• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institusi-Januari 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institusi-Januari 2008"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI JANUARI 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a ft a r I si

Putusan MA Pengaruhi Pilkada 2008 --- 1

Besok, Kampanye Pertama Pilkada Kabupaten Tangerang --- 3

Pemerintah Ambil Alih Kewenangan Guru --- 5

Menanti UU Pengadilan Tipikor --- 7

Kampanye Damai di Tangerang --- 9

PK Segera Diajukan --- 10

Ditemukan Kartu Pemilih Ganda di Kota Cirebon --- 12

Perpres Pasar Masih Diragukan --- 14

RUU Yogya Selesai Sebelum Pilkada --- 15

Publik Masih Meragukan UU Partai Politik --- 16

RUU Pemilu agar Selesai Januari Ini --- 19

MA Keliru Maknai UU 32/2004 --- 20

Menguat, Tuntutan Perda Pendidikan Gratis --- 22

Paket RUU Bidang Politik Dijanjikan Segera Rampung --- 23

Perpres 111 Perlu Diuji --- 24

Ironi 'Pabrik UU' --- 25

Bagian Pertama dari Dua Tulisan--- 26

RUU Keistimewaan DI Yogyakarta Harus Jamin Pluralitas --- 28

Demokrasi Tanpa Integritas Moral--- 29

Hanya 5 Persen Perda yang Perhatikan Rakyat Miskin --- 31

Syaikhu-Kamaludin Janjikan untuk Atasi Pengangguran di Bekasi --- 32

Tekan Potensi Konflik Pilkada --- 34

Hari Ini, Pilkada Gianyar --- 36

Pilkada di Lubuk Linggau Ditunda --- 38

(Jangan) Ada Rasisme dalam Pilkada --- 40

Cukup Pemerintah yang Usulkan Pemekaran --- 42

Ismaya Tidak Boikot Pilkada --- 43

Implementasi PP No 78/2007 --- 44

Penetapan Pemilih Pilkada Sumut Ditunda --- 47

Laporan Pelanggaran Pilkada Gugur di Panwas --- 48

Panitia Pilkada Bagikan Undangan --- 49

(4)

RUU Perbankan Syariah sampai DPR Pekan Ini --- 52

Politik dan Kemiskinan --- 53

Sebagian Besar Perda Tata Ruang Harus Direvisi --- 56

Hanya Tiga Pasangan yang Bertarung--- 57

Satu Pemilih, Tiga Kartu --- 58

Pilkada Harus Diatur Lewat UU Tersendiri --- 60

Enam Materi RUU Pemilu Masih Alot --- 61

Kaji Lagi R UU Sampah --- 63

Depdagri-DPR Bahas Jadwal Pilkada --- 64

Pelanggaran, Arak-arakan Kampanye --- 66

Pemerintah Tidak Serius Tangani Masalah Kemiskinan --- 67

Kemiskinan Menjadi Jargon Para Kandidat --- 68

Wapres Jusuf Kalla: Ongkos Sosial Pilkada Sangat Tinggi --- 70

Dikritik Keras, Gagasan Pilkada oleh DPRD --- 72

Pilkada Sumsel Diusulkan Sebelum Ramadan --- 73

Rekapitulasi Pilkada Tangerang Ricuh --- 74

Dimajukan, Pilkada Empat Kabupaten di NTT --- 75

Perlu Evaluasi Proses Pilkada --- 76

Politik dan properti 2008 --- 77

Otsus Papua, Bernapas dalam Lumpur --- 79

Bos Datang, Puluhan Calon TKW Terbebas dari Sidang ---138

(5)

Jurnal Nasional Rabu, 02 Januari 2008

Yu dik a t if

Pu t u sa n M A Pe n ga r u h i Pilk a da 2 0 0 8

Jakarta | Rabu, 02 Jan 2008

Politisi senior Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, di Jakarta, Selasa (1/1), memperkirakan, putusan Mahkamah Agung terkait pilkada di Sulawesi Selatan, bakal memengaruhi jalannya kegiatan yang sama selama 2008 di berbagai tempat.

"Tetapi, yang pasti, sesuai dengan kewenangan oleh Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka putusan Mahkamah Agung (MA) ini sebetulnya telah bersifat final dan mengikat," kata anggota Komisi II DPR RI tersebut sebagaimana dikutip Antara.

Ferry Mursyidan Baldan yang juga Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilu ini menambahkan, putusan MA mengenai keharusan melakukan pilkada ulang di empat kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel), patut dijalankan.

"Ini demi jalannya demokrasi yang taat aturan. Karena itu, lepas dari puas dan tidak puas, kita harus hormati putusan MA tersebut," katanya.

Namun, lanjut Ferry Mursyidan Baldan, untuk menghindari potensi konfik, diharapkan semua pihak menunggu tuntasnya upaya PK yang sedang ditempuh.

Artinya, katanya, jangan ada yang mau menang sendiri, dan seolah-olah memiliki kekebalan hukum sehingga dengan seenaknya bertindak semaunya.

"Dengan demikian, maka koridor hukum dalam penyelesaian sengketa pilkada dapat terlaksana, dan hal ini bisa lebih memberi kepastian hukum," kata Ferry Mursyidan Baldan.

Sementara itu, di tempat berbeda, pakar politik yang juga salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Selasa (1/1), mengajak semua komponen bangsa agar bersama-sama memasuki dan menjalani Tahun 2008 bahkan seterusnya dengan cara yang semakin taat hukum demi efektivitas jalannya demokrasi.

Ia mengatakan itu untuk merespons putusan Mahkamah Agung (MA) tentang keharusan melaksanaan pilkada ulang di empat kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Putusan ini menjadi salah polemik teratas di akhir tahun 2007, mengingat pihak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulsel melalui plenonya per 16 November 2007, telah menetapkan pemenang pilkada di sana.

"Tentang putusan (MA) itu dan upaya agar semua kita semakin taat hukum, maka ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Pertama, sebaiknya persoalan hukum dilihat dan dinilai dari perspektif hukum, sehingga fokus, objektif dan tidak bias politik dan kepentingan," kata mantan Ketua Umum PB HMI itu.

Kedua, lanjutnya, sebagai konsekuensi logis dari ketaatan atas hukum itu, putusan Mahkamah Agung (MA) sebagai produk hukum, juga tidak selayaknya dinilai dari perspektif politik.

(6)

Jurnal Nasional Rabu, 02 Januari 2008

Kemudian keempat, demikian Anas Urbaningrum, semua pihak harus menjunjung tinggi semangat taat asas, karena hanya itu jalan yang terbaik. "Terakhir, kelima, kompetisi politik (memang harus) dilanjutkan dalam pemungutan suara ulang di empat kabupaten, sebagaimana putusan MA tersebut," kata pria yang juga mantan anggota KPU Pusat itu.

(7)

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Be sok , Ka m pa n y e Pe r t a m a Pilk a da Ka bu pa t e n

Ta n g e r a n g

[TANGERANG] Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Kabupaten Tangerang, Kamis (3/1) besok memasuki masa kampanye. KPU selaku penyelenggara sudah menetapkan jadwal kampanye dengan membagi wilayah menjadi tiga zona dengan enam lokasi kampanye.

Masa kampanye akan dimulai dengan penyampaian visi-misi masing-masing calon di hadapan anggota DPRD Kabupaten Tangerang di Gedung DPRD Tigaraksa. Besoknya, Jumat (4/1), kampanye damai dengan menggelar pawai di lokasi kampanye yang sudah ditetapkan.

Tiga pasang calon bupati dan wakil bupati yang akan bertarung, sesuai dengan nomor urut adalah pasangan incumbent Ismet Iskandar -Rano Karno, Usamah Hisyam-Habib Ali, dan Jazuli-Airin. Ketiga pasang calon ini juga memperbaiki nama juru kampanyenya, seperti yang dilakukan pasangan Ismet dan Rano, karena dua jurkamnya meninggal dunia.

Taufik Wijaya, Ketua DPD PDI-P Kabupaten Tangerang, yang meninggal karena sakit akan digantikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri. Nama lain pelawak Basuki bakal digantikan oleh pelawak Mandra.

Sederet nama tokoh dan artis akan menjadi jurkam calon bupati. Seperti group band Ungu, Keluarga si Doel, Keluarga Entong, serta sederet artis Ibukota lainnya akan memeriahkan suasana kampanye pasangan calon yang berlaga.

Lokasi kampanye, untuk zona barat ditempatkan di Lapangan PWS Tigaraksa dan Lapangan Balaraja. Zona utara terletak di Lapangan Munas Jaya, Kecamatan Teluknaga dan lapangan kantor Kecamatan Sepatan. Sementara zona selatan di Lapangan Cilenggang, Kecamatan Serpong dan Lapangan Jombang, Kecamatan Ciputat.

Untuk lokasi kampanye tertutup, diserahkan kepada tim sukses masing-masing. Pihak KPU berharap, penetapan lokasi kampanye ini dipilih agar terhindar dari tindakan anarkis. "Tidak saling menjatuhkan saat kampanye, menjadi pokok dalam menciptakan iklim kondusif Pilkada," tukas Suhaelimi Ismedi, Ketua Pokja Kampanye KPU Kabupaten Tangerang.

Menurut Suhaelimi, KPUD telah mengeluarkan tata tertib kampanye yang harus dituruti oleh peserta kampanye. Tata tertib itu, kata dia, sengaja dibuat agar dalam pelaksanaan kampanye nanti bisa berjalan sesuai aturan, tertib, dan aman.

Suhaelimi, yang juga Ketua Tim Sosialisasi KPU Kabupaten Tangerang ini menginformasikan dalam tata tertib kampanye itu diatur bahwa kampanye dimulai dari jam 08.00 hingga 17.00 WIB dan dilarang keras untuk melibatkan anak-anak di bawah umur. "Untuk pemasangan atribut dimulai pukul 00.00 WIB terhitung tanggal 3 Januari 2008 dan diturunkan juga pada pukul 00.00 WIB tanggal 17 Januari 2008 karena sudah masuk waktu tenang," ujarnya.

Selain itu, dia juga berharap seluruh pasangan calon menjunjung tinggi nilai-nilai kesatuan serta menciptakan situasi yang kondusif, damai, tertib, aman dan terkendali. "Kami berharap, semua pasangan calon mengikuti tata tertib ini sehingga pelaksanaan

(8)

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Golput

Sementara itu, sejumlah kecamatan kekurangan kartu pemilih untuk pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Tangerang, yang akan dilaksanakan 20 Januari 2008. Padahal KPU sudah mendistribusikan ke seluruh panitia pemilihan.

Selain itu, banyak warga perumahan, terutama perumahan menengah ke atas, yang memilih gol- put atau tidak ikut memilih dengan tidak mengembalikan formulir pendaftaran.

Mengenai kekurangan kartu pemilih, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tangerang diminta secepatnya mengatasinya. "Cukup banyak warga namanya tak tercantum pada kartu pemilih," ujar Ketua Panitia Pemilih Kecamatan Gunung Kaler, Kecamatan Kronjo, Ridwan, di penghujung tahun Sabtu (30/12).

Oleh karena itu, Ridwan mendesak KPUD agar nama-nama di kecamatannya yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) secepatnya mendapatkan kartu pemilih. "Kami berharap KPU segera menambah kartu pemilih," kata Ridwan.

Kekurangan kartu pemilih juga terjadi di Kecamatan Mauk. Ketua PPK Mauk, Rumyani, meminta agar warganya segera dibuatkan kartu pemilih. "Jangan sampai ada warga yang terdaftar di DPT tetapi tak dapat mencoblos karena tak punya kartu pemilih," kata Rumyani.

Sementara itu, Sekretaris KPU Kabupaten Tangerang, Ahmad Surya Wijaya mengaku setelah mendapat pengaduan masyarakat pihaknya telah memberikan instruksi kepada

PPK dan PPS untuk menginventarisasi semua pemilih yang belum mendapatkan kartu pemilih.

Dia juga mengakui, ditemukakannya sejumlah kartu pemilih yang kosong atau tanpa identitas. Surya menjelaskan, hal itu terjadi karena proses pembuatan kartu pemilih yang tidak sempurna.

"Kami sudah minta penjelasan ke pihak ketiga, PT Jakarta Komputer Suplies selaku pemenang tender percetakan pemilih," katanya.

Dari penjelasan pihak perusahaan diperoleh keterangan pembuatan kartu pemilih, dilakukan secara kumulatif oleh mesin yang sekali cetak 100 buah. "Kalau ada PPS yang jumlah pemilihnya 660, mesin cetaknya tidak bisa mencetak hanya 60, harus 100 lembar sehingga ada kelebihan kartu pemilih yang kosong," ungkapnya.

Lebih lanjut Ahmad Surya menambahkan, kartu pemilih kosong itu tidak berlaku atau tidak bisa dijadikan identitas untuk seseorang dalam pilkada.

(9)

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Pe m e r in t a h Am bil Alih Ke w e n a n ga n Gu r u

Segera Revisi PP SNP

[JAKARTA] Pemerintah harus terus didesak untuk mengkaji dan merevisi PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sebab, PP yang merupakan landasan pelaksanaan ujian nasional (UN) tersebut mengandung pertentangan antarpasal serta tidak sejiwa dengan Undang-Undang (UU) 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Evaluasi dalam UU Sisdiknas tidak menyangkut penentuan kelulusan siswa, tetapi lebih pada pengendalian mutu pendidikan dan perbaikan hasil belajar," ujar anggota Komisi X DPR, Anissa Mahfud, dalam percakapan dengan SP, di Jakarta, Selasa (1/1).

Dia mencontohkan, Pasal 63 Ayat (1) PP SNP itu, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menilai hasil belajar peserta didik, seperti hak yang melekat pada pendidik (guru) dan satuan pendidikan. Pasal ini dinilai mengintervensi otonomi guru. Padahal, Pasal 58 Ayat (1) UU Sisdiknas memberikan kewenangan penuh kepada pendidik untuk menilai seluruh proses pembelajaran siswanya mulai dari awal hingga akhir penentuan kelulusannya.

Terkait dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk sebagai pelaksanaan PP SNP, anggota Partai Kebangkitan Bangsa ini menuturkan, dalam tugasnya ternyata BSNP tidak sepenuhnya terlepas dari pemerintah dan dikhawatirkan melakukan penyalahgunaan kekuasaan di bidang pendidikan. "BSNP menurut PP 19/2005 merupakan lembaga independen. Ini artinya lembaga tersebut terlepas dari campur tangan pemerintah. Tetapi kenyataannya, BSNP merupakan anak kandung dari birokrasi pemerintah, karena itu, pemerintah harus segera merevisi PP SNP,'' tegasnya.

Pandangan serupa disampaikan pakar pendidikan Winarno Surakhmad. Dia menegaskan, pemerintah harus segera merevisi PP 19/2005 karena dianggap cacat hukum. Dia mencontohkan, penyelenggaraan UN yang akhirnya menimbulkan perdebatan tiada henti.

Hal itu terjadi karena BSNP melakukan penyeragaman UN di seluruh Indonesia, mulai dari kota hingga pelosok. Kalau diteliti, terangnya, aturan teknis UN sebetulnya sudah jauh-jauh hari disiapkan sebelum terbitnya PP SNP.

Selain itu, proses pembentukan BSNP sudah dimulai sebelum terbitnya PP SNP. "Jadi, sebetulnya prosesnya telah mendahului dasar hukum yang disyaratkan. Lebih baik PP SNP direvisi saja," ujarnya.

Menurut Winarno, penerbitan PP SNP yang disusul pengukuhan anggota BSNP hanya sebagian kecil dari begitu banyak hal yang bertentangan dengan semangat UU Sisdiknas.

Winarno mengemukakan, keikutsertaan pemerintah dan lembaga mandiri dalam melakukan evaluasi, seperti diatur pada Pasal 58 Ayat (2) dan Pasal 59 Ayat (1) UU Sisdiknas, adalah dalam konteks evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Desakan serupa juga disampaikan Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Suparman. Dia mengatakan, pemerintah harus tetap merevisi PP tentang SNP. "Sebaiknya pemerintah harus sudah menyatakan keinginannya untuk merevisinya," katanya Rabu (2/1).

(10)

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Delapan Standar

Winarno menerangkan, ada delapan SNP yang digarap BSNP, yakni standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. "Tugas dan tanggung jawab begitu krusial. Badan inilah yang menyelenggarakan UN dalam menentukan evaluasi proses pembelajaran peserta didik," katanya.

(11)

Suara Pembaruan Kamis, 03 Januari 2008

M e n a n t i U U Pe n ga dila n Tipik or

Menjelang akhir tahun 2007 muncul kembali desakan agar pemerintah lebih serius memberantas korupsi. Desakan itu tentu saja tetap relevan karena korupsi masih menjadi momok di negeri ini. Apalagi, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla juga memiliki agenda pemberantasan korupsi.

Sayangnya, upaya-upaya yang telah dilakukan aparat penegak hukum belum menunjukkan kesungguhan memberantas korupsi. Istilah "tebang-pilih" masih tetap berkumandang karena vonis hanya dijatuhkan pada para koruptor kelas teri. Kalaupun ada mantan pejabat yang dihukum, muncul dugaan didorong oleh kepentingan politis.

Kinerja aparat penegak hukum yang belum maksimal itu diperparah oleh belum lengkapnya peraturan perundangan untuk menjerat koruptor. Salah satunya adalah ketersediaan Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan Tipikor).

Meskipun Pengadilan Tipikor tetap dianggap sebagai lembaga yang sah untuk menjatuhkan hukuman kepada para koruptor, tetapi hal itu dikhawatirkan tidak akan berlangsung lama. Keberadaan Pengadilan Tipikor sedang berada di ujung tanduk.

Mengapa? Mahkamah Konstitusi pada 19 Desember 2006 telah memutuskan Pasal 53 UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang melahirkan Pengadilan Tipikor bertentangan dengan UUD 1945, serta memberi waktu tiga tahun kepada pemerintah dan DPR untuk membentuk Pengadilan Tipikor dengan dasar UU Pengadilan Khusus Tipikor dan bukan dimasukkan dalam UU tentang KPK seperti yang ada saat ini. Kalau dalam jangka waktu tiga tahun belum juga selesai, maka Pengadilan Tipikor harus dihapus dan semua perkara korupsi yang berasal dari KPK disidangkan di pengadilan umum.

Sejak adanya putusan MK itu, muncul dorongan dari sejumlah lembaga kemasyarakatan agar pemerintah dan DPR segera membuat draf RUU tersebut. Mereka pun membuat draf tandingan. Setelah hampir satu tahun berlalu, baru draf dari pemerintah selesai dibuat dan diserahkan ke DPR pada 12 November 2007.

Kita mendesak pemerintah dan DPR segera membahas draf itu dengan cepat, setelah pembukaan masa sidang DPR pada 7 Januari 2008. Kedua lembaga itu harus memprioritaskan RUU itu agar pemberantasan korupsi bisa menjadi lebih efektif.

Mengutip pernyataan pakar ilmu hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Dr Romli Atmasasmita SH, berdasarkan Konvensi Kejahatan Transnasional Terorganisasi pada tahun 2000, korupsi merupakan kejahatan yang terorganisasi dan bersifat lintas batas teritorial (transnasional). Berdasarkan itu, korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Kita sepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi harus diberantas hingga tuntas!

Memasuki tahun 2008 atau 1 tahun 10 bulan sebelum masa pemerintahan Presiden Yudhoyono berakhir, kinerja pemberantasan korupsi masih belum memuaskan. Kenyataan itu membuat kita harus kembali bertanya: sejauh mana komitmen dan keseriusan Presiden memberantas korupsi? Salah satu tolok ukurnya jelas, yakni lahirnya UU Pengadilan Tipikor.

(12)

Suara Pembaruan Kamis, 03 Januari 2008

(13)

Suara Pembaruan Jumat, 04 Januari 2008

Ka m p a n y e D a m a i d i Ta n g e r a n g

[TANGERANG] Hari kedua masa kampanye pilkada Kabupaten Tangerang, Jumat (4/1) sore, yang dimulai pukul 14.00 WIB dari lapangan PWS Tigaraksa, akan diisi dengan kampanye damai. KPUD sudah menetapkan konvoi kendaraan pasangan calon tidak lebih dari 10 mobil.

Meskipun demikian, sejumlah pihak meragukan ketegasan aturan itu. Pasalnya, saat kampanye penyampaian visi misi, Kamis (3/1), ternyata diikuti juga oleh ratusan pendukung masing-masing calon, yang seusai kegiatan langsung melakukan konvoi keliling.

Sementara itu, untuk memantau kegiatan kampanye zona dan blok, yang mulai dilaksanakan Sabtu (5/1), Polres Tangerang menyiagakan satu unit helikopter. Helikopter tersebut disiagakan di lingkungan Dinas PU Pemkab Tangerang. Kampanye Sabtu sudah akan diisi oleh jurkam yang terdiri dari tokoh politik hingga para artis.

Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Tangerang, Kompol Fachrudin Roji mengatakan, helikopter tersebut akan membantu tugas pengamanan kampanye. Selain itu, juga akan digunakan pemantauan dari udara. Sekitar 2.000 anggota yang ditempatkan di lokasi kampanye dan sejumlah titik.

Sementara itu dalam kampanye visi misi dihadapan sidang paripurna istimewa, Kamis (3/1) ketiga pasang calon yang maju dalam Pilkada semuanya menjanjikan akan memajukan Tangerang. Pasangan Jazuli Juwaini-Airin Rachmi Diany, dalam paparannya programnya berjanji akan memperjuangkan sekolah gratis, mulai dari tingkat SD hingga SMP, dan peningkatan insentif guru serta menyelesaikan masalah kesehatan.

Pasangan ini pun bertekad akan memberikan perhatian istimewa pada pendidikan nonformal, termasuk pendidikan keagamaan. Pasangan ini juga memberikan apresiasi terhadap Ismet Iskandar yang telah melaksanakan berbagai program pembangunan.

Namun, sejumlah camat dan kepala desa bereaksi keras terhadap pernyataan Airin Rachmy Diani- Jazuli Juweni, yang menyebutkan masih banyak warga di daerah makan nasi aking.

Saat Jazuli membacakan visi-misi mereka, sejumlah pengunjung langsung bereaksi. "Bohong tidak benar itu," ujar sejumlah camat berbarengan. Airin yang berada di podium tampak kaget mendengar bantahan undangan yang hadir saat itu. Dia sempat melemparkan pandangan ke asal suara yang menyahut pernyataannya itu.

Seusai persidangan, sejumlah camat yang merasa kesal masih mempersoalkan masalah nasi aking itu. "Tunjukkan di mana dan mana warga yang makan nasi aking. Jangan memanfatkan momen pilkada untuk memfitnah," ujar Camat Pasar Kemis, Chaerul Saleh.

Hal yang sama juga dikemukakan camat Mauk Aziz Gunawan. Menurut Aziz, pernyataan yang dilontarkan di banyak media tentang nasi aking adalah bohong belaka untuk menarik simpati massa. "Jangan cari-cari kalau memang tidak ada faktanya," ujar Aziz. Lain lagi dengan camat Rajeg, R Ahmad. Menurut dia nasi aking banyak yang makan setelah dibuat rengginang. "Saya doyan rengginang kan enak dan gurih," ujarnya.

(14)

Suara Pembaruan Jumat, 04 Januari 2008

PK Se ge r a D ia j u k a n

Para Rektor Bahas Pilkada Sulsel

[MAKASSAR] Kondisi keamanan di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kian memanas, ratusan warga dan mahasiswa kembali turun ke jalan. Untuk mengantisipasi meluasnya gejolak sosial di daerah tersebut, para rektor dan pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta se-Makassar melakukan pertemuan di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Rektor Unhas Prof Dr Idrus Andi Paturusi kepada SP, di Makassar, Jumat (4/1), mengatakan pertemuan terbuka itu lahir dari inisiatif para rektor, semata-mata untuk membahas situasi Sulsel akhir-akhir ini, setelah keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan pemilihan kepala daerah (pilkada) ulang di empat kabupaten di Sulsel yakni Bone, Bantaeng, Gowa dan Tana Toraja.

"Pertemuan tersebut didasari perkembangan situasi akhir-akhir ini dan tidak ada hubungannya dengan keberpihakan kepada salah satu pasangan kandidat gubernur dan wakil gubernur," ujarnya.

Dikatakan, situasi yang berlarut-larut hanya merugikan masyarakat Sulsel, untuk itu pertemuan tersebut akan melahirkan kesepakatan bersama memelihara situasi keamanan dengan membangun ksadaran para akademisi, politisi, masyarakat dan pihak yang berkepentingan langsung dengan hasil pilkada, agar bisa menahan diri.

Idrus juga membantah pertemuan tersebut terkait dengan gerakan para akademisi beberapa hari lalu yang membuat memorandum ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang isinya mengkritisi putusan MA. Langkah serupa juga dilakukan oleh enam tokoh masyarakat Sulsel di Jakarta dengan konsolidasi kebudayaan untuk mencegah konflik horisontal yang lebih luas.

Menurut anggota Badan Pertimbangan Kerukunan Keluarga Sulsel, Zainal Bintang, konflik yang terjadi karena pertikaian antarelite dan jangan melebarkannya ke masyarakat. "Ini hanya konflik jangka pendek antarelite saja," kata Bintang yang juga aktif di Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (DPP PG) ini. Adapun konsolidasi gerakan tersebut diantaranya dengan membuat dialog tokoh masyarakat dan kegiatan kesenian.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulsel dalam waktu dekat akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut. Langkah PK tersebut juga didukung oleh KPU Pusat yang tengah mengkaji ulang sengketa pilkada Sulsel. "Rapat pleno akan memutuskan kasus tersebut," kata anggota KPU Andi Nurpati.

Andi menjelaskan, KPU akan memeriksa laporan KPU Sulsel mengenai sengketa tersebut sebelum pengajuan PK paling lambat tanggal 14 Januari mendatang. Melihat panjangnya penyelesaian kasus Sulsel, Andi berharap Mendagri dapat melantik penjabat sementara (Pjs).

Tidak Beriktikad Baik

(15)

Suara Pembaruan Jumat, 04 Januari 2008

Menurut Roem, KPU harus segera mengajukan usulan anggaran pilkada ke DPRD. Kalau pilkada ulang tidak jadi, maka dana sekitar Rp 30 miliar sampai Rp 40 miliar bisa dialihkan ke pos lain. "Kalau PK itu ditolak berarti sudah siap dana untuk melaksanakan pilkada ulang," kata Roem.

(16)

Kompas Sabtu, 05 Januari 2008

D it e m u k a n Ka r t u Pe m ilih Ga n da di Kot a Cir e bon

Pa r pol di Su k a bu m i Be lu m M e m a su k k a n N a m a Ca lon

Cirebon, Kompas - Panitia Pemungutan Suara Kelurahan Kejaksan, Kota Cirebon, menemukan 12 kartu pemilih ganda dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota Cirebon. Sementara dari verifikasi di Kecamatan Harjamukti dan Pekalipun, diperkirakan ada 500 kartu pemilih ganda.

Menurut Soni Trisyantono, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cirebon, akan ditemukan lebih banyak kartu pemilih ganda. Sebab, ada kemungkinan pemilih tercatat dua kali.

"Kemungkinan terjadi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dahulu menggunakan data dari daftar pemilih sementara, yang setiap nama dalam daftar itu sudah diberi nomor sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK), ditambah dengan data hasil verifikasi atau pemilih susulan," katanya di Cirebon, Jumat (4/1).

Pemilih susulan tersebut, menurut Soni, menggunakan nomor identitas lokal karena belum mendapatkan nomor SIAK.

Namun, hal itu dibantah Irsyad Sidik, anggota KPU Kota Cirebon. Ia mengatakan, nama pemilih ganda tidak akan terjadi karena KPU mempunyai sistem yang bisa mendeteksi dan mencocokkan data pemilih yang bernomor SIAK dengan nomor identitas lokal mereka.

Irsyad berpendapat, adanya kartu pemilih ganda disebabkan kemungkinan tercetak dua kali meski pada dasarnya hanya satu orang dengan satu identitas.

Moh Sapari, Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Kejaksan, menyatakan, kartu pemilih ganda tersebut datang satu paket dengan formulir C6 (undangan). Saat dikoreksi, ternyata ada satu nama dengan alamat yang sama tetapi memiliki dua kartu pemilih.

"Sepekan lalu kartu pemilih sudah didistribusikan. Nah, yang ganda ini dikembalikan petugas PPS. PPS juga menemukan 10 kartu pemilih yang nyasar ke kelurahan lain," kata Sapari.

Mengenai pengamanan saat pencoblosan hingga pelantikan, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Sunarko Danu Ardanto mengatakan, pelaksanaan pemilihan wali kota dan wakil wali kota di Cirebon merupakan ujian pertama bagi Polda Jabar.

Tingkat keberhasilan pemilihan kepala daerah Kota Cirebon, menurut Sunarko, menjadi cermin bagi 16 pemilihan kepala daerah lainnya, termasuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jabar. Tinggal tiga hari

Sementara itu, di Kota Sukabumi, meski batas waktu pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota tinggal tiga hari, tiga kubu partai politik belum menetapkan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang didukungnya.

Tiga kubu yang sudah terbentuk hingga Jumat adalah kubu Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Partai Golkar dipastikan mengajukan calon wali kota Muslikh Abdussyukur.

(17)

Kompas Sabtu, 05 Januari 2008

Mulyono mendapatkan dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) Cabang Kota Sukabumi. Adapun pasangan dari PKS dan PPP akan diputuskan Sabtu ini.

(18)

Kompas Sabtu, 05 Januari 2008

Pe r pr e s Pa sa r M a sih D ir a gu k a n

Bu t u h Ke t e ga sa n Pe m da

Jakarta, Kompas - Peraturan presiden yang dinantikan untuk menyelesaikan konflik kepentingan pasar modern dan pasar tradisional akhirnya diterbitkan. Akan tetapi, efektivitas Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern ini diragukan.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers "Kinerja Departemen Perdagangan Tahun 2007" di Jakarta, Jumat (4/1), mengatakan, di pengujung tahun 2007, Perpres No 112/2007 merupakan pencapaian penting yang dilakukan pemerintah.

Perpres itu diperkuat dengan Perpres No 111/2007 tentang Perubahan Atas Perpres No 77/2007 mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.

Mari mengatakan, lokasi pusat perbelanjaan, baik modern dan toko modern maupun pasar tradisional, haruslah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten dan kota.

Perpres ini bertujuan menciptakan ketertiban persaingan dan menyeimbangkan kepentingan produsen, pemasok, dan konsumen dalam penyelenggaraan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern.

Menyangkut pola kemitraan, Menperdag menegaskan, "Kemitraan antara pemasok usaha kecil maupun menengah dan pasar modern dilakukan atas dasar perjanjian tertulis yang berbahasa Indonesia dan memegang asas berkeadilan."

Selain itu, perpres tersebut mengharuskan adanya aturan menyangkut aneka masalah yang selama ini mencerminkan ketidakadilan bagi pemasok, di antaranya potongan harga reguler, harga tetap, harga khusus, harga promosi, biaya promosi, serta distribusi dan administrasi.

Sanksi

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Hasan Basri meragukan sanksi yang bakal dikenakan menyangkut masalah zonasi keberadaan pasar atau toko modern yang menghambat pertumbuhan pasar tradisional.

"Kita akan lihat implementasi. Apabila zonasi diberlakukan secara abu-abu oleh pemerintah daerah, APPSI akan menggugat pemda maupun pemerintah pusat," tegas Hasan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa menilai perpres tersebut diduga bakal menuai keragu-raguan dalam implementasinya. Oleh karena itulah, dalam perjalanan waktu, pengusaha besar maupun kecil seharusnya memiliki kesamaan visi untuk bisa tumbuh bersama tanpa harus saling mematikan.

(19)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 Januari 2008

RU U Yogy a Se le sa i Se be lu m Pilk a da

[JAKARTA] Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap akan memperhatikan tiga hal yaitu Yogyakarta sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), aspek kesejarahan Yogyakarta sebagai kesultanan, dan demokrasi ala Yogyakarta. Ketiga hal itu adalah substansi RUU DIY yang diharapkan selesai dalam waktu cepat, yakni April 2008 ini atau sebelum pemilihan kepala daerah (pilkada) DIY. Demikian dijelaskan Mendagri Mardiyanto di Jakarta, Jumat (4/1).

Menurut Mardiyanto, Yogyakarta adalah bagian penting dari NKRI. Sebagai sebuah kesultanan, Yogyakarta langsung menyatakan dukungannya kepada Pemerintah RI pada waktu revolusi berlangsung. "Kesejarahan Yogya juga merupakan satu wilayah yang memberikan satu istilah pendidikan bangsa cukup tinggi. Dari waktu lalu, semua masyarakat dari berbagai suku banyak yang menempuh pendidikan di Yogya. Jadi orang kembali ke daerah masing-masing, kultur Yogya ikut ke sana," ujar Mardiyanto yang rumah pribadinya ada di Yogyakarta itu.

RUU itu juga, kata Mardiyanto, tetap akan melestarikan warisan budaya Yogyakarta yang berpusat pada sultan dan pakualam serta masyarakat yang masih menghormati raja. Selain itu, tradisi seperti weton dan kultur pembangunan rumah yang mengarah ke selatan tidak boleh dihilangkan. "Nanti akan berbunyi pada tata guna lahan, tata ruang, dan pengaturan tanah. Ini yang harus diperhatikan," imbuhnya.

Selain itu, demokrasi juga harus tetap dihidupkan di Yogyakarta, meskipun demokrasi ala Yogyakarta. Sehubungan dengan itu, dia sudah berbicara dengan sejumlah pihak di Yogyakarta baik pemerintah setempat maupun keluarga raja Yogyakarta.

(20)

Kompas Senin, 07 Januari 2008

Ja j a k Pe n da pa t " Kom pa s"

Pu blik M a sih M e r a gu k a n U U Pa r t a i Polit ik

SUWARDIMAN

Publik masih gamang merespons implikasi terbitnya Undang-Undang tentang Partai Politik atau UU Parpol yang disahkan DPR awal Desember lalu. Publik meragukan revisi UU Nomor 31 Tahun 2002 ini akan mampu memacu kinerja parpol di masa mendatang.

Upaya perbaikan aturan soal partai politik (parpol) melalui perundang-undangan yang baru belum memenuhi harapan sebagian masyarakat. Hal ini tercermin dari keraguan publik bahwa perundangan yang baru akan memberi perubahan yang signifikan dalam sistem kepartaian di negeri ini.

Kesimpulan tersebut tercermin dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang melibatkan 810 pemilik telepon di 10 kota besar di Indonesia pada 3-4 Januari 2008.

Lebih dari separuh responden (51,9 persen) pesimistis UU Parpol yang baru ini akan membuat parpol lebih memperjuangkan aspirasi rakyat.

Sikap pesimistis publik kali ini merupakan akumulasi kekecewaan publik atas kinerja parpol selama ini.

Parpol sering kali dianggap terlalu elitis. Kiprah partai terlalu banyak bergerak pada hal-hal yang jauh dari realitas yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Dalam banyak kasus, rakyat lebih banyak dikecewakaan ketika komitmen elite-elite parpol yang berhasil meraih kursi DPR. Mereka tidak berkutik di tengah pertarungan kepentingan politik dan mengabaikan suara rakyat. Pertarungan politik, nyatanya, lebih banyak terjadi untuk memperkuat kepentingan institusi dan elite partai.

Bahkan, keraguan publik pun mengkristal pada ketidakyakinan mereka atas kinerja parpol yang selama ini dianggap belum mampu menjadi lembaga politik yang menopang demokrasi di negeri ini.

Padahal, delapan dari sepuluh responden masih menganggap pentingnya peran parpol dalam proses pembangunan negara.

Dalam perkembangan politik kontemporer, memang lahir sejumlah perdebatan soal eksistensi parpol dan sistem kepartaian.

Lebih jauh lagi, bila dikaitkan dengan proses perkembangan demokrasi, timbul juga kontroversi soal peran nyata partai dalam proses demokrasi.

Apatisme publik

Secara teoretis, partai idealnya merepresentasikan kepentingan umum dan mengesampingkan kepentingan elite individu/kelompok. Namun, realitas politik sering kali menunjukkan gambaran yang sebaliknya.

(21)

Kompas Senin, 05 Januari 2008

Apalagi jika publik disuguhkan pada realitas soal akuntabilitas, daya respons, serta legitimasi parpol yang jauh dari tuntunan teks-teks yang tercatat dalam berbagai legislasi.

Peran parpol memang menjadi jantung dari sistem pemerintahan representatif. Melalui parpol, proses rekrutmen pejabat publik hingga pimpinan negara berlangsung. Dengan demikian, peran dan fungsi parpol lebih jauh adalah penggerak proses pembangunan di sebuah negara demokratis.

Bagaimana tidak, setiap proses pengambilan keputusan/kebijakan negara berada di tangan elite-elite yang juga merupakan representasi parpol.

Yang jadi soal adalah ketika hilangnya kepercayaan masyarakat yang seharusnya diwakili oleh elite-elite tersebut. Gelagat lepasnya keberpihakan elite-elite parpol pada masyarakat pemilihnya dapat terbaca dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.

Publik mulai meragukan hilangnya kapabilitas parpol sebagai agen keterwakilan mereka. Hal ini boleh jadi bermuara dari kekecewaan yang sering kali terpaksa diterima.

Sesungguhnya publik menaruh harapan besar UU Parpol yang baru ini dapat menjadi pijakan baru bagi parpol untuk bisa menjalankan fungsi dan perannya secara lebih baik.

Mayoritas publik (56,7 persen), misalnya, merasa yakin bahwa parpol akan lebih mampu menjalankan kewajiban mereka melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya. Sebanyak 52,7 persen responden juga yakin parpol akan lebih berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Substansi

Pengesahan UU Parpol pada 6 Desember 2007 disambut keberatan dari lima fraksi. Kelima fraksi tersebut mayoritas berbasis Islam, yaitu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, dan Fraksi Partai Bintang Reformasi.

Keberatan mereka bertolak pada rumusan Pasal 9 soal asas partai yang dianggap bisa menimbulkan salah tafsir perihal asas Islam yang mereka usung.

Beberapa substansi baru dimasukkan dalam UU Parpol yang baru ini, di antaranya terkait penyelesaian perselisihan parpol yang secara khusus dibahas pada Bab XIV (Pasal 32-33).

Pada Pasal 33 dijelaskan bahwa perkara penyelesaian perselisihan parpol diajukan melalui pengadilan negeri. Putusan ini disebutkan sebagai putusan yang pertama dan terakhir serta hanya bisa diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Pengesahan UU Parpol yang pembahasannya melalui proses yang cukup alot ini mengurai sejumlah kontroversi dan pertanyaan-pertanyaan terkait substansi di dalamnya. Hal yang cukup menjadi kecurigaan adalah penjabaran sejumlah klausul dianggap sebagai upaya dari sejumlah parpol pemegang mayoritas kursi untuk menguatkan kelembagaan partai mereka.

Lebih jauh, hal ini dikhawatirkan bisa dimanfaatkan untuk menghambat lahir dan tumbuhnya partai-partai kecil sebagai saluran alternatif aspirasi rakyat.

(22)

Kompas Senin, 07 Januari 2008

Perlu sebuah aturan yang secara lebih komprehensif diatur dalam UU ini, seperti aturan tentang aliran dana ke parpol.

Mayoritas responden beranggapan bahwa sebaiknya kehadiran parpol tidak memberatkan anggaran negara. Sebanyak 62,8 persen responden tidak setuju jika parpol menerima bantuan dana dari anggaran APBN/ APBD.

(23)

Kompas Senin, 07 Januari 2008

RU U Pe m ilu a ga r Se le sa i Ja n u a r i I n i

Ke pu t u sa n Bisa M e la lu i Vot in g

Poso, Kompas - Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diharapkan selesai akhir Januari 2008. Namun, forum lobi diakui masih alot dan forum tim perumus baru akan dimulai 11 Januari mendatang.

Namun, sejumlah anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu tetap akan mengupayakan agar batas akhir Januari itu bisa terpenuhi. Bahkan, mereka pun mempertimbangkan penggunaan mekanisme pemungutan suara (voting) jika perbedaan pandangan terus berlarut.

Demikian rangkuman pendapat dari Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan, Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu Yasonna H Laoly, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Lukman Hakim Saifuddin, serta anggota Pansus RUU Pemilu Agus Purnomo dan Saifullah Ma’shum. Mereka dihubungi dari Poso, Sulawesi Tenggara, Sabtu (5/1).

Menurut Ferry, optimisme muncul karena fraksi-fraksi menyadari ketentuan yang disusun adalah aturan main dalam pemilu, bukan dalam pertimbangan ”untung-rugi”. Ia menyebutkan, bagaimanapun alotnya pembahasan, sampai akhir Januari nanti pansus harus mengambil keputusan. Pansus tak akan membiarkan hal-hal yang belum disepakati dan menunda penyelesaian RUU.

Namun, Saifullah mengingatkan, harus ada perubahan desain lobi jika ingin pembahasan lebih efektif. Lobi yang terlalu besar, resmi, dan kurang fleksibel hanya memperlarut pembahasan. Jika forum lobi gagal menyepakati materi krusial, pelimpahan kembali ke pansus bisa dilakukan.

”Ini untuk segera mengambil keputusan melalui pilihan mekanisme yang tersedia, termasuk melalui voting,” ujar Saifullah.

Dari catatan Kompas, materi yang masih alot dibahas dalam forum lobi, antara lain, adalah soal sistem pemilu yang berkaitan dengan daerah pemilihan, jumlah kursi setiap daerah pemilihan, penentuan calon terpilih, dan sisa suara terkait ambang batas suara (parliamentary threshold atau electoral threshold).

Yasonna Laoly menyebutkan, jumlah kursi per daerah pemilihan masih perlu semacam negosiasi dan kompromi. Adapun Agus Purnomo malahan menunjuk soal daerah pemilihan yang susah dikompromikan karena menyangkut eksistensi banyak parpol.

Sementara itu, Lukman Hakim pun menegaskan sikap fraksinya. Salah satunya adalah mempertahankan jumlah kursi per daerah pemilihan, yaitu tetap 3-12 kursi seperti Pemilu 2004 lalu.

(24)

Suara Pembaruan Senin, 07 Januari 2008

M A Ke lir u M a k n a i U U 3 2 / 2 0 0 4

PNS Sulsel Kembali Turun ke Jalan

[JAKARTA] Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pemilihan kepala daerah (pilkada) ulang di empat kabupaten di Sulsel yakni Bone, Bantaeng, Gowa dan Tana Toraja dinilai merupakan pelampauan wewenang MA yang keliru memaknai UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Demikian disampaikan Ketua DPR Agung Laksono, dalam pidatonya pada rapat Paripurna DPR pembukaan masa persidangan III Tahun Sidang 2007-2008, Senin (7/1) pagi.

Dikatakan, keputusan MA itu dikuatirkan akan memicu konflik horizontal masyarakat setempat. Selama tahun 2008 ini akan ada 138 provinsi, dan kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada. "Apa yang terjadi di Sulsel akan diikuti oleh pilkada Maluku Utara, yang sekarang sedang dalam proses di MA. Hendaknya menjadi perhatian kita bersama," ucapnya.

Lebih lanjut, Agung menyebut bahwa proses demokratisasi belakangan digugat berbagai kalangan, karena dinilai justru menciptakan kemiskinan daripada kesejahteraan bagi rakyat.

"Oleh karena itu dewan berpendapat bahwa demokratisasi perlu lebih diarahkan pada substansi penciptaan keadilan sosial ekonomi, dengan menekankan pada program-program nyata bagi penciptaan clean government dan good governance," ucapnya.

PNS Demo

Sementara itu, meskipun Gubernur Sulawesi Selatan ( Sulsel ) Amin Syam telah mengecam pegawai negeri sipil (PNS) yang melakukan demo menolak keputusan MA tentang pilkada ulang di empat kabupaten, namun sekitar 200 PNS, Senin (7/1) pagi, kembali berdemo di halaman Kantor Gubernur Sulsel, Makassar. Aksi kali ini diikuti PNS dari berbagai daerah di antaranya dari Pangkep, Takalar, Goa, Bantaeng, Jeneponto, Praja Muda serta PNS dari berbagai instansi lainnya.

Mereka diarahkan oleh beberapa kepala dinas dan pejabat eselon II diantaranya Kepala Dinas Pariwisata, Syahlan Soltan, Kadis Kehutanan Idris Syukur, Kepala Biro Otoda Jufri Rachman, Kepala Bepedalda Tan Malaka Guntur, Wakil Kadis Kehutanan Ilham Gazaling.

Saat aksi berlangsung baik Gubernur Amin Syam maupun Wakilnya Syahrul Yasin Limpo ( keduanya kandidat gebernur ) tidak berada ditempat.

Aksi damai itu dilakukan PNS yang tergabung dalam Solidaritas PNS Pembela Kebenaran dan Keadilan. Sebelum mereka berarak menuju gedung DPRD yang jaraknya sekitar 1,5 km, para PNS melakukan orasi dan membacakan pernyataan sikap yang berisi antara lain, membela dan mendukung konsistensi pelaksanaan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi acuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mereka juga menolak segala bentuk intervensi yang mencampuri urusan pemerintahan dari pihak yang tidak berwenang termasuk kalangan keluarga atau kerabat gebernur dan wakil geberuur dan pejabat lainnya.

Mereka menyatakan mendukung pemimpin yang memiliki komitmen menyejahterakan masyarakat termasuk kesejahteraan PNS yang selama ini terabaikan.

(25)

Suara Pembaruan Senin, 07 Januari 2008

"Kami mendesak pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri Mardiyanto untuk melanjutkan tahapan pilkada dan menolak dengan tegas pejabat caretaker demi terciptanya suasana kondusif di Sulsel," demikian pernyataan PNS.

(26)

Komaps Selasa, 08 Januari 2008

M e n gu a t , Tu n t u t a n Pe r da Pe n didik a n Gr a t is

Garut, Kompas - Kalangan pelaku dan pemerhati pendidikan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mendorong terbitnya peraturan daerah atau perda yang akan menjadi payung hukum pelaksanaan pendidikan gratis dan bermutu. Selain itu, perda ini harus memuat standar pelayanan minimal institusi pendidikan dan transparansi anggaran pendidikan.

Demikian benang merah Seminar Pendidikan yang diadakan di Garut, Senin (7/1).

Undang Suheryaman Fahdita dari Garut Governance Watch mengatakan, selama ini kebijakan dari pemerintah pusat dalam pendidikan tidak sepenuhnya dilaksanakan. Ada yang dilaksanakan, ada yang tidak sama sekali, padahal peraturannya sudah ada dan jelas. Misalnya, kebijakan ujian nasional dijalankan, tetapi kebijakan pembatasan masa jabatan kepala sekolah tidak dijalankan. Padahal, Bupati Garut pun sudah mengeluarkan keputusan tentang itu.

Pemerintah Kabupaten Garut, menurut Undang, biasanya berdalih tidak adanya perda yang menjelaskan lebih lanjut kebijakan pemerintah pusat untuk dilaksanakan di daerah. Di sinilah urgensinya sebuah perda tentang pendidikan.

Di samping itu, perda ini pun diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan gratis yang bermutu bagi warga dan adanya standar pelayanan minimal bagi instansi pendidikan seperti dinas pendidikan dan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) pendidikan di tingkat kecamatan.

"Harap digarisbawahi, perda ini pun harus partisipatif, dibuat oleh semua pihak yang bergelut di bidang pendidikan," kata Undang.

Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Garut, Imron Rosadi, mengatakan, usulan pembuatan perda pendidikan ini akan mulai ditindaklanjuti tahun 2008. Panitia Anggaran DPRD dan Pemerintah Kabupaten Garut sudah menganggarkan Rp 110 juta untuk pembahasan perda pendidikan dan diharapkan bisa terbIt pada tahun ini.

Adapun Kuswendi, Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, berharap perda pendidikan tersebut nanti bisa mengakomodasi persoalan-persoalan di sekolah terpencil, sehingga bisa mendongkrak indeks pendidikan Garut.

Sementara itu, Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan mengungkapkan, dalam konteks pendidikan bermutu, pemerintah juga harus memerhatikan peran Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam pengembangan kualitas guru.

(27)

Kompas Selasa, 08 Januari 2008

Pa k e t RU U Bida n g Polit ik D ij a n j ik a n Se ge r a

Ra m pu n g

Jakarta, Kompas - Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menjanjikan sesegera mungkin menyelesaikan paket rancangan undang-undang bidang politik yang masih menyisakan tiga RUU lagi, yaitu RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; RUU Pemilihan Presiden; dan RUU Susunan Kedudukan MPR serta DPR dan DPD.

Hal itu dikatakan Mendagri ketika melantik pejabat eselon I di lingkungan Departemen Dalam Negeri, di Jakarta, Senin (7/1) malam.

Saat ini pemerintah dan DPR masih membahas RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sebelumnya, pemerintah dan DPR sudah menyelesaikan Undang-Undang Partai Politik.

"Masih ada RUU dari paket politik yang belum rampung, dan ini merupakan agenda yang mendesak. Sesegera mungkin harus dipacu penyelesaiannya. Kami dengan DPR akan menyelesaikan RUU Pemilu dalam sidang terbatas, yang sudah tiga perempat jalan," ujar Mardiyanto.

Mendagri menegaskan, paket RUU bidang politik ini sangat penting dan menjadi prioritas utama bagi pemerintah mengingat sebentar lagi menjelang persiapan Pemilu 2009. "Karena ini akan menyangkut sistem seperti apa, pemilihan bagaimana, termasuk dalam DPRD, tidak sekaligus, tetapi secara bertahap, kemudian kebutuhan akan menyusul lima tahun lagi," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, apabila paket RUU bidang politik dapat disahkan pada triwulan pertama tahun ini, jajaran KPU harus bersiap-siap dalam empat triwulan berikutnya dipaksa untuk menyelesaikan tiga program besar secara simultan.

Ketiga program itu adalah konsolidasi organisasi dan personel, verifikasi peserta Pemilu 2009, dan inventarisasi infrastruktur Pemilu 2009.

Sementara itu, pejabat eselon I yang dilantik tadi malam adalah Dirjen Otonomi Daerah Kausar Ali Saleh menjadi Dirjen Pemerintahan Umum dan Dirjen Pemerintahan Umum Sodjuangon Situmorang menjadi Dirjen Otonomi Daerah.

(28)

Kompas Selasa, 08 Januari 2008

Pe r pr e s 1 1 1 Pe r lu D iu j i

Kr it e r ia Su pe r m a r k e t Bu t u h Pe n y e m pu r n a a n

Jakarta, Kompas - Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 sebagai Perubahan Perpres No 77/2007 mengenai daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal harus dilakukan uji materi. Penguasaan modal asing, seperti di bidang perdagangan ritel, bisa mengancam usaha kecil.

Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono di Jakarta, Senin (7/1), mengungkapkan salah satu keprihatinan Dekopin tersebut dalam "Refleksi Kinerja Dekopin 2007".

Adi menjelaskan, Dekopin tidaklah anti-asing. Peluang kepemilikan asing makin terbuka lebar karena keroposnya manajemen pemerintah yang mengabaikan kepentingan nasional.

Dekopin prihatin atas rencana akuisisi peritel Perancis, Carrefour, terhadap 75 persen saham supermarket Alfa dengan pembelian maksimum Rp 680 miliar.

"Secara resmi Dekopin menegaskan perpres tersebut harus direvisi karena memberikan peluang berlebihan kepada pihak asing," kata Adi.

Ketika dikonfirmasi, Corporate Affairs Director PT Carrefour Irawan D Kadarman menyatakan, pihaknya tidak mengakuisisi supermarket atau minimarket Alfa. Rencana akuisisi dilakukan terhadap perusahaan gudang rabat PT Alfa Ritelindo Tbk.

Sejak ditandatanganinya nota kesepahaman pada 17 Desember 2007 antara Carrefour dan perusahaan gudang rabat itu, proses negosiasi masih berlangsung.

"Kami berharap negosiasi itu selesai minggu depan sehingga bisa dilakukan pembelian saham maksimum 75 persen," ujarnya.

Butuh penyempurnaan

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa mengatakan, Perpres No 111/2007 memang belum sempurna.

"Ada satu kekurangan dari daftar negatif investasi, yakni modal dalam negeri dibatasi dalam bentuk supermarket yang luasnya kurang dari 1.200 meter persegi," kata Handaka.

Kriteria luas supermarket ditentukan 400-5.000 meter persegi, berarti di bawah 400 meter persegi masuk kategori minimarket. Kerancuan perpres itu muncul ketika minimarket dengan luas di bawah 400 meter persegi tidak boleh dimiliki oleh asing.

"Jika demikian, minimarket di atas 400 meter persegi bisa diartikan boleh dong dimiliki asing. Padahal, ketentuannya asing hanya boleh masuk di supermarket dengan luas di atas 1.200 meter persegi. Karena itulah, kriteria luas supermarket 400-5.000 meter persegi perlu direvisi terlebih dulu," kata Handaka.

Direktur Bina Pasar dan Distribusi Departemen Perdagangan Gunaryo menjelaskan, Perpres No 111/2007 salah satunya ingin memperkuat Perpres No 112/ 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

(29)

Republika Selasa, 08 Januari 2008

I r on i ' Pa br ik U U '

Setelah konstitusi diamandemen, posisi DPR menguat. DPR menjadi lebih aktif sebagai 'pabrik undang-undang (UU)'. UU yang dihasilkan DPR pun tak mesti bergantung pada stempel pemerintah. Bila presiden tak meneken RUU yang telah disetujui rapat paripurna DPR, konstitusi menyebutkan RUU tersebut otomatis menjadi UU setelah 30 hari.

Namun, perubahan signifikan tersebut ternyata tak membuat fungsi legislasi DPR kian cepat. Alih-alih berlari secepat motor keluaran terbaru, fungsi legislasi DPR justru berjalan bak motor butut. DPR periode 2004-2009 ini mematok target 284 UU. Tapi, yang kelar sampai dengan Desember 2007 baru 93 UU, atau 32,7 persen.

''DPR jelas tidak menjalankan fungsi legislasinya dengan baik,'' kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Arif Nur Alam, kepada Republika, kemarin. ''Karena itu, permintaan DPR untuk menambah anggaran jelas sangat berlebihan,'' katanya. Sementara itu, sebanyak dua pertiga UU lainnya atau 191 UU, harus diselesaikan DPR pada tahun 2008-2009. Kurang dari dua tahun, karena DPR baru dilantik sekitar Oktober 2009. Padahal, pada 2008-2009, para politisi di Senayan sudah akan sibuk dengan urusan pemilu.

Berdasarkan data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), jumlah UU yang telah dihasilkan DPR itu pun masih patut dipertanyakan. Untuk 39 UU yang dihasilkan tahun 2006 lalu, misalnya, 16 di antaranya adalah UU tentang pemekaran wilayah. Tujuh lainnya UU pengesahan konvensi internasional dan perjanjian bilateral. Jadi, praktis hanya 16 UU yang pembahasannya perlu kerja keras. run

(30)

Suara Pembaruan Selasa, 08 Januari 2008

Ba gia n Pe r t a m a da r i D u a Tu lisa n

Ketika Pilkada Menjadi Pil Pahit bagi Rakyat

Sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) meretas jalan panjang menuju penyelesaian. Mahkamah Agung (MA) menerima gugatan subsider Amin Syam dan Mansyur Ramly (Asmara) atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulsel untuk melakukan pilkada ulang di empat daerah, yakni Kabupaten Bone, Bantaeng, Gowa dan Tana Toraja. Hal ini mengubah kondisi Sulsel yang semula damai, menjadi peta konflik politik yang menyeret rakyat terlibat langsung membela kepentingan elite.

Pengerahan kekuatan massa antar pendukung yang terjadi beberapa hari terakhir di Makassar, mengindikasikan munculnya kerawanan baru di Sulsel. Ketika dua kubu yang berdemo bertemu di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, bentrokan tak terhindarkan.

Demokrasi yang diwujudkan melalui pilkada untuk memilih langsung pemimpin di daerah berpenduduk sekitar 7,2 juta itu, akhirnya menjadi pil pahit bagi rakyat. Rakyat menjadi tumbalnya.

Kubu pendukung calon yang kalah, Amin Syam dan Mansyur Ramly (Asmara), mendesak KPU untuk melaksanakan pilkada ulang, sedangkan kubu pendukung Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu'mang (Sayang) sebagai pemenang pilkada, menolak putusan MA. Mereka juga mencurigai Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang juga

tokoh Partai Golkar, ikut bermain dalam keputusan MA tersebut. Kecurigaan itu cukup beralasan karena pasangan Asmara adalah usungan Partai Golkar. Tentu saja, Golkar tidak ingin kehilangan pamor di daerah asal JK. Selain itu, Mansyur Ramly yang menjadi pasangan calon gubernur Amin Syam (incumbent) adalah adik ipar JK.

Sikap pendukung Sayang yang merasa teraniaya oleh putusan MA, tergambar dalam selembar spanduk besar yang dibentang di batas Kota Makassar dan Gowa, isinya bertuliskan, rakyat siap mencurahkan darah untuk keputusan MA.

Pasangan Sayang kemungkinan tidak dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sekalipun rekomendasi DPRD Sulsel ke Mendagri sesuai dengan hasil pleno KPU Sulsel ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih periode 2007-2013. Mendagri menolak dengan alasan menunggu upaya hukum KPU yang akan melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA.

Dewan pun hanya bisa bersabar menerima keputusan itu, sedangkan KPU menganggap bahwa penolakan tersebut adalah kewenangan Mendagri. Ketua KPU Sulsel

Mappinawang mengatakan, pengajuan hasil penetapan pemenang pilkada ke DPRD sesuai prosedur sebab MA tidak membatalkan hasil perhitungan suara KPU, sebagaimana gugatan primer Asmara.

Rektor

(31)

Suara Pembaruan Selasa, 08 Januari 2008

Pilkada yang berlangsung di Sulsel terlalu banyak menguras energi rakyat, tidak hanya dalam proses pilkada saja, melainkan jauh sebelumnya rakyat sudah digiring dalam area kepentingan politik. Hal itu terlihat dari kepemimpinan Gubernur Amin Syam dan wakilnya Syahrul Yasin Limpo selama lima tahun (berakhir 16 Januari mendatang) yang tidak berjalan efektif.

Baru memasuki tahun ketiga, pasangan tersebut sudah saling berseberangan dan membuat bangunan politik untuk kepentingan kekuasaan masing-masing. Akhirnya, pertarungan keduanya menuju puncak kekuasaan akan menjadikan rakyat sebagai korbannya.

Pilkada adalah pesta demokrasi di tingkat daerah yang seharusnya menjadi ajang bagi rakyat secara bebas menyampaikan aspirasinya. Usai pilkada, demokrasi pun diharapkan mampu mewujudkan aspirasi dan semakin mendewasakan rakyat. Bukan sebaliknya, pilkada sebagai bagian dari demokrasi justru membawa kehancuran rakyat.

(32)

Kompas Rabu, 09 Januari 2008

D a e r a h I st im e w a

RU U Ke ist im e w a a n D I Yogy a k a r t a H a r u s Ja m in

Plu r a lit a s

Yogyakarta, Kompas - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yakin, Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan DIY akan selesai dibahas DPR dan pemerintah sebelum ia mengakhiri jabatan pada Oktober 2008. Akan tetapi, yang lebih penting, UU itu nantinya harus menjamin pluralitas.

"Kalau April 2008, mungkin belum selesai dibahas. Tetapi, saya percaya RUU itu bisa diundangkan pada saatnya," kata Sultan Hamengku Buwono (HB) X saat menerima Ketua Umum Pejuang Siliwangi Indonesia (PSI) Kiki Syahnakri dan Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) di Yogyakarta, Senin (7/1) petang.

Menurut Sultan HB X, keistimewaan Yogyakarta tak bisa dipisahkan dari keberagaman warga provinsi itu. Sultan HB IX saat "menyerahkan" wilayah Keraton Yogyakarta ke Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dalam kerangka menghargai pluralitas rakyatnya.

Dikatakan Sultan HB X, dalam RUU Keistimewaan DIY, posisi sultan di Keraton Yogyakarta dan adipati di Puro Pakualaman memang diperhatikan. Tetapi, bukan berarti gelar sultan sebagai senapati ing ngalaga, sayidin panata gama, dan kalifatullah (panglima perang, orang suci pengatur agama, dan wakil Allah) harus diatur dalam UU itu nanti.

"Bahkan, saya meminta gelar itu tak perlu diatur dalam UU Keistimewaan Yogyakarta. Kalau itu diatur, justru bisa mengancam penghargaan pada pluralitas rakyat Yogyakarta," kata Sultan lagi.

Secara terpisah, dosen Pascasarjana Program Studi Politik dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada, Cornelis Lay, menuturkan, draf RUU Keistimewaan DIY yang disusun akademisi sudah lama selesai dan pernah dipaparkan ke Departemen Dalam Negeri.

(33)

Kompas Jumat, 11 Januari 2008

D e m ok r a si Ta n p a I n t e g r it a s M or a l

Triyono Lukmantoro

Demokrasi memang menjengkelkan. Cara yang harus ditempuh memusingkan, hasil yang diraih jarang memuaskan.

Demokrasi tidak memberi kesejahteraan, tetapi justru melahirkan pertikaian dan pemiskinan. Rakyat yang seharusnya diposisikan sebagai penguasa tertinggi dalam arena perpolitikan, ironisnya, dijerumuskan dalam keterasingan. Intinya, demokrasi hanya melahirkan absurditas, keadaan yang tidak bisa dimengerti dengan kejernihan nurani atau akal waras.

Keadaan itulah yang menjadikan demokrasi gampang mendatangkan banyak kekecewaan. Kondisi buruk yang diembuskan demokrasi diperparah elite politik dan aparat penegak hukum yang menunjukkan aksi-aksi keblunderan. Simak misalnya, keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pengulangan pemilihan kepala daerah Sulawesi Selatan di Kabupaten Bone, Gowa, Tana Toraja, dan Bantaeng. Bukankah ini menjadikan ketidakpastian berakumulasi?

Banyak perilaku wakil rakyat tidak mencerminkan aspirasi pemilihnya. Bahkan, opini publik sengaja disingkirkan guna mencapai aneka kepentingan sesaat. Bagaimana mungkin wakil rakyat memilih seseorang yang kredibilitasnya diragukan untuk memimpin komisi yang berperan melibas korupsi? Itu hanya sebuah contoh nyata tentang betapa demokrasi amat mencederai perasaan rakyat. Kasus-kasus pencederaan nurani sejenis itu mudah ditampilkan sehingga membentuk statistik politik yang mengundang kegeraman.

Bukan kebetulan jika Wapres Jusuf Kalla yang juga ketua partai besar berujar, demokrasi cuma cara, alat, atau proses, dan bukan tujuan. Demokrasi boleh dinomorduakan di bawah tujuan utama peningkatan dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Inikah tanda-tanda zaman tentang kejenuhan dan kemuakan terhadap demokrasi? Jika elite politik diselimuti gejala kemualan terhadap demokrasi, bagaimana dengan rakyat yang telanjur percaya pada janji-janji manis demokrasi?

Kritik Plato

Bagaimana kita bisa keluar dari labirin demokrasi? Salah satu jawaban yang dapat dikedepankan adalah jika kita bisa membaca dengan baik pengkritik demokrasi. Kecaman atas pelaksanaan demokrasi bukan fenomena yang sama sekali baru. Filsuf Plato (428-348 SM) mengingatkan, demokrasi merupakan kekuasaan yang menunjukkan kemerosotan jiwa. Plato memberi resep, negara seharusnya dikendalikan filosof-raja.

Perpaduan kedua sosok itu niscaya akan menyembuhkan berbagai bobrok demokrasi, dan otomatis negara dipimpin oleh pencinta kebijaksanaan yang mengetahui hakikat kebenaran dan keadilan. Dan sosok ini mampu menerapkan aneka gagasan itu dalam praktik perpolitikan.

Seperti diuraikan Mark Moss (A Critical Account of Plato’s Critique of Democracy), Plato mengecam demokrasi karena tiga alasan.

Pertama, demokrasi mengarah pada "aturan gerombolan" yang dengan kekuasaannya menjadi kaki tangan "pencari kenikmatan" yang tujuan utamanya kepuasan dari hasrat yang sesaat.

(34)

Kompas Jumat, 11 Januari 2008

Ketiga, demokrasi mengarah pada ketidaksepakatan dan pertikaian yang secara intrinsik buruk dan harus dihindarkan.

Kritik Plato atas demokrasi memang meyakinkan, dan persis seperti yang kita alami. Solusi yang ditawarkan Plato sekilas menjanjikan. Tetapi, siapa yang kini pantas dianggap figur manifestasi perpaduan filosof-raja? Jika dibaca dalam perspektif berkebalikan, kritik Plato dapat digunakan untuk memperbaiki demokrasi.

Sistem perwakilan yang didominasi partai politik amat rentan melahirkan kekuasaan kaum gerombolan. Ini menunjukkan, seleksi dan pengawasan yang ketat harus diaplikasikan untuk memilih elite politik berkredibilitas tinggi.

Masalah moralitas

Kelihaian elite politik dalam bersilat lidah harus dipatahkan. Mekanisme yang dapat dijalankan adalah dengan melakukan evaluasi terhadap kemampuan elite politik dalam berkomunikasi. Sebab, demokrasi berproses dalam diskursus. Tetapi, diskursus dalam demokrasi tidak identik adu mulut penuh kekosongan.

Diskursus yang berlangsung dengan pemakaian bahasa itu, seperti ditegaskan Jurgen Habermas (dalam Franz Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, 2000: 221-222), harus memuat empat klaim, yakni kejelasan, kebenaran, kejujuran, dan ketepatan. Jika salah satu klaim tidak terpenuhi, proses yang terjadi bukanlah komunikasi, tetapi manipulasi.

Demokrasi memang tidak setara dengan pertikaian tanpa ujung. Untuk meraih pengambilan keputusan dalam demokrasi, lazim dijalankan dengan mekanisme suara terbanyak. Namun, prosedur ini amat rentan menghasilkan permufakatan jahat. Bukankah suara terbesar belum tentu menjadi cermin kebaikan?

Cara terbaik lain yang dapat ditempuh adalah konsensus. Pada domain ini, rasionalitas tujuan yang hanya mengatasnamakan rakyat dan menjadikannya alat untuk bertikai wajib dihilangkan. Rasionalitas komunikatif harus dikerahkan guna mencegah distorsi politik dengan kesengajaan. Artinya, demokrasi mewajibkan praktik deliberasi, yakni keterlibatan dan kemampuan rakyat dalam mengawasi setiap pengambilan keputusan.

Akhirnya, demokrasi bermuara pada masalah moralitas. Kemerosotan demokrasi lebih banyak disebabkan oleh elite politik yang tidak memiliki integritas moral. Integritas moral bukan sekadar bermakna kehidupan pribadi elite politik telah berkesesuaian dengan persetujuan publik. Integritas moral, ungkap Matthew Collins (dalam Integrity, Sincerity, and the Truth, 2003), berarti terciptanya kesatuan antara nurani yang secara internal terdapat pada manusia, perilaku eksternal yang dapat dilihat secara fisik, dan kepatuhan pada hukum moral.

Integritas moral pada demokrasi adalah keutuhan perasaan, pikiran, dan tindakan yang mengutamakan kepentingan rakyat. Pelanggaran integritas moral adalah pengkhianatan demokrasi. Jangan berharap pada demokrasi jika elite politik tidak mengenal integritas moral!

(35)

Kompas Jumat, 11 Januari 2008

H a n y a 5 Pe r se n Pe r da y a n g Pe r h a t ik a n Ra k y a t

M isk in

Jakarta, Kompas - Dari ribuan peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia, ternyata hanya 5 persen yang sungguh-sungguh memerhatikan rakyat yang miskin.

Sebanyak 85 persen perda yang dibuat pemda memiliki niat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan 10 persen perda dibuat untuk memutihkan aset pemerintah daerah.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Departemen Hukum dan HAM Hafidz Abbas dalam rapat kerja jurnalis di Kantor Ditjen HAM Dephukham, Jakarta, Rabu (9/1). Acara ini juga dihadiri oleh Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Harkristuti Harkrisnowo.

Hafidz memaparkan bahwa sejak reformasi, Indonesia telah memilih untuk menjadi negara demokrasi. Meski demikian, banyak negara demokrasi hancur di tengah jalan, juga sebaliknya banyak negara yang tidak memiliki demokrasi ternyata justru menjadi maju perekonomiannya.

Saat ini, Indonesia masih memiliki pendapatan per kapita 4.000 dollar AS. Sementara, batas aman berada pada 6.600 dollar AS.

"Berdasarkan kajian kami, ke depan Indonesia harus memiliki paradigma pembangunan berwawasan hak asasi manusia. Jangan ada eksklusivisme, jangan ada warga negara kelas satu, jangan ada romantisme sempit. Payung besar harus berupa pendekatan rekayasa sosial yang besar, yaitu dengan memfokuskan pada 21 kelompok sasaran," kata Hafidz.

Dengan pembangunan berwawasan HAM, maka Indonesia bisa menjadi negara maju.

Lakukan kajian

Dirjen HAM Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, Ditjen HAM sudah banyak melakukan kajian tentang berbagai hal, di antaranya kajian soal Gerakan 30 September, kajian soal Kasus Meruya, dan kasus lumpur Lapindo.

(36)

Suara Pembaruan Sabtu, 12 Januari 2008

Pilk a da

Sy a ik h u - Ka m a lu din Ja n j ik a n u n t u k At a si

Pe n ga n ggu r a n di Be k a si

Bekasi, Kompas - Calon wali kota Bekasi Ahmad Syaikhu berjanji akan membantu serta mengembangkan usaha kecil dan menengah atau UKM di Kota Bekasi jika terpilih sebagai Wali Kota Bekasi periode mendatang.

Menurut Syaikhu, pengembangan UKM merupakan salah satu langkah untuk mengatasi masalah pengangguran dan keterbatasan lapangan pekerjaan di Kota Bekasi.

Janji itu diujarkan Syaikhu, calon wali kota Bekasi yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ketika dia dan pasangannya, calon wakil wali kota Bekasi, Kamaludin Djaini, berkampanye di Lapangan Multiguna, Bekasi Timur, Minggu (13/1).

Kampanye putaran pertama dari pasangan bernomor urut 3 pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bekasi itu menghadirkan sejumlah juru kampanye, di antaranya Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Di hadapan ribuan simpatisan calon wali kota Bekasi dan calon wakil wali kota Bekasi yang dijuluki pasangan SuKa (Syaikhu-Kamaludin), Syaikhu mengatakan, pengangguran adalah persoalan paling mendasar di Kota Bekasi. Menurut Syaikhu, saat ini tidak kurang dari 100.000 warga Kota Bekasi tidak memiliki pekerjaan. Oleh sebab itu, masalah pengangguran ini menjadi salah satu prioritas kerja mereka.

Alasan kuat, Syaikhu menjadikan masalah pengangguran sebagai prioritas karena masalah ini adalah persoalan paling krusial. Bahkan, kata Syaikhu, pengangguran merupakan akar dari kemiskinan di Kota Bekasi.

Pengembangan usaha kecil dan menengah adalah salah satu upaya paling efektif untuk mendorong ekonomi masyarakat agar lebih mandiri. Dengan demikian, masyarakat bukan hanya memperoleh sumber ekonomi baru, tetapi juga ikut membangun terciptanya lapangan kerja.

Hal ini pada akhirnya bukan hanya akan mengatasi pengangguran di Kota Bekasi, tetapi juga ikut meningkatkan perekonomian Bekasi. Oleh sebab itu, pengembangan UKM menjadi prioritas untuk mengatasi pengangguran.

Lalu lintas padat

Perhelatan politik yang dilangsungkan PKS dan beberapa partai politik pendukung pasangan SuKa, kemarin, membuat ruas- ruas jalan menuju lokasi kampanye padat iring-iringan kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor para simpatisan.

Mereka membawa atribut berupa bendera partai dan poster bergambar pasangan SuKa. Sejumlah simpatisan juga terpantau berkeliling di beberapa ruas jalan raya kota.

(37)

Suara Pemabruan Sabtu, 12 Januari 2008

(38)

Suara Pembaruan Sabtu, 12 Januari 2008

Te k a n Pot e n si Kon flik Pilk a da

SP/YC Kurniantoro

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Jafry Sumampouw memberikan keterangan mengenai evauasi pilkada 2007 di Jakarta, Jumat (11/1). Dalam paparannya ia menjelaskan, di tingkat lokal birokrasi masih terlibat politik praktis, antara lain dengan terlibat dalam tim sukses salah satu calon.

[JAKARTA] Ke depan, potensi konflik dalam pilkada harus ditekan sekecil mungkin sehingga pesta demokrasi pada tingkat lokal bisa berjalan damai.

Kondisi seperti itu dapat menghasilkan pemimpin yang tidak saja baik hati, tetapi juga memiliki program-program yang berpihak kepada rakyat.

Pendapat itu dikemukakan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aria Bima dalam diskusi Evaluasi Pilkada 2007 di Jakarta, Jumat (11/1).

Pembicara lain dalam diskusi itu adalah Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jeirry Sumampow dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romly.

Aria Bima mengatakan integritas bangsa tidak terancam oleh konflik pilkada karena di beberapa tempat partai-partai politik yang berbeda ideologi memang berlawanan, tetapi di tempat lain partai politik itu justru berkoalisi. Dia mencontohkan dalam pilkada Gubernur Sulawesi Selatan Partai Golkar berlawanan dengan PDI-P, tetapi dalam pilkada Kabupaten Tangerang Partai Golkar berkoalisi dengan PDI-P.

Di Bojonegoro, PDI-P berlawanan dengan Partai Demokrat, tetapi dalam pilkada Gubernur DKI Jakarta, PDI-P berkoalisi dengan partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Karena itu, menurut dia, yang paling penting dalam pilkada ke depan adalah bagaimana partai-partai politik menjaring calon yang tidak hanya memiliki hati tetapi juga sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat.

Selama ini banyak calon kepala daerah yang terpilih hanya karena baik hati tetapi tidak berpihak pada rakyat. Rakyat pun banyak tertipu oleh orang-orang seperti itu. Hal ini menjadi tantangan bagi semua partai politik.

Sementara itu, Jeirry Sumampow memaparkan selama 2007 konflik pilkada disebabkan banyak hal dan terjadi pada setiap tahapan pilkada. Dia mencontohkan pada tahapan pendaftaran pemilih ternyata banyak sekali masalah.

Banyak warga yang memiliki hak pilih tetapi tidak terdaftar sebagai pemilih. Pada tahapan pencalonan, konflik muncul karena proses internal partai tidak dilakukan secara terbuka.

Tidak Terbuka

(39)

Suara Pembaruan Sabtu, 12 Januari 2008

Penyebab lain adalah regulasi pemilu yang rancu sehingga membingungkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan pilkada. Keberpihakan oknum anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada calon tertentu juga menyulut konflik dalam pilkada.

"Anggota KPUD juga pintar membaca arah angin. Siapa calon yang potensial menang dalam pilkada, mereka pun mendukung calon itu. Inilah yang terjadi dalam pilkada Gubernur Maluku Utara," paparnya.

Berdasarkan pengalaman seperti itu, Jeirry melihat potensi konflik dalam pilkada-pilkada sepanjang 2008 sangat tinggi. Apalagi bila perbedaan perolehan suara pasangan calon tipis seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan.

Kondisi itu akan diperparah dengan ketidakpastian hukum yang diciptakan oleh aparat penegak hukum, seperti yang dilakukan Mahkamah Agung (MA).

Lili Romly mengatakan kelemahan-kelemahan dalam pilkada 2007 harus diperbaiki untuk semakin meningkatkan kualitas pilkada 2008. Sebab, pilkada sejauh ini sudah membawa banyak manfaat.

Dia mencontohkan, banyak daerah yang sudah menerapkan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis seperti dikampanyekan kepala daerah terpilihnya dalam pilkada.

(40)

Kompas Senin, 14 Januari 2008

H a r i I n i, Pilk a da Gia n y a r

2 .0 0 0 Polisi/ TN I Am a n k a n Pe la n t ik a n Gu be r nu r Ka lba r

Denpasar, Kompas - Sekitar 324.610 warga Kabupaten Gianyar, Bali, hari Senin (14/1) ini memilih kepala daerah. Untuk itu, warga diimbau agar tidak menyia-nyiakan hak pilih. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten meliburkan kantor pemerintahan di Gianyar dan mengharap partisipasi kalangan swasta.

Sementara itu, Kepolisian Daerah Bali mengkhawatirkan adanya potensi kericuhan antarpartisan kedua calon bupati/wakil bupati, yakni pasangan AA Bharata-Putu Yudha Tema dan pasangan Tjokorda Artha Ardana Sukawati- Dewa Sutanaya. Untuk itu, sebanyak 1.400 polisi dan anggota TNI bersama 1.800 anggota pertahanan sipil (hansip) dikerahkan untuk menjaga 706 tempat pemilihan suara di tujuh kecamatan yang tersebar di Gianyar.

"Kami tetap optimistis pilkada besok (Senin) dapat berjalan lancar tanpa kericuhan. Selama masa tenang, kami belum mendapatkan informasi adanya bentrok atau kericuhan. Semoga ini bertahan hingga proses pilkada selesai," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gianyar Anak Agung Putra, Minggu (13/1).

Dari total warga Gianyar pada tahun 2006 sebanyak 387.183 orang, terdaftar sebagai pemilih 324.610 orang. Perkiraannya warga yang tidak mendaftar adalah mereka yang pindah atau bekerja di luar Gianyar.

Semua logistik sudah terdistribusi sejak 11 Januari. Pada Pilkada Gianyar, pemerintah kabupaten mencari tinta khusus untuk menandai pencoblos dengan tinta yang tahan selama tiga hari. "Tinta ini berbeda dengan yang dipakai pada pilpres yang hanya tahan delapan jam," kata Hartawan, Bagian Data KPU Gianyar.

Untuk penghitungan suara seusai penutupan pencoblosan pukul 13.00 Wita, KPU Gianyar menempuh dua jalan, yakni secara manu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis Tricho-kompos TKKS 9 ton/ha menunjukkan hasil yang lebih baik pada parameter tinggi tanaman, berat segar

Berhubung hasil simulasi perancangan antena Yagi-Uda Cohen- Minkowski belum memenuhi parameter yang diinginkan, maka tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah

Dengan demikian kelima variabel yaitu fasilitas penanganan diatas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, serta waktu transit ikan yang tertangkap dengan purse seine

Labuhanbatu Laporan Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Daops 02 Labuhanbatu Senin, 23 Januari 2017. KEGIATAN HARIAN  Apel Pagi,  Kebersihan Lingkungan 

Tulisan ini berisi analisis permasalahan budidaya tanaman cabai kaitannya dengan PHT di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut yang dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (1)

“Muncullah pandangan, muncullah pengetahuan, muncullah pengertian, muncullah pengalaman langsung, muncullah kejelasan mengenai hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya:

Interaksi yang terjadi pada pemberian beberapa obat secara bersamaan kepada pasien dapat mengubah efek farmakologis dari salah satu obat misalnya seperti meningkatkan efek

FAUZIAH AKIB, 2013 Tari Makkalala Kreasi Andi Sarinah di Kabupaten Barru (Tinjauan Koreografi). Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini bertujuan: