan pemasok yang mampu menyediakan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, biaya yang dipatok oleh masing-masing pemasok untuk bahan baku yang dibutuhkan organisasi, biaya yang dibutuhkan apabila organisasi memutuskan untuk pindah ke pemasok yang selainnya, dan sebagainya. Yang ketiga adalah kekuatan konsumen (buyers). Dalam perhitungan ini, konsentrasi pembeli akan dibandingkan dengan konsentrasi organisasi penyedia produk/jasa layanan. Selain itu perlu mengukur besaran volume pembeli, kemampuan pembeli dalam mengakses produk-produk pengganti, dan sebagainya. Kemudian kekuatan yang ke empat adalah kekuatan pesaing baru (potential entrants).

Apabila suatu industri kedatangan pesaing baru, maka persaingan pada industri tersebut pasti akan mengalami kenaikan intensitas. Untuk menganalisa peluang/ancaman datangnya pesaing baru, manajer perlu mengidentifikasi skala ekonomi, kebutuhan penguasaan teknologi dan trik-trik praktis, kurangnya pengalaman, kuat/tidaknya loyalitas konsumen pada industri tersebut, kekuatan preferensi merk, besaran syarat permodalan,

15 Michael E Porter, Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance (New York: Free

(43)

32

kurangnya jaringan distribusi yang memadai, kebijakan regulasi/batasan dari pemerintah, ketersediaan akses terhadap bahan baku untuk produksi, kepemilikan hak paten, ketersediaan lokasi strategis baru, peluang serangan dari organisasi-organisasi lama yang menjalin kerjasama/bersatu. Kekuatan terakhir dalam konsep Porter’s Five-Forces Model ini adalah potensi pengembangan produk pengganti (subtitutes). Ketersediaan produk pengganti membuat konsumen memiliki range batasan harga tertinggi hingga terendah, kualitas yang tertinggi hingga yang terendah, yang paling dapat memenuhi/sesuai dengan kebutuhan yang mereka miliki serta dengan kualitas baik hingga yang paling kurang memenuhi kebutuhan mereka/biasa-biasa saja.

Analisis eksternal selain di atas adalah analisa lingkungan pesaing. Pengumpulan dan proses evaluasi terhadap informasi tentang para pesaing bernilai sangat strategis bagi kesuksesan organisasi. Sasaran dari analisa pesaing adalah pengembangan profil sifat dasar dan kesuksesan dari kemungkinan-kemungkinan perubahan strategi yang bisa dilakukan oleh para pesaing, kemungkinan tanggapan masing-masing pesaing terhadap serangkaian gerakan strategis yang diinisiasi oleh organisasi lain, dan atau kemungkinan reaksi-reaksi pesaing terhadap serangkaian perubahan industri dan lingkungan yang lebih luas yang mungkin saja terjadi. Untuk menganalisa lingkungan pesaing diperlukan data-data yang cukup banyak, mendalam, dan tentu saja valid, yang untuk itu diperlukan usaha yang benar-benar keras.

Gambar

Tabel External Factors Analysis Summary ....................................................
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Penelitian
tabel IFAS dengan menegatifkan nilai dari faktor-faktor kelemahan. Hasil perhitungannya
Tabel 2. Matrix TOWS

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan nilai a, kenaikan nilai b, dan kenaikan nilai L pada bubuk pewarna (metode spray drying) yang disimpan pada suhu 50 C lebih cepat daripada bubuk pewarna pada

Hasil analisis regresi dengan menggunakan delapan variabel independen (umur, luas lahan, kemiringan, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengetahuan cara konservasi,

Bila dalam masa tersebut mahasiswa tidak berhasil memberikan laporan atau seminar maka skripsi yang telah dijalankan dapat dinyatakan batal oleh jurusan atau

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan fungsi Bimbingan Konseling Islam dalam upaya mengembangkan religiusitas remaja dan menekan atau mengontrol kenakalan remaja

Djoemana ini merupakan buku yang sangat lengkap mengenai pembahasan kain tenun Lurik sejauh ini, belum ada buku lain yang lebih dalam membahas kain tersebut, bahkan artikel –

Hasil penelitian ini adalah faktor penentu implementasi program beras miskin (raskin) di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang disebabkan oleh faktor sikap