• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM MENDUKUNG

PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI

DI PROVINSI ACEH

Basri A. Bakar dan Abdul Azis 1)

1) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda AcehTelp. 0651-7551811

Email: abda_muda@yahoo.co.id; Email: baskar_olin@yahoo.com

ABSTRAK

Kajian ini dilaksanakan bulan Maret – Nopember 2011 di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Tujuannya untuk mengetahui lembaga formal dan informal mana yang berperan dan model sistem kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya di Provinsi Aceh. Pengambilan lokasi sampling dan sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja). Masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan, dan setiap kecamatan dipilih 3 desa. Masing-masing desa terdiri 20 orang sampel, sehingga total responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 540 orang. Hasil kajian yang diperoleh yaitu : Peran kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan lebih dominan dalam mendiseminasikan inovasi teknologi spesifik lokasi melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok tani. Keragaan kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya, sangat berpengaruh terhadap pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi. Sedangkan keragaan kelembagaan dalam pengembangan inovasi di Kabupaten Pidie dan Bireuen sangat beragam. Peran penyuluh di lapangan sangat di harapkan oleh petani agar lebih sinergis dalam penyampaian inovasi teknologi kepada pengguna.

Kata Kunci: kelembagaan formal, informal, inovasi, spesifik lokasi, umpan balik.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan Badan Litbang Pertanian selama 30 tahun telah cukup ditunjukkan dengan keberhasilan dalam pengadaan inovasi pertanian. Inovasi teknologi, kelembagaan, dan kebijakan telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi pemicu utama pertumbuhan dan perkembangan usaha dan sistem agribisnis. Salah satu bukti empiris ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi dan jagung berupa penemuan varietas unggul baru pendek, dan perkembangan perkebunan sawit yang cukup pesat atas dukungan teknologi perbenihan/ pembibitan. Namun berdasarkan evaluasi eksternal maupun internal, seiring dengan perkembangan waktu, kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi yang dihasilkan cenderung melambat, bahkan menurun (Musyafak dan Tatang 2006).

Peran utama Badan Litbang Pertanian dalam sistem inovasi pertanian nasional adalah: (1) menemukan atau menciptakan inovasi pertanian maju dan strategis, (2) mengadaptasikan inovasi pertanian menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi, dan (3) menginformasikan dan menyediakan materi dasar inovasi/teknologi. Namun kegiatan penyuluhan, advokasi, dan fasilitasi agar inovasi tersebut diadopsi secara luas tidak termasuk dalam tugas pokok Badan Litbang Pertanian (Simatupang 2004).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nanggroe Aceh Darussalam (BPTP NAD) yang diresmikan pada Tahun 2001 merupakan perpanjangan tangan Badan Litbang Pertanian di tingkat Provinsi yang mengemban tugas utama untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing dan kemudian menyebarkan teknologi spesifik lokasi kepada pengguna.

BPTP NAD telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi spesifik lokasi yang telah didiseminasikan dengan berbagai metode komunikasi, dan juga melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok tani. Tujuan utama pengembangan jaringan antara lain: (1) mempercepat proses transfer teknologi dan informasi pertanian: (2) menghimpun umpan balik (feedback) hasil pengkajian dan preferensi kebutuhan pengguna teknologi.

(2)

Peran lembaga dalam penyebarluasan inovasi teknologi pertanian kepada pengguna serta untuk menjaring umpan balik sangat besar. Lembaga-lembaga tersebut baik lembaga formal seperti Dinas/Instansi terkait mulai dari Dinas Pertanian sampai ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang ada dikecamatan diketahui telah berperan aktif dalam mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian. Selain itu di Provinsi NAD, kelembagaan non formal seperti ”kejuruan blang” dan lembaga adat lainnya ikut berperan dalam menyebarluas-kan inovasi teknologi pertanian baik teknologi indigenous maupun inovasi teknologi lainnya yang sudah berkembang.

Lembaga-lembaga tersebut melakukan penyampaian inovasi teknologi dengan berbagai metoda, seperti; komunikasi tatap muka, peragaan teknologi maupun pengembangan informasi pertanian. Hal ini dilakukan dalam upaya mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja terutama di perde-saan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perlu dikaji lembaga formal dan informal mana saja yang berperan dalam penyam-paian inovasi teknologi tersebut dan bagaimana sistem model kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya yang efektif dipergunakan.

TUJUAN

Untuk mengetahui lembaga formal dan informal mana yang berperan dan model sistem kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya di Provinsi Aceh.

PROSEDUR PELAKSANAAN

Kajian dilaksanakan pada tiga kabupaten yaitu Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen mulai bulan Maret – Nopember 2011. Berdasar pertimbangan bahwa daerah tersebut adalah lokasi pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian spesifik lokasi dilaksanakan.

Populasi penelitian ini adalah petani yang ada di ketiga kabupaten tersebut diatas. Pengambilan lokasi sampling dan sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja). Masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan, 3 desa, 20 orang sampel. Total responden dalam penelitian ini adalah 540 orang responden.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara melakukan observasi dan wawancara secara terstruktur dengan sejumlah “key informan” dan ditambah lagi dengan pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) untuk memperkuat serta melengkapi informasi yang dibutuhkan. Di samping itu, pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kajian terhadap laporan pihak terkait guna memperkuat berbagai informasi yang diperoleh dari data primer tadi. Proses selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sejumlah responden ditabulasi.

Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan penjelasan secara deskriptif. Kajian ini dilakukan dengan metode pendekatan massa (mass approach method), pendekatan kelompok (group approach method) dan pendekatan individu (personal approach method). Untuk menjaring umpan balik serta model sistem kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dilakukan dengan metode survei.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

Penelitian terhadap 540 orang responden masing-masing 180 orang di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, dan Bireuen, tidak menunjukkan perbedaan umur yang mencolok. Rata-rata umur petani adalah 44,40 tahun. Petani termuda berumur 19 tahun dan petani tertua berumur 65 tahun.

Responden yang berumur dibawah 30 tahun 11.5%, berumur antara 31 – 40 tahun sebesar 36%, berumur 41 – 50 tahun 33,5%, berumur 51 – 60 tahun 14 % dan di atas 60 tahun 5%. Berdasarkan umur yang ada, terlihat ada hubungan yang positif antara umur petani dengan pengalaman. Dimana petani yang berusia muda lebih mudah menerima inovasi baru dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Akan tetapi petani lebih tua lebih berpengalaman dalam memperoleh inovasi dan cenderung untuk melihat hasil teknologi yang nyata.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh petani responden rata-rata Sekolah Menengah Pertama. Pendidikan tertinggi Sekolah Menengah Atas dan yang terendah Sekolah Dasar.

(3)

Umumnya tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir, ketrampilan, sikap dan pengambilan keputusan juga pengembangan keputusan. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi dalam menerima informasi, menyerap dan memahami suatu informasi teknologi. Data hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif sama antar responden dan kabupaten diasumsikan tingkat pemahaman mereka terhadap informasi teknologi inovasi yang dikomunikasikan tidak akan jauh berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian, pengalaman responden dalam berusahatani padi-kedelai paling sedikit 1 tahun, yaitu petani kedelai di Pidie dan di atas 40 tahun juga dari Pidie dan Pidie Jaya.

Dalam bercocok tanam padi-kedelai 100% responden menggarap lahan milik sendiri. Rata-rata luas usaha budidaya padi-kedelai 0,85 ha, dengan varietas yang ditanam terdiri dari varietas unggul, hybrida dan non hybrida. Sumber benih berasal dari BPTP NAD, Dinas Pertanian setempat dan dibeli sendiri oleh petani.

Meskipun kegiatan ini dilaksanakan di lokasi SL-PTT, akan tetapi tidak semua petani mengetahui teknologi tersebut. Mereka hanya mengikuti apa yang diperintahkan saja oleh penyuluh atau ketua kelompoktani meskipun tidak mengetahui untuk apa hal tersebut mereka lakukan. Umumnya yang mengikuti teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh/pendamping SL-PTT di lapangan adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dibiayai oleh dinas/instansi terkait. Sedangkan petani di sekitarnya banyak yang tidak mengikuti cara-cara tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya informasi yang utuh yang mereka terima pada saat yang tepat. Petani umumnya belum mengetahui inonavasi teknologi yang disampaikan oleh penyuluh karena keterbatasan media yang digunakan.

Kurangnya jumlah penyuluh mengakibatkan kurang efektifnya sistem penyuluhan yang berjalan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain diantaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai. Seperti kenderaan operasional untuk mencapai lokasi-lokasi penyuluhan yang belum memadai.

Perekrutan THL-TB PP yang berasal dari berbagai disiplin ilmu menambah jumlah penyuluh. Akan tetapi THL-TB PP tersebut berasal dari berbagai tingkatan lulusan dengan usia yang sangat bervariasi. Sebagaian besar THL-TB PP masih kurang berpengalaman dalam bidang penyuluhan.

Kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi baru masih kurang, disebabkan kurang efektifnya sistem penyuluhan.

Kondisi ideal yang diharapkan dalam bidang pembinaan dan pengembangan penyuluhan adalah tersedianya jumlah penyuluh pertanian sebanyak 222 orang, baik berasal dari penyuluh PNS, THL-TBPP maupun penyuluh swakarsa.

Untuk efektifitas sistem penyuluhan diperlukan sarana dan prasarana pendukung seperti kendaraan operasional penyuluh, alat-alat untuk media penyuluhan baik berupa alat-alat elektronik ataupun berupa leaflet, brosur ataupun dalam bentuk perpustakaan. Selain itu diperlukan juga alat-alat untuk pengukuran kadar air (moustuiretester), pengukur pH tanah, alat-alat ubinan, dan lain-lain.

Selain itu untuk media penyuluhan diperlukan percontohan-percontohan dalam bentuk demonstrasi area (demplot) maupun sekolah lapang, baik sekolah lapang budidaya ataupun sekolah lapang pengendalian hama dan penyakit (SL-PHT). Penyuluh pertanian seharusnya memiliki kapasitas yang memadai dalam bidang penyuluhan, meliputi bidang pertanian, peternakan, perikanan ataupun perkebunan.

Petani dapat mengaplikasikan teknologi baru dan mutakhir untuk peningkatan produksi. Sehingga akan meningkatkan pendapatan petani.Pembangunan dibidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Pidie Jaya menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan oleh faktor konflik maupun permasalahan lainnya. Namun dengan tekad Pemerintah Daerah dan dukungan berbagai pihak secara bertahap akan berupaya melakukan terobosan inovasi dan tekhnologi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha.

Pembangunan di bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bireuen menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan oleh keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan minimnya Sarana dan Prasarana Penyuluhan.

(4)

Secara garis besar ada beberapa bentuk organisasi yang berada pada wilayah penelitian ini dan terkait langsung dengan penelitian ini, untuk itu dapat dikelompokkan dalam: (1) Organisasi Pemerintahan: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Perangkat desa, LKMD/LPMD, dan Tuha Peut, (2) Organisasi Adat: tokoh masyarakat/panutan, keujreun blang, P3A, gotong royong dan kelompok tani, (3) Organisasi Keagamaan: Majelis Ta’lim, Remaja Masjid, Kelompok yasinan, Pengajian. 4. Organisasi Ekonomi: Koperasi simpan pinjam, Kelompok tani, kelompok pencari dan pemakai air, arisan. 5. Organisasi Sosial Baru: PKK, Posyandu, Karang Taruna/ Organisasi pemuda, organisasi olah raga, dan Dasa Wisma.

Dari hasil survey menunjukkan bahwa sifat keanggotaan dalam organisasi kemasyarakatan pada umumnya sukarela. Untuk menjadi anggota sebuah perkumpulan/ organisasi tidaklah sulit, karena secara geografis domisili masing-masing anggota tidak jauh, bahkan masih dalam satu lingkungan sosial dan administrasi yang sama, misalnya Gampong. Sementara untuk yang tingkat desa biasanya melalui informasi dari keluarga, teman atau orang lain. Cara menjadi anggota biasanya langsung bergabung saja, ada yang mendaftar secara lisan dan ada pula yang harus mendaftarkan diri secara tertulis melalui formulir yang disediakan. Hak dan kewajiban anggota biasanya sudah dirumuskan dalam suatu organisasi dalam bentuk kesepakatan lisan maupun tertulis. Kesepakatan tertulis ini biasanya diwujudkan dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (untuk jenis organisasi yang berhubungan dengan ekonomi/keuangan). Hak dan kewajiban anggota di antara perkumpulan memiliki banyak persamaan antara lain hak untuk memperoleh pendidikan, mengikuti pengajian, memperoleh arisan, memperoleh bantuan sosial dan mengikuti setiap kegiatan perkumpulan. Sedangkan kewajiban anggota antara lain menghadiri pertemuan rutin, iuran wajib, iuran sukarela, mengikuti arisan wajib dan keharusan mengikuti kegiatan perkumpulan secara aktif.

Hampir pada semua lokasi penelitian untuk mendapatkan program, petani disyaratkan untuk berkelompok, dimana kelompok menjadi alat untuk mendistribusikan bantuan (material atau uang tunai), dan sekaligus sebagai wadah untuk berinteraksi baik antar peserta maupun dengan pelaksana program (Badan SDM Deptan, 2007; Balitbangtan, 2006). Padahal untuk mewujudkan ini, telah dihabiskan anggaran dan dukungan tenaga lapang yang cukup besar. Akibatnya, kelompoktani yang terbentuk menjadi tidak solid dan susah dipertahankan.

Di sisi lain dengan adanya kelembagaan kelompok tani yang merupakan wadah petani dalam rangka menguatkan usaha tani melalui penguatan modal, maka petani dapat menjadi lebih bersemangat dalam mengupayakan peningkatan produksi. Kelembagaan kelompok tani atau gapoktan yang ada dipedesan sudah terstuktur dengan baik dimana didalam kelompok sudah ada ketua sekretaris dan bendara dan ketiga struktur ini sudah dapat meminit jalannya kelembagaan kelompok tani/ gapoktan

Dengan adanya kelompok tani dalam mengatur pertemuan sudah mudah dilakukan. Kelompok akan mengatur jadwal pertemuan baik dengan sesame anggota atau dengan penyuluh yang ada diwilayah mereka. Dengan adanya pertemuan baik dengan tokoh adat atau dengan penyuluh petani semakin lama semakin bertambah pengetahuannya terutama dibidang usaha taninya. Dengan adanya pertemuan diharapkan petani akan lebih meningkatkan wawasan berpikir akibat adanya berbagai informasi yang didapat dalam pertemuan kelompok baik itu berasal dari penyuluh atau tokoh tani dan tokoh adat setempat.

Dalam tahun 2010 dan 2011 banyak perkembangan usaha tani khususnya padi. Adopsi teknologi sudah terjadi walaupun tidak secara cepat. Hal ini dapat terbukti bahwa setiap desa yang terlibat pengkajian ini sudah melakukan adopsi teknologi terutama penggunaan benih VUB.

Pengunaan benih bermutu dan berlabel sudah dilakukan oleh setiap petani. Hampir 99 persen petani Aceh khususnya kabupaten Pidie Jaya , Pidie , Bireuen menggunakan benih padi dari varietas ciherang, mekongga, cibogo, dan impari. Penggunana benih ungul merupakan hasil prakarsa BPP yang dinovasikan oleh BPTP. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri bahwa di Aceh peran BPTP sangat signifikan dalam mengadopsikan beberapa teknologi yang ada dalam model PTT. Adopsi teknologi yang paling dapat dilihat yaitu penanaman sistin legowo. Hampir di setiap kabupaten yang terlibat pengkajian ini,sudah mengadopsi sistim tanalegowo terutama dapat dilihat disetip lahan sawah yang terletak dipingir jalan raya yang menuju ketiga kabupaten.

(5)

sarana produksi yang tersedia, program pengendalian hama dan penyakit yang efektif,serta program pasar yang dapat menampung hasil panen yang memadai (harga yang baik). Dalam tiga tahun terakhir ini (2008-2009), program yang paling luas sebarannya adalah progam Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terbentuk merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi menjadi salah satu indikator keberhasilan PUAP yakni berupa indikator benefit dan impact.

Harapan yang paling besar dari petani yaitu harga gabah menjadi relatif mahal seperti pada tahun 2010 dimana harga gabah dapat mencapai Rp 4.800. Harga ini akan memberikan kepuasan pada petani. Harapan petani kepada pemerintah agar harga gabah dapat stabil disaat musim panen tentunya harga yang sesuai dengan output pengeluaran dan adanya sisa penjualan yang dapat meningkatkan pendapatan untuk menuju peningkatan kesejahteraan. Eksistensi organisasi milik petani bergantung terutama kepada kondisi lingkungan dimana ia hidup. Dua kekuatan yang menentukan dalam konteks ini adalah negara dan pasar.

Petani secara kelompok tidak mempungkiri bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui dinas pertanian sering mereka terima di setiap musim tanam. Bantuan tersebut berupa benih unggul, Pupuk kimia dan organik serta insektisida disaat ada serangan. Demikian pula bantuan berupa informasi teknologi yang tidak putus-putusnya dari Penyuluh.

Umumnya kelompok tani belum memiliki badan hukum. Hal ini mungkin disebabkan karena kiprah kelompok tani belum jauh dalam hal berhubungan dengan pihak-pihak luar yang memberi pengaruh terhadap kegiatan kelompok dan kelompok tani masih melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan anggotanya sendiri. Demikian pula permasalan belum mengarah kepada hal-hal yang bermasalah yang dapat menimbulkan pengaruh tindak pidana terhadap kelompok tani itu sendiri.

LSM dan Dinas terkait tentunya punya kepentingan dengan kelompok tani. Dinas pertanian,peternakan, perikanan dan kehutanan, petani merupakan mitra kerja mereka. Kolompok tani merupakan wadah untuk mencairkan dana yang sudah diprogramkan. Demikian juga LSM.

Kinerja Kelembagaan

Dari hasil survey yang dilakukan terhadap kelompok kelembagaan informal di tiga Kabupaten yakni Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen menunjukkan bahwa secara umum kinerja kelembagaan formal masih perlu penyempurnaan.

Kelembagaan Informal yang ada di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen, umumnya kelompok pengajian dan arisan. Dalam sektor pertanian, kelompok informal belum memberikan kontribusi nyata terutama dalam menetapkan kebijakan dan aturan. Secara umum, kelompok informal berperan dalam kegiatan sosial masyarakat desa seperti gotong royong, peringatan hari-hari besar Islam, sedangkan dalam sektor pertanian relatif sedikit.

Dalam kelompok masyarakat tani, kelembagaan informal hanya berperan pada sistem budidaya seperti penanaman padi, pengendalian hama penyakit dan pemanenan. Sedangkan pada sistem pengolahan hasil belum ditemukan di setiap desa, kecuali beberapa desa dalam Kabupaten Bireuen dan Pidie.

Di kabupaten Bireuen, peran kelembagaan informal mulai mengarah ke agribisnis terutama pengolahan keripik pisang kepok. Namun demikian kelompok ini belum membentuk kesatuan dalam bentuk koperasi.

Sedangkan di Kabupaten Pidie, kegiatan pengolahan hasil lebih didominir oleh wanita dengan memproduksi emping melinjo. Kegiatan kerajinan rumah tangga ini dilakukan sepulang dari pekerjaan berusahatani atau saat padi telah masa tanam.

Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).

(6)

Sedangkan menurut Simanjuntak (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu, dalam hal ini mencakup kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja perusahaan yang dipengaruhi faktor intern dan ekstern.

Selanjutnya Dharma (2005) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan.

Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Sedangkan menurut Robertson dalam Mahsun (2006) juga menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.

Pengembangan Inovasi di Tingkat Pengguna

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi padi, karena pada daerah tersebut umumnya petani melaksanakan budidaya padi untuk mendukung program pemerintah dalam Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Akan tetapi daerah-daerah sentra produksi kedelai juga merupakan tempat pelaksanaan program.

Kabupaten Pidie mempunyai lahan baku sawah seluas 29.337 ha. Untuk tahun 2010 luas penanaman padi di Kabupaten Pidie mencapai 42.738 ha, membutuhkan benih padi sebanyak 1.078 ton dengan asumsi pemakaian sebanyak 25 kg/ha. Tingkat pemakaian benih bermutu di Pidie rata-rata setiap musim tanam telah mencapai 30% (di atas rata-rata-rata-rata nasional 25%) dari kebutuhan benih seluruhnya. Hal ini berarti setiap tahun membutuhkan benih padi bermutu sejumlah 323.40 ton. Untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut maka keberadaan institusi perbenihan mutlak diperlukan.

Institusi perbenihan adalah lembaga pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang perbenihan yang menangani masalah benih dan pengawasannya berada di bawah Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie. Lembaga ini menangani masalah produksi benih sehingga memenuhi syarat baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Balai benih merupakan unit pelaksana teknis yang bertugas menyediakan/ memproduksi benih dasar (FS) maupun benih (SS) untuk perbanyakan benih sebar (ES) bagi petani sekaligus mengeluarkan benih yang dihasilkannya.

Di samping lembaga pemerintah juga terdapat pihak swasta dalam memproduksi benih sekaligus menyalurkan benih yang dihasilkan. Benih merupakan salah satu faktor penentu yang sanga dibutuhkan untuk kelancaran produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu institusi yang menangani masalah benih yang pengawasannya berada di bawah Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie.

Setiap upaya pembangunan yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan pada dasarnya ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya mutu hidup yang mencapai banyak aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, ideologi, politik maupun pertahanan keamanan.

Menurut Mardikanto, 1993 menyatakan bahwa pesan-pesan pembangunan yang disuluhkan haruslah mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat-ifat pembaharuan yang disebut dengan istilah innovativeness.

Dari hasil pelaksanaan kegiatan tahun 2010 khusus lingkup Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie yang menjadi permasalahan adalah belum adanya upaya untuk meningkatkan produksi tanaman yang berhubungan dengan saprodi, untuk itu diperlukan lima tepat yaitu: tepat waktu, tepat mutu, tepat tempat, tepat jenis dan tepat harga.

Disisi lain, terbatasnya jumlah Balai Benih Utama (BBU), dalam penyediaan benih unggul dan bermutu, kebutuhan benih tiap komoditas setiap musim tanam terutama padi dan palawija petani terpaksa membeli dari pengecer yang ada di Kabupaten Pidie.

(7)

Permasalahan dan hambatan yang dialami antara lain kurangnya modal tunai dari petani untuk membeli pupuk, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh kepada produksi. Akibat lain adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan petani relatif masih rendah dalam penggunaan pupuk berimbang.

Jika dilihat dari pemanfaatan Sumberdaya Manusia, permasalahan yang dihadapi dantara lain: rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan dalam pengelolaan usahatani sehingga produktivitas relatif rendah, kurangnya dana untuk mengadakan pelatihan-pelatihan di lapangan dan belum optimalnya fungsi kepala Cabang Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten.

Tidak semua lokasi penelitian merupakan lokasi program SL-PTT dilaksanakan, sehingga petani yang menjadi sasaran penelitian ini adalah petani yang berada dalam desa tempat program tersebut dilaksanakan. Pertimbangannya SL-PTT merupakan salah satu metode pendekatan sasaran yaitu pendekatan secara massal dimana demontrasi cara yang diperagakan dapat dilihat langsung dan melibatkan banyak petani. Di samping itu SL-PTT juga merupakan pendekatan kelompok, yang dalam kasus-kasus tertentu peran kelompok lebih dominan.

Kabupaten Pidie Jaya sebagian besar wilayahnya berupa lahan pertanian maka saat ini dan masa yang akan datang sektor ini akan menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat dikembangkan yang nantinya dapat menjadi salah satu pemasukan bagi PAD dan dengan sendirinya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Pidie Jaya.

Sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Pidie Jaya, untuk itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui komoditi unggulan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya sehingga nantinya di ketahui kecamatan-kecamatan mana saja yang menjadi basis pertanian. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, di antaranya adalah tanaman bahan makanan yang terdiri atas padi dan palawija, perkebunan, peternakan, perikanan serta kehutanan.

Sedangkan lahan sawah sebagai kawasan budaya pertanian sektor di Kabupaten Pidie Jaya baik sawah pengairan maupun sawah tadah hujan. Luas lahan sawah pengairan 7.806 Ha dan sawah tadah hujan 151 Ha.

Pengembangan inovasi pertanian di Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran dari kabupaten induknya Pidie memiliki landasan semangat yang kokoh dalam mengejar ketertinggal pembangunan pertanian dari daerah lain yang telah lebih maju. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya senantiasa memotivasi dan mendorong masyarakat, swasta dan seluruh stakeholders untuk bersama-sama mengembangkan inovasi di seluruh Pidie Jaya. Dalam mendorong tumbuhnya inovasi di Pidie Jaya, pemerintah daerah mengembangkan regulasi yang lebih baik bagi perkembangan inovasi, meningkatkan ketrampilan bagi inovasi dan mengembangkan penafsiran inovasi yang efisien. Dalam mengembangkan inovasi daerah di Kabupaten Pidie Jaya yaitu dengan mengembangkan inovasi yang berupa field knowledge (dengan mengadopsi inovasi yang berasal dari luar Pidie Jaya), maupun dengan mengembangkan inovasi sendiri atau dengan mengembangkan keduanya (menggabungkan inovasi dari luar yang telah ada dengan menggabungkan inovasi yang dikembangkan sendiri).

(8)

Kebijakan yang diambil Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dalam pengembangan Inovasi di tingkat pengguna antara lain:

 Membangun dan menumbuhkembangkan budaya inovasi

 Mengeluarkan kerangka legal regulasi dan keuangan yang kondusif bagi inovasi

 Meningkatkan difusi teknologi dan pengembangan infrastruktur informasi yangdinamis

 Mendorong jaringan dan klasterisasi inovasi

 Mengungkit penelitian dan pengembangan (mendorong dan menggerakkan riset)

 Pengembangan SDM yang terdidik, kreatif dan terampil

 Merespon globalisasi

Beberapa Impelementasi Inovasi Kabupaten Pidie Jaya

 Pengembangan Benih Sumber (kerjasama dengan BPTP Aceh)

 Pengembangan kawasan rumah pangan lestari (kerjasama dengan BPTP Aceh)

 Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi/MP3-MI (kerjasama dengan BPTP Aceh)

 Pengembangan SL-PTT (kerjasama dengan BPTP Aceh)

 Pewilayahan komoditas berdasarkan agroekosistem wilayah (kerjasama dengan PT.Unsyiah)

 Pengembangan SMK (sekolah menengah kejuruan)

 Pengembangan Kebun Buah

Pengembangan Inovasi khususnya pertanian di daerah Pidie Jaya bertujuan untuk memperkuat daya saing Pidie Jaya di era globalisasi dalam implementasinya sangat didukung oleh kepemimpinan yang kuat. Kejelasan dan ketegasan Bupati Pidie Jaya yang visioner sebagai pemimpin terutama menyangkut pemahaman dan kesungguhan bahwa kesejahteraan rakyat akan tewujud dengan salah satu agendanya adalah penguatan inovasi pertanian.

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten penghasil kedelai di Provinsi NAD. Sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor andalan bidang pertanian, hal ini ditinjau dari segi potensi, ketersediaan lahan dan kesesuaian agroklimat yang cukup mendukung serta mayoritas penduduk Bireuen bermatapencaharian di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan adalah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan yang berkualitas dalam memantapkan ketahanan dan swasembada pangan, memperbaiki mutu izi masyarakat, memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan ekspansi ekspor yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan melalui perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Keragaan kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya, sangat berpengaruh terhadap pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi. Sementara keragaan kelembagaan dalam pengembangan inovasi di Kabupaten Pidie dan Bireuen menunjukkan sangat beragam.

2. Untuk lebih sinergis dalam penyampaian inovasi teknologi, peran penyuluh di lapangan sangat di harapkan oleh petani.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Angkasa Wisman Indra, Bambang Risdianto, Kasman. 2003. Pengkajian Mekanisme Difusi Teknologi Tepat Guna Pertanian . Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. V, hal. 140 - 155 /HUMAS-BPPT/ANY Arifin, A. 1994. Strategi Komunikasi. Sebuah Pengantar Ringkas. Armico. Bandung.

Badan Litbang Pertanian. 2006. Buku Panduan Umum Primatani. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan 2005 – 2025. Badan Litbang Pertanian, Deptan. Jakarta

Badan SDM Deptan. 2007. Program P4K. Pusbangluh, Deptan. Jakarta.

Badan SDM Pertanian. 2006. Rencana Kerja Badan Pengembangan SDM Pertanian tahun 2006. Rangkuman Hasil Rapim Badan SDM Pertanian Februari 2006. Badan SDM Pertanian, Deptan. Jakarta.

Barker, LL dan Deborah. 1993. Communication Sixth Edition Englewood Cliff. New Jersey.

Berlo, DK. 1960. The Process Of Communication. An Introduction to theory Practise. Holt, Rinehart and Winston. Inc. New york.

Berger, Peter and Thomas Luckman. 1979. The Sosial Construction of Reality: A Treative in The Sociology of Knowledge. Penguin Book, New York.

Boeke, JH; J. van Gelderen, dan J. Tideman .1974. Tanah dan penduduk di Indonesia. Penerbit Bhratara, Jakarta.

J. Cohen Bruce, 1992, Sosiologi, Rineka Cipta Jakarta

Havelock, Ronald G. 1971 Planning For Innovation. Institute for Social Research University of Michigan. Michigan.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian dalam Teori dan Praktek. Hapsara. Surakarta.

Musyafak, A. dan Tatang M.I. 2006. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Primatani. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.

Mulyani Eko Sri, Retno Sri Hartati Mulyandari, dan Penny I. Iskak.2006. Pengkajian Penyampaian Inovasi Pertanian Melalui Pameran Di Kalimantan Barat. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 15, Nomor 2, 2006 23 -31

Pitaloka Dyah, Ani S.S., dan Jeffry. Penyempurnaan Tata Laksana Penyiapan Dan Penerapan Paket Teknologi Pertanian (Revisi Keputusan Menteri Pertanian No. 804/1995).

Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian.2(3): 209-225.

Kasryno F, dan Syafa’at N. 2000. Strategi Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Pemerataan di Tingkat

Referensi

Dokumen terkait

1 Surat Pernyataan bahwa Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/ST/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek

seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam kampus maupun di luar kampus..

Demikian undangan dari kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. Pokja 2 ULP Kabupaten Kendal

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/SL/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek

lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di kampus, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan

[r]

• Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik dengan