PENGENTASAN
Disusun untuk memenuhi tugas
PRODI ILMU AL JURUSAN
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
PENGENTASAN KEMISKINAN MENURUT
AL
Skripsi:
memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) dalam ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh :
ANANING NUR WAHYULI (E53212101)
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
AL-QUR’A<N
guna memperoleh gelar sarjana strata satu
PENGENTASAN KEMISKINAN MENURUT AL-QUR’A<N
Skripsi
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Progam Sarjana Strata Satu (S-1)
Al-Qur’an dan Hadis/Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
ANANING NUR WAHYULI (E53212101)
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
xi
ABSTRAK
Ananing Nur Wahyuli, Pengentasan Kemiskinan Menurut al-Qur’a>n.
Fokus masalah yang akan diteliti adalah pengentasan kemiskinan menurut perspektif al-Qur’a>n. Di dalam al-Qur’a>n terdapat ayat-ayat yang secara praktis mengentaskan kemiskinan. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat muslim khususnya di Indonesia mengalami masalah kemiskinan. Dari sini muncul sebuah asumsi bahwa al-Qur’a>n belum benar-benar diamalkan dalam kehidupan masyarakat muslim. Ini dimungkinkan karena pengungkapan tentang pengentasan kemiskinan secara konseptual tidak banyak dilakukan. Sehingga, pengungkapan konsep ini dirasa perlu, karena perilaku masyarakat tidak bisa terlepas dari pola pikirnya. Sedangkan pola pikir sangat dipengaruhi oleh tafsiran atas teks-teks keagamaan atau kitab suci yang mereka jadikan pedoman, kemudian menjadi sistem teologi yang mereka yakini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literatur-literatur yang terkait dengan topik pengentasan kemiskinan (Library Reseacrh). Data yang dihimpun melalui kajian literatur tersebut kemudian dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode mawdu>’idengan merujuk pada karya-karya tafsir al-Qur’a>n yang terkait dengan topik pengentasan kemiskinan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Kerangka Teoritik ... 9
F. Kajian Pustaka ... 9
G. Metode Penelitian ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II : KEMISKINAN A.Pengertian kemiskinan ... 15
B. Bentuk-bentuk Kemiskinan ... 18
C.Faktor-faktor penyebab kemiskinan ... 20
D. Dampak adanya kemiskinan ... 22
xiii
BAB III : PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PENGENTASAN
KEMISKINAN MENURUT MUFASSIR
A.Pemerataan Harta ... 32
B. Berlaku Ekonomis dalam Hal Pengeluaran ... 42
C.Bekerja dan Memaksimalkan Sumber Daya ... 47
D.Larangan Perlakuan Ekonomi Ilegal ... 57
BAB IV : PENUTUP A.Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’a>n adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW dengan bahasa Arab, melalui malaikat Jibril yang menjadi mukjizat dan berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia.1 Al-Qur‟an sampai kepada manusia
dengan jalan mutawatir yang dimulai dengan surat al-Fa>tih}ah diakhiri dengan surat al-Na>s dan membacanya dinilai ibadah.
Al-Qur’a>n mengandung berbagai unsur petunjuk untuk manusia agar
manusia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin dalam hidup di dunia maupun di akhirat. Materi yang terkandung di dalamnya sangat banyak dan beragam, mulai dari hubungan antara manusia dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam semesta. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Qur’a>n
mengandung tiga hal yaitu, akidah, syariah dan akhlak namun sebagian yang lain ada yang menambahkan bahwa al-Qur’a>n juga mengandung unsur tauhid.2
Sebagai teks yang bisu, al-Qur’a>n membutuhkan usaha manusia agar ia mampu berbicara. Usaha yang dilakukan antara lain dengan cara menyingkap,
menerangkan dan menjelaskan ayat-ayat yang butuh dikontekstualkan dalam kehidupan. Usaha inilah yang kemudian disebut sebagai tafsir. Menurut
2
D{ahabi, tafsir adalah suatu pengetahuan yang membahas maksud-maksud Allah
yang terkandung dalam al-Qur’a>n sesuai dengan kemampuan manusia.3
Allah telah mengatur seluruh aspek kehidupan makhluk-Nya di dalam
al-Qur’a>n. Mulai dari aspek tauhid, akidah, syariah, akhlak beserta seluruh
cabang-cabangnya. Aspek-aspek tersebut sudah mencakup hubungan antara manusia
dengan Allah dan manusia dengan sesamanya. Beberapa ayat Al-Qur’a>n
membicarakan tentang permasalahan sosial. Bahkan memberikan solusi atas permasalahan yang ada. Salah satu permasalahan sosial yang krusial di kalangan
masyarakat adalah kemiskinan. Dalam beberapa ayatnya, Al-Qur’a>n banyak
menyebutkan term miskin dan term-term lain yang masih berkaitan dengan kata miskin. Beberapa ayat yang ada di dalamnya mengindikasikan atas solusi dari permasalahan tersebut. Seperti yang tertera dalam penggalan surat al-Hashr ayat
tujuh:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
3
M.Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yakni Tafsir Al-Misbah memaknai
ayat ini sebagai prinsip pokok ekonomi Islam. Menurut beliau ayat ini mengatur peredaran dan pemerataan harta yang ada di tengah-tengah masyarakat supaya tersebar secara adil dan merata.4 Selain ayat tersebut, ayat 46-49 dari surat Yusuf
juga mengindikasikan salah satu cara untuk mengatasi masalah kemiskinan.
(setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf Dia berseru): "Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."
Ayat tersebut mengajarkan prinsip berhemat dan hidup bersahaja, yang
merupakan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. ini yang dimaksud
4
oleh al-Qur’a>n bahwa manusia itu tidak diperbolehkan untuk berlebih-lebihan atau berfoya-foya.5
Meskipun banyak ayat al-Qur’a>n yang secara implisit menerangkan
tentang kemiskinan beserta solusi pengentasannya, namun pada kenyataannya masih banyak negara yang mayoritas penduduknya muslim masih mengalami
masalah kemiskinan. Ini mengindikasikan bahwa al-Qur’a>n belum benar-benar dipahami dan belum diamalkan dalam kehidupan sosial. Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim, masih dipusingkan dengan masalah kemiskinan yang sampai saat ini belum mampu dientas.
Di Indonesia, kemiskinan dipahami sebagai kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Secara harfiah,
kemiskinan berasal dari kata miskin yang berarti tidak berharta-benda.6 Selain kata miskin dan kemiskinan ada juga istilah kemiskinan sosial. Kemiskinan sosial adalah suatu kondisi dimana seseorang baik individu maupun kelompok, tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya akibat terhalang oleh fasilitas-fasilitas sosial yang kurang memadai atau karena penghambat-penghambat sosial lainnya.
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang sampai saat ini masih terus diperbincangkan dan dicarikan solusi untuk menanggulanginya. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi ini bisa berasal dari internal
dan eksternal si miskin. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri yakni yang berkaitan dengan kemampuan
individu tersebut untuk berkreatifitas dalam rangka memenuhi kebutuhan
5Muhammad al-Sayyid Yusuf, Ensiklopedi Metodologi al-Qur’a>n (Ekonomi dan Indeks), Vol. 6,
Ter. Abu Akbar Ahmad dan Firdaus, (Tt: Kalam Publika, T.th), 2.
5
hidupnya. Mereka yang mempunyai masalah dengan kondisi fisik yang abnormal
dan tidak mempunyai keterampilan yang cukup untuk berkarya adalah bentuk-bentuk faktor internal penyebab kemiskinan.7 sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah kondisi infrastruktur dan jaminan-jaminan sosial lainnya
yang tidak memadai, sehingga tidak memungkinkan bagi seseorang untuk berkreatifitas melalui fasilitas-fasilitas sosial tersebut.8
Satu masalah sosial yang dapat menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya adalah kemiskinan. Adanya kemiskinan dapat memunculkan masalah-masalah sosial lainnya seperti maraknya perilaku kriminal, semakin banyaknya
jumlah pengangguran, terganggunya kesehatan, dan masih banyak lagi masalah-masalah yang lain. Banyaknya dampak negatif yang muncul, memberi indikasi
bahwa masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada
khususnya sedang tidak sejahtera. Berdasarkan pada UUD 1945 baik pada
pembukaannya maupun pada pasal-pasalnya, bahwa memajukan kesejahteraan umum adalah agenda yang pasti dan harus dilakukan. Karena itu, beberapa upaya
untuk mengentaskan kemiskinan selalu digodok di kalangan pemerintahan, demi mencapai suatu kesejahteraan.
Pada September lalu berdasarkan penuturan Firmanzah –staf khusus presiden bidang ekonomi di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)– tercatat bahwa penduduk miskin bertambah hingga 28,59 juta orang dari yang
sebelumnya berjumlah 27,73 juta pada September 2014 lalu. Beliau menuturkan
7Bambang Ismawan, Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Jakarta: BKKBN, 2003), 102.
6
bahwa program pengentasan kemiskinan di Indonesia harus menjadi agenda
utama bagi setiap era pemerintahan.9
Selain meningkatnya angka kemiskinan, justru muncul masalah baru yang tidak kalah seriusnya yakni kesenjangan sosial atau yang biasa disebut dengan
gap. Kesenjangan sosial merupakan suatu kondisi dimana adanya jurang pembeda antara masyarakat miskin dan kaya. Kondisi ini ditandai dengan adanya sebagian
masyarakat yang hidup dalam suatu kelimpahan dan sebagian lagi hidup serba kekurangan.10
Berdasarkan penuturan Indef Dzulfian Syafrian salah seorang pengamat
ekonomi bahwa “pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini paling rendah di
bandingkan periode-periode sebelumnya. Pemerintah juga gagal mengendalikan harga barang dan komoditas di awal hingga pertengahan bulan. Harga barang dan
komoditas tetap naik meskipun saat itu adalah masa panen.” Kondisi ini memperburuk kondisi masyarakat yang berpenghasilan minim, karena 65% penghasilan mereka digunakan untuk membeli komoditas untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. 11 Ini yang menyebabkan orang-orang miskin atau masyarakat yang berpenghasilan minim menjadi semakin miskin sehingga
kesenjangan sosial juga kian meningkat.
Fakta tersebut mengindikasikan bahwa, masyarakat Islam belum sejahtera.
Padahal, pedoman yang mereka pegang yakni al-Qur’a>n sudah memberikan
9Lily Rusna Fajriah, Pengentasan Kemiskinan Harus Jadi Prioritas Nasional, dalam
sindonews.com 27 September 2015 17.05. diakses pada tanggal 03 November 2015.
10Mochammad Syawie, ‚kemiskinan dan Kesenjangan Sosial‛, dalam Jurnal Penelitian
Kementerian Sosial, Vol. 16, No. 03 (Jakarta, 2011), 214.
11Disfiyant Glienmourinsie, Kesenjangan Sosial Era Jokowi-JK Makin Runyam, dalam
7
petunjuk pengelolaan dan pemerataan harta agar tidak terjadi kemiskinan dan,
kesenjangan. Maka dapat diasumsikan bahwa al-Qur’a>n belum benar-benar
diamalkan dalam kehidupan masyarakat muslim Indonesia.
Melalui pendekatan al-Qur’a>n seperti yang telah diungkapkan oleh M.
Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya kemiskinan ini dapat dientaskan. Agar
kontribusi dan peran al-Qur’a>n dalam kehidupan sehari-hari tampak nyata dan
benar-benar diamalkan, maka ini seharusnya menjadi motivasi dan inspirasi bagi pengkaji al-Qur’a>n untuk mengungkap sebuah konsep pengentasan kemiskinan
melalui analisis dari beberapa produk tafsir yang sudah ada.
Pengungkapan konsep pengentasan kemiskinan dalam perspektif
al-Qur’a>n ini perlu dilakukan karena perilaku masyarakat tidak bisa terlepas dari
pola pikirnya. Sedangkan, pola pikir sendiri sangat dipengaruhi oleh tafsiran atas teks-teks keagamaan atau kitab suci yang mereka jadikan pedoman, kemudian menjadi sistem teologi yang mereka yakini. Semestinya, yang harus dilihat dari
sisi teologi adalah bagaimana seharusnya manusia mengelola harta dan apa yang harus mereka lakukan agar mampu mengurangi angka kemiskinan di lingkungan
sekitarnya.12
Tampaknya tidak banyak produk-produk tafsir yang telah ada, yang mana memberikan deskripsi secara eksplisit mengenai peran al-Qur’a>n dalam mengatasi
masalah-masalah sosial yang muncul pada era modern ini. Karena itu, perlu
dikerahkan segenap perhatian bagi pecinta al-Qur’a>n untuk mengkajinya lebih
mendalam.
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan para mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’a>n tentang pengentasan kemiskinan?
2. Bagaimana kontekstualisasi tafsir ayat al-Qur’a>n tentang pengentasan
kemiskinan tersebut dalam kehidupan sosial?
C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan pandangan para mufasir terhadap ayat-ayat tentang
pengentasan kemiskinan
2. Menjelaskan kontekstualisasi tafsir ayat al-Qur’a>n tentang pengentasan kemiskinan dalam kehidupan sosial
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis penelitian ini dilakukan agar mendapatkan gambaran
konseptual mengenai pengentasan kemiskinan menurut perspektif al-Qur’a>n.
Gambaran konseptual ini diharapkan dapat menambah satu koleksi teori lagi dalam hal pengentasan kemiskinan. Selain teori-teori dengan pendekatan sosial maupun ekonomi yang sudah ada dan sudah diterapkan, berdasarkan asumsi
sementara, melalui pendekatan al-Qur’a>n juga dapat ditemukan suatu teori yang
solutif untuk mengentaskan kemiskinan.
Secara praktis, penelitian ini berguna untuk menjadi salah satu
pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, dalam problem kemiskinan. Serta untuk memberikan pengetahuan bagi penentu kebijakan tentang pentingnya
9
kemiskinan. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang mayoritas
masyarakatnya beragama Islam.
E. Kerangka Teoritik
1. Metode tafsir tematik
Untuk mendapatkan gambaran konseptual mengenai pengentasan
kemiskinan dalam perspektif al-Qur’a>n, yang harus dilakukan adalah menghimpun ayat-ayat tentang tema pengentasan kemiskinan terlebih dahulu.
Selanjutnya, menganalisis ayat-ayat tersebut dengan dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode mawdu>’i dengan merujuk pada karya-karya tafsir
al-Qur’a>n yang terkait dengan topik pengentasan kemiskinan.
2. Kontekstualisasi tafsir ke dalam kehidupan sehari-hari
Dari hasil analisa tafsir tersebut, gambaran konseptual yang ditemukan kemudian dikontekstualisasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga menghasilkan suatu langkah yang sistematis dalam mengentaskan kemiskinan.
F. Kajian Pustaka
Kajian terhadap masalah-masalah kemiskinan menurut perspektif
al-Qur’a>n sudah pernah dilakukan oleh beberapa cendekiawan dalam bentuk buku
maupun karya ilmiah. Beberapa karya tersebut antara lain adalah buku Wawasan
al-Qur’an yang dikarang oleh M. Quraish Shihab yang diterbitkan pada tahun
1998 oleh penerbit Mizan di Bandung. Buku ini membahas tentang isu-isu yang berkenaan dengan persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Di dalam buku ini,
dalam sub bab kemiskinan dijelaskan seputar kemiskinan menurut perspektif
10
dibahas secara detail, namun penjelasan yang ada sudah cukup memahamkan
pembaca untuk kemudian menjadi bekal menelusuri ke dalam kitab-kitab tafsir secara lebih mendalam.
Selain itu, buku lain yang juga membahas tentang kemiskinan beserta
solusi pengentasannya adalah buku karangan Yu>suf al-Qard}a>wi yang berjudul Musykilah al-Faqr wakayfa ‘a>lajaha al-Islam. Yu>suf al-Qard}a>wi dalam bukunya
ini menyajikan enam sarana pengentasan kemiskinan meliputi, bekerja, jaminan sanak famili yang berkelapangan, zakat, jaminan Baitul Mal dengan segala
sumbernya, berbagai kewajiban di luar zakat serta sedekah sukarela.
Mufdhil Tuhri dengan artikelnya yang berjudul Solusi al-Qur’a>n dalam
Upaya Pengentasan Kemiskinan memberikan gambaran tentang bagaimana mengentas kemiskinan berdasarkan faktor yang melatarbelakanginya. Dalam artikel tersebut ada tiga faktor yang melatarbelakangi munculnya kemiskinan yakni faktor individual, lingkungan sosial kemasyarakatan, dan faktor pemerintah.
Dari faktor-faktor tersebut dicarikan solusinya sesuai dengan yang melatarbelakanginya.13
Ahmad Syahri dengan tulisannya yang berjudul Kemiskinan dalam
al-Qur’a>n (Perspektif Yu>suf al-Qard}a>wi) dalam buku Antologi Kajian Islam
mencoba menganalisis pemikiran Yu>suf al-Qard}a>wi terkait konsep penyebab
kemiskinan. Berdasarkan analisa Syahri, konsep penyebab kemiskinan yang
dikemukakan oleh Yu>suf al-Qard}a>wi masih relatif sederhana sehingga ia menambahkan beberapa konsep lagi, di antaranya; rendahnya pendidikan,
13Mufdil tuhri, Solusi al-Qur’a>n dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan, 22 Oktober 2012 dalam
11
kurangnya percaya diri atas kemampuannya dan eksploitasi alam tanpa
memikirkan dampak lingkungan sekitar.14
Sepengetahuan penulis belum ada karya yang secara spesifik membahas tentang cara pengentasan kemiskinan menurut perspektif al-Qur’a>n.
G. Metode Penelitian
1. Model dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan model penelitian kualitatif15 yang
bertujuan untuk mengungkap suatu konsep dari tafsir al-Qur’a>n tentang
pengentasan kemiskinan melalui riset kepustakaan dan disajikan secara deskriptif-analitis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep
pengentasan kemiskinan menurut perspektif al-Qur’a>n dengan cara
menganalisis ayat-ayat tentang kemiskinan melalui produk-produk tafsir yang sudah ada.
2. Sumber Data Penelitian
Data primer dalam penelitian ini adalah Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar oleh Hamka dan Tafsir fi> Z{ila>l al-Qur’a>n
oleh Sayyid Quthb. Karya-karya tersebut merupakan tafsir yang relevan
dengan tema pengentasan kemiskinan. Selain itu juga disertakan
karya-karya tafsir yang lain dan buku-buku tentang sosiologi kemiskinan sebagai
14Ahmad Syahri, ‚Kemiskinan dalam al-Qur’a>n (Perspektif Yu>suf al-Qard}a>wi)‛ dalam Antologi
Kajian Islam, (Surabaya: Pascasarjana UIN Sunan Ampel Press), 156.
15 Metode kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin menghasilkan data bersifat
deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan, dan perilaku individu atau kelompok yang dapat diamati berdasarkan subyek itu sendiri. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
12
data sekunder guna memperoleh sinkronasi antara tema dengan kenyataan
dalam kehidupan sosial beserta teori-teorinya. 3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah
literatur-literatur dan mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan topik pengentasan kemiskinan.
4. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder dianalisis berdasarkan sub bahasan masing-masing. Setelah itu dilakukan telaah
mendalam terkait ayat-ayat yang telah dihimpun dalam suatu tema
kemiskinan dengan menggunakan prosedur dalam metode tafsir mawdu>’i. Metode tafsir tematik adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan
kepada satu tema tertentu yang dalam hal ini adalah tentang pengentasan kemisknan. Lalu mencari pandangan al-Qur’a>n tentang tema tersebut
dengan jalan menghimpun semua ayat yang membicarakan tantang
pengentasan kemiskinan, menganalisis, dan memahaminya ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, yang muthlaq digandengkan dengan yang muqayyad
dan lain-lain. 16
13
H. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan disusun dalam beberapa bab dan sub bab sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Bab pertama adalah pendahuluan yang mana membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka teoretik, kajian pustaka, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab kedua membahas tentang pengertian kemiskinan, faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya kemiskinan, dampak-dampak adanya kemiskinan, teori-teori tentang pengentasan kemiskinan sebagai wujud dari landasan teori
yang merupakan asas dalam penelitian ini.
Bab ketiga mengandung penafsiran oleh para mufassir terhadap ayat-ayat
tentang pengentasan kemiskinan beserta analisis penulis terkait penafsiran dari mufassir-mufassir yang ada. Sub-sub bab yang dibahas dalam bab ketiga ini
antara lain pemungutan dan pemeratan pajak. Hidup hemat dan bersahaja, bekerja dan memaksimalkan sumber daya serta larangan perlakuan ekonomi ilegal.
Bab keempat berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta
14
BAB II
KEMISKINAN
A. Pengertian Kemiskinan
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda.1 Kemiskinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti dengan kata kefakiran. Dua kata ini biasanya
disebutkan secara bersamaan yakni fakir miskin yang berarti orang yang sangat
kekurangan.2 Di dalam kamus lisa>nu al-‘Arabi, pengertian kata miskin dibedakan dengan kata faqir. Di sana dijelaskan bahwa kondisi miskin masih lebih baik bila
dibandingkan dengan kondisi faqir. Faqir berarti tidak memiliki apapun
sedangkan miskin masih memiliki sebagian harta.3 Dalam bahasa Arab, kata
miskin berasal dari kata sakana yang terdiri atas tiga huruf si>n, ka>f dan nu>n yang
bermakna dasar diam atau tenang, sebagai lawan dari berguncang dan bergerak.4 Al-Qur’a>n menggunakan beberapa kata untuk menggambarkan kemiskinan, antara lain dengan kata faqi>r, miski>n, al-sa>’il, dan al-mahru>m. tetapi,
kata faqi>r dan miski>n lebih sering dijumpai di dalam al-Qur’a>n. di dalam
al-Qur’a>n kata faqi>r dijumpai 12 kali dan kata miski>n dijumpai 25 kali, yang
1Lukman Ali dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, cetakan ketujuh, (Jakarta: Balai
Pustaka, 196), 660.
2Ibid., 220.
15
masing-masing digunakan dalam pengertian yang berbeda-beda.5 Namun,
al-Qur’a>n sendiri tidak memberikan definisi yang rinci untuk istilah-istilah tersebut.
Beberapa kosa kata di dalam al-Qur’a>n yang biasanya dimaknai dengan miskin mengindikasikan bahwa miskin adalah suatu kondisi dimana seseorang
tersebut membutuhkan pertolongan. Dari pernyataan tersebut, miskin dapat dimaknai sebagai kondisi seseorang yang sedang membutuhkan bantuan dari orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok seperti kebutuhan akan
makan dan minum.
Beberapa ahli mempunyai pemahaman yang berbeda-beda dalam
mendefinisikan kemiskinan. Berikut definisi kemiskinan menurut beberapa ahli: 1. Benyamin White mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kemiskinan adalah perbedaan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat dari satu wilayah dengan wilayah lainya6
2. Parsudi Suparlan mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat
hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.7
3. Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis
kekuatan sosial
5Muhtadi Ridwan, Geliat Ekonomi Islam: Memangkas Kemiskinan, menodorong perubahan,
(Malang: UIN Maliki Press, 2012), 31.
6Dillon H.S dan Hermanto, Kemiskinan di Negara Berkembang Masalah Krusial Global, (Jakarta:
LP3ES, 1993), 10.
16
4. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan kemiskinan
sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002).
Dilihat dari perspektif sosial, kemiskinan dimaknai sebagai kurangnya
jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung seseorang untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dapat juga dikatakan
bahwa, kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia.
Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun
kelompok, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok
orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk
17
Penggunaan tolok ukur yang berbeda-beda dalam menakar kemiskinan,
menghasilkan pengertian yang berbeda pula tentang siapa saja yang pantas dikatakan miskin. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, pemerintah menetapkan suatu standar bahwa yang termasuk golongan miskin adalah mereka
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Dalam konteks keindonesiaan, yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah beras. Seseorang yang tidak
terpenuhi kebutuhannya akan beras mereka digolongkan dalam kelompok miskin.8
Sajogyo membedakan standar perolehan beras bagi masyarakat pedesaan
dan perkotaan. Di pedesaan, setiap penduduk masing-masing membutuhkan 20 Kilogram beras per bulan. Sedangkan di perkotaan, setiap penduduk
masing-masing membutuhkan 30 Kilogram beras per bulan.9 Adanya standar minimum perolehan beras ini berarti setiap penduduk yang sudah terpenuhi kebutuhan
minimumnya akan beras yakni 20 sampai dengan 30 Kilogram per bulan, tidak lagi dikatakan miskin.
Selain menggunakan tolok ukur terhadap kebutuhan akan beras,
pemerintah Indonesia juga menggunakan tolok ukur berdasarkan tingkat pendapatan per waktu kerja dalam satu bulan. Batasan tingkat pendapatan per
waktu kerja adalah Rp. 30.000,- per bulan (dibuat pada tahun 1976/1977) atau
8Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen pemberdayaan ekonomi
umat, (Yogyakarta: UII Press, 2005), 71.
9Sajogyo dan Jiwati Sajogyo, Sosioogi Pedesaan, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,
18
lebih rendah.10 Seseorang yang berpenghasilan sekian atau kurang dari sekian
dalam waktu satu bulan mereka tergolong miskin.
Bank dunia menetapkan mereka yang diebut sebagai penduduk miskin adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari $5 per hari.11 Jika dikurs-kan
dalam rupiah justru rata-rata masyarakat yang paling miskin masih memiliki pendapatan dalam kisaran Rp. 50.000,- per hari. Jika standar ini ditetapkan di
Indonesia maka jumlah penduduk miskin akan sangat banyak. Karena itu, Indonesia mempunyai standar tersendiri dalam menggolongkan kelompok miskin. Al-Qur’a>n tidak menjelaskan secara rinci mengenai tolok ukur yang
digunakan untuk menentukan apakah seseorang tersebut tergolong miskin atau
tidak. Namun, secara garis besar dapat dipahami bahwa al-Qur’a>n memberikan
gelar miskin kepada seseorang yang tidak atau kurang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan primer dalam kehidupannya.12 Tolok ukur ini lebih umum
dibandingkan dengan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh beberapa tokoh di atas. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setiap orang
atau kelompok yang mempunyai potensi dan sudah mampu memenuhi kebutuhan primernya maka mereka tidak lagi dikatakan miskin.
B. Bentuk-bentuk Kemiskinan
Bentuk-bentuk kemiskinan menjadi beragam ketika dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Jika dilihat dari sudut pandang pendapatan,
kemiskinan dibagi menjadi dua antara lain: 1. Kemiskinan Absolut
10Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan., xii. 11Muhtadi Ridwan, Ekonomi Islam., 2.
19
Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas
garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya13
Selanjutnya jika dilihat dari sisi penyebabnya, kemiskinan dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya,
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. 2. Kemiskinan struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem
pembangunan yang tidak adil dan juga disebabkan oleh faktor-faktor rekayasa manusia14
C. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Kuncoro, penyebab kemiskinan antara lain sebagai berikut: 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan
20
timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah
yang terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas
juga rendah, upahnya pun rendah.
3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.15
Di bawah ini ada pula beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim antara lain:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. c. Biaya kehidupan yang tinggi.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.16
Ismawan mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan
adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan dengan terpaksa apa yang saat
ini dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi
manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.17
Secara garis besar, faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut:
15Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan, (Yogyakarta: AMP
YKPN, 2003), 107.
16Ibid.,108.
17Bambang Ismawan, Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan
21
1. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu si
miskin itu sendiri. Ketidakmampuan individu dalam melakukan usaha atau berkreatifitas, menjadikan hidup mereka miskin. Contoh ketidakmampuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan secara fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Di bidang intelektual misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi.
c. Keterbatasan mental emosional misalnya malas, mudah menyerah,
putus asa temperamental.
d. Kelemahan spiritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak
disiplin.
e. Kondisi sosial psikologis yang kurang mendukung, misalnya
kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi atau stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan.
f. Tidak berketerampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang
sesuai dengan permintaan lapangan kerja.
g. Tidak memilki asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam
bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu si miskin. Bentuk-bentuk pengaruh dari luar diri si miskin antara lain sebagai
beriut:
22
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat
bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas
sektor riil masyarakat banyak
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal seperti zakat
g. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan h. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana
i. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material j. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata
k. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin Faktor-faktor tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan individu, baik hubungan individu dengan diri individu itu sendiri, individu dengan individu yang
lain, individu dengan kelompok yang dalam hal ini adalah dengan sesama masyarakat, ataupun hubungan individu dengan pemerintah.
D. Dampak Adanya Kemiskinan
Dari sekian faktor penyebab yang telah dipaparkan, memunculkan suatu permasalahan sosial yaitu kemiskinan. Dari satu permasalahan sosial saja yakni
23
kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh banyak pihak, tindakan-tindakan kriminal yang marak terjadi kebanyakan dilatarbelakangi oleh motif ekonomi yakni ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
secara layak.
Selain maraknya tindak kriminal, kondisi kesehatan masyarakat yang
buruk juga merupakan salah satu dampak dari adanya kemiskinan. Berikut rincian dampak yang terjadi akibat adanya kemiskinan:
a. Banyaknya pengangguran
b. Terciptanya perilaku kekerasan. Ketika seseorang tidak tidak lagi mampu mencari penghasilan melalui jalan yang benar dan halal dan ketika mereka
merasa tidak sanggup lagi bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan
c. Banyak anak yang tidak mengenyam pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi membuat masyarakat miskin tidak lagi mampu menjangkau dunia sekolah atau pendidikan
d. Susahnya mendapatkan pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan yang tinggi membuat masyarakat miskin memtuskan untuk tidak berobat.
Sehingga, mereka sama sekali tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak18
Dampak-dampak yang telah disebutkan secara umum, dapat digeneralisir
dalam beberapa aspek, antara lain:
24
a. Aspek Kependudukan
Dilihat dari segi kependudukan, kemiskinan berdampak pada ketidak merataan pertumbuhan peduduk di setiap wilayah sehingga ketidak merataan tersebut membawa konsekuensi berat kepada aspek-aspek
kehidupan sosial lainnya. Secara nasional penduduk yang tidak merata mambawa akibat bagi penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan
penduduk. Dalam bidang lapangan pekerjaan terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan lapangan kerja dan pada akhirnya menimbulkan pengangguran baik secara tersembunyi
ataupun pengangguran secara terbuka. b. Aspek Ekonomi
Masalah Ekonomi menyangkut masalah kerumahtanggaan penduduk dalam memenuhi kebutuhan materinya. Masalah ini terbagi kedalam
beberapa aspek yaitu aspek kuantitas, kualitas penduduk, sumber daya alam dan manusia, komunikasi dan transportasi, kondisi dan lokasi geografi. Ditinjau dari segi kuantitas Penduduk Indonesia merupakan
penduduk yang memiliki kekuatan ekonomi yang bisa dikembangkan terutama dengan jumlah penduduk yang banyak. Tapi kemiskinan
menjadikan penduduk tidak memiliki kekuatan dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Kemudian kemiskinan menjadikan penduduk seolah menunjukan kelemahannya sebagai konsumen berbagai produksi.
25
Masalah lingkungan dapat diartikan bahwa masalah yang terjadi di
lingkungan hidup manusia mengancam ketentraman dan kesejahteraan manusia yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara komponan manusia dengan lingkungan yang menjadi penampung dan penjamin
kehidupan manusia. Dampak lainnya yaitu keterbelakangan pembangunan, kebodohan, kebanjiran, pencemaran lingkungan dan tingkat kesehatan
yang rendah yang diakibatkan karena lingkungan yang kurang mendukung karena kemiskinan.
d. Aspek Pendidikan
Pendidikan secara luas merupakan dasar pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial pada
umumnya. Dampak kemiskinan terhadap pendidikan memang sangat merugikan sekali karena telah menghilangkan pentingnya pendidikan
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga tidak sedikit penduduk Indonesia yang belum mengenal pendidikan.
e. Pemberontakan
Pemberontakan merupakan bentuk kekecewaan dari masyarakat terhadap pemerintah yang dinilai telah gagal menciptakan kesejahteraan rakyatnya,
perang saudara antar-etnis, golongan, ideologi demi sebuah kekuasaan dan untuk menguasai kekuasaan, dan yang lainnya. Semua itu tidak terlepas dari usaha masyarakat untuk melakukan perubahan nasibnya agar menjadi
26
Pemberontakan seperti itu biasanya terjadi di negara berkembang atau
negara miskin.19
E. Teori-Teori Pengentasan kemiskinan
Pengentasan kemiskinan selalu menjadi agenda utama bagi negara-negara
berkembang khususnya di Indonesia. Pengentasan kemiskinan selalu menjadi topik utama dalam setiap periode pemerintahan. Hal ini dikarenakan kemiskinan
merupakan permasalahan yang menyangkut keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam rangka mengentas kemiskinan, Indonesia maupun negara-negara berkembang yang lainnya telah menggunakan teori-teori ekonomi yang
ada, baik itu mengadopsi dari pemikiran barat maupun dari nasional sendiri. Teori-teori yang sudah digunakan maupun yang masih berupa wacana antara lain
sebagai berikut:
1. Teori ekonomi neoliberal
Neoliberalisme merupakan nomenklatur yang diciptakan dari luar. Istilah yang lebih sering dikenal adalah liberalisme. Neoliberaisme sendiri merupakan tahap selanjutnya dari liberalisme. Dalam pengertian luas,
liberalisme adalah paham yang mempertahankan otonomi individu dari intervensi komunitas.20 Kemudian muncul istilah liberalisme ekonomi
yang pada kemudian hari disebut dengan neoliberalisme.
Munculnya neoliberalisme dilatarbelakangi oleh kegagalan kebijakan ekonimi teknokratis dan intervensionis pada tahun 60-an yang
19Ibid.,21-30.
27
yang melahirkan ketidakpuasan dan konflik kepentingan.21 Sehingga,
sistem ini mensyaratkan dua hal, pertama meminimalisir intervensi negara dan kedua megakui kebebasan individu. Pada intinya paham ini memperjuangkan persaingan bebas yakni paham yang memperjuangkan
hak-hak kepemilikan dan kebebasan individual. Mereka lebih percaya kepada kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalaah sosial daripada
regulasi negara.
Teori ini berhasil menurunkan inflasi dan mendorong perekonomian di beberapa negara. Seperti di Inggris pada pemerintahan
Margareth Thatcher yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri pada tahun 1979. Begitu juga pada kepemimpinan Ronald Reagan di Amerika
Serikat dalam dua periode (1981-1989). Keduanya menerapkan sistem yang sama yakni privatisasi, deregulasi, serta pengurangan pajak dan
subsidi.22 Kesemuanya ini merupakan ciri dari neoliberalisme.
Kelebihan dari sistem ekonomi neoliberal ini antara lain adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena semua pihak bebeas untuk
berinvestasi, tidak ada aturan yang mampu membatasi kemampuan investasi. Selain itu saya beli masyarakat ditingkatkan karena adanya
stimulus, UMR naik dan kesenjangan sosial diperkecil.
Kelemahannya adalah minimnya kontrol pemerintah sehingga regulasi kurang. Pihak yang lemah akan semakin lemah dan yang kuat
28
akan semakin merajalela. Selain itu, masyarakat menjadi semakin
konsumtif dan akhirnya terlilit hutang. 2. Teori ekonomi pancasila
Teori ekonomi pancasila adalah teori ekonomi yang berdasarkan
atas asas kekeluargaan. Teori ini bercirikan asas keselarasan dan lebih mengutamakan masyarakat dan bukan kemakmuran orang-seorang.23
Penggunaan asas kekeluargaan bertujuan untuk meminimalisisir persaingan antar masyarakat. Sistem ekonomi yang telah digunakan seperti sistem kapitalis-liberal yang diajarkan oleh Adam Smith, menjadikan
masyarakat bersaing secara bebas sehingga menimbulkan dampak kesenjangan sosial dan kemakmuran hanya dinikmati oleh orang-seorang.
Alasan Mubyarto menggunakan asas kekeluargaan adalah karena ia menganalogikan suatu sistem ekonomi sebagai suatu keluarga. Artinya,
kemungkinan terjadinya persaingan antar anggota dalam suatu keluarga sangat kecil. Apabila antar anggota sudah mulai mempunyai semangat persaingan, maka pasti akan timbul keretakan hubungan antara yang satu
dengan yang lain.24 Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa persaingan akan tetap terjadi baik persaingan yang diiringi dengan suatu
kerjasama maupun persaingan yang murni tanpa diiringi kerjasama.
Kemakmuran secara merata merupakan tujuan diberlakukannya ekonomi pancasila. Para pelaku ekonomi khususnya bagi para penguasa,
diharapkan untuk tidak memikirkan kepentingan pribadi. Sistem
23Mubyarto, Ekonomi Pancasila: Lintas pemikiran Mubyarto, (Yogyakarta: Aditya Media, 1997),
40.
29
perekonomian seperti inilah yang kemudian mampu meminimalisir
permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial. 3. Teori Anggaran pro kaum miskin
Anggaran pro kaum miskin adalah penganggaran berdasarkan
penilaian kebutuhan dasar masyarakat miskin dengan proses yang melibatkan kelompok miskin untuk ikut menentukan skala prioritasnya.25
Dalam pengertian lain, anggaran pro kaum miskin dimaknai sebagai sebuah penganggaran yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat khususnya kelompok masyarakat miskin melalui proses yang adil, partisipatif,
responsif, transparan dan akuntabel.26
Teori ini menawarkan solusi penanggulangan kemiskinan dengan
bertolak pada akar masalah kemiskinan itu sendiri. Definisi di atas menghasilkan sebuah pandangan yang melihat anggaran negara sebagai
instrumen pemberdayaan. Sedangkan proses penganggaran itu sendiri dipandang sebagai proses politik di mana partisipasi kaum miskin mutlak diperlukan, sekalipun demokrasi perwakilan telah berjalan.27 Untuk dapat
memahami anggaran pro kaum miskin ini, tidak hanya soal logika anggaran dan penganggaran, tetapi juga memahami kemiskinan yang
memiliki dimensi jauh lebih luas dari pada sekedar pendapatan yang rendah.
25Joe Fernandez, ‚Anggaran Pro Kaum Miskin: Konsep dan Praktik‛, dalam Anggaran Pro kaum
Miskin: Sebuah upaya menyejahterakan kaum miskin, ed. Abdul Waidl dkk, (Jakarta: LP3ES,
2009), 15.
30
Sentralitas peran anggaran dalam kehidupan publik menjadikan
penentuan prioritas anggaran sudah semestinya melewati uji publik. Keterlibatan publik akan memberikan pertimbangan rasional untuk menghasilkan program program dan prioritas anggaran yang efisien, teapt
sasaran, tepat waktu dan tentu saja legitimasi hukum yang lebih kuat.28 Upaya monitoring dalam pelaksanaan program ini juga sangat
diperlukan. selama ini upaya-upaya monitoring dan audit sosial oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil terhadap program-program antikemiskinan di Indonesia masih belum tergarap dengan baik.29 Upaya
monitoring ini perlu dilakukan agar dapat diketahui dampak dari implementasi program dan siapa yang memperoleh manfaat dari iprogram
tersebut. Tanpa audit sosial yang meninjau lebih jauh kemanfaatan program, maka masih sulit untuk menilai efektifitas program-program
program-program pemberdayaaan dan bantuan bagi masyarakat miskin yang tercantum dalam APBN atau APBD.
Untuk mengetahui apakah penganggaran yang dilakukan pro
kemiskinan atau tidak, dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Tersedia mata anggaran yang khusus ditujukan untuk masyarakat miskin dalam menanggulangi keadaan darurat atau bencana
31
b. Mengalokasikan dana langsung diterima oleh kelompok miskin dengan
besar persentase yang proporsional sesuai dengan tingkat kemiskinan wilayah yang bersangkutan
c. Belanja kegiatan (berdasarkan kelompok target dan lokasi) program
penanggulangan kemiskinan lebih banyak dari biaya operasional pelaksanaan program itu sendiri
d. Penetapan pagu indikatif anggaran dan skala prioritas yang terbuka nuntuk dicermati masyarakat.30
Dari sekian teori yang ada khususnya teori-teori yang sudah diterapkan,
ternyata belum mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Kemiskinan tetap menjadi permasalahan yang meliputi beberapa negara
khususnya di Indonesia. Ketidakberhasilan tersebut bisa saja karena kesalahpahaman dalam pelaksanaan teori. Selain itu, bisa saja karena pada
dasarnya sistem itu hanya mampu memperbaiki perekonomian masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk meningkatkan perekonomiannya, sedangkan masyarakat yang jauh tertinggal dan tidak mampu mengikuti perjalanan sistem
akan semakin tertinggal. Sehingga permasalahan baru yang muncul adalah kesenjangan sosial yang meningkat begitu tajam.
32
BAB III
PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PENGENTASAN
KEMISKINAN MENURUT
MUFASSIR
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan penulis, sepengetahuan penulis berikut merupakan cara-cara yang menurut para mufassir dan tokoh-tokoh
lain non mufassir merupakan alternatif untuk mengentas kemiskinan:
A. Pemerataan Harta
Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.1
Berdasarkan penuturan M. Quraish Shihab, ayat ini mengandung prinsip dasar ekonomi Islam serta prinsip keseimbangan dalam peredaran harta.2 Ketika
prinsip ini dilaksanakan maka pengaruhnya terhadap permasalahan kemiskinan akan sangat terasa. Salah satu penyebab kemiskinan adalah ketidakmerataan dalam pengelolaan harta yang ada di tengah-tengah masyarakat. Kasus
1Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2012), 1111. 2
33
kemiskinan yang banyak terjadi di lingkungan sekitar bukan karena tidak adanya
harta atau ketidak mampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan. Akan tetapi yang terjadi adalah kesenjangan sosial yang terlihat amat tajam.
Kesenjangan sosial ini terjadi akibat ketidakmerataan dalam penyebaran
harta, sehingga harta hanya berputar di sekeliling orang-orang kaya saja.
Al-Qur’a>n mengajarkan prinsip pemerataan harta yang ada di antara masyarakat. ini
bukan berarti bahwa al-Qur’a>n menghapuskan hak kepemilikian pribadi terhadap
harta akan tetapi menegaskan bahwa harta memiliki fungsi sosial. Harta yang dimiliki oleh satu orang harus juga dirasakan kepemilikannya oleh orang lain baik
melalui zakat maupun sedekah. Ini dikarenakan dalam setiap harta yang dimiliki oleh seseorang terdapat hak untuk orang lain yang wajib dikeluarkan.
Pada ayat sebelumnya yakni ayat keenam dari surat al-Hashr dijelaskan tentang hukum fai’, yakni pembagian harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan. Hal ini terjadi karena musuh telah menyerah dan mengaku
kalah, sebelum terjadinya pertempuran. Latar belakang turunnya ayat ini adalah menyerahnya Bani Nad}i>r kepada Rasulullah SAW dan kaum muslimin atas
pengepungan terhadap mereka. Rasulullah menghukum Bani Nad}i>r tersebut dengan mengusir mereka dari kota Madinah dan hanya dibolehkan membawa
harta sebanyak yang dapat dibawa oleh seekor unta masing-masing dari mereka.3 Sehingga, turunlah ayat keenam dan ketujuh surat al-Hashr untuk menerangkan terkait tentang hukum dari harta yang ditinggalkan tersebut beserta siapa saja
yang berhak atasnya.
34
Ayat ketujuh dari surat al-Hashr ini menerangkan bahwa harta fai’ yang
berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraizah, Bani Nad}i>r, penduduk
Fadak dan Khaibar untuk diserahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, dan digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum muslimin. Berdasarkan keterangan ayat ketujuh dari surat al-Hashr ini, harta fai’
tersebut berhak diberikan kepada Rasulullah SAW, kerabat-kerabat Rasulullah
dari Bani Hasyim dan bani Mut}allib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang berada dalam
perjalanan.4
Terkait tentang pembagian harta ini, Imam Syafi‟i berpendapat bahwa
harta kaum kafir yang yang didapat tidak dengan berperang dibagi kepada lima bagian. Empat perlima dari harta tersebut diberikan kepada Rasulullah SAW. Kemudian sisa dari empat perlima tersebut yakni seperlimanya dibagi pula
menjadi lima bagian. Seperlima dikembalikan kepada Rasulullah SAW, seperlima
diberikan kepada kerabat beliau yakni Bani Hasyim dan Bani Mut}allib, sebab mereka tidak boleh menerima zakat, seperlima lagi diberikan untuk anak yatim,
seperlima untuk fakir miskin dan seperlima lagi untuk Ibnu Sabil.5
Adapun setelah Rasulullah SAW wafat, empat perlima harta yang tadinya diberikan kepada Rasulullah SAW kemudian digunakan untuk kepentingan kaum
muslimin.6 Hal ini diterangkan di dalam hadits berikut:
4Hamka, Tafsir al-Azhar, Vol. 28(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), 56. 5Ibid., 57.
35
َبَأ َعََِ ُهنَأ ِء َََعْلا ُنْب ِهللا ُدْبَع اَنَ ثدَح ُديِلَوْلا اَنَ ثدَح َلاَق َةَبْتُع ُنْب ُديِلَوْلا اَنَ ثدَح
َلاَق َدَوْسَْْا ٍمََس ا
َلاَق َةَسَبَع َنْب وَرْمَع ُتْعََِ
ِب ىلَص
َملَس امَلَ ف ِمَنْغَمْلا ْنِم ٍرِعَب ََِإ َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص ِهللا ُلوُسَر اَن
ُْْاَو ُسُمُْْا َِإ اَذَ ُلْثِم ْمُكِمِئاَنَغ ْنِم ِِ لََِ َََو َلاَق ُُ ِرِعَبْلا ِبْنَج ْنِم ًةَرَ بَو َذَخَأ
ٌدوُدْرَم ُسُم
ْمُكيِف
Telah menceritakan kepada kami Al Walid bin 'Utbah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al 'Ala` bahwa ia mendengar Abu Sallam Al Aswad, berkata; aku mendengar 'Amr bin 'Abasah, ia berkata; Rasulullah SAW melakukan shalat bersama kami menghadap ke unta yang merupakan sebagian dari rampasan perang, kemudian beliau mengucapkan salam dan mengambil satu helai rambut dari sisi unta tersebut, kemudian beliau berkata: "Dan tidak halal bagiku dari rampasan perang kalian seperti ini kecuali seperlima dan seperlima dikembalikan kepada kalian.7
Dalam penggalan surat al-Hashr ayat tujuh tersebut terdapat suatu prinsip pemerataan harta di tengah-tengah masyarakat. Agar harta yang ada, tidak hanya
beredar di sekeliling orang kaya saja tetapi juga di kalangan orang-orang miskin. Penggalan ayat tersebut adalah مكنم ءاينغأا نيب ةلود نكي ا يك. Penggalan ayat ini bermaksud menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan hanya menjadi
milik dan kekuasaan sekelompok manusia, tetapi ia harus beredar sehingga dinikmati oleh semua anggota masyarakat. Ayat ini tidak hanya membatalkan
tradisi masyarakat Jahiliah yang mana seorang penguasa mengambil seperempat dari perolehan harta kemudian membagi sisa harta tersebut sekehendak hatinya, tetapi juga telah menjadi prinsip dasar Islam dalam bidang ekonomi dan
keseimbangan peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat. Dalam
7Abu> Da>wud Sulaiman al-Sijista>ni>, Sunan Abu> Da>wud, Vol. 4(Beirut: Maktabah al-‘As}riyyah,
36
penggalan ayat ini, ditegaskan bahwa Islam melarang segala macam monopoli,
karena sejak semula al-Qur’a>n menetapkan bahwa harta memiliki fungsi sosial.8
Prinsip pemungutan zakat atau sedekah jika dilihat dalam konteks keindonesiaan biasanya dilakukan dengan pemberlakuan wajib pajak. Namun, dalam pemberlakuannya masih terdapat banyak kendala dan dampaknya terhadap
pengentasan kemiskinan belum begitu dirasakan. Hal ini dimungkinkan karena kekurang maksimalan pemerintah dalam mengawasi perjalanan sistem tersebut.
Pemungutan zakat atas setiap harta beserta ketentuan-ketentuannya harus dipertegas oleh pemerintah. Setiap harta wajib diambil zakat atau pajaknya dalam kurun waktu yang telah ditentukan atau yang dalam sistem ekonomi Islam disebut
dengan satu nisab. Apabila harta telah memenuhi syarat-syarat untuk dizakati maka pemerintah wajib menarik zakat atau pajak dari harta tersebut. Dalam hal ini
beberapa ulama banyak yang menyatakan bahwa profesi juga merupakan suatu hal yang wajib dizakati. Karena, dari profesi tersebut seseorang memperoleh harta untuk bekal kehidupannya.
Di ujung ayat Allah memberikan peringatan kepada kaum Muslimin agar menaati perintah Rasulullah SAW dan menjauhi apa yang dilarangnya.9 Perintah
dan larangan ini terkait dengan pembagian harta fai’maupun harta g}animah. Dari
sini dapat diketahui bahwa pembagian harta di tengah masyarakat harus dilakukan secara merata dan tugas pemerataan ini dibebankan kepada para penguasa yang
dalam hal ini adalah Rasulullah SAW. sedangkan masyarakat yang berada di bawah kekuasaannya harus taat terhadap segala perintah maupun larangannya.
8M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, Vol. 14, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 113.
37
Kewajiban penguasa atau pemerintah dalam pembagian dan pemerataan
harta yang ada di tengah-tengah masyarakat juga diterangkan dalam Q.S At-Tawbah 103:
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.10
Kata Amwa>l pada ayat tersebut merupakan bentuk jamak dari ma>l yang
berarti harta benda. Amwa>l dalam ayat ini terkait harta benda yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwa>l biasanya zakat al-ma>l
atauzakat al-amwa>l.11
Sebab diturunkannya ayat ini berdasarkan riwayat Ibnu Jarir yakni Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang masjid datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Ya Rasulullah, inilah harta benda
kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami.”
Rasulullah kemudian mnejawab, “Aku belum diperintahkan untuk menerima
hartamu itu” sehingga turunlah ayat ini.12
Perintah Allah pada ayat ini ditujukan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai seorang pemimpin, mengambil sebagian dari harta benda mereka —yakni
10Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya., 372. 11Kementerian Agama, al-Qur’a>n dan Tafsirnya, Vol. 4,. 199.
12A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo),
38
orang-orang yang tidak turut berperang— sebagai sedekah atau zakat.
Pengambilan sedekah ini dijadikan sebagai bukti atas pertaubatan mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena menghindarnya dari keikutsertaan perang. Selain itu juga unt