• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU INPARA PADA LAHAN

RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU TENGAH

Eddy Makruf dan Nurmegawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota Bengkulu

email bptp_bengkulu@yahoo.com

ABSTRAK

Luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu diperkirakan seluas 11.609, lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan. Penelitian ini bertujuan melihat adaptasi beberapa varietas Inpara pada rawa lebak. Penelitian ini dilakukan di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu, pada bulan Juni sampai Desember 2012. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan ulangan 6 kali pada 4 lahan petani. Perlakuan terdiri atas 4 varietas yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil rata-rata varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 adalah 4,93 t/ha, 5,49 t/ha, 4,86 t/ha sehingga ketiga varietas tersebut berpotensi untuk dikembangkan pada lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu

Kata kunci : adaptasi, Inpara, rawa lebak

PENDAHULUAN

Permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini semakin mengkwatirkan karena lahan-lahan sawah yang produktif berubah alih fungsi menjadi pemukiman, lahan industri sehingga perlu diupayakan cara yang paling efektif dan efeisien untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang terus merangkak naik. Salah satu solusinya dengan mengoptimalkan lahan sub optimal yang ada seperti lahan rawa. Lahan ini yang sangat berpotensi dalam mendukung kelestarian swasembada beras.

Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta ha rawa lebak dangkal, 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam, lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya, et al.,1992). Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan.

Pengembangan budi daya padi menghadapi hambatan berupa perubahan iklim global. Perubahan iklim global mengakibatkan adanya pergeseran musim serta terjadinya iklim yang ekstrim, seperti terjadi kekeringan dan kebanjiran. Untuk itu diperlukan varietas padi yang toleran terhadap kondisi iklim yang ekstrim tersebut. Inovasi teknologi Varietas Unggul Baru (VUB) untuk antisipasi perubahan iklim antara lain Inpara 1 sampai dengan Inpara 5 (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melihat adaptasi beberapa varietas Inpara pada rawa lebak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu, pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan 6 ulangan pada 4 lahan petani. Perlakuan terdiri atas 4 varietas yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga sebagai varietas pembanding. Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah rawa lebak milik petani seluas 2 ha.

(2)

Pengamatan dilakukan pada fase vegetatif dan saat panen yang terdiri dari tinggi tanaman (cm), anakan aktif/rumpun, panjang malai (cm), rata-rata gabah isi/malai (butir), rata-rata gabah hampa/malai (butir), rata-rata total gabah/malai, persentase biji hampa/malai (%), bobot 1.000 butir (gram) serta produktivitas/ha (GKG/ton/ha). Data tersebut dianalisis dengan menggunakan sidik ragam untuk mengetahui perbedaan antara varietas, dilakukan dengan menggunakan uji DMRT pada taraf nyata 5% (Gomes dan Gomes, 2007). Disamping itu dilakukan juga analisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil yang didapat dengan deskripsi padi varietas yang bersangkutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Vegetatif

Komponen pertumbuhan vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan, Pengamatan pertama pada umur 2 minggu setelah tananam dan pengamatan kedua pada umur 30 hari setelah tanam sedangkan pengamatan ketiga dilakukan pada saat panen.

Tabel 1. Rata-rara tinggi dan jumlah anakan tanaman padi 2 minggu setelah tanam(14 HST) dan 4 minggu setelah tanam (30 HST) dan saat panen.

Varietas Tinggi tanaman (Cm) Jumlah anakan

14 hst 30 hst saat panen 14 hst 30 hst Saat panen Inpara-1 32,92 b 54,72 b 90,28 a 7,67 a 14,28 a 11,11 a Inpara-2 32,77 b 61,09 a 93,92 a 6,55 ab 13,55 a 9,39 ab

Inpara-3 36,44 a 60,61 a 90,83 a 6,33 b 12,39 a 8,00 b

Mekongga 34,61 ab 62,84 a 94,83 a 6,95 ab 13,78 a 10,11 ab

Keterangan :

* Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan antar varietas menunjukkan berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada saat umur 14 hst dan 30 hst. Terjadinya perbedaan tinggi tanaman pada umur tersebut diduga karena masing-masing varietas masih tahap penyesuaian. Sedangkan tinggi tanaman saat panen tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman masing-masing varietas saat panen berkisar 90 – 95 cm, hal ini belum sesuai dengan deskripsi dimana tinggi tanaman saat panen diatas 100 cm. Perlakuan varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada umur tanaman 14 hst dan saat panen sedangkan perlakuan varietas pada umur tanaman 30 hst tidak berbeda nyata dan tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Jumlah anakan produktif masing-masing varietas masih lebih sedikit dibandingkan deskripsinya. Berdasarkan laporan Suprihatno, et al (2010) menyatakan bahwa melaporkan bahwa anakan produktif dari varietas Inpara 1, 2, 3 dan mekongga berturut-turut adalah 18, 16, 17 dan 13-16 batang.

(3)

Komponen dan Hasil

Pada pengkajian ini ditanam 4 varietas yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan varietas pembanding yaitu Mekongga, dengan 6 ulangan pada 4 lahan petani kooperator.

Tabel 2. Rata-rata komponen hasil 4 varietas.

Varietas Jumlah

Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan berbeda nyata terhadap jumlah malai tetapi tidak berbeda nyata terhadap panjang malai, gabah bernas, gabah hampa dan bobot 1000 (Tabel 2). Jumlah malai yang dihasilkan identik dengan jumlah anakan produktif, jumlah malai Inpara 1 rata-ratanya 11,11 helai, Inpara 2 rata-ratanya 9,39 helai, Inpara 3 dan Mekongga jumlah malainya 8 dan 10,11 helai. Jika dilihat dari deskripsinya maka jumlah malai atau jumlah anakan produktif keempat varietas masih dibawah rata-rata, hal ini karena adanya serangan tikus. Berdasarkan laporan Suprihatno, et al (2010) melaporkan bahwa anakan produktif dari varietas Inpara 1, 2, 3 dan mekongga berturut-turut adalah 18, 16, 17 dan 13-16 batang.

Panjang malai yang dihasilkan masing-masing varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga berturut-turut adalah 21,19 cm, 20,48 cm, 21,09 cm dan 20,76 cm. Keempat varietas tersebut termasuk panjang malai sedang. Menurut Nursalis (2011) panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam, pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm).

Secara statistik rata-rata gabah bernas dan gabah hampa keempat varietas tidak berbeda nyata. Jumlah gabah tertinggi pada varietas Inpara 3 yaitu 96,60 butir, yang terdiri dari 54,72 butir (56,65 %) gabah bernas dan 41,88 butir (43,35 %) gabah hampa. Keempat varietas mempunyai jumlah gabah bernas lebih banyak dibanding gabah hampa. Menurut Suparwoto, et al. (2004) tanaman berpotensi hasil tinggi mempunyai persentase gabah hampa yang rendah. Semakin rendah persentase gabah hampa berarti persentase gabah isi semakin tinggi. Masih tingginya persentase gabah hampa varietas Inpara 1 disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor biotik maupun abiotik. Menurut Abdullah (2009), rata-rata gabah hampa 24,2-28,2%, sedangkan rata-rata persentase gabah hampa varietas unggul baru padi sawah seperti Ciherang rata-rata 20% dan varietas Fatmawati 44%. Tabel 3. Rata-rata hasil 4 varietas.

Varietas Hasil (t/ha)

* Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.

Ubinan setiap petani kooperator dipilih secara acak, ukuran petak ubinan 2,4 x 2,5 m (6 m2). Hasil rata-rata masing-masing varietas tidak berbeda nyata. Hasil tersebut masih dibawah rata-rata deskripsinya. Suprihatno,et al, (2010) melaporkan bahwa deskripsi hasil rata-rata padi varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 pada lahan rawa adalah 5,65 t/ha, 5,82 t/ha,4,6 t/ha sedangkan hasil rata-rata varietas Mekongga adalah 6,0 t/ha untuk sawah irigasi.

(4)

Sakti dan Tjahjono (1989) dalam Nurhadi (2011) menambahkan bahwa hama tikus menjadi masalah dalam peningkatan produksi padi, karena menyerang mulai dari fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif tikus mulai menyerang dari pembenihan sampai pada awal fase generatif, yaitu pada saat padi berumur 45 hari setelah tanam dengan tinggi rata-rata 60 cm dari permukaan tanah. Tikus memutuskan batang padi dan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan. Pada fase generatif tikus memakan malai hingga malai yang mulai menguning.

KESIMPULAN

Hasil rata-rata varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 adalah 4,79 t/ha, 5,49 t/ha, 4,44 t/ha dan mempunyai kemampuan yang sama dalam beradaptasi di lahan rawa lebak sehingga berpotensi untuk dikembangkan pada lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada saudara Johan Syafri, A.Md dan Heryan Iswadi yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi varietas unggul padi rawa dalam bank pengetahuan tanaman pangan Indonesia. Jakarta.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu dalam Angka.

Fadjry, D., Arifudin, K., Syafruddin, K., dan Nicholas. 2012. Pengkajian varietas unggul baru padi yang adaptif pada lahan sawah bukaan baru untuk meningkatkan produksi >4 ton/ha GKP di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Prosiding Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional: 29-36.

Gomes, K.A dan Gomes, A. A. 2007. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hermawati, T. 2012. Pertumbuhan dan hasil enam varietas padi sawah dataran rendah pada perbedaan jarak tanam. Jurnal Bioplantae Volume 1 No. 2 April-Juni : 108-116.

Norsalis, E. 2011. Padi gogo dan padi sawah. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Padigogodansawah_ekonorsalis_17170.pdf [23 September) 2013.

Nurhadi .2011. Pengaruh ketinggian penempatan perangkap tabung bambu terhadap hasil tangkapan tikus di sawah kecamatan kuranji padang.Jurnal Ilmiah Ekotrans Universitas Ekasakti Padang. 11( 2):1-8.

Suparwoto, Waluyo, dan Jumakir. 2004. Pengaruh varietas dan metode pemupukan terhadap hasil padi di rawa lebak. Jurnal Agronomi 8 (1): 21-25.

Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, I.P. Wardana, dan H. Sembiring. 2010. Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Gambar

Tabel 1. Rata-rara tinggi dan jumlah anakan  tanaman padi 2 minggu setelah tanam(14 HST) dan 4 minggu setelah tanam (30 HST) dan saat panen
Tabel 2. Rata-rata komponen hasil  4 varietas.

Referensi

Dokumen terkait

1 Surat Pernyataan bahwa Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/ST/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek

seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam kampus maupun di luar kampus..

Demikian undangan dari kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. Pokja 2 ULP Kabupaten Kendal

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/SL/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek

lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di kampus, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan

[r]

• Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik dengan