PERPAJAKAN
YAYASAN
PENGERTIAN PAJAK
… (2)Prof. Dr. P.J.A. Adriani: “Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Pajak adalah iuran kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksa-kan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
FUNGSI PAJAK
Fungsi Pajak ada 2, yaitu:
– Fungsi Budgeter (fungsi anggaran) ialah fungsi pajak disektor publik, merupakan alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat ke Kas Negara
– Fungsi Reguler (fungsi mengatur) ialah fungsi pajak yang
MACAM-MACAM PUNGUTAN DI INDONESIA
Pajak, pajak adalah iuran kpd Kas Negara berdasarkan Undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
Retribusi; merupakan pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa negara. Contoh: retribusi parkir, retribusi pasar, ijin membuat bangunan, dll.
Sumbangan/iuran; menurut Santoso Brotodihardjo,SH. (1982) merupakan biaya-biaya yang dibayarkan kepada negara untuk prestasi tertentu.
Prestasi itu tdk ditujukan kepada seluruh masyarakat, melainkan hanya utk sebagian tertentu saja. Contoh: sumbangan wajib pemeliharaan prasarana jalan.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:
1) Self Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak dimana WP menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan perpaja-kan. Dalam sistem pemungutan ini, kegiatan pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas masyarakat wajib pajak sendiri, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk:
• Menghitung sendiri pajak yang terutang.
• Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang.
• Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
2) Official Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak, dimana aparatur pajak (fiskus) menetapkan jumlah pajak yang terutang dari Wajib Pajak. Dalam sistem ini inisiatif dan kegiatan dalam mengitung dan
menetapkan pajak sepenuhnya berada pada aparatur pajak (fiskus).
3) Withholding System, suatu sistem pemungutan pajak, dimana
STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK
Stelsel Riil (Pengenaan di Belakang)
– Merupakan cara pengenaan pajak didasarkan pd keadaan sesung-guhnya (riil) atau nyata, yang diperoleh dalam suatu tahun pajak.
Stelsel Fictive (Pengenaan di Depan)
– Merupakan cara pengenaan pajak yang didasarkan atas suatu anggapan (fiksi) dan anggapan tersebut tergantung pada ketentuan bunyi undang-undang. Misalnya penghasilan seorang wajib pajak pada tahun berjalan dianggap sama dengan pengahasilan pada tahun sebelumnya.
Stelsel Campuran (Pengenaan Riil dan Fictive)
– Merupakan campuran antara stelsel riil dan stelsl fiksi dimana fiskus akan mengenakan pajak berdasarkan anggapan yang ditentukan dalam undang-undang yang selanjutnya setelah berakhirnya tahun pajak dilakukan
JENIS PAJAK MENURUT GOLONGAN
Pajak Langsung
: pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak
lain.
– Contoh: PPh, PBB, dll.
Pajak Tidak Langsung
: pajak yang pembebanan-nya
dilimpahkan kepada pihak lain.
JENIS PAJAK MENURUT SIFAT
Pajak subjektif, pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan subjek pajak, baru kemudian ditentukan objek pajaknya.
– Contoh : PPh, obyeknya adalah penghasilan.
Pajak objektif, ialah pajak yang pertama-tama melihat keadaan objek pajak, meliputi benda, atau keadaan, per-buatan, peristiwa yang
menyebabkan timbulkan kewajiban membayar, baru kemudian
ditentukan subyek pajaknya, tidak mempersoalkan apakah subyek ini bertempat kedudukan di Indonesia atau tidak.
JENIS PAJAK MENURUT PEMUNGUT
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat:
– Dipungut Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai.
– Dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meliputi: Bea Masuk (impor), Bea Masuk Tambahan (impor), dan Cukai.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota (c.q. Dinas Pendapatan Daerah):
– Pemerintah Daerah Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dll.
– Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
TARIF PAJAK
1) Tarif Tetap, tarif sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak. Misalnya tarif BM: Rp 6000 atau Rp 3.000
2) Tarif Proporsional, tarif berupa prosentase tetap. Misalnya tarif PPN 10%, tarif PBB 0,5%, tarif BPHTB 5%, dll.
3) Tarif Progresif, tarif semakin besar jika jumlah yang dikenai pajak makin besar. Misalnya PPh.
1) Progresif-Progresif, kenaikan prosentase makin besar.
2) Progresif-Tetap, kenaikan prosentase tetap.
3) Progresif-Degresif, kenaikan prosentase semakin kecil.
JENIS PPh - Yayasan
Jenis pajak penghasilan (PPh) yang lazim menjadi kewajiban
yayasan:
1. PPh Pasal 21/26
2. PPh Pasal 23/26
3. PPh Pasal 4 ayat (2)
SUBJEK PPH
ORANG PRIBADI & BADAN SUBYEK PAJAK BADAN YANG DIDIRIKAN DI INDONESIAPERWKL NEG ASING&
ORG INT’L YANG
DITUNJUK MENKEU BUKAN SUBYEK PAJAK DALAM NEGERI LUAR NEGERI
PERWKL NEG ASING&
ORG INT’L YANG
DITUNJUK MENKEU BADAN USAHA TETAP (BUT) SELAIN BUT
WNA YANG TELAH MEMENUHI
“TIME TEST”
BADAN ASING YG MEMENUHI
“TIME TEST”
WNA YG “BERUSAHA”
DI INDONESIA & BELUM
MEMENUHI “TIME TEST”
BADAN ASING YG BELUM
MEMENUHI “TIME TEST”
WNA YG TDK “BERUSAHA”
DI INDONESIA & BELUM
OBJEK PPH
(UU PPh pasal 4 (1))
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
laba usaha;
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
– keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
– keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
– keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
OBJEK PPH
(UU PPh pasal 4 (1))
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
BUKAN OBJEK PPH
(UU PPh pasal 4 (3))
Bantuan, sumbangan, zakat yang diterima oleh BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak dan Sodaqoh).
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah satu derajat, badan keagamaan, pendidikan, sosial, pengusaha kecil, koperasi yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Warisan.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
BUKAN OBJEK PPH
(UU PPh pasal 4 (3))
Dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/D dr penyertaan modal badan usaha di Indonesia:
– Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
– Menerima dividen minimal 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut. Bagian laba yg diterima anggota perusahaan komanditer (CV) yg modal-nya tdk terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi Bunga obligasi yang diterima reksadana 5 tahun pertama.
Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangannya:
– Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
BUKAN OBJEK PPH
(UU PPh pasal 4 (3))
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
ADMINISTRASI PPh PASAL 21
Pembayaran Paling lambat tanggal 10 Bulan berikutnya
Pelaporan Paling lambat tanggal 20 Bulan berikutnya
SPT= INDUK
DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN
PPH PASAL 23
adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP DN dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau
OBJEK PPh PASAL 23
Tarif 15 % (Tidak Punya NPWP + 100%) atas:
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Royalti,
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f , Tarif 2 % (Tidak Punya NPWP + 100%) atas:
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) ,
CONTOH PPh Pasal 23
Yayasan Penabulu, menyewa 1 unit toyota Altis ke PT. A dengan
harga sewa Rp 12juta. Hitung berapa PPh pasal 23 terutang atas
transaksi tersebut.
– PPh pasal 23 = 2% x 12 juta = 240.000
Yayasan Penabulu, menyewa mesin Genset ke PT. Z seharga
Rp 100 jt. Hitung berapa PPh pasal 23 terutang.
– PPh pasal 23 = 2% x 100 juta = 2.000.000
Yayasan Penabulu, membayar jasa konsultan pajak PT Buluku
sebesar Rp 50 jt.
ADMINISTRASI PPh PASAL 23
Pembayaran Paling lambat tanggal 10 Bulan berikutnya
Pelaporan Paling lambat tanggal 20 Bulan berikutnya
SPT= INDUK
DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN BUKTI PEMOTONGAN
PPH PASAL 26
PPh PASAL 26
…(1)OBJEK PAJAK PPH PASAL 26:
Dividen.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
Royalti, sewa & penghasilan lain sehubungn dgn penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
Hadiah dan penghargaan.
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
PPh PASAL 26
Penghasilan bruto x 20%
Sesuai Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda/P3B)
Syarat:
1. Ada perjanjian tax treaty
2. Menyerahkan form DGT (directorate general of tax) atau
SKD, yang diterbitkan oleh DJP dan harus ditandatangani oleh
competent authority negara asal
3. Tidak melebihi time test
PPH FINAL
adalah PPh yang tidak dapat dikreditkan terhadap total utang pajak
OBJEK PPh PASAL 4 (2)
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
penghasilan berupa hadiah undian;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate,
dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
penghasilan tertentu lainnya,
PPh PASAL 4 (2) - Yayasan
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan;
Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan:
PPh ps 4 (2) = 5% x Penghasilan Bruto
Sewa tanah dan atau bangunan:
CONTOH PPh Pasal 4 (2)
Yayasan Penabulu, menyewa ruang rapat Griya Alam Ciganjur
ke PT. A dengan harga sewa Rp 20juta. Hitung berapa PPh pasal
4(2) terutang atas transaksi tersebut.
ADMINISTRASI PPh PASAL 4(2)
Pembayaran Paling lambat tanggal 10 Bulan berikutnya
Pelaporan Paling lambat tanggal 20 Bulan berikutnya
SPT= INDUK
DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN BUKTI PEMOTONGAN
PPh PASAL 29
Pelaporan PPh Pasal 29 paling lambat tanggal 30 April Tahun berikutnya, dan Pembayaran (jika kurang bayar) dilakukan sebelum pelaporan.
PPh Pasal 29 adalah hasil perhitungan pajak terutang selama tahun pajak dikurangi dengan total kredit pajak dan angsuran pajak penghasilan yang
telah dilakukan selama tahun pajak tersebut.
PPh PASAL 25
Angsuran pajak yang dibayar sendiri oleh WP setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT PPh Badan tahun pajak yang lalu, dikurangi PPh yang telah di bayar sesuai ps. 22, ps. 23, dan ps. 24
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Laba/Rugi (komersiil)
PPh BADAN
Laba/Rugi (FISKAL) Kor. Fiskal
T
ar
if
Pasal
17
Objek Pajak –
bukan objek pajak
– PPh final – biaya
KONSEP BIAYA DALAM PAJAK
Terdapat 2 (dua) macam biaya dalam pajak:
Biaya yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto
(
deductible expenses
), diatur dalam UU PPh pasal 6 (1). Pada
prinsipnya, kriteria biaya yg dapat diakui sebagai pengurang:
1) Operating expenditure dibeban pada tahun berjalan dan Capital expenditure harus dibebankan melalui penyusutan/amortisasi.
2) Terdapat hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan.
3) Tidak terkait dengan bukan Objek Pajak atau penghasilan yang dikenakan pajak final.
4) Pengeluaran kas (cash expenditure) bukan natura/kenikmatan.
5) Dalam batas kewajaran dan sesuai dengan adat pedagang yang baik (sound business practices)
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya M3 (mendapatkan, menagih, dan memelihara) penghasilan: – Biaya pembelian bahan.
– Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk upah gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
– Bunga. – Sewa. – Royalti.
– Biaya perjalanan.
– Biaya pengolahan limbah.
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Penyusutan dan amortisasi.
Iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan Menkeu. Kerugian krn penjualan/pengalihan harta yg dimiliki dlm perusahaan. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
– Jika WP menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian dilakukan pada saat
REALISASI atas perkiraan mata uang asing tersebut.
– Jika WP menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah BI, maka pengakuan biaya pada akhir tahun pajak.
Biaya R&D perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
BUKAN PENGURANG PENGH. BRUTO
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU Koperasi.
Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
– Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan leasing.
– Cadangan untuk perusahaan asuransi.
– cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
– cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
– cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri
–
BUKAN PENGURANG PENGH. BRUTO
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura/kenikmatan, kecuali makan/minum bagi seluruh pegawai dan natura/kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan ditetapkan dengan Kep Menkeu.
Natura/kenikmatan di daerah tertentu adalah di daerah terpencil, dimana natura/kenikmatan dapat dijadikan sebagai biaya meliputi:
– Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai+keluarga. – Pelayanan kesehatan.
– Pendidikan bagi pegawai+keluarga. – Pengangkutan.
– Fasilitas olah raga bagi pegawai+keluarga.
Selain itu natura/kenikmatan yang boleh dijadikan biaya adalah:
– Pakaian dan perlengkapan untuk keselamatan kerja.
– Pakaian seragam SATPAM, seragam buruh, seragam pegawai bank – Antar jemput karyawan.
BUKAN PENGURANG PENGH. BRUTO
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan kecuali – Zakat yang dibayarkan oleh WP muslim kepada BAZIS.
– Sumbangan kepada korban tsunami Aceh. – Sumbangan kepada GN-OTA.
Pajak Penghasilan.
Biaya untuk kepentingan pribadi WP atau tanggungannya.
PENYESUAIAN/KOREKSI FISKAL
Terjadi jika peraturan perundang-undangan perpajakan tidak
mengakui biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai biaya
(
non-deductible expense
).
Kondisi penyesuaian/koreksi fiskal:
– Karena beda tetap (permanent differences). – Karena beda waktu (time differences).
Jenis penyesuaian/koreksi fiskal:
– Koreksi fiskal positif.Tarif PPH Badan
Tahun Pajak 2009 28%
Tahun Pajak 2010 dst 25%
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
KREDIT PAJAK
Kredit Pajak Dalam Negeri:
– PPh Pasal 22– PPh Pasal 23
Kredit Pajak Luar Negeri:
– PPh Pasal 24Pajak yang dibayar sendiri:
– PPh Pasal 25.– Fiskal Luar Negeri.
KOMPENSASI KERUGIAN
(UU PPh ps. 6 (2))
Kompensasi kerugian selama 5 tahun berturut-turut
1995: rugi fiskal (1,200,000,000) 1996: laba fiskal 200,000,000 1997: rugi fiskal (300,000,000)
1998: laba fiskal NIHIL
1999: laba fiskal 100,000,000 2000: laba fiskal 800,000,000
Kompensasi kerugian tahun 1995 dilakukan sebagai berikut: Rugi fiskal tahun 1995 (1,200,000,000) Laba fiskal tahun 1996 200,000,000