Judul : wayang ukur wayang 3 gemensi Tempat : yogyakarta
Rep : TIM Tanggal :
Pertunjukan wayang kulit selama ini identik dengan gambaran pertunjukan semalam suntuk, membosankan, dan kuno. Tapi, perkembangan akhir-akhir menunjukkan mulai adanya keinginan beberapa kalangan untuk mengemas pertunjukan wayang kulit untuk tampil lebih segar. Beberapa saat yang lalu, para pemerhati wayang kulit berkumpul dan berkatarsis bersama-sama. Cukup menarik memang karena kebanyakan dari mereka mengeluh tentang eksistensi wayang kulit yang kalah dengan sinetron.
Salah satu hal yang membuat wayang kulit tidak lagi menarik adalah pertunjukan ini sangat membosankan. Bagaimana tidak, semua pertunjukan wayang kulit nyaris sama persis, ada pakemnya. pertunjukan wayang kulit dibuat baku sedemikian rupa, sehingga dalang nyaris tidak bisa berkreasi lebih dari itu. Paling mentok, dalang akan mengeksplorasi adegan perang dan adegan lawak, karena kedua adegan itu masih fleksibel.
Ketika sesuatu diulang-ulang terus menerus, akhirnya audience akan jenuh. Dan ketika mereka jenuh, otomatis mereka akan pindah ke hiburan lain. Mungkin kalau diterapkan di jaman sunan-sunan, pakem wayang kulit tidak terlalu menjadi masalah karena frekuensi pagelaran wayang kulit masih jarang. Tapi ketika diterapkan di masa kini ketika sehari dapat diputar dua episode sekaligus, orang akan cepat bosan kalau plot cerita selalu mirip-mirip.
Ironisnya, kebanyakan para pemerhati wayang kulit (termasuk dalang), tidak suka ada inovasi pada pola pertunjukan wayang kulit. Wayang kulit sebagai sebuah telur dari kebudayaan tidak seharusnya dikekang dan dibakukan. Seperti kebudayaan sendiri, seharusnya bisa berkembang dan menyesuaikan zaman.
Dari penelitiannya itulah, perupa wayang ini mulai menciptakan bentuk-bentuk wayang sendiri yang disesuaikan dengan falsafah masing-masing karakter. Pertunjukan wayang kulit selama ini identik dengan gambaran pertunjukan semalam suntuk, membosankan, dan kuno
Dari penelitiannya itulah, perupa wayang ini mulai menciptakan bentuk-bentuk wayang sendiri yang disesuaikan dengan falsafah masing-masing karakter.
Karena menggunakan proses mengukur, maka wayang ini kemudian dinamai wayang ukur. Secara keseluruhan, ide dan kemasan wayang ukur ini sebenarnya cukup menarik, karena membawanya ke wilayah yang lebih luas dengan
penggunaan bahasa Indonesia dan durasi yang lebih dipersingkat.
Hanya saja, rakitan beragam gagasan dalam pertunjukan ini masih gamang. Kendati bentuk-bentuknya lebih bervariasi dan modern, tapi budaya penuturannya masih belum beranjak dari format kesenian tradisional.
Tubuh utama pertunjukan wayang ukur ini sama dengan pertunjukan wayang kulit biasa. Bedanya, cerita ditampilkan dalam bahasa Indonesia dan wayangnya yang dimainkan tiga dalang serta memasukkan beberapa adegan sendratari. Kreasi lainnya meliputi penggunaan lampu yang lebih bervariasi. Cahaya tak hanya membantu mendramatisir cerita, juga efek lain. Misalnya, sejumlah wayang prajurit yang disusun berhimpitan berhasil menghadirkan visualisasi pasukan tentara kerajaan dengan mendekatkan wayang itu ke cahaya.
Karena wayang ini dipertunjukkan dari dua arah, maka layar yang digunakan dirancang khusus untuk bisa menampilkan efek bayangan dari dua sisi. Tak satu dalang, tapi tiga dalang sekaligus // Keunikan lainnya didapati dari pemakaian bahasa Indonesia dalam menuturkan cerita // Penamaan "Wayang Ukur" ini, lebih karena pembuatannya selalu didahului dengan mengukur. “Jadi bukan menjiplak model seperti yang biasa dilakukan pembuat wayang kulit lainnya.// mengukur wayang ini disesuaikan dengan model anatomi manusia juga,//
News reader : wayang ukur wayang 3 gemensi