• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI FAKTOR DENGAN KUALITAS IKAN YANG DITANGKAP MENGGUNAKAN PURSE SEINE (Studi Kasus di Perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI FAKTOR DENGAN KUALITAS IKAN YANG DITANGKAP MENGGUNAKAN PURSE SEINE (Studi Kasus di Perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI FAKTOR DENGAN

KUALITAS IKAN YANG DITANGKAP MENGGUNAKAN PURSE SEINE

(Studi Kasus di Perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba)

Oleh :

Kasmiati, Metusalach, Rahmatang

Ps. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Jl. P. Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea Makassar. Kasmiati74@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui : perbedaan kualitas organoleptik dan pH ikan; perbedaan fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit; hubungan antara waktu transit dengan kualitas organoleptik dan pH ikan, hubungan antara nilai organoleptik dengan pH ikan; hubungan fasilitas, cara penanganan, waktu transit terhadap kualitas ikan; dan besaran pengaruh variable bebas terhadap pH dan organoleptik ikan. Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba. Sampel penelitian adalah 5 jenis ikan yang dominan tertangkap pada 5 trip operasi kapal purse seine di kedua lokasi. Parameter kualitas yang diamati adalah nilai pH dan organoleptik ikan pada 3 titik pengamatan yaitu diatas kapal sesaat setelah ikan mati, di TPI setelah ikan didaratkan, dan setelah ikan dilelang sebelum meninggalkan TPI. Hubungan antara parameter diuji menggunakan t test, regresi linear sederhana, dan regresi linear berganda,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 Jenis ikan yang dominan tertangkap pada kedua lokasi penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), tembang (Sardinella sp, dan layang (Decapterus ruselli). Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, dan waktu transit tidak berbeda (p>0,05) sedangkan cara penanganan di atas kapal berbeda (p>0,05) antara Barru dan Bulukumba. Hubungan nilai organoleptik dengan pH ikan sangat kuat dengan persamaan Y = 0.3956x + 2.7836; R2= 0,9975; R = 0,9987. Fasilitas, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit berpengaruh sebesar 17,1% terhadap kualitas (organoleptik), dan 4% terhadap pH ikan.

Kata kunci : fasilitas, cara penanganan, waktu transit, kualitas Ikan

ABSTRACT

The objective of this study was to determine relationship between facilities, handling method, and transit duration and fish quality in Barru and Bulukumba waters. Data were collected by following the operation of five units of purse seine in each location, and then measured pH and organoleptic of five species dominantly caught.Measurement of pH and organoleptic was carried out on board, in TPI before auction, and in TPI after auction. Relationship between facilities, handling method, and transit duration with fish quality was determined using t-test analysis, simple linear regression, and multiple linear regression. Five of the dominant species cathed in Barru and Bulukumba were Katsuwonus pelamis (cakalang), Rastrelliger kanagurta (kembung lelaki), Rastrelliger brachysoma (kembung perempuan), Sardinella (tembang), and Decapterus ruselli (layang).

Based on the analysis of the handling facilities on board and at TPI, handling method at TPI, and transit duration showed that no significant differences (p>0.05) while for on board handling method, a significan difference (p<0.05) between Barru and Bulukumba existed. Relationship between pH and organoleptic value of fish can be represented by an equation Y = 0,3978x + 2,7662; R2 = 0,9977. Facilities, handling on board, and transit time effect of 17.1% on the quality (organoleptic), and 4% of the pH of fish.

(2)

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil perikanan merupakan komoditas pangan yang paling mudah mengalami penurunan mutu yang disebabkan oleh kandungan air yang tinggi dan nutrisi yang lengkap sehingga tubuh ikan merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangbiakan bakteri pembusuk. Ikan yang baru saja mati berada dalam tingkat kesegaran maksimum, artinya kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan hanya dapat dipertahankan melalui penerapan prinsip pananganan yang baik dan benar. Jika tidak segera ditangani, mutu ikan akan menurun seiring dengan waktu. Secara umum setiap jenis ikan memiliki pola dan kecepatan penurunanan mutu yang berbeda-beda. Berbagai faktor yang mempengaruhinya baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain jenis ikan, kondisi fisik, dan proses kematian ikan. Ikan yang mati akibat menggelepar atau berdesak-desakan lebih cepat membusuk daripada ikan yang mati seketika (Adawyah, 2007). Faktor eksternal seperti cara penangkapan, fasilitas, proses penanganan dan waktu transit. Kecepatan penurunan mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih tinggi dibandingkan dengan ikan dengan kondisi fisik yang utuh (Hadiwiyoto, 1993).

Fasilitas kapal penangkap, cara penangkapan, dan waktu transit ikan dari kapal hingga selesai dilelang di TPI merupakan hal yang berpengaruh langsung terhadap kualitas ikan yang akan dipasarkan. Usaha yang paling efektif dan umum diterapkan untuk mempertahankan kesegaran ikan yang baru saja mati adalah penerapan suhu rendah sesegera mungkin seperti pendinginan menggunakan es dengan cara yang baik dan benar. Cara ini harus didukung oleh penggunaan wadah yang berinsulasi yang dapat mempertahankan suhu pendinginan sehingga proses penurunan mutu baik yang berlangsung secara enzimatis, biokimiawi dan mikrobiologis dapat dihambat (Hadiwiyoto, 1993).

Purse seine merupakan alat tangkap yang menyebabkan ikan mati akibat menggelepar dan berdesak-desakan sehingga terjadi akumulasi asam laktat dari pemecahan glikogen dalam jaringan. Hal ini berpotensi mempercepat laju penurunan mutu jika ikan tidak segera ditangani dengan baik dan benar. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan berbagai faktor seperti fasilitas penanganan, cara penanganan, dan waktu transit dengan kualitas ikan sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai dilelang di TPI dipandang penting untuk dilakukan. Dalam penelitian ini alat tangkap purse seine dioperasikan di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba. Parameter kualitas ikan diwakili oleh nilai pH dan organoleptik. Hal ini penting karena kualitas ikan yang akan dipasarkan atau diolah oleh industri perikanan secara umum ditentukan oleh kualitas ikan yang ada di TPI. Selain itu FAO telah memprediksi bahwa terjadi kehilangan pascapanen sekitar 25% dari total hasil tangkapan akibat kelalaian cara penanganan. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan pada dua lokasi ini bertujuan untuk : (1) mengetahui perbedaan kualitas organoleptik dan pH ikan yang dominan tertangkap, (2) mengetahui perbedaan fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit, (3) mengetahui hubungan waktu transit dengan kualitas organoleptik dan pH ikan, (3) mengetahui hubungan antara nilai pH dengan organoleptik ikan, dan (4) mengetahui hubungan antara fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit dengan kualitas ikan, serta variabel mana yang paling berpengaruh.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan September sampai November 2012 di perairan Tanah Beru Kabupaten Bulukumba, dan Desa Siddo Kabupaten Barru.

Tahapan penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengikuti 5 trip operasi penangakapan ikan menggunakan alat tangkap purse seine pada kedua lokasi. Parameter yang diamati meliputi : kualitas ikan (pH dan organoleptik), fasilitas dan cara penanganan diatas kapal, fasilitas dan cara penanganan di TPI, waktu transit sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai di lelang di TPI (Gambar 1).

Fasilitas penanganan

Pengamatan fasilitas penanganan ikan di atas kapal dan di TPI dilakukan dengan cara memberikan nilai (1 - 3) terhadap fasilitas dengan urutan didasarkan pada pentingnya ketersediaan fasilitas tersebut. Nilai 4 jika tersedia palkah/peti berinsulasi atau box styrofoam, nilai 2 jika tersedia palkah/peti tidak berinsulasi, nilai 1 jika tidak tersedia palkah/peti atau menggunakan wadah yang lain seperti keranjang.

(3)

3

Cara penanganan

Cara penanganan ikan yang dilakukan nelayan di atas kapal dan di TPI dinilai dari rentang 1 – 5 berdasarkan ketersedian es dan cara pengesan. Nilai 5 jika menggunakan es curai dan cara pengesan benar, nilai 4 jika menggunakan es curai tapi cara pengesan tidak benar, nilai 3 jika menggunakan es kasar tetapi cara pengesan benar, nilai 2 jika menggunakan es kasar dan cara pengesan tidak benar, dan nilai 1 jika tidak menggunakan es.

Waktu transit

Waktu transit yang dihitung dalam satuan jam merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut atau memindahkan sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai dilelang di TPI. Kualitas Ikan

Penentuan nilai pH dan sifat organoleptik ikan dilakukan terhadap 5 jenis ikan yang dominan tertangkap dengan masing-masing 3 ulangan. Pengamatan dilakukan pada 3 titik yaitu diatas kapal sesaat setelah ikan mati, di TPI sesaat setelah ikan didaratkan, dan di TPI setelah ikan dilelang. Nilai pH daging ikan diukur menggunakan pH meter digitar merk Hanna yang merupakan alat khusus untuk menera tingkat keasaman daging atau bahan padat lainnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu pH meter dikalibrasi pada pH 4 dan pH 7 menggunakan larutan buffer yang tersedia. Probe pH meter diinsertkan ke dalam daging ikan dan dibiarkan beberapa saat hingga nilai pH yang tertera di monitor stabil. Setelah digunakan, probe dicuci menggunakan aquadest dan dikeringkan menggunakan tissue. Sifat organoleptik ikan ditentukan dengan menilai kondisi mata, insang, lendir pada permukaan badan, bau, dan tekstur dengan rentang nilai 1 – 9 (SNI 01-2346-2006).

Analisa Data

Analisis data dengan uji t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan parameter uji (kualitas ikan, fasilitas, cara penanganan, waktu transit) di perairan Barru dan Bulukumba. Regresi sederhana untuk mengetahui hubungan/pengaruh setiap variabel bebas (waktu transit, fasilitas, cara penanganan) dengan/terhadap variabel terikat (pH, organoleptik), serta pengaruh pH terhadap sifat organoleptik. Regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan/pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dan untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Mengikuti 5 trip operasi penangkapan ikan menggunakan Purse seine di Kabupaten Barru dan Kabupaten Bulukumba

Pengamatan di atas kapal

meliputi : pH, organoleptik, fasilitas dan cara penanganan

Pengamatan di TPI sebelum dilelang

meliputi : pH, organoleptik, fasilitas dan cara penanganan Waktu Transit

Pengamatan di TPI setelah dilelang meliputi : pH dan organoleptik

Analisa data meliputi : uji t, regresi linear sederhana dan berganda

(4)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan lokasi penelitian di perairan Desa Siddo Kabupaten Barru dan perairan Tanah BeruKabupaten Bulukumba disesuaikan dengan jenis alat tangkap yang menjadi objek penelitian yakni purse seine. Alat tangkap purse seine banyak dioperasikan pada lokasi tersebut karena perairan memiliki kedalaman yang cukup serta merupakan jalur migrasi ikan. Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian merupakan kelompok ikan permukaan (pelagis) seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hal ini sejalan dengan pendapat Widodo dkk. (2010) yang menyatakan bahwa penangkapan dengan purse seine merupakan salah satu metode yang agresif dan ditujukan untuk gerombolan ikan pelagis.

Tabel 1. Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian di Kabupaten Barru dan Bulukumba

No. Kabupaten Barru Kabupaten Bulukumba

1. Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang (Katsuwonus pelamis) 2. Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) 3. Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) Kembung perempuan (Rastrelliger branchysoma)

4. Tembang (Sardinella) Tembang (Sardinella)

5. Layang (Decapterus ruselli) Layang (Decapterus ruselli)

6. Julung-julung (Hemirhamphus far) Tongkol (Auxis thazard) 7. Merah mata besar

(Priacanthus tayenus)

Cenro (Tylosurus crocodilus) 8. Terbang (Cypsilurus poecilopterus) -

9. Biji nangka (Upeneus mollucensis) -

10. Teri (Stolephorus indicus.) -

Terdapat 5 jenis ikan yang dominan tertangkap pada kedua lokasi penelitian yaitu ikan cakalang, kembung lelaki, kembung perempuan, tembang, dan layang. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan BBPPI Semarang (2007) dalam Widodo dkk. (2010) bahwa ikan pelagis yang dominan tertangkap menggunakan purse seine diantaranya adalah tembang, kembung, cakalang, dan tongkol. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Widodo dkk. (2010) bahwa hasil tangkapan purse seine di perairan Bulukumba adalah ikan-ikan pelagis jenis layang, tongkol, selar, dan tembang.

Sifat Organoleptik

Pengujian mutu organoleptik ikan bersifat subyektif yaitu penilaian diberikan oleh panelis berdasarkan pengamatan secara langsung yang mengacu pada score sheet dengan rentang nilai tertentu. Penilaian tersebut merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam menentukan tanda-tanda kesegaran ikan karena lebih mudah dan cepat, tidak memerlukan banyak peralatan dan laboratorium. Makin tinggi nilai yang diberikan menunjukkan makin bagus kondisi/kesegaran ikan (Hadiwiyoto, 1993). Nilai organoleptik yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah rerata dari nilai kondisi mata, insang, lendir permukaan badan, bau, dan tekstur ikan yang diperoleh setelah ikan dilelang sebelum meninggalkan TPI seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan purse seine di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba (α = 0,05)

Jenis ikan Nilai organoleptik Signifikansi

Barru Bulukumba Cakalang 7,60 7,20 0.368 Kembung Lelaki 7,65 8,00 0.641 Kembung Perempuan 7,32 8,00 0.176 Tembang 7,45 7,00 0.670 Layang 7,20 7,80 0.272

(5)

Nilai organoleptik

cenderung sama yaitu berkisar antara 7,20 tersebut menunjukkan bahwa ikan

ikan berkualitas baik meskipun telah mengalami sedikit penurunan mutu ditunjukkan oleh penurunan nilai organoleptik dari nilai awal

kapal. Hal ini sesuai dengan SNI (2006) bahwa ikan hasil tangkapan den

berkisar antara 7 sampai 9 dikategorikan sebagai ikan kualitas baik dan layak dikonsumsi.

Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan (p > 0.05) antara nilai organoleptik k

perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba (Lampiran 7 tingkat kesegaran atau kualitas ikan yang ditangkap dengan relatif sama.

Hubungan antara waktu

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan mutu

dipasarkan adalah waktu transit yaitu waktu yang diperlukan untuk penanganan dan perpindahan ikan sejak dari atas kapal hingga selesai dilelang.

ikan mengalami penurunan mutu.

memberikan kesempatan berlangsungnya aktivitas enzimatis, biokimiawi dan bakteriologis yang lebih cepat. Produk yang terbentuk

diantaranya adalah pengamatan secara organoleptik

oleh Wulandari (2007) bahwa adanya perantara agen dalam kegiatan baik jika pendistribusian cepat

Berdasarkan analisa regresi linear sederhana organoleptik lima jenis ikan

korelasi (R) >0,90 (Gambar

transit, artinya semakin lama waktu transit yang ditandai dengan koefisien regresi (r)

regresi yang diwakili oleh ikan cakalang di Kabupaten Barru yaitu Y =

Persamaan tersebut menggambarkan bahwa jika waktu transit (X) = 0 maka nilai organoleptik (Y) = 8,8825. Koefisien regresi (r) sebesar

maka nilai organoleptik (Y) menurun empat jenis ikan yang lain

Gambar 2. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik ikan yang ditangkap dengan seine di Kabupaten Ba 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 0 1 2 3 O rg a n o le p ti k Waktu transit A Kembung lelaki

organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba sama yaitu berkisar antara 7,20 - 7,65 di Barru dan 7,00 -8,00 di Bulukumba. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan yang meninggalkan TPI pada kedua lokasi penelitian tergolong berkualitas baik meskipun telah mengalami sedikit penurunan mutu. Penurunan mutu tersebut penurunan nilai organoleptik dari nilai awal 9 sesaat setelah ikan mati diatas Hal ini sesuai dengan SNI (2006) bahwa ikan hasil tangkapan dengan nilai organoleptik

7 sampai 9 dikategorikan sebagai ikan kualitas baik dan layak dikonsumsi.

Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan (p > 0.05) antara nilai organoleptik kelima jenis ikan yang ditangkap di Barru dan Bulukumba (Lampiran 7). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesegaran atau kualitas ikan yang ditangkap dengan purse seine di Barru dan Bulukumba

Hubungan antara waktu transit dengan nilai organoleptik

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan mutu

dipasarkan adalah waktu transit yaitu waktu yang diperlukan untuk penanganan dan perpindahan ikan sejak dari atas kapal hingga selesai dilelang. Semakin lama waktu transit semakin cepat pula ikan mengalami penurunan mutu. Waktu transit yang lama tanpa penerapan suhu rendah memberikan kesempatan berlangsungnya aktivitas enzimatis, biokimiawi dan bakteriologis yang lebih cepat. Produk yang terbentuk dari aktivitas tersebut dapat diketahui melalui b

pengamatan secara organoleptik (Zakaria, 2008). Hal ini juga diungkapkan bahwa adanya perantara agen dalam kegiatan distribusi akan berlangsung ka pendistribusian cepat yaitu waktu yang digunakan singkat.

erdasarkan analisa regresi linear sederhana diketahui bahwa waktu transit dan nilai organoleptik lima jenis ikan memiliki hubungan sangat kuat yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (Gambar 2). Nilai organoleptik menurun seiring dengan bertambahnya waktu transit, artinya semakin lama waktu transit semakin besar pula penurunan mutu organoleptik ikan

koefisien regresi (r) negatif atau hubungan arah berlawanan

regresi yang diwakili oleh ikan cakalang di Kabupaten Barru yaitu Y = -0,2376X + 8,8825. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa jika waktu transit (X) = 0 maka nilai organoleptik (Y) = 8,8825. Koefisien regresi (r) sebesar -0,2376 berarti jika waktu transit (X) men

maka nilai organoleptik (Y) menurun sebesar 0,2376X. Fenomena yang sama juga terjadi pada ikan yang lain.

. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik ikan yang ditangkap dengan di Kabupaten Barru (A) dan Bulukumba (B).

4 5 6 7 Waktu transit 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 0 1 2 3 4 5 O rg a n o le p ti k Waktu transit B

Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang

5

kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba 8,00 di Bulukumba. Nilai yang meninggalkan TPI pada kedua lokasi penelitian tergolong Penurunan mutu tersebut setelah ikan mati diatas gan nilai organoleptik 7 sampai 9 dikategorikan sebagai ikan kualitas baik dan layak dikonsumsi.

Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) diketahui bahwa tidak ada elima jenis ikan yang ditangkap di menunjukkan bahwa di Barru dan Bulukumba

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan mutu ikan yang akan dipasarkan adalah waktu transit yaitu waktu yang diperlukan untuk penanganan dan perpindahan Semakin lama waktu transit semakin cepat pula Waktu transit yang lama tanpa penerapan suhu rendah memberikan kesempatan berlangsungnya aktivitas enzimatis, biokimiawi dan bakteriologis yang rsebut dapat diketahui melalui berbagai metode Hal ini juga diungkapkan distribusi akan berlangsung waktu transit dan nilai n oleh nilai koefisien menurun seiring dengan bertambahnya waktu semakin besar pula penurunan mutu organoleptik ikan berlawanan. Persamaan 0,2376X + 8,8825. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa jika waktu transit (X) = 0 maka nilai organoleptik (Y) arti jika waktu transit (X) meningkat satu satuan yang sama juga terjadi pada

. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik ikan yang ditangkap dengan purse

5 6 7 8

Waktu transit

(6)

Total waktu transit kelima jenis ikan sejak diatas kapal hingga selesai

4,17 jam di Barru dan 5,59 jam di Bulukumba. Meskipun waktu transit di Bulukumba relatif lebih lama daripada di Barru namun hasil uji t menunjukkan bahwa waktu transit k

berbeda nyata (p>0,05). Hal ini didukung oleh nilai organ

berbeda nyata. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing diketahui melalui penggabungan data dari kedua lokasi sepe

Gambar 3. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing tertangkap dengan

Hasil analisa regresi menunjukkan jenis ikan memiliki hubungan yang Koefisien regresi (r) negative waktu transit semakin menurun berturut-turut adalah cakalang (Y = (Y = -0,2149x + 8,9576;R

= 1,000; R = 1,000), tembang (

-0,2428x + 8,8427;R2= 0,9205; R = 0,9594). ditunjukkan dengan persamaan regresi Y =

diperoleh melalui penggabungan data kelima jenis ikan bahwa nilai organoleptik dipengaruhi

Gambar 4 6,5 7,5 8,5 9,5 0 1 O rg a n o le p ti k 6,5 7,5 8,5 9,5 0 1 O rg a n o le p ti k Kembung lelaki

Total waktu transit kelima jenis ikan sejak diatas kapal hingga selesai

4,17 jam di Barru dan 5,59 jam di Bulukumba. Meskipun waktu transit di Bulukumba relatif lebih Barru namun hasil uji t menunjukkan bahwa waktu transit k

0,05). Hal ini didukung oleh nilai organoleptik kelima jenis ika Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing

diketahui melalui penggabungan data dari kedua lokasi seperti yang disajikan pada Gambar

ubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing-masing jenis ikan yang tertangkap dengan purse seine di Barru dan Bulukumba.

Hasil analisa regresi menunjukkan bahwa waktu transit dengan nilai organoleptik kelima jenis ikan memiliki hubungan yang sangat kuat ditunjukkan dengan koefisien korelasi

negative menunjukkan arah yang berlawanan berarti semakin bertambah menurun pula nilai organoleptik. Persamaan regresi kelima jenis ikan cakalang (Y = -0,2729x + 8,9334; R2 = 0,9767; R = 0,9883),

R2 = 0,971; R = 0,9854), kembung perempuan (Y = -0,213x + 9,0023; tembang (Y = -0,3486x + 8,9895; R2 = 0,9993; R = 0,9996

= 0,9205; R = 0,9594). Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik persamaan regresi Y = -0,2572x + 8,9756;R2=0,9956; R=

diperoleh melalui penggabungan data kelima jenis ikan untuk mempertegas hasil pada Gambar dipengaruhi sangat kuat oleh waktu transit.

4. Hubungan waktu transit dengan sifat organoleptik ikan

2 3 4 5 6 7 Waktu transit y = -0,257x + 8,975 R² = 0,995 2 3 4 5 Waktu transit

Cakalang Kembung perempuan X Tembang

6

Total waktu transit kelima jenis ikan sejak diatas kapal hingga selesai dilelang adalah 4,17 jam di Barru dan 5,59 jam di Bulukumba. Meskipun waktu transit di Bulukumba relatif lebih Barru namun hasil uji t menunjukkan bahwa waktu transit keduanya tidak lima jenis ikan yang juga tidak -masing jenis ikan rti yang disajikan pada Gambar 3.

masing jenis ikan yang

n nilai organoleptik kelima koefisien korelasi (R) > 0,90. berarti semakin bertambah . Persamaan regresi kelima jenis ikan = 0,9767; R = 0,9883), kembung lelaki 0,213x + 9,0023; R2 R = 0,9996), dan layang(Y = ubungan waktu transit dengan nilai organoleptik ; R=0,9975. Persamaan hasil pada Gambar 4

organoleptik ikan 8 9 0,257x + 8,975 R² = 0,995 6 7 Tembang XLayang

(7)

7

Pengaruh variabel bebas terhadap nilai organoleptik

Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan di atas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit. Hasil uji t menunjukkan bahwa fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI pada kedua lokasi tidak berbeda nyata (p>0,05). Nilai signifikansi fasilitas penanganan diatas kapal dan di TP adalah 0.667 dan 1.000. Hal ini mengindikasikan bahwa nelayan purse seine dan pihak yang berwenang di TPI di Barru dan Bulukumba menggunakan fasilitas yang cenderung sama yaitu sebagian besar menggunakan palkah atau peti berinsulasi sebagai wadah penyimpanan dan penampungan ikan. Hal ini dipandang cukup efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Hadiwiyoto (1993) bahwa untuk mempertahankan kesegaran ikan pasca tangkap harus didukung oleh ketersediaan fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI seperti es, keranjang/ basket, styrofoam/ peti berinsulasi, dan palka. Namun demikian fasilitas penanganan diatas kapal yang tersedia pada kedua lokasi penelitian secara umum masih perlu dibenahi dan ditingkatkan dengan memperhatikan aspek kebersihan dan perawatan secara berhala.

Hasil penelitian menunjukkan bawha cara penanganan ikan di atas kapal berbeda nyata (p<0,05) antara Barru dan Bulukumba. Penanganan yang dilakukan oleh nelayan purse seine di Barru sedikit lebih baik yaitu mendinginkan ikan menggunakan es kasar dengan porsi yang masih kurang dan cara pengesan yang tidak benar. Penanganan ikan di Bulukumba umumnya tidak menggunakan es. Cara penanganan ikan di TPI pada kedua lokasi menunjukkan nilai yang sama atau tidak berbeda nyata (p>0,05) yaitu menggunakan es kasar dengan cara pengesan yang tidak benar. Hal ini bertentangan dengan Anonimous (2010) bahwa cara penanganan hasil tangkapan yang baik yaitu menggunakan es curah sebagai media pendingin dengan cara dan porsi yang sesuai, menyimpan di dalam palkahatau peti berinsulasi, merawat ikan selama penyimpanan sampai dengan saat pembongkaran di TPI.

Analisa terhadap waktu transit menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk penanganan dan memindahkan ikan dari kapal hingga selesai dilelang di TPI adalah 2 – 9 jam di Bulukumba dan 5 – 7 jam di Barru. Meskipun rerata waktu transit di Bulukumba lebih tinggi dari pada di Barru namun secara statistik uji t menunjukkan bahwa keduanya tidak berbeda nyata (p>0,05). Dengan demikian kelima variabel yaitu fasilitas penanganan diatas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, serta waktu transit ikan yang tertangkap dengan purse seinedi Barru dan Bulukumba secara umum tidak berbeda nyata (p>0,05), kecuali cara penanganan diatas kapal berbeda nyata (p<0,05) pada kedua lokasi. Pengaruh kelima variabel bebas terhadap perubahan sifat organoleptik ikan dan variabel mana yang paling berpengaruh diketahui melalui analisis regresi linear berganda. Diperoleh hasil bahwa hanya dua variabel yaitu yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit, sedangkan tiga variabel yang lain dihilangkan karena terjadi kolinearitas. Dari kedua variabel tersebut, fasilitas penanganan diatas kapal tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik di Barru sedangkan waktu transit berpengaruh nyata (p<0,05).

Hasil analisis tersebut memberikan persamaan Y = 5,381 + 0,1601X1 + 0,2855X5, dimana X1 = fasilitas penanganan di atas kapal dan X5 = waktu transit dengan nilaiR2 = 0,371. Hal ini berarti bahwa 37,10% sifat organoleptik dipengaruhi oleh fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit sedangkan sisanya 67% dipengaruhi oleh parameter lain. Hasil analisis regresi berganda di Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang muncul dalam persamaan, yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, sedangkan dua variabel yang lain tidak dimunculkan karena terjadi kolinearitas. Fasilitas penanganan di atas kapal dan cara penanganan di atas kapal tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan sedangkan waktu transit berpengaruh nyata (p<0,05). Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 7,340 -0,4641X1 + 0,6213X3 + 0,1525X5 dimana X1 = Fasilitas penanganan di atas kapal, X3 = Cara penanganan di atas kapal, X5 = Waktu transit, dengan nilai R2= 0,474. Hasil tersebut menggambarkan bahwaketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 47% sisanya 53% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.

Hasil analisa menunjukkan bahwa fasilitas dan cara penanganan di TPI di Barru dan Bulukumba mengalami kolinearitas sedangkan tiga variabel yang mempengaruhi perubahan sifat organoleptik adalah fasilitas penanganan di atas kapal (X1), cara penanganan di atas kapal (X3), dan waktu transit (X5), Diperoleh persamaan regresi Y = 7,293 - 0,1461X1 + 0,0193 X3 + 0,1265X5; R2= 0,171 yang berarti ketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 17,1% terhadap organoleptik, sedangkan 82,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.

(8)

Waktu transit merupakan variabel yang ber

organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak signifikan (p>0,05).

Nilai pH

pH merupakan derajat keasaman yang juga menjadi salah satu indikator tingkat kesegaran ikan. Nilai pH pada Tabel 3

Bulukumba. Nilai pH kedua lokasi

Bulukumba. Nilai pH tersebut telah mengalami penurunan dari nilai awal 6,31. Hal ini sesuai dengan pendapat Eskin (1990) bahwa s

yang mengakibatkan runtutan perubahan yang terjadi dalam otot/jaringan ikan. mengakibatkan terhentinya suplai

laktat dari pemecahan glikogen. Akumulasi asam laktat oleh penurunan pH daging

(2008) yang menyatakan bahwa pH ikan

penurunan karena adanya proses perubahan glikogen

Tabel 3. Rata-rata nilai pH ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan Kabupaten Barru dan Bulukumba

Jenis ikan Cakalang Kembung Lelaki Kembung Perempuan Tembang Layang

Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaa

perbedaan (p > 0,05) nilai pH kelima jenis ikan yang dominan tertangkap dengan Kabupaten Barru dan Bulukumba

atau kualitas ikan yang ada

setelah dilelang masih dikategorikan segar atau baik (Hadiwiyoto, 1993) karena nilai pH < 7. Pengaruh waktu transit terhadap pH

Pengaruh waktu transit terhadap pH dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. Hubungan waktu transit dengan pH ikan di Kabupaten 5,0 5,5 6,0 6,5 0 1 2 3 p H Waktu transit A Kembung lelaki

merupakan variabel yang berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak

pH merupakan derajat keasaman yang juga menjadi salah satu indikator tingkat kesegaran pada Tabel 3 merupakan rerata pH ikan setelah dilelang di perairan

kedua lokasi relatif sama yaitu 5,65 - 5,85 di Barru dan 5,38 Bulukumba. Nilai pH tersebut telah mengalami penurunan dari nilai awal masing

Hal ini sesuai dengan pendapat Eskin (1990) bahwa setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti runtutan perubahan yang terjadi dalam otot/jaringan ikan.

mengakibatkan terhentinya suplai O2 sehingga terjadi proses glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dari pemecahan glikogen. Akumulasi asam laktat akan menurunkan pH tubu

penurunan pH daging ikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wangsadinata (2008) yang menyatakan bahwa pH ikan saat proses produksi dan saat pelelangan mengalami

karena adanya proses perubahan glikogen menjadi asam laktat.

rata nilai pH ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan purse seine Kabupaten Barru dan Bulukumba

Nilai pH Barru Bulukumba 5.70 5.74 5.85 5.92 Kembung Perempuan 5.80 5.88 5.65 5.38 5.66 5.78

Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) diketahui 0,05) nilai pH kelima jenis ikan yang dominan tertangkap dengan

Kabupaten Barru dan Bulukumba. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan tingkat kesegaran atau kualitas ikan yang ada pada kedua lokasi tersebut. Nilai pH tersebut menunjukkan bahwa ikan setelah dilelang masih dikategorikan segar atau baik (Hadiwiyoto, 1993) karena nilai pH < 7.

ruh waktu transit terhadap pH

Pengaruh waktu transit terhadap pH dapat dilihat pada Gambar 5.

. Hubungan waktu transit dengan pH ikan di Kabupaten Barru (A) dan

4 5 6 7 Waktu transit 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 0 1 2 3 4 5 p H Waktu transit

B

Cakalang Kembung perempuan XTembang

8

) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak

pH merupakan derajat keasaman yang juga menjadi salah satu indikator tingkat kesegaran merupakan rerata pH ikan setelah dilelang di perairan Barru dan 5,85 di Barru dan 5,38 - 5,92 di masing-masing 6,37 dan etelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti runtutan perubahan yang terjadi dalam otot/jaringan ikan. Hal tersebut yang anaerob menghasilkan asam akan menurunkan pH tubuditunjukkan penelitian Wangsadinata pelelangan mengalami

urse seine perairan Signifikansi 0.682 0.596 0.695 0.451 0.362

diketahui bahwa tidak ada 0,05) nilai pH kelima jenis ikan yang dominan tertangkap dengan purse seine di Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan tingkat kesegaran Nilai pH tersebut menunjukkan bahwa ikan setelah dilelang masih dikategorikan segar atau baik (Hadiwiyoto, 1993) karena nilai pH < 7.

(A) dan Bulukumba (B)

6 7 8 9

Waktu transit

(9)

Hasil regresi linear memiliki korelasi sangat kuat

proporsional dengan penurunan pH, s pH. Hal ini disebabkan

glikogen menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH waktu transit kelima jenis ikan

berkisar antara 5,38 sampai 5,92 dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993). Persamaan regresi 0,9149, kembung lelaki Y= 6,391; R2 = 0,9996, tembang R2 = 0,9927; Bulukumba -0,1201x + 6,5839; R2 = 0,9976 Y= -0,1938x + 6,2838; R2

Hubungan waktu transit dengan pH setiap jenis ikan dapat penggabungan data dari kedua lokasi sehingga

6A, kemudian dilanjutkan

hubungan waktu transit dengan pH ikan

Gambar 6. Hubungan Waktu transit dengan pH jenis ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan

Gambar 6A menunjukkan hubungan waktu transit dengan pH pada kelima jenis ikan yang dominan tertangkap. Waktu transit de

ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R > 0,90). Hasil analisa regresi tertangkap yaitu cakalang

(waktu transit) = 0 maka

transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai pH akan mengalami peningkatan sebesar nilai bx. Hasil analisa regresi secara keselu

hubungan waktu transit dengan pH yaitu

0, maka Y (pH) = 6,3373. Nilai koefisien regresi (r) sebesar waktu transit mengalami kenaikan satu satua

5,5 6,0 6,5 0 1 2 3 p H Waktu transit A Kembung lelaki

asil regresi linear menunjukkan bahwa waktu transit dan pH masing memiliki korelasi sangat kuat yang ditandai dengan koefisien regresi (R) > 0,90. proporsional dengan penurunan pH, semakin lama waktu transit semakin besar

disebabkan karena proses glikolisis sudah mulai berlangsung menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH (Hadiwiyoto, 1993)

waktu transit kelima jenis ikan adalah 4.17 sampai 5,59 jam. Nilai pH ikan setelah dilelang berkisar antara 5,38 sampai 5,92 yang berarti kualitas ikan dikategorikan segar

umsi (Hadiwiyoto, 1993).

ersamaan regresi hasil tangkapan di Barru adalah cakalang Y= -0,1016x + 6,248; R ung lelaki Y= -0,0981x + 6,3794; R2 = 0,896, kembung perempuan

= 0,9996, tembang Y= -0,1278x + 6,2888; R2 = 0,9645, layang Y=

adalah cakalang Y= -0,1005x + 6,3643; R2 = 0,9828, kembung lelaki = 0,9976, kembung perempuan Y= -0,066x + 6,4468; R2

2

= 0,9885, dan layang Y= -0,0824x + 6,2454; R2 = 0,9792. Hubungan waktu transit dengan pH setiap jenis ikan dapat

penggabungan data dari kedua lokasi sehingga diperoleh hasil seperti yang terlihat pada

kemudian dilanjutkan dengan penggabungan data semua jenis ikan yang menghasilkan ransit dengan pH ikan seperti yang terlihat pada Gambar 6B.

\

. Hubungan Waktu transit dengan pH ikan di Kabupaten Barru dan Bulukumba jenis ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan

menunjukkan hubungan waktu transit dengan pH pada kelima jenis ikan yang nan tertangkap. Waktu transit dengan pH ikan memiliki hubungan yang sangat kuat yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R > 0,90). Hasil analisa regresi salah satu jenis ikan yang

cakalang adalah Y = -0,1004x + 6,3039; R2 = 0,9913; R = 0, 9956 transit) = 0 maka Y (pH) = a, dan dengan koefisien regresi (r) sebesar nilai b

transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai pH akan mengalami peningkatan sebesar nilai Hasil analisa regresi secara keseluruhan jenis ikan (Gambar 6B) memberikan persamaan u transit dengan pH yaitu Y = -0,1026x + 6,3373. Artinya jika X (waktu transit) = 0, maka Y (pH) = 6,3373. Nilai koefisien regresi (r) sebesar -0,1026, memberi makna bahwa jika waktu transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai pH akan menurun sebesar 0,1026x.

4 5 6 7 8 Waktu transit y = -0,102x + 6,337 R² = 0,999 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 0,0 1,0 2,0 3,0 p H Waktu transit B

Cakalang Kembung perempuan X Tembang

9

bahwa waktu transit dan pH masing-masing ikan > 0,90. Waktu transit emakin lama waktu transit semakin besar pula penurunan proses glikolisis sudah mulai berlangsung yang mengubah (Hadiwiyoto, 1993). Rata-rata total Nilai pH ikan setelah dilelang alitas ikan dikategorikan segar/baik dan layak 0,1016x + 6,248; R2 = , kembung perempuan Y= -0,105x + , layang Y= -0,0686x + 6,0928; , kembung lelaki Y= 2 = 0,9664, tembang = 0,9792.

Hubungan waktu transit dengan pH setiap jenis ikan dapat diketahui dengan diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Gambar semua jenis ikan yang menghasilkan

Bulukumba (A) lima

menunjukkan hubungan waktu transit dengan pH pada kelima jenis ikan yang pH ikan memiliki hubungan yang sangat kuat yang salah satu jenis ikan yang 0, 9956. Artinya jika X (pH) = a, dan dengan koefisien regresi (r) sebesar nilai b. Jika waktu transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai pH akan mengalami peningkatan sebesar nilai memberikan persamaan 0,1026x + 6,3373. Artinya jika X (waktu transit) = 0,1026, memberi makna bahwa jika n, maka nilai pH akan menurun sebesar 0,1026x.

0,102x + 6,337 R² = 0,999

4,0 5,0 6,0

Waktu transit

(10)

Hubungan pH dengan organoleptik Nilai pH menentukan s

dilakukan analisa regresi linear sederhana dengan hasil sep

Gambar 7. Hubungan pH denganorganoleptik ikan yang ditangkap dengan Kabupaten Barru (A) dan

Hubungan nilai

penelitian memiliki korelasi yang sangat kuat (R > 0,90). Penurunan nilai pH dan organoleptik memiliki pola yang serupa,

organoleptik tetapi hal ini

Persamaan regresi kelima jenis ikan di Barru seperti yang disajikan pada Gambar adalah : cakalang (Y = 0,4251x + 2,4697

+ 2,378; R2 = 0,955; R = 0,9772), kembung 0,9772), tembang (Y =

3,9397; R2 = 0,9109; R = 0,9544). Hal ini berarti jika X ( dengan koefisien regresi (r) sebesar nilai b. Jika nilai organoleptik maka nilai pHakan meningkat sebesar nilai bx. Ikan yang memiliki persamaan regresi :

kembung lelaki (Y = 0,3296x + 3,4818

0,535x + 1,6375; R2 = 0,9443; R= 0,9718), tembang (Y = 0,9863), dan layang (Y =

Hubungan nilai

dengan penggabungan data dari kedua lokasi sehingga pada Gambar 8A. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai hubungan yang sangat kuat (R > 0.90)

data pH dan data organoleptik semua jenis ikan organoleptik pada tiga titik pengamatan

Hubungan pH dengan sifat organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (R > 0,90). Hasil analisa regresi secara keseluruhan ikan d

menghasilkan persamaan Y = 0,3978x + 2,7662, artinya jika X (pH) = 0, maka Y (organoleptik) = 2,7662 dengan koefisien regresi (r) 0,3978, maka jika nilai organoleptik meng

satuan, maka nilai pH akan mengalami peningkatan sebesar 0,3978x. 5,5 6,0 6,5 6,5 7,0 7,5 p H Organoleptik A A Kembung lelaki organoleptik

Nilai pH menentukan sifat organoleptik ikan. Untuk memprediksi hubungan keduanya dilakukan analisa regresi linear sederhana dengan hasil seperti yang terlihat pada Gambar

pH denganorganoleptik ikan yang ditangkap dengan Barru (A) dan Bulukumba (B)

ubungan nilai pH kelima jenis ikan dengan sifat organoleptik

penelitian memiliki korelasi yang sangat kuat (R > 0,90). Penurunan nilai pH dan organoleptik memiliki pola yang serupa, yaitu semakin besar penurunan pH semakin besar pul

hal ini hanya berlaku pada rentang nilai pH 5,5 – 7,00.

Persamaan regresi kelima jenis ikan di Barru seperti yang disajikan pada Gambar 0,4251x + 2,4697; R2 = 0,9996; R = 0,9998), kembung lelaki (Y = = 0,955; R = 0,9772), kembung perempuan (Y = 0,3062x + 3,6197

0,9772), tembang (Y = 0,4312x + 2,4295; R2 = 0,999; R = 0,9995), dan layang ( ; R = 0,9544). Hal ini berarti jika X (Organoleptik) = 0 maka Y (

(r) sebesar nilai b. Jika nilai organoleptikmengalami kenaikan satu satuan, akan meningkat sebesar nilai bx. Ikan yang ditangkap di Bulukumba (G

memiliki persamaan regresi : cakalang (Y = 0,5275x + 1,8225; R2 = 0,9759; R = 0,9879), 0,3296x + 3,4818;R2 = 0,8509; R = 0,9224), kembung perempuan (Y = = 0,9443; R= 0,9718), tembang (Y = 0,465x + 2,08; R

layang (Y = 0,3491x + 3,1116; R2 = 0,9053; R = 0,9515).

Hubungan nilai pH dengan sifat organoleptik setiap jenis ikan dapat diketahui dengan penggabungan data dari kedua lokasi sehingga diperoleh illustrasi seperti yang t

. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH setiap jenis ikan memiliki hubungan yang sangat kuat (R > 0.90) dengan sifat organoleptik ikan. Selanjutnya penggabungan data pH dan data organoleptik semua jenis ikan untuk memperoleh satu data pH dan satu data organoleptik pada tiga titik pengamatan (Gambar 8B).

Hubungan pH dengan sifat organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (R >

0). Hasil analisa regresi secara keseluruhan ikan di Barru dan Bulukumba (Gambar menghasilkan persamaan Y = 0,3978x + 2,7662, artinya jika X (pH) = 0, maka Y (organoleptik) = 2,7662 dengan koefisien regresi (r) 0,3978, maka jika nilai organoleptik mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai pH akan mengalami peningkatan sebesar 0,3978x.

8,0 8,5 9,0 Organoleptik 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 6,5 7,0 7,5 p H Organoleptik

B

Cakalang Kembung perempuan X Tembang

10

Untuk memprediksi hubungan keduanya

hat pada Gambar 7.

pH denganorganoleptik ikan yang ditangkap dengan purse seine di

pada kedua lokasi penelitian memiliki korelasi yang sangat kuat (R > 0,90). Penurunan nilai pH dan organoleptik n besar penurunan pH semakin besar pula penurunan nilai Persamaan regresi kelima jenis ikan di Barru seperti yang disajikan pada Gambar 7A = 0,9996; R = 0,9998), kembung lelaki (Y = 0,4464x perempuan (Y = 0,3062x + 3,6197; R2 = 0,955; R = layang (Y = 0,2451x + ) = 0 maka Y (pH) = a mengalami kenaikan satu satuan, ditangkap di Bulukumba (Gambar 7B) = 0,9759; R = 0,9879), kembung perempuan (Y = ; R2 = 0,9727; R = setiap jenis ikan dapat diketahui dengan diperoleh illustrasi seperti yang terlihat setiap jenis ikan memiliki . Selanjutnya penggabungan satu data pH dan satu data Hubungan pH dengan sifat organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (R > i Barru dan Bulukumba (Gambar 8B) menghasilkan persamaan Y = 0,3978x + 2,7662, artinya jika X (pH) = 0, maka Y (organoleptik) = alami kenaikan satu

8,0 8,5 9,0

Organoleptik

(11)

Gambar 10. Hubungan pH

ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan.

Menurut Metusalach dkk. (2012) pH daging ikan akan mengalami penurun sampai batas tertentu yaitu

dalam daging. Jika cadangan glikogen telah habis terurai maka pH daging akan berhenti mengalami penurunan. Penguraian protein dan komponen selain protein yang mengandung nitrogen selama proses kemunduran mutu akan meningkatkan pH daging ikan, dan semakin tinggi tingkat pembusukan maka akan semakin tinggi pula pH. Ikan busuk memiliki pH sekitar 10 Dilain pihak, nilai organoleptik akan terus mengalami penurunan sampai nilai terendah. Ikan busuk (berbau busuk) memiliki nilai organoleptik < 2.

Hadiwiyoto (1993

yang ditangani dengan baik akan menurun secara bertahap dari 7,0 hingga 5,5 akibat akumulasi asam laktat. Penurunan pH tersebut berlangsung selama 6

mencapai nilai dibawah 5,3 karena pada kondisi tersebut enzim

glikolisis anaerob tidak aktif bekerja. pH ikan secara umum menurun dari 6,35 jamdi Barru, dan 6,36 –

ikan yang paling cepat mengalami penurunan mutu

cakalang, dan layang. Hal ini disebabkan oleh cara penanganan tepat. Ikan diletakkan di

wadah yang digunakan tidak

Pengaruh variabel bebas terhadap pH

Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan diatas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit ikan. Untuk mengetahui pengaruh

terhadap perubahan pH ikan, digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil ana

parameter variabel bebas menunjukkan hanya dua variabel yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit. T

kolinearitas. Kedua variabel yang mu Barru. Hasil uji tersebut me

fasilitas penanganan di atas

hanya 7% nilai pH dipengaruhi oleh variabel bebas dan 97% dipengaruhi parameter lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.

variabel bebas yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, dua variabel yang lain dihilangkan karena terjadi

5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,0 7,5 8,0 p H Organoleptik A Kembung lelaki

pH dengan organoleptik di Kabupaten Barru dan Bulukumba ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan.

Menurut Metusalach dkk. (2012) pH daging ikan akan mengalami penurun

yaitu sekitar pH 5,5. Hal ini terkait dengan ketersediaan cadangan glikogen cadangan glikogen telah habis terurai maka pH daging akan berhenti mengalami penurunan. Penguraian protein dan komponen selain protein yang mengandung nitrogen selama proses kemunduran mutu akan meningkatkan pH daging ikan, dan semakin tinggi

sukan maka akan semakin tinggi pula pH. Ikan busuk memiliki pH sekitar 10 Dilain pihak, nilai organoleptik akan terus mengalami penurunan sampai nilai terendah. Ikan busuk (berbau busuk) memiliki nilai organoleptik < 2.

Hadiwiyoto (1993) terlebih dahulu mengemukakan bahwa setelah ikan mati pH daging yang ditangani dengan baik akan menurun secara bertahap dari 7,0 hingga 5,5 akibat akumulasi asam laktat. Penurunan pH tersebut berlangsung selama 6 – 8 jam. Nilai pH ikan tidak pernah 5,3 karena pada kondisi tersebut enzim-enzim yang yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif bekerja. pH ikan secara umum menurun dari 6,35

jamdi Barru, dan 6,36 – 5,77 selama 2 - 9 jam di Bulukumba. Ikan kembung lelaki meru paling cepat mengalami penurunan mutu, diikuti ikan tembang, kembung perempuan,

Hal ini disebabkan oleh cara penanganan yang diterapkan

diletakkan di dek dan dibiarkan menggelepar sampai mati tanpa perlakuan digunakan tidak bersih, dan mengabaikan prinsip penanganan.

Pengaruh variabel bebas terhadap pH

Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan diatas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit ikan. Untuk mengetahui pengaruh variable-variabel tersebut dan variabel mana yang p

terhadap perubahan pH ikan, digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil ana

parameter variabel bebas menunjukkan hanya dua variabel yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit. Tiga variabel dihilangkan karena adanya kolinearitas. Kedua variabel yang muncul tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap pH ikan di Barru. Hasil uji tersebut memberikan persamaan Y = 6,101 - 0,2551X1 + 0,062

fasilitas penanganan di atas kapal, X5= waktu transit dengan nilai R2 = 0,070. Hal ini berarti bahwa hanya 7% nilai pH dipengaruhi oleh variabel bebas dan 97% dipengaruhi parameter lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Khusus untuk lokasi Kabupaten Bulukumba, t

bel bebas yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, dua variabel yang lain dihilangkan karena terjadi

8,0 8,5 9,0 Organoleptik y = 0,397x + 2,766 R² = 0,997 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 p H Organoleptik

B

Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang

11

Kabupaten Barru dan Bulukumba (A) lima jenis

Menurut Metusalach dkk. (2012) pH daging ikan akan mengalami penurunan hanya tersediaan cadangan glikogen cadangan glikogen telah habis terurai maka pH daging akan berhenti mengalami penurunan. Penguraian protein dan komponen selain protein yang mengandung nitrogen selama proses kemunduran mutu akan meningkatkan pH daging ikan, dan semakin tinggi sukan maka akan semakin tinggi pula pH. Ikan busuk memiliki pH sekitar 10-11. Dilain pihak, nilai organoleptik akan terus mengalami penurunan sampai nilai terendah. Ikan u mengemukakan bahwa setelah ikan mati pH daging yang ditangani dengan baik akan menurun secara bertahap dari 7,0 hingga 5,5 akibat akumulasi 8 jam. Nilai pH ikan tidak pernah enzim yang yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif bekerja. pH ikan secara umum menurun dari 6,35 – 5,75 selama 4 – 7 Ikan kembung lelaki merupakan diikuti ikan tembang, kembung perempuan, yang diterapkan diatas kapal tidak mati tanpa perlakuan sortasi,

Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan diatas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit ikan. tersebut dan variabel mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan pH ikan, digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisa kelima parameter variabel bebas menunjukkan hanya dua variabel yang muncul dalam persamaan yaitu iga variabel dihilangkan karena adanya 0,05) terhadap pH ikan di + 0,0625X5, dimana X1= . Hal ini berarti bahwa hanya 7% nilai pH dipengaruhi oleh variabel bebas dan 97% dipengaruhi parameter lain yang Khusus untuk lokasi Kabupaten Bulukumba, terdapat tiga bel bebas yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, dua variabel yang lain dihilangkan karena terjadi

y = 0,397x + 2,766

8,5 9,0

Organoleptik

(12)

12

kolinearitas. Fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit tidak berpengaruh (p > 0,05) terhadap pH ikan, sedangkan cara penanganan di atas kapal berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap nilai pH ikan. Dari hasil uji tersebut diperoleh persamaan: Y = 5,331 - 0,0591X1 + 0,3623X3 + 0,0295X5, dimana X1 = fasilitas penanganan di atas kapal, X3 = cara penanganan di atas kapal, X5 = waktu transit, dengan nilai R2= 0,670, artinya variabel bebas memberi pengaruh sebesar 67% terhadap nilai pH ikan dan sisanya 33% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.

Gabungan data kedua lokasi menunjukkan bahwa dua variabel mengalami kolinearitas yaitu fasilitas dan cara penanganan di TPI. Tiga variabel yang muncul yaitu fasilitas penanganan di atas kapal (X1), cara penanganan di atas kapal (X3), dan waktu transit (X5) memiliki persamaan Y = 5,697 - 0,761X1 + 0,1233 X3 + 0,125X5; R2= 0,044. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tiga variabel memberikan pengaruh sebesar 4,4% terhadap pH, sedangkan 95,6% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.

KESIMPULAN

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah :

1. Tidak terdapat perbedaan kualitas organoleptik dan pH ikan yang tertangkap pada alat tangkap purse seine di Kabupaten Barru dan Bulukumba.

2. Tidak terdapat perbedaan antara fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan di TPI, dan waktu transit (p>0,05) sedangkan cara penanganan di atas kapal berbeda (p<0,05) diantara kedua lokasi.

3. Waktu transit mempengaruhi kualitas organoleptik dan pH ikan dengan persamaan regresi Y = -0,2572x + 8,9756; R2=0,995; R = 0,9975, sedangkan nilai pH dapat diprediksi dengan persamaanY = -0,1026x + 6,3373; R2=0,9996; R = 0,9998.

4. Hubungan nilai pH dengan organoleptik sangat kuat dengan Y = 0,3978x + 2,7662; R2= 0,9977; R = 0,9988.

5. Hubungan nilai organoleptik dengan 5 variabel bebas diperoleh persamaan Y = 7,293 - 0,1461X1 + 0,0193X3 + 0,1265X5 ; R2 = 0,171. Ketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 17,1% terhadap organoleptik, sedangkan 82,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.Waktu transit berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak signifikan (p>0,05).

6. Hubungan antara pH dengan variabel bebas diperoleh persamaan Y = 5,697 - 0,0761X1 + 0,1233X3 + 0,0125X5 ; R2 = 0,044. Tiga variabel memberikan pengaruh sebesar 4,4% terhadap pH, sedangkan 95,6% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007.Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi Aksara : Jakarta.

Anonimous, 2010.Penanganan Ikan Pasca Tangkap. Http://id.wikipedia.org.Diakses tanggal 23 Februari 2012

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty.Yogyakarta. Metusalach, Kasmiati, Fahrul, dan IlhamJaya. 2012. Analisis Hubungan antara Cara

Penangkapan dan Cara penanganan dengan kualitas ikan yang dihasilkan. Laporan Hasil Penelitian LP2M. Unhas.

SNI. 2006. Ikan Segar. Standar Nasional Indonesia, SNI 01-2346-2006. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Indonesia

Wangsadinata V. 2008.Sistem Pengendalian Mutu Ikan Swanggi (Priacanthus macracanthus) (Studi Kasus di CV Bahari Express, Pelabuhan Ratu, Sukabumi).Skripsi.IPB.Bogor Widodo, Mandailing M. dan Herwandi A. Kelayakan Pengembangan Usaha Perikanan Mini

Purse Seine di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. BBPPI. Semarang.

Wulandary. 2007. Tingkat Kebutuhan Es untuk Keperluan Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Jakarta. Skripsi.IPB. Bogor.

Zakaria R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling.Skripsi. IPB. Bogor

Gambar

Gambar 1. Diagram alir penelitian
Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan purse seine di  perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba (α = 0,05)
Gambar  2.  Hubungan  waktu  transit  dengan  nilai  organoleptik  ikan  yang  ditangkap  dengan  seine di Kabupaten Ba6,57,07,58,08,59,09,50123OrganoleptikWaktu transitA        Kembung lelaki
Gambar  3.  Hubungan  waktu  transit  dengan  nilai  organoleptik  masing tertangkap dengan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Diskusi yang dilaksanakan dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi pelajaran dan meningkatkan keterampilan abad ke-21 yang dimiliki siswa, karena pada diskusi

Hal ini diperkuat oleh pendapat Bray (2015) yang menjelaskan bahwa kejadian trauma akibat bencana alam, pelecehan seksual, pola asuh yang salah, interaksi sosial yang tidak

Dalam menilai tingkat kesehatan BPR selain faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas, pelaksanaan terhadap ketentuan lain yang ditetapkan

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : (1) Bagaimana kualitas pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kimia tematik dalam mata kuliah Kimia Dasar,

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh variabel total produksi jagung pipilan kering, total produksi beras jagung, harga

Pengawet makanan yang ketiga yang dikombinasikan dengan ekstrak biji dan kulit mangga adalah sodium metabisulfit. Daya hambat formulasi campuran antara ekstrak kulit/biji

3 Usaha Jasa Transportasi farasifa Tour dan Travel Sudah Ada (Dalam Pengurusan) 10 Orang. 4 Usaha Jasa Transportasi Halim Perdana Taksi Sudah Ada (Dalam Pengurusan)