• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI PADI SAWAH

DAN KAITANNYA DENGAN PENERAPAN KATAM TERPADU DI SUMATERA BARAT

Azwir dan Winardi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jalan Raya Padang-Solok KM 40; Kotak Pos 34 Padang 25001 Telp (0755) 31122; Fax. (0751) 31138; E-mail: sumbar_bptp@yahoo.com;

ABSTRAK

Pengelolaan hara spesifik lokasi atau pemupukan berimbang merupakan alternatif dalam mempertahankan atau meningkatkan produksi beras. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari. Terdapat berbagai metode penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain lokasi, bentuk atau jenis pupuk dan fase pertumbuhan tanaman. Pengkajian di Sumatera Barat merekomendasikan penetapan kebutuhan pupuk diprioritaskan melalui metode sebagai berikut: 1). Penggunaan uji tanah (PUTS) untuk pupuk N, P dan K; 2). Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3). Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4). Percobaan pemupukan lapangan; dan 5). Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut belum melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan. Dalam mencapai swasembada pangan ditemukan berbagai kendala baik dari aspek teknis maupun aspek sosial ekonomi, salah satunya perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global. Salah satu antisipasi untuk perubahan iklim tersebut Badan Litbang Pertanian telah menyusun Kalender tanam (Katam) untuk tanaman pangan, khususnya padi sawah. Dalam perkembangan terakhir (2011) Katam disusun disamping sebagai acuan untuk waktu dan pola tanam juga dipadukan dengan berbagai informasi, yaitu rekomendasi dan kebutuhan pupuk, varietas, jumlah benih, informasi wilayah rawan banjir atau kekeringan dan potensi serangan OPT. Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh Katam Terpadu untuk tingkat kecamatan disarankan untuk selalu di diuji silang (cross check) dengan metode lain yang sudah tersedia di lapangan.

Kata Kunci:pemupukan, spesifik lokasi, padi sawah, katam, Sumatera Barat

PENDAHLUAN

Indonesia dengan jumlah penduduk relatif besar dan kondisi alam (terutama iklim) yang sulit diprediksi, masalah ketahanan pangan merupakan masalah strategis. Dengan demikian membangun ketahanan pangan secara nasional, daerah dan masyarakat mutlak diperlukan. Untuk itu pemerintah selama kurun waktu 2010-2014 telah menetapkan ketahanan pangan berdasarkan 5 komoditas strategis, yaitu padi berkelanjutan, jagung berkelanjutan, kedelai tahun 2014, gula tahun 2014 dan daging sapi tahun 2014. Khusus untuk beras pemerintah menargetkan surplus 10 juta ton pada tahun 2014. (Panggabean, 2011).

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang rentan terhadap perubahan iklim global, sebagi efek fenomina gas rumah kaca karena emisi karbon dioksida (CO2) dari bahan bakar fosil, deforestasi, dan lain-lain. Perubahan iklim berdampak langsung kepada sektor pertanian melaui degradasi sumberdaya lahan dan rusaknya sistem produksi. Rusaknya sistem produksi karena terjadinya penciutan areal tanam, gagal panen, produktivitas, mutu dan efisiensi berkurang. Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim dapat dilakukan beberapa usaha antara lain: (a) penerapan inovasi teknologi mitigasi dan adaptasi, (b) pengembangan sistem usahatani adaptif, (c) optimalisasi lahan suboptimal dan (d) pengembangan ristek kedepan (Las dan Surmaini, 2010). Salah satu usaha yang dilakukan Badan Litbang Pertanian adalah menyusun Kalender Tanam (Katam).

(2)

2011 telah dipublikasikan Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam terdekat), output setiap musim disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi pemupukan dan kebutuhan pupuk, varietas yang sesuai/potensial, kebutuhan benih, informasi wilayah rawan banjir atau kekeringan dan informasi rawan serangan OPT (Las, 2011).

Pemupukan atau pengelolaan hara spesifik lokasi atau penerapan pupuk berimbang adalah upaya menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman agar tanaman tumbuh optimal. Langkah-langkah dalam pendekatan pemupukan spesifik lokasi adalah dengan (a) menetapkan tingkat hasil di suatu lokasi dan musim, bergantung pada iklim, varietas padi, dan pengelolaan tanaman, (b) memanfaatkan hara tanaman yang berasal dari sumber alami seperti dari dalam tanah, perombakan bahan organik, residu tanaman, pupuk kandang, dan air irigasi, dan (c) menggunakan pupuk kimia untuk mengisi kekurangan antara jumlah hara yang diperlukan tanaman sesuai tingkat hasil dengan hara yang secara alami tersedia. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari. Selain itu dapat mengurangi pemborosan 15 – 20% (Kartaatmadja et al., 2009).

Ada berbagai metode penetapan pemupukan spesifik lokasi untuk padi sawah dimana antara satu sama lainnya saling mempunyai kelebihan atau kekurangan. Metode penetapan pupuk yang efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis atau unsur pupuk, kondisi/kesuburan tanah, varietas padi yang digunakan, fase pertumbuhan dan kebiasaan petani menggunakan pupuk. Katam Terpadu sebagai wahana informasi bagi stake holder (pejabat/petugas pertanian atau petani) yang bisa dipantau secara luas melalui Web/Situs telah mencoba merekomendasikan pemupukan dan jumlah kebutuhan pupuk per kecamatan. Rekomendasi dan kebutuhan pupuk tersebut sudah barang tentu melalui salah satu atau kombinasi metode penetapan pupuk.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas makalah ini mencoba menelaah aspek-aspek pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman padi sawah dan kaitannya dengan penerapan Katam Terpadu.

Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi

Terdapat 17 unsur hara esensial untuk tanaman padi yakni C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl dan Si. Tiga unsur yang disebut pertama (C, H, O) diperoleh tanaman dari udara atau air, sedangkan unsur yang lain diserap tanaman langsung dari dalam tanah yang berasal dari bahan mineral tanah. Kecuali C, H dan O unsur esensial dikelompokan menjadi tiga, yaitu unsur hara primer (N, P dan K), unsur hara sekunder (Ca, Mg dan S) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Si dan Cl) (Cosico, 1992).

Fungsi unsur hara esensial di dalam tanaman padi, diantaranya adalah sebagai berikut: N (bagian khlorofil, meningkatkan pertumbuhan daun dan gabah); P (meningkatkan pertumbuhan akar dan mutu gabah); K (meningkatkan pertumbuhan anakan, ukuran gabah dan ketahanan terhadap penyakit); Ca (memperkuat dinding sel); Mg (bagian khlorofil dan berbagai enzim); S (bagian asam amino dan aktivator enzim); Fe (bagian khlorofil); Mn (salah satu faktor dalam fotosintesis dan aktivator enzim); Zn (aktivator enzim); B (katalis dalam tanaman); Mo (terlibat dalam reduksi nitrat menjadi nitrit; Cu (regulator enzim); Cl (terlibat dalam fotosintesis); dan Si (mempercepat pertumbuhan akar dan pembentukan malai; membentuk lapisan untuk mencegah serangan jamur dan serangga) (Cosico, 1992).

(3)

Burbey dan Taher (1983) telah melakukan survey status hara lahan sawah di beberapa tempat di Sumatera Barat. Beberapa hasil temuan mereka adalah sebagai berikut: 1). Lahan sawah di Sukarami (Kabupaten Solok) dengan jenis tanah Andosol dibutuhkan pupuk N dan P; 2). Lahan sawah di Sarilamak (Kabupten Limapuluh Kota) dengan jenis tanah PMK kekurangan N dan K; dan 3). Lahan sawah di Indrapura (Kabupaten Pesisir Selatan) dengan jenis tanah Aluvial atau di Mapattunggul (Kabupaten Pasaman) dengan jenis tanah Latosol sedikit kekurangan N dan S.

METODE PENETAPAN KEBUTUHAN PUPUK

Winardi (2008) telah mencoba mengkaji berbagai metode penetapan kebutuhan pupuk untuk padi sawah dengan kasus di Sumatera Barat, yaitu seperti di bawah ini:

Analisis Tanah

Penetapan kebutuhan pupuk dengan cara analisis tanah mempunyai arti yang penting karena memungkinkan diperolehnya informasi yang lebih banyak mengenai sifat-sifat tanah, baik fisika, kimia maupun biologi tanah. Parameter yang umum dianalisis untuk program pemupukan antara lain pH, kandungan bahan organik tanah, unsur-unsur hara makro (N, P, K), unsur-unsur mikro dan tekstur tanah (Anonymous, 2005a).

Di Sumatera Barat laboratorium tanah dan tanaman sebagai dasar penetapan rekomendasi pemupukan masih belum memadai. Dari tiga laboratorium tanah dan tanaman yang ada (BPTP Sumbar; BALITBUTROPIKA; Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas) hanya instansi yang disebut terakhir yang laboratoriumnya sudah terakreditasi (Komunikasi pribadi dengan BPTP Sumatera Barat, BALITBUTROPIKA dan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas).

Uji Tanah

Teknologi uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia di laboratorium yang sederhana, cepat, murah, tepat dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang efisien.

Di Indonesia teknologi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) yang dikenal juga dengan istilah ”Paddy Soil Test Kit”. Alat ini digunakan untuk penetapan rekomendasi pemupukan N, P dan K spesifik lokasi. PUTS dilengkapi dengan pengekstrak untuk mengukur pH dan kandungan hara N, P dan K tanah di lapangan. Di Indoensia, uji tanah ini diperkenalkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, sekarang: Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (Anonymous, 2005a).

Di Sumatera Barat alat uji tanah (PUTS) hanya dimiliki oleh BPTP Sumatera Barat. Alat tersebut baru digunakan pada tingkat penelitian dan pengkajian. Berdasarkan kajian yang dilakukan, satu unit PUTS dapat digunakan untuk menganalisis 50 sampel tanah. Dengan harga per unit alat Rp.750.000,- berarti biaya penetapan kebutuhan pupuk Rp.15.000,- per sampel tanah.

Bagan Warna Daun (BWD)

Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) merupakan cara sederhana untuk menentukan takaran pupuk N yang tepat. Dasar kerja alat ini menduga kecukupan pasokan nitrogen dalam jaringan tanaman dengan memperhatikan tingkat kehijauan warna daun. Alat ini sama sekali tidak berhubungan dengan pendugaan ketersediaan nitrogen di dalam tanah. Menurut informasi Balai Penelitian Tanaman Padi (Komunikasi pribadi), BWD yang merupakan produk dari IRRI tersebut bisa dipesan di Balai Penelitian Tanaman Padi tersebut dengan harga Rp.10.000,- per unit.

(4)

Peta Status Hara

Berdasarkan Peta Status P dan K sawah skala 1:50.000 telah dilakukan kalibrasi kebutuhan pupuk P dan K untuk sawah berstatus P rendah dan K rendah di Kota Pariaman selama musim tanam 2004/2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk sawah berstatus P rendah direkomendasikan pupuk P dengan dosis 100-125 kg SP-36/ha. Sedangkan untuk sawah berstatus K rendah diperlukan pemupukan K sebanyak 100-125 kg KCl/ha (Burbey, 2007a).

Penelitian pemakaian pupuk P dan K pada sawah dengan status P sedang dan tinggi serta status K sedang dan tinggi juga telah dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman tahun 2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk lahan sawah dengan status P sedang dan tinggi dibutuhkan pupuk fosfat masing-masing 75 dan 50 kg SP-36/ha. Selanjutnya untuk lahan sawah dengan status K sedang dan tinggi, secara berturut-turut dibutuhkan 75 dan 50 kg KCl/ha (Burbey, 2007b).

Terlihat disini bahwa peta status hara bermanfaat dalam menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi. Oleh sebab itu peta status hara P dan K yang sudah ada baik skala 1:50.000 maupun skala 1:250.000 bisa digunakan sebagai arahan pemupukan P dan K spesifik lokasi untuk padi sawah di Sumatera Barat.

Percobaan Pemupukan Lapangan

Percobaan pemupukan lapangan merupakan kegiatan aspek pemupukan untuk melihat pengaruh lokasi, musim, kultivar dan tingkat pengelolaan yang diterapkan. Percobaan pemupukan lapangan bisa terdiri dari program jangka pendek (short term) yakni untuk beberapa musim atau jangka panjang (long term) yang memerlukan waktu beberapa tahun. Apabila percobaan lapangan dilaksanakan dan dikelola dengan baik maka hasilnya bisa dihandalkan untuk penetapkan rekomendasi pemupukan (Anonymous, 1988).

Percobaan pemupukan untuk padi sawah di Sumatera Barat selama ini banyak dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat yang semula merupakan bagian dari Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Untuk percobaan pemupukan lapangan dibutuhkan perencanaan khusus, tenaga pelaksana yang mampu untuk itu dan pembiayaan relatif mahal. Dibutuhkan dana sekitar Rp. 20.000.000,- untuk satu unit percobaan pemupukan lapangan.

(5)

Tabel 1. Acuan rekomendasi pupuk padi sawah di berbagai kecamatan, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat berdasarkan permentan 40/2007.

No Kecamatan

Acuan Rekomendasi Pupuk (kg/ha)

Tanpa bahan organik 5 ton jerami/ha 2 ton pupuk kandang/ha

Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl

1 Paya Kumbuh 250 75 50 230 75 0 225 25 30

2 Luhak 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

3 Harau 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

4 Guguk 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

5 Suliki Gunung Mas 250 100 50 230 100 0 225 50 30

6 Gunung Mas 250 100 50 230 100 0 225 50 30

7 Kapur Sembilan - - - -

8 Pangkalan Karo Baru 250 100 50 230 100 0 225 50 30

9 Akabiluru 250 75 50 230 75 0 225 25 30

10 Lareh Sago Halaban 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

11 Situjuh Limo Nagari 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

12 Mungka 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

13 Bukit Barisan 250 100 50 230 100 0 225 50 30

INFORMASI PUPUK DALAM KATAM TERPADU

Dari tahun 2007-2010 telah dikembangkan Katam Semi Dinamik Skala 1:250.000 dengan 3 alternatif pola tanam (3 skenario perubahan iklim), awal musim tanam dan pola tahunan (3 musim secara padu), berdasarkan curah hujan dan potensi ketersediaan air. Dari tahun 2010-2011 telah dikembangkan Katam Dinamik Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam Semi Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim, awal musim tanam (MH, MK1 dan MK2) secara terpisah (Las, 2011).

Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang dipublikasikan pada tahun 2011 merupakan pengembangan Katam Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam terdekat), output setiap musim disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi dan kebutuhan pupuk, varietas sesuai/potensial, kebutuhan benih serta informasi wilayah rawan banjir atau kekeringaan dan rawan OPT (Anonymous, 2011).

(6)

Tabel 2. Rekomendasi pemupukan NPK Phonska (15-15-15) Kabupaten Indramayu berdasarkan rekomendasi Katam Terpadu.

No Kecamatan

Acuan Rekomendasi Pupuk NPK 15-15-15 (kg/ha)

Tanpa bahan organik 2 t/ha kompos jerami 2 t/ha pupuk kandang

NPK Urea NPK Urea NPK Urea

1. Haurgelis 300 200 150 250 300 200

2. Gabuswetan 300 200 150 250 300 200

3. Cikedung 225 225 150 250 150 250

4. Leles 225 225 150 250 150 250

5. Kertasemaya 225 225 150 250 150 250

6. Karangampel 225 225 150 250 150 250

7. Jatinyuat 225 225 150 250 150 250

8. Sliyeg 225 225 150 250 150 250

9. Indramayu 225 225 150 250 150 250

10. Lohbener 225 225 150 250 150 250

11. Sindang 225 225 150 250 150 250

12. Kandanghaur 225 225 150 250 150 250

13. Anjatan 225 225 150 250 150 250

14. Bongas 225 225 150 250 150 250

15. Widasari 225 225 150 250 150 250

16. Krangkeng 225 225 150 250 150 250

17. Kedokan 225 225 150 250 150 250

18. Cantigi 225 225 150 250 150 250

19. Arahan 225 225 150 250 150 250

20. Sukra 225 225 150 250 150 250

Umumnya penetapan kebutuhan pupuk P dan K dewasa ini termasuk untuk kebutuhan Katam Terpadu adalah berdasarkan peta status hara berskala 1:250.000 sesuai ketersediaan peta yang ada. Demikian juga penetapan pupuk tunggal N, P, K melalui Permentan 40/2007 untuk tingkat kecamatan juga berdasarkan peta berskala 1:250.000. Rekomendasi pupuk tunggal inilah yang kemudian direvisi menjadi pupuk majemuk untuk kebutuhan Katam Terpadu. Dengan menggunakan skala 1:250.000, kedua penetapan diperkirakan belum memadai untuk memenuhi kaedah penetapan pemupukan spesifik lokasi. Hal tersebut disebabkan skala peta yang digunakan belum bersifat operasional. Dilain pihak sudah tersedia pula metode lain penetapan pupuk spesifik lokasi seperti diuraikan sebelumnya.

Dengan demikian dalam penerapan Katam Terpadu rekomendasi pupuk yang dikeluarkan perlu dikoreksi dengan metode lain yang lebih sesuai atau memungkinkan. Untuk menentukan metode yang sesuai atau memungkinkan dapat dilakukan melalui pengkajian yang dilakukan oleh Winardi (2008). Dalam pengkajian yang dilakukan untuk kasus Sumatera Barat, prioritas penetapan rekomendasi pupuk adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan uji tanah (PUTS) untuk pupuk N, P dan K; 2) Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3) Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4) Percobaan pemupukan lapangan; dan 5) Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut tidak melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan.

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemupukan spesifik lokasi merupakan hal yang penting dilakukan untuk pertanaman padi sawah sebagai akibat bervariasinya agroekosistem, varietas padi dan pengelolaan pemupukan.

2. Terdapat berbagai metode penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain; lokasi, bentuk atau jenis pupuk dan fase pertumbuhan tanaman.

3. Di Sumatera Barat penetapan kebutuhan pupuk diprioritaskan melalui metode sebagai berikut: 1) Uji tanah dengan PUTS untuk pupuk N, P dan K; 2) Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3) Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4) Percobaan pemupukan lapangan; dan 5) Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut tidak melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain; kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan.

4. Untuk mengantisipasi perubahan iklim Badan Litbang Pertanian telah menyusun Katam sebagai acuan waktu dan pola tanam tanaman pangan (padi dan palawija). Katam Terpadu merupakan versi Katam yang dipadukan dengan berbagai informasi, termasuk rekomendasi dan kebutuhan pupuk tingkat kecamatan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., Azwir dan Ardimar. 2000. Efisiensi pemupukan nitrogen berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) pada lahan sawah irigasi Lubuk Basung. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Padang, 21-22 November 2000.

IRRI. 1988. Soil fertility. International Rice Research Institut. Los Banos, Philippines.

Puslitbangnak. 2005a. Satu abad kiprah lembaga penelitian tanah Indonesia 1905-2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Bappeda Prov. Sumbar. Sumatera Barat Dalam Angka. Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Padang. Departemen Pertanaian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/03/2007 tentang

penyempurnaan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifilokasi. Departemen Pertanian. Jakarta.

Buharman B., N. Hosen dan Imran. 2004. Overview Rekomendasi Paket Teknologi Pertanian BPTP Sumatera Barat 1998-2003. Prosd. Seminar Nasional Kontribusi Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera Barat. Sukarami, 26-27 Januari 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. ;70-91

Burbey. 2007a. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah Rendah. Jurnal Ilmiah Tambua VI(1). Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Solok. ;79-83.

Burbey. 2007b. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah Sedang dan Tinggi. Jurnal Ilmiah Tambua VI(2). Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Solok. ;141-148.

Burbey dan A. Taher. 1983. Status hara lahan sawah pada beberapa jenis tanah di Sumatera Barat.

Pemberitaan Penelitian Sukarami. Balitan Sukatami. Solok. 2:9-14.

Cosico, W. C. 1992. Mineral nutrition of the rice plant. Department of Soil Science, University Philippines at Los Banos.

Kartaatmadja, S., E. Suhartatik, I.G. Ismail, E. Jamal, Sunihardi, A. Kasno, A. Subaedi dan R. Buresh. 2009. Piranti Lunak Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Las I. 2011. Perubahan Iklim Dan Pengantar Umum Penyusunan Atlas Katam Terpadu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Lal, I., dan E. Surmaini. 2010. Variabilitas dan Perubahan Iklim Dalam Sistem Produksi Padi Nasional: Dampak dan Tantangan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Hasil Penelitian Padi. Sukamandi, 24 Oktober 2010.

Panggabean, G. 2011. Menjaga Stabilitas Harga dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Sinar Tani, Edisi 19-25 Joktober 2011 No. 3427 Tahun XLII.

Gambar

Tabel 1. Acuan rekomendasi pupuk padi sawah di berbagai kecamatan, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat berdasarkan permentan 40/2007
Tabel 2. Rekomendasi pemupukan NPK Phonska (15-15-15) Kabupaten Indramayu berdasarkan rekomendasi Katam Terpadu

Referensi

Dokumen terkait

• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan. kekuasaannya

Berdasarkan hasil Evaluasi Dokumen Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi Pemilihan Langsung, dengan ini kami mengundang Perusahaan Saudara untuk melakukan Pembuktian

pembayaran kepada Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut

• Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Faktor Penyebab Korupsi 27 FAKTOR EKSTERNAL, PEMICU PERILAKU KORUP YANG DISEBABKAN OLEH FAKTOR DI LUAR DIRI PELAKU. 

dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan

Pada komponen Prop (P) dengan setup cost dan holding cost sebesar $109 dan $18, order policy yang ditentukan adalah mencari solusi yang optimal sehingga total cost

Karena korupsi , permasalahan kemiskinan itu sendiri yang pada akhirnya akan membuat masyarakat sulit untuk mendapatkan akses ke lapangan kerja yang disebabkan latar