• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TANAMAN TERATAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS TANAMAN TERATAI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TANAMAN TERATAI (Nympahea Firecrest)

DAN ECENG GONDOK (Eichhornia Crassipes) DALAM

MENURUNKAN KADAR BOD (Biochemical Oxygen

Demand) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

SKRIPSI

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Keselamatan Kerja dan

Kesehatan Lingkungan Industri

DHARMA YOGA NINDRA

NIM. D11.2009.00940

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

(2)

© 2015

(3)
(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini secara khusus saya persembahkan untuk :

kedua orang tua saya yang telah sabar mendidik saya selama ini,

mbak okta & mas yono yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

Niki peni kumbarani yang telah memberi motivasi dalam segala hal,

Dan semua keluarga dan teman Organisasi yang telah mendukung saya

selama ini.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Dhama Yoga Nindra

Tempat, tanggal lahir

: Pandan Air, 21 Februari 1991

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Des. Semelinang Darat RT/RW 007/008, Kec.

Peranap, Kab. Indra Giri Hulu, Riau

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 021 Pandan Air, tahun 1996 – 2003

2. SMP Negeri 04 Peranap, tahun 2003 – 2006

3. SMA Taruna Mandiri Pekanbaru, tahun 2006 – 2009

4. Diterima di program studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas

Dian Nuswantoro Semarang tahun 2009

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karuniaNYA sehingga Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul Efektivitas Tanaman Teratai (Nympahea Firecrest) Dan Eceng Gondok

(Eichhornia Crassipes) Dalam Menurunkan Kadar BOD (Biochemical

Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Industri Tahu tahun 2015 dapat

terselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan serta saran dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. dr Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Suharyo SKM, M.Kes selaku Kepala Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Eko Hartini, ST, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam penulisan skripsi ini.

4. Kedua Orang Tua yang telah mendukung secara moril maupun materil dan selalu memberi semangat.

5. Semua pihak yang telah ikut membantu hingga terselesainya skripsi ini. Akhirnya dengan menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada pada penulis, skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, harapan penulis skripsi ini dapat memberi manfaat kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa udinus pada khususnya.

(9)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2015

ABSTRAK

DHARMA YOGA NINDRA

EFEKTIVITAS TANAMAN TERATAI (Nympahea Firecrest) DAN ECENG GONDOK (Eichhornia Crassipes) DALAM MENURUNKAN KADAR BOD (Biochemical Oxygen Demand) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU IX + 65 Halaman + 13 Tabel + 12 Gambar + 6 Lampiran

Industri tahu pada umumnya banyak berbentuk usaha rumahan dan limbah yang dihasilkannya tidak dikelola terlebih dahulu, seperti yang ada di Kelurahan Lamper Kidul Kecamatan Semarang Selatan terdapat 3 pengrajin tahu rumahan yang belum memiliki pengolahan limbah, salah satunya yaitu usaha pengrajin Setia Makmur yang berlokasi di Jl. Cempedak Selatan RT 2 / RW 1 Kelurahan Lamper Kidul. Industri ini berdiri sudah 7 tahun tetapi belum memiliki pengolahan limbah tahu limbah yang dihasilkan terdapat dua jenis yaitu limbah cair dan padat, untuk limbah cair dibuang langsung keselokan lingkungan sekitar dan selanjunya menuju aliran sungai, sedangkan untuk limbah padat berupa ampas dijual ke pengusaha perternakan. Dalam satu hari bahan baku yang digunakan 50-100 kg kedelai limbah yang dihasilkan dapat mencapai 100-150 L air limbah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas tanaman teratai dan eceng gondok menurunkan kadar BOD pada limbah cair tahu.

Jenis penelitian ini adalah Pra-Eksperimental Static Group Comparation Design dengan melibatkan kelompok kontrol. Penelitian ini melakukan replikasi sebanyak 5 kali pengulangan dari percobaan dasar, uji labolatorium menggunakan metode SNI 6989.72.2009 sampel yang diuji sebanyak 33 terdiri dari 30 sampel perlakuan dan 3 kontrol

Hasil penelitian kadar BOD pada hari ke 6 belum sesuai dengan baku mutu yaitu, 784,7 mg/l pada tanaman teratai, 1131,38 mg/l tanaman eceng gondok baku mutu yang ditetapkan sesuai PERDA Jawa Tengah no. 5 tahun 2012 yaitu 150 mg/l. Yang telah sesuai dengan baku mutu pada perlakuan tanaman teratai pada hari ke 12 yaitu 57,42 mg/l dan hari ke 18 yaitu 63,44 mg/l, pada eceng gondok penurunan pada hari ke 12 yaitu 52,72 mg/l dan hari ke 18 yaitu 33,68 mg/l dari kadar BOD awal sebesar 1280 mg/l.

Tanaman eceng gondok lebih efektif dalam menurunkan kadar BOD, karena dari hasil penelitian angka penurunan lebih rendah dan perawatan tanaman eceng gondok juga lebih mudah dibandingkan denan tanaman teratai, eceng gondok telah efektif dalam penurunan BOD pada hari ke 12. Industri skala rumah yang lokasinya berdekatan dalam membangun pengolahan limbah sebaiknya melakukan pembangunan secara bersama disatu lokasi yang sama, untuk mengurangi beban biaya operasional pembangunan pengolahan limbah Kata kunci : Limbah cair tahu, Teratai, Eceng Gondok.

(10)

UNDERGRADUATE PROGRAM OF PUBLIC HEALTH FACULTY OF HEALTH SCIENES DIAN NUSWANTORO UNIVERSITY SEMARANG 2015

ABSTRAK

DHARMA YOGA NINDRA

EFFECTIVENESS OF NYMPAHEA FIRECEST AND EICHHORNIA CRASSIPES TO REDUCE BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND LEVEL IN SEWAGE OF TOFU INDUSTRIES.

IX + 65 PAGES + 13 TABLES + 12 FIGURES + 6 APPENDICES

Generally, tofu industry is home-based business and mostly produces unmanaged sewage, such as in Lamper Kidul Village at District of Semarang Selatan. There are three tofu home-based business that do not have sewage treatment. One of them is Setia Makmur which located in Jl. Cempedak Selatan RT 2 / RW 1 Lamper Kidul Village.This industry has been established for 7 years, but doesn’t have tofu sewage treatment. There are two types of tofu waste generated, sewage and waste, sewage discharged directly into the sewers in the neighborhood and further towards the river flow, while the waste is pulp and sold to farmers for animal feed mixes.

This study was Pre-Experimental Static Group Comparation Design involving a control group. This study was done by 5 times repetition of the basic experiment, this laboratory test used SNI 6989.72.2009, total samples were 33, consisted of 30 samples were treatment group and 3 samples were control group.

Results showed that demand levels in sixth days based on quality standard that was 784.7 mg/l by lotus, 1131.38 mg/l by water hyacinth, quality standard set according to central java law no .5 2012 is 150 mg/l. That was appropriate with quality standard on treatment plants of lotus in 12th days was 57.42 mg/l and 18th was 63.44 mg/l , in water hyacinth reducing of BOD was 52.72 mg/l in 12th days and 33.68 mg/l in 18th days from first demand levels were 1280 mg/l.

A plant water hyacinth more effective in reduce levels of BOD, which water hyacinth more easily of keeping than Lotus, a hyacinth has been effective in the decline of BOD in the day of 12. The nearby industrial scale in developing the processing of waste should be doing development together in the same location to reduce the burden of operational costs of construction sewage processing. Keywords : Sewage, Lotus, Water Hyacinth, BOD

(11)

DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR GAMBAR ... 4 BAB I ... 5 PENDAHULUAN ... 5 A. Latar Belakang ... 5 B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 9 D. Manfaat Penelitian. ... 10 E. Keaslian Penelitian ... 10 BAB II ... 13 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Proses Produksi Tahu ... 13

B. Karakteristik Limbah Tahu ... 17

C. Dampak Limbah Tahu ... 19

D. Pengolahan Limbah Cair ... 21

E. Tanaman Air ... 26 F. Kerangka Teori ... 29 BAB III ... 30 METODOLOGI PENELITIAN ... 30 A. Kerangka Konsep ... 30 B. Jenis Penelitian ... 30 C. Variabel Penelitian ... 32 D. Definisi Operasional ... 33

E. Populasi dan Sampel ... 34

F. Pengumpulan Data ... 34 G. Prosedur Penelitian ... 39 H. Pengolahan Data ... 42 I. Analisa Data ... 43 BAB IV ... 44 HASIL PENELITIAN ... 44

(12)

A. Gambaran Umum Industri Tahu Rumahan Setia Makmur

KelurahanLamper Kidul ... 44

B. Sumber Limbah Cair Industri Tahu Setia Makmur ... 45

E. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Tanaman Teratai danEceng Gondok ... 48

F. Hasil Analisa BOD Limbah Industri Tahu ... 50

G. Hasil Pengukuran pH Limbah Tahu ... 52

BAB V ... 55

PEMBAHASAN ... 55

A. Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu Setia Makmur ... 55

B. Proses Aklimatisasi Tanaman Teratai dan Eceng Gondok ... 56

D. Efektifitas Tanaman Teratai dan Eceng Gondok ... 59

E. Keterbatasan Penelitian ... 60

BAB VI ... 61

SIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 61

(13)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat salah satu penyebabnya yaitu pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM) yang semakin besar, semakin besar pertumbuhan industri kecil menengah maka limbah yang dihasilkan akan bertambah. Setiap industri skala kecil maupun besar menghasilkan limbah cair dan padat, limbah yang dihasilkan dibuang ke lingkungan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, akibatnya lingkungan masyarakat sekitar yang akan menerima dampak dari pembuangan limbah yang tidak diolah terlebih dahulu. Contohnya seperti industri tahu skala rumahan limbah yang dihasilkan pada umumnya tidak dikelola, banyak pengrajin tahu yang memulai usahnya tidak diimbangi dengan pengolahan limbah cair.

Seperti yang ada di Kelurahan Lamper Kidul Kecamatan Semarang Selatan terdapat 3 pengrajin tahu rumahan yang belum memiliki pengolahan limbah, salah satunya yaitu usaha pengrajin Setia Makmur yang berlokasi di Jl. Cempedak Selatan RT 2 / RW 1 Kelurahan Lamper Kidul. Industri ini berdiri sudah 7 tahun tetapi belum memiliki pengolahan limbah tahu, pengrajin tahu rumahan tersebut belum melakukan pengolahan limbah, karena bagi pengelola biaya yang dibutuhkan mahal dan belum mengerti cara dalam mengolah limbah yang dihasilkan tersebut.

Dalam 1 hari kedelai yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu ± 50 kg. Limbah tahu yang dihasilkan terdapat dua jenis yaitu limbah cair

(14)

dan padat, untuk limbah cair dibuang langsung keselokan lingkungan sekitar dan selanjutnya menuju aliran sungai. Sedangkan untuk limbah padat berupa ampas dijual ke para perternak ayam untuk campuran pakan ternak. Dalam satu hari proses pembuatan tahu, limbah cair yang dihasilkan oleh pengrajin Setia Makmur dapat mencapai lebih dari 100 L air limbah setiap harinya.

Sebagian besar sumber limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih, cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menimbulkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai.

Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu kira-kira 15 - 20 l / kg bahan baku kedelai, sedangkan beban pencemarannya kira-kira untuk BOD 65 g / kg bahan baku kedelai dan COD 130 g / kg bahan baku kedelai. 1

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pengolahan kedelai bahwa usaha atau pengolahan kedelai berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbah baku mutu BOD yang ditetapkan yaitu 150 mg/l.

(15)

Sehingga perlu adanya pengolahan limbah terlebih dahulu sebelum di buang ke lingkungan.2

Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan berbagai cara, banyak peneliti yang sudah melakukan pengolahan limbah cair diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Jasmiati. Sofia, A. dan Thamrin. Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif Mikroorganisme (Em4) Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau tahun 2010, pemberian EM4 pada limbah cair tahu mampu menurunkan konsentrasi BOD pada limbah cair tahu penurunan konsentrasi 139,50 ppm dan 410,10 ppm.3

Pengolahan limbah cair tahu secara kimia yang pernah dilakukan diantaranya, teknologi yang dilakukan oleh Tuhu Agung, R. Hanry Sutan Winata. Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, dengan hasil plasma yang dilakukan secara batch dapat menurunkan kadar COD menjadi 75.29%, teknologi plasma yang dilakukan secara batch dapat menurunkan kadar TSS sebesar 77.27%.4

Hasil penelitian Fakultas MIPA Universitas Islam Makassar 2008 tentang Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi Tanaman Air. Bahwa Efek bioremediasi yang optimal terjadi pada percobaan yang menggunakan empat jenis tanaman air, yaitu Mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla verticillata). Tanaman air ditanam dan disimulasikan pada kolam-kolam buatan dengan empat komposisi, yakni tanpa tanaman air, 2 jenis tanaman air, 3 jenis tanaman air, dan 4 jenis

(16)

tanaman air. Efek bioremediasi terhadap penurunan BOD dan COD terjadi pada komposisi dua, tiga dan empat. Penurunan terbesar terjadi pada komposisi empat yakni 39.75% untuk BOD dan 43.36% untuk COD.5

Teratai (Nympahea Firecrest) merupakan jenis tumbuhan air yang termasuk kedalam kelompok floating leaves yaitu akar berada di dasar perairan sedangkan daunnya berada di permukaan air, tanaman Teratai telah banyak digunakan untuk penelitian. Seperti yang pernah dilakukan Staf Peneliti Puslit Limnologi-LIPI Universitas Pakuan Bogor pembuatan lahan basah buatan sistem aliran permukaan dan aliran bawah permukaan yang ditanami dengan teratai dan ganggang mampu menurunkan kadar total nitrogen (TN) dan total fosfor (TP) air limbah pencucian dari laboratorium analisis kimia. Penurunan kadar TN sistem aliran bawah permukaan (99,84 %, yaitu dari 8,193 ke 0,013 mg/L), sedangkan penurunan kadar TP lebih baik pada sistem permukaan (100%, yaitu dari 4,861 ke 0 mg/L).6

Eceng gondok (Eichhornia Crassipes) termasuk kedalam kelompok floating leaves, tanaman akuatik seperti enceng gondok sangat berpotensi untuk digunakan sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga. Karena kemampuanya yang besar, tanaman ini pernah diteliti oleh NASA (Badan Antariksa AS) untuk digunakan sebagai tanaman pembersih air dipesawat ruang angkas. Penelitian yang dilakukan oleh NASA di pembuangan air limbah industri dengan aliran 60.000 L / hari menunjukan bahwa eceng gondok yang ditanam dalam saluran yang berliku-liku dengan dimensi sepanjang

(17)

250 m, lebar 12 m, dan dalam 0,8 m sanggup membersihkan air diatas standar minimum yang dipersyaratkan. Akan tetapi tanaman eceng gondok yang berkembang cepat ini dapat menutupi keseluruhan permukaan air sehingga tanaman yang berada di dasar air akan mati karena kekurangan cahaya matahari. Namun tidak demikian, dalam rawa buatan skala kecil dan menengah perkembangan tanaman ini dapat dikontrol dengan mudah yaitu dengan cara memanennya secara berkala.7

Dari dasar inilah mengapa penelitian ini akan dilakukan, menggunakan tanaman air untuk mengolah limbah cair industri tahu, yaitu menggunakan tanaman teratai dan eceng gondok untuk mengetahui efektifitas tanaman air tersebut sebagai media penurunan kadar BOD pada limbah cair industri tahu.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana efektifitas tanaman teratai dan eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair industri tahu.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui fektifitas tanaman teratai dan eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair industri tahu.

2. Tujuan khusus

a. Mengukur kadar BOD pada limbah cair industri tahu sebelum diberi perlakuan dengan tanaman teratai dan eceng gondok. b. Melakukan pengolahan limbah cair industri tahu dengan tanaman

teratai dan eceng gondok.

(18)

pengolahan dengan tanaman teratai dan eceng gondok.

d. Menganalisis efektifitas tanaman teratai dan eceng gondok dalam pengolahan limbah cair industri tahu.

D. Manfaat Penelitian.

1. Bagi perguruan tinggi

Menambah referensi tentang pengolahan limbah cair industri tahu dengan metode Fitoremediasi sehingga dapat dijadikan informasi bagi mahasiswa.

2. Bagi Pengusaha Pengrajin Tahu

Sebagai panduan untuk mengaplikasikan pengolahan limbah cair industri tahu dengan menggunakan tanaman teratai dan eceng gondok.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

Penulis Judul Hasil

Jasmiyati , Sofia, A., Thamrin Rita D Ratnani, Indah Hartati, Laeli Kurniasari,

Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif Mikroorganisme (Em4). Universitas Riau 2010.

Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Untuk

Menurunkan Kandungan Cod, Ph, Bau, Dan Warna Pada Limbah Cair Tahu. Universitas Wahid Hasyim 2010

Pemberian EM4 pada perlakuan A maupun B mampu menurunkan kosentrasi BOD, penurunan kosentrasi 139,50 ppm dan 410,10 ppm.

Kosentrasi COD mengalami penurunan sampai dibawah baku mutu limbah cair yaitu kurang dari 275 ppm dan pada pengamatan ulang kosentrasi dapat. Tabel 1.1 Keaslian penelitian (Lanjutan)

(19)

Penulis Judul Hasil Hadiyantoa, dan

Marcelinus, Christwardana,

Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu Dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Protein. Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana UNDIP. 2012 Menggunakan eceng gondok, kandungannya turun menjadi 55 ppm (72,5%,) teratai turun menjadi 59 ppm(70,5%)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah, penelitian yang akan dilakukan menggunakan dua jenis tanaman air yang digunakan sebagai media untuk penurunan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dalam limbah tahu yaitu tanaman Teratai (Nympahea Firecrest) dan Eceng Godok (Eichhoornia Crassipes).

F. Lingkup Penelitian

1. Lingkup keilmuan

Lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Kesehatan Lingkungan.

2. Lingkup materi

Lingkup materi yang dikaji dan dipelajari dalam penelitian ini adalah sistem pengolahan air limbah industri tahu dengan cara Fitoremediasi.

3. Lingkup lokasi

a) Industri Pengrajin tahu Setia Makmur Jl. Cempaka Selatan RT 2/RW 1 Lamper Kidul Semarang Selatan.

(20)

b) Pusat kegiatan mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro Semarang

c) Laboratorium Kementrian Perindustrian Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Jl Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

d) Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Jl. Soekarno – Hatta No. 185 Semarang

4. Lingkup metode

Metode yang digunakan Pra-Eksperimen. 5. Lingkup sasaran

a) Sasaran pada penelitian ini adalah Limbah Cair Tahu di kelurahan Lamper Kidul Semarang Selatan.

b) Tanaman Teratai (Nympahea Firecrest) dan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes).

c) Kadar BOD (Biochemical Oxigen Demand) pada limbah cair industri tahu.

6. Lingkup waktu

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Produksi Tahu

Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara pembuatan tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal protein yang digunakan.

Untuk mendapatkan tahu yang mempunyai kualitas yang baik, diperlukan bahan baku biji kedelai yang sudah tua, kulit biji tidak keriput, biji kedelai tidak retak, bebas dari sisa-sisa tanaman dan batu kerikil, tanah, atau biji-bijian lain. Kedelai yang digunakan biasanya berwarna kuning, putih, atau hijau dan jarang menggunakan jenis kedelai yang berwarna hitam, tujuan dari penyortiran ini adalah agar kualitas tahu tetap terjaga dengan baik.

Tahapan proses pembuatan tahu yaitu perendaman, pada proses ini kedelai direndam dalam bak atau ember yang berisi air selama 8-12 jam, tujuan dari perendaman ini adalah untuk membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas. Setelah direndam, kemudian dilakukan pengupasan kulit kedelai dengan meremas-remas dalam air, kemudian dikuliti. Setelah direndam dan dikuliti kemudian dicuci, pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan alir yang mengalir, tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dalam kedelai. Setelah kedelai direndam dan dicuci bersih, selanjutnya dilakukan penggilingan, proses penggilingan dilakukan

(22)

dengan mesin, karena penggunaan mesin akan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat penggilingan diberi air mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses penggilingan berupa bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar kemudian ditampung dalam ember.

Pada proses pencucian dan perendaman kedelai ini menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan akan banyak pula, tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran yang tinggi. Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk meng- inaktifkan zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan penggumpalan protein serta menambah keawetan produk. Bubur kedelai yang telah terbentuk kemudian diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku pemasakan. Setelah mendidih sampai ± 5 (lima) menit kemudian dilakukan penyaringan.

Dalam keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah direbus) kemudian disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas dengan air hangat, sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini menghasilkan limbah padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas padat ini mempunyai sifat yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu ditempatkan secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu tidak terkontaminasi dengan barang yang kotor. Filtrat cair hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam bak. Kemudian filtrat yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil diberi

(23)

asam. Pemberian asam ini dihentikan apabila sudah terlihat penggumpalan, selanjutnya dilakukan penyaringan kembali.

Proses penggumpalan juga menghasilkan limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai kadar pencemaran yang tinggi karena sudah mengandung asam. Untuk menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu (sioko) atau CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau kecutan yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam. Tetapi biasanya para pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah didiamkan selama satu malam.

Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan pengepresan. Proses ini dilakukan dengan cara cairan bening diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian diambil dan dituangkan ke dalam cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh.8

(24)

Gambar 2.1 Diagram Air Produksi Tahu, sumber: KLH, 2006

Kedelai

Pencucian dan Perendaman

(3-12 jam)

Air

Limbah Cair

(BOD, TTS)

Pengupasan Kulit

Kulit kedelai

Perendaman (30-40 menit)

Air

Limbah Cair

(BOD, TTS)

Penggilingan

Air

Perebusan 30 menit

Air

panas s

Penyaringan

Ampas Tahu

Filtrat

Penggumpalan

n

Limbah Cair

(BOD, Asam)

Asam

Asetat

Pencetakan/pengepresan

pemotongan

Tahu

Air Tahu

(BOD,TTS,

Asam)

(25)

B. Karakteristik Limbah Tahu 1. Temperatur

Temperatur air limbah pabrik tahu biasanya lebih tinggi dari temperatur air normal. Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan tahu selalu pada temperatur panas baik pada saat penggumpalan atau pada saat menyaring yaitu pada suhu 60 – 80oC. Pencucian yang mempergunakan air dingin selama proses berjalan tidak mampu menurunkan suhu limbah tahu. Limbah panas yang dikeluarkan adalah sisa air susu tahu yang tidak menggumpal menjadi tahu, biasanya berwarna kuning muda dan apabila diperam dalam satu hari akan berasa asam.

2. Warna

Warna air buangan transparan sampai kuning muda dan disertai adanya suspensi warna putih. Zat terlarut dan tersuspensi yang mengalami penguraian hayati dan kimia akan berubah warna. Hal ini merupakan proses yang merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen didalam air buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk.

3. Bau

Bau air buangan industri tahu dikarenakan proses pemecahan protein oleh mikroba alam. Bau sungai atau saluran menyengat apabila disaluran tersebut sudah berubah anaerob. Bau tersebut terjadi karena terpecahnya penyusun dari protein dan karbohidrat sehingga timbul bau busuk dari gas H2S.

(26)

4. Kekeruhan

Padatan yang terlarut dan tersuspensi dalam air limbah pabrik tahu menyebabkan air keruh. Zat yang menyebabkan air keruh adalah zat organik atau zat-zat yang tersuspensi dari tahu atau kedelai yang tercecer atau zat organik terlarut yang sudah terpecah sehingga air limbah berubah seperti emulsi keruh.

5. BOD

Padatan yang terdapat dalam air buangan terdiri dari zat organik dan zat anorganik. Zat organik tersebut misalkan protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Protein dan karbohidrat biasanya lebih mudah terpecah secara proses hayati menjadi amoniak, sulfida dan asam-asam lainnya. Sedangkan lemak lebih stabil terhadap pengrusakan hayati, namun apabila ada asam mineral dapat menguraikan asam lemak menjadi glicerol. Pada limbah tahu adanya lemak ditandai banyak zat-zat terapung berbentuk skum. Untuk mengetahui berapa besarnya jumlah zat organik yang terlarut dalam air limbah tahu dapat diketahui dengan melihat besarnya angka BOD (Biological Chemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biokimia) KOB ). Angka BOD ini menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk keperluan aktifitas mikroba dalam memecah zat organik biodegradasi didalam air buangan, angka BOD dalam satuan mg per liter atau ppm ( part per million ) dan biasanya dinyatakan dalam beban yaitu gram atau kg per satuan waktu.

(27)

6. COD

Parameter ini dalam air buangan menunjukkan juga zat organik, terutama zat organik non biodegradasi selain itu zat dapat di oksidasi oleh bahan kimia K2Cr2O7 dalam asam, misalnya SO3 ( sulfit ), NO2 ( nitrit ) kadar tinggi dan zat-zat reduktor lainnya. Besarnya angka COD biasanya lebih besar dari BOD, biasanya 2 sampai 3 kali besarnya BOD.

7. pH

pH dalam air limbah sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroorganisme dalam memecah bahan organik. Air limbah tahu cenderung asam, dan pada keadaan asam ini terlepas zat- zat yang mudah menjadi gas.9

C. Dampak Limbah Tahu

Herlambang 2002 dalam penelitian Kaswinarni F, menuliskan dampak Pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi molekul organik yang sederhana. Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi

(28)

berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau.

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.8

Dengan adanya dampak yang ditimbulkan limbah tersebut terhadap lingkungan dan manusia, maka pemerintah daerah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan limbah cair buang. Seperti yang tertulis dalam kepeutusan perda jateng No 5 Tahun 2012 tentang baku mutu air limbah yang diperbolehkan di buang di area Provinsi Jawa Tengah.10

(29)

Tabel 2.1. Baku Mutu Air Limbah Tahu

Parametar Kadar Max (mg/lt) Beban Pencemaran Max (kg/ton kedelai)

Temperatur 380C -

BOD 150 3

COD 275 5,5

TTS 100 2

PH 6,0 – 9,0

Debit Max 20 m3/ton kedelai Sumber : Perda Propinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 D. Pengolahan Limbah Cair

Setiap badan usaha yang menghasilkan produk pastilah menghasilkan limbah setiap harinya baik dalam kapasitas besar maupun kecil yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan sekitar. Dalam hal ini pemerintah sangat berperan dalam menetapkan peraturan-peraturan untuk mengatur limbah. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pengolahan kedelai bahwa usaha atau pengolahan kedelai berpontensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbah baku mutu BOD yang ditetapkan yaitu 150 mg / l. Sedangkan limbah kerajinan tahu yang dihasilkan merupakan limbah B3 yang belum diolah, dan perlu adanya pengolah terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan hidup. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah:

(30)

Proses pengolahan limbah yang termasuk pengolahan limbah secara fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen, sieves, dan filter; pemisahan dengan memanfaatkan gaya grafitasi (sedimentasi). Pemisahan padatan-padatan dari air limbah merupakan tahap pengolahan yang sangat penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat serta mengurangi resiko rusaknya peralatan. Ada dua prinsip utama yang dapat dilakukan dalam pemisahan padatan, prinsip pertama adalah screening, sieving, dan filtrasi, dan prinsip kedua adalah penggunaan gaya grafitasi (sedimentasi, flotasi, dan sentrifugasi).11

2. Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia

Proses pengolahan kimia digunakan dalam instalasi air bersih dan IPAL. Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut, mengurangi kosentrasi lemak dan minyak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan racun.

Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan-perubahan kosentrasi. Namun pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan jumlah lumpur.

(31)

3. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Pengolahan limbah secara biologi terutama dimaksudkan untuk menyisihkan zat-zat organik yang terlarut dan yang koloid tetapi zat organik yang tersuspensi juga dapat tersisihkan dalam proses ini. Bahan organik tersebut dikonversi menjadi massa mikroorganisme (biomassa) dan biomassa ini sifatnya mengalami bioflokulasi yang dapat dipisahkan dengan pengendapan.

Tujuan pengolahan air limbah secara biologi adalah mengubah molekul organik yang komplek menjadi produk yang sederhana dengan menggunakan mikroorganisme. Keberhasilan pengolahan limbah secara biologi tergantung dari aktifitas mikroorganisme didalamnya. Karena itu diperlukan perlakuan khusus yang mampu menjaga keseimbangan pertumbuhan mikroorganisme dengan mengontrol parameter-paremeter yang dibutuhkan dalam pengolahan biologi.

a. Pengolahan Limbah Dengan Mikrobiologi

Mikroorganisme yang terdapat pada pengolahan limbah secara biologi antara lain:

1) Bakteri, banyak terdapat pada unit pengolahan biologi dengan biofilter dan lumpur aktif, bakteri berfungsi untuk mendegradasi zat organik. Dalam pengolahan secara biologi bakteri inilah yang paling banyak berperan dalam mendegradasi senyawa organik baik proses aerobik atau anaerobik.

(32)

2) Jamur, walaupun pada unit pengolahan biologi didominasi oleh bakteri tidak menutup kemungkinan hadirnya jamur dalam pengolahan tersebut. Jamur lebih banyak terdapat pada biofilter daripada lumpur aktif, jamur muncul pada kondisi PH rendah.

3) Alga, biasanya terdapat pada permukaan biofilter dengan syarat makanan yang cukup.

4) Protozoa, lebih banyak pada biofilter, pada unit pengolahan dengan lumpur aktif kehadiran protozoa sangat dipengaruhi oleh karakteristik air limbah yang akan diolah.12

b. Pengolahan Limbah Dengan Tanaman (Fitoremediasi)

Salah satu pengolahan limbah secara biologi yaitu dengan menggunakan tanaman yang disebut Fitoremediasi. Phyto berasal dari bahasa Yunani / greek “phyton” yang berarti tanaman/tumbuhan (plant), remediation asal kata latin remediare yaitu memperbaiki/menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi Fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikro-organisme dalam media (tanah, koral air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan dan berguna secara ekonomi.13

Proses Fitoremediasi dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan lima tahap proses secara serial yang dilakukan

(33)

tumbuhan terhadap zat kontaminan / pencemar yang berada disekitarnya.

1) Phytoacomulation (phytoextraction)

Yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga hyperacumulation.

2) Rhizofltration

Adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. 3) Phytostabillization

Yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan, zat-zat tersebut erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

4) Phytodegradation (phyto transformation)

Yaitu proses yang dilakukan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan melekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau diluar sekitar akar yang dengan bantuan enzym yang dikeluarakan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa

(34)

tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.

5) Phytovolazation

Yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah larut terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi yang selanjutnya diuapkan ke atmosfer. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.14

E. Tanaman Air 1. Teratai

Teratai (Nymphaea) adalah nama genus untuk tanaman air dari suku Nymphaeaceae. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai waterlily tanaman tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai terdapat di tengah-tengah daun. Daun berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong pada jari-jari menuju ke tangkai. Permukaan daun tidak mengandung lapisan lilin sehingga air yang jatuh ke permukaan daun tidak membentuk butiran air, bunga terdapat pada tangkai yang merupakan perpanjangan dari rimpang, diameter bunga antara 5-10 cm. Teratai terdiri dari sekitar 50 spesies yang tersebar dari wilayah tropis hingga daerah subtropis seluruh dunia, teratai yang tumbuh di daerah tropis berasal dari Mesir.15

(35)

Dalam dunia penelitian tanaman Teratai (Nympahea Firecrest) pernah digunakan sebagai tanaman pengendali pencemaran limbah cair diantaranya yaitu, seperti yang pernah dilakukan Staf Peneliti Puslit Limnologi-LIPI Universitas Pakuan Bogor, pembuatan lahan dengan teratai dan ganggang air limbah pencucian dari laboratorium analisis kimia. Mampu menurunan kadar TN (total nitrogen) 99,84 %, yaitu dari 8,193 ke 0,013 mg / L, kadar TP (total phosphorous) 100%, yaitu dari 4,861 ke 0 mg / L. Penelitian Fakultas MIPA Universitas Islam Makasar bioremediasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman air, yaitu Mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla verticillata). Penggabungan empat tanaman tersebut mampu menurunkan 39.75 % untuk kadar BOD dan 43.36 % untuk COD. 2. Eceng Gondok

Eceng gondok atau enceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli biotani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng

(36)

gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.

Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau akarnya merupakan akar serabut.

Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium.16

(37)

F. Kerangka Teori

Gambar 2.2 kerangka Teori

Pengrajin

Tahu

Limbah padat

Limbah cair

Pengolahan

secara Fisik

Pengolahan

secara Kimia

Pengolahan

secara Biologi

Tanaman

Mikrobiologi

Faktor-Faktor yang

mempengaruhi :

Suhu

pH

Penurunan

kadar

BOD

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Variabel pengganggu

Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Pra-Eksperimental Static Group Comparation Design. Desain ini merupakan perbaikan dari desain sebelumnya yaitu One Group Pretest Posttest Design. Desain ini melibatkan kelompok kontrol, juga dapat disebut desain perbandingan kelompok statis. Desain ini dapat melibatkan tiga, empat atau lebih kelompok misalnya dua kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol.17

Tabel 3.1. Intack Group Comparation

Pretast Treatment Posttest Kel. Percobaan Kel. Kontrol O0 O0 X - O1 O0 Keterangan:

kadar BOD

Lama paparan

dengan

tanaman

Jenis Tanaman

pH

(39)

O0 : tes awal, sebelum perlakuan diberikan

O1 : tes akhir, setelah perlakuan diberikan

X : perlakuan dengan menggunakan tanaman eceng gondok dan teratai (metode Fitoremediasi)

a) Replikasi

Replikasi adalah pengulangan dari percobaan dasar, replikasi berguna untuk menghindari kesalahan sekecil mungkin, ulangan (replikasi) dalam eksperimen dihitung dengan rumus sebagai berikut: 18 (t – 1) (r – 1) ≥ 15 t = jumlah perlakuan 5 r = jumlah pengulangan (t-1) (r-1) ≥ 15 (5-1) (r-1) ≥ 15 4(r-1) ≥ 15 4r-4 ≥ 15 4r ≥15+4 4r ≥ 19 r ≥ 19:4 r ≥ 4.75 = 5

(40)

Tabel 3.2 Replikasi Tanaman Teratai

Jenis Tanaman Lama Kontak dengan Tanaman

Teratai (T) 6 hari 12 hari 18 hari

T1 T1.6 T1.12 T1.18 T2 T2.6 T2.12 T2.18 T3 T3.6 T3.12 T3.18 T4 T4.6 T4.12 T4.18 T5 T5.6 T5.12 T5.18 Control K.6 K.12 K.18

Tabel 3.3 Replikasi Tanaman Eceng Gondok

Jenis Tanaman Lama Kontak dengan Tanaman Eceng Gondok (E) 6 hari 12 hari 18 hari

E1 E1.6 E1.12 E1.18 E2 E2.6 E2.12 E2.18 E3 E3.6 E3.12 E3.18 E4 E4.6 E4.12 E4.18 E5 E5.6 E5.12 E5.18 kontrol K.6 K.12 K.18 C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Waktu lama paparan dan jenis tanaman 2. Variabel terikat : Kadar BOD pada limbah cair indusrti tahu

(41)

3. Variabel pengganggu : Variabel yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman Teratai dan Eceng Gondok variabel penggangu pada penelitian ini adalah pH.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.4 definisi Operasional

No Variabel Devinisi Skala pengukuran

1.

2.

Lama paparan

Jenis tanaman

Lama kotak dalam hari (6, 12, dan 18 hari). Tanaman teratai dan eceng gondok. Interval Nominal Observasi Observasi 3. 4. 5. Kadar BOD Kadar pH Efektifitas tanaman

Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh tanaman untuk

mengoksidasi cemaran limbah cair industri tahu.

Kadar keasaman limbah cair tahu. Kemudahan perawatan tanaman teratai dan eceng gondok serta kemampuan dalam menurunkan kadar BOD. Rasio Rasio Nominal Uji Laboratorium dengan metode SNI 6989.72.2009

Potensiometri

(42)

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah limbah cair industri tahu dari Usaha Pengrajian tahu Kelurahan Lemper Kidul Kecamatan Semarang Selatan.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian limbah cair industri tahu yang didapat dari pengrajin tahu Setia Makmur Jl. Cempaka Selatan RT 2/RW 1 Lemper Kidul Semarang Selatan sebanyak 60 liter limbah cair.

F. Pengumpulan Data 1. Sumber Data

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran saat penelitian, yaitu data hasil pengukuran BOD dan pH b. Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh dari kepustakaan atau penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

2. Metode Pengumpulan Data

Limbah diperoleh dari sisa pembuatan tahu, yaitu pengrajin tahu Setia Makmur Jl. Cempaka Selatan RT 2/RW 1 Lemper Kidul Semarang Selatan.

3. Metode pengukuran BOD dan pH

a) Pengukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) menggunakan metode SNI 6989.72:2009.

(43)

1) Ruang Lingkup

Cara uji digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam contoh uji air limbah, efluen atau air yang tercemar yang tidak mengandung atau yang telah dihilangkan zat-zat toksik dan zat-zat pengganggu lainnya. Pengujian dilakukan pada suhu 200C ± 10C selama 5 hari ± 6 jam. Catatan: limit deteksi ditentukan berdasarkan penurunan oksigen terlarut minimum, yaitu:

a) unseeding and dilution (S = 0, P < 1,0) = 2 mg/L ≈ ΔDOmin

b) seeding and dilution (S > 0, P < 1,0) ≈ 1 mg/L ≈ ΔDOmin – koreksi seeding

c) unseeding and no dilution (S = 0, P = 1,0) ≈ 0,1 mg/L ≈ limit deteksi DO meter

d) seeding and no dilution (S > 0, P = 1,0) ≈ 0 mg/L 2) Prinsip

Sejumlah contoh uji ditambahkan ke dalam larutan pengencer jenuh oksigen yang telah ditambah larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 200C ± 10C selama 5 hari. Nilai BOD dihitung berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari. Bahan kontrol standar dalam uji BOD ini, digunakan larutan glukosa-asam glutamat.

(44)

3) Bahan kimia yang dibutuhkan

a) air bebas mineral jenuh oksigen (minimal 7,5 mg/L); b) kalium dihidrogen fosfat, KH2PO4;

c) dikalium hidrogen fosfat, K2HPO4;

d) dinatrium hidrogen fosfat heptahidrat, Na2HPO4.7H2O

e) amonium klorida, NH4Cl

f) natrium hidroksida, NaOH g) magnesium sulfat, MgSO4.7H2O

h) kalsium klorida anhidrat, CaCl2

i) feri klorida, FeCl3.6H2O

j) larutan suspensi bibit mikroba

k) larutan glukosa-asam glutamat (GGA) l) asam sulfat, H2SO4

m) natrium sulfit, Na2SO3

n) inhibitor nitrifikasi Allylthiourea (ATU), (C4H8N2S)

o) asam asetat glasial (CH3COOH)

p) kalium iodida (KI)

q) larutan indikator amilum (kanji) 4) Peralatan yang dibutuhkan

a) botol DO

b) lemari inkubasi atau water cooler, suhu 200C ± 10C, gelap c) botol dari gelas 5 L – 10 L

d) pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL

e) labu ukur 100,0 mL; 200,0 mL dan 1000,0 mL f) pH meter

(45)

g) DO meter yang terkalibrasi h) Shaker

i) Blender j) oven; dan

k) timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. 5) Pengawetan contoh uji

a) Penyimpanan contoh sesaat (grab samples)

Suhu penyimpanan contoh sesaat dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.5 suhu penyimpanan contoh

Lama penyimpanan contoh Suhu penyimpanan < 2 jam Tidak perlu disimpan dilemari pendingin

2 – 6 jam ≤ 4 °C

6 – 24 jam ≤ 4 °C dan catat lama waktu penyimpanan

> 24 jam Contoh tidak mewakili uji BOD

b) Penyimpanan contoh gabungan (composite samples) Selama pengumpulan, penyimpanan contoh dilakukan pada suhu ≤ 40C. Batas periode pengumpulan contoh maksimal 24 jam dari waktu pengambilan contoh terakhir. Gunakan kriteria lama penyimpanan contoh gabungan, sebagaimana (Tabel 3.5).1

(46)

6) Tahapan prosedur

Gambar 3.2 tahap pengukuran BOD 7) Penghitungan nilai BOD5

( ) (

( )

)

Keterangan :

BOD5 : adalah nilai BOD contoh uji (mg/L)

A1 : kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi

0 hari (mg/L)

A2 : kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi

5 hari (mg/L)

B1 : kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi

Kondisi contoh uji pada 20 °C ± 3°C dan pH 6,0 – 8,0 serta hilangkan

zat-zat penggangu

Encerkan contoh uji yang dapat hasilkan ΔDO > 2 mg/L dan

DO5 > 1 mg/L

Siapkan 2 botol DO (A1,A2) da

nisi contoh uji lalu ukur DO0 (A1)

dengan DO meter atau titrasi secara iodometeri

Ulang terhadap blanko (Air pengencer) dan control standar

(GGA) dan tentukan masing – masing DO0 dan DO5

(47)

0 hari (mg/L)

B2 : kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi

5 hari (mg/L)

VB : volume suspense mikroba (ml) dalam botol DO

Blanko

VC : volume suspense mikroba dalam botol contoh uji

(ml)

P : perbandingan volume contoh uji (V1) per volume

Total (V2)

CATATAN : bila contoh uji tidak ditambahkan bibit mikroba VB = 0.19

G. Prosedur Penelitian

1. Persiapan proses pengambilan limbah cair industri tahu.

a. Menyiapkan galon air sebagai wadah untuk pengambilan limbah cair industri tahu.

b. Limbah cair industri tahu dikumpulkan sebanyak 60 liter.

c. Limbah cair industri tahu diperoleh dari sisa pembuatan tahu, yaitu pengrajin tahu Setia Makmur Jl. Cempaka Selatan RT 2/RW 1 Lemper Kidul Semarang Selatan.

2. Proses aklimatisasi tanaman teratai dan eceng gondok.

a. Menyiapkan tanaman teratai (Nymphaea) tanaman diperoleh dari Desa Mendut Kabupaten Magelang.

b. Menyiapkan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) tanaman diperoleh dari sungai banjir kanal barat Semarang.

(48)

c. Aklimatisasi dilakuk selama 6 hari dengan kosentrasi limbah tahu 50 % air bersih 50 % sebayak 9 liter.

3. Persiapan penanaman tanaman teratai (Nymphaea).

a. Menyiapkan 5 ember berbahan plastik sebagai bak reaktor, dengan panjang 40 cm lebar 40 cm tinggi 17 cm sebagai media tempat untuk penempatan limbah tahu.

b. Menyiapkan tanah lempung sebanyak 200 gram dan baru krikil, batu krikil berfunsi sebagai pemberat pot.

c. Tanah lempung sebanyak 200 gram dimasukan dalam media pot kecil.

d. Tanaman teratai yang sudah diaklimatisasi ditanam dalam pot kecil yang berisi tanah lempung dengan berat masing-masing tanaman teratai 100 gram berat basah.

e. Batu krikil yang sudah disiapkan disusun dalam pot yang sudah ditanam teratai, batu krikil berfungsi sebagai pemberat agar tanaman teratai tidak terangkat kepermukaan.

f. Pengisian limbah tahu kepada masing-masing ember reaktor diisi dengan limbah murni sebanyak 5 liter dan air bersih sebanyak 4,5 liter ke masing-masing bak reaktor.

g. Masukan semua pot kecil yang sudah terisi tanaman teratai kedalam ember reaktor yang terisi air limbah tahu, tunggu proses fitoremediasi dengan waktu 6, 12, 18 hari.

(49)

4. Persiapan proses penanaman tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes).

a. Menyiapkan 5 ember berbahan plastik sebagai bak reaktor, dengan pajang 40 cm lebar 40 cm tinggi 17 cm sebagai media tempat untuk penempatan limbah tahu.

b. Menyiapkan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) tanaman diperoleh dari sungai banjir kanal barat Semarang. c. Pengisian bak reaktor limbah tahu kepada masing-masing ember

reaktor diisi dengan limbah murni sebanyak 5 liter dan air bersih sebanyak 4,5 liter ke masing-masing bak reaktor.

d. Masukan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang sudah diaklimatisasi ke 5 ember reaktor dengan berat 100 gram berat basah.

e. Menunggu proses fitoremediasi dengan waktu 6, 12, 18 hari. 5. Pengukuran

a. Melakukan pengukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada limbah sebelum diberi tanaman, pengukuran dilakaukan di Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Jawa Tengah dan Laboratorium Kementrian Perindustrian Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Jl Ki Mangunsarkoro No 6 Semarang

b. Menunggu proses fitoremediasi selama 6, 12 dan 18 hari, dan melakukan pengambilan sampel pada setiap bak reaktor untuk pengujian parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand).

(50)

c. Pengambilan sampel sebanyak 1 liter di simpan dalam botol dan didinginkan dalam bok pendingin minuman sebelum dilakukan pengukuran.

d. Pengukuran kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) di lakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Tengah dan Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Kementrian Perindustrian dan Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

e. Setiap pengambilan sampel untuk pengukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) juga dilakukan pencatatan pH pada limbah. H. Pengolahan Data

1. Kodefikasi Data

Pengkodean data adalah memberi kode pada variabel penelitian agar memudahkan dalam analisis data.

2. Editing Data

Sebelum data yang di dapat diolah dan ditindak lanjuti, maka data perlu diedit terlebih dahulu apakah setiap keterangan sudah benar dan sesuai dengan apa yang diinginkan.

3. Entri Data

Memasukan data yang telah diperoleh dengan menggunakan fasilitas komputer.

4. Tabulasi Data

Meringkas data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel yang telah dipersiapkan.

(51)

I. Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan dibandingan dengan baku mutu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.5 Tahun 2012. Tingkat efektifitas tanaman dinilai dari penurunan kadar BOD pada limbah cair industri tahu, kemudahan mendapatkan tanaman dan kemudahan dalam perawatan atau budidaya tanaman.

(52)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Industri Tahu Rumahan Setia Makmur Kelurahan Lamper Kidul

Industri tahu rumahan Setia Makmur adalah industri makanan skala kecil berdiri pada tahun 2008 hingga sekarang. Industri rumahan ini hanya memproduksi satu jenis makanan olahan kedelai yaitu tahu, industri rumahan ini mulai melakukan produksi dari pukul 08.00 wib – 16.00 wib dari hari senin – sabtu dengan rata-rata bahan mentah kedelai yang diolah 50-100 kg / hari, dengan jumlah pekerja 4 orang.

Tahu merupakan makan yang terbuat dari kedelai merupakan sumber makanan yang dapat diperoleh dengan harga murah serta mengandung protein tinggi. Bagi penduduk Indonesia tahu merupakan makanan yang umum karena banyak dijual di pasar-pasar tradisional.

Setiap usaha baik besar maupun kecil pasti menghasilkan limbah buang yang bila tidak diolah terlebih dahulu akan berdampak pada lingkungan, untuk industri tahu rumahan Setia Makmur limbah yang dihasilkan adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan pada industri ini tidak diolah terlebih dahulu tetapi langsung di buang ke lingkungan, sedangkan untuk limbah padat yang berupa ampas kedelai dijual kepada pengusaha pertenakan.

(53)

Gambar 4.1 Denah lokasi industri pembuatan tahu B. Sumber Limbah Cair Industri Tahu Setia Makmur

Sebagian besar sumber limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai, limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan lebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas perendaman kedelai.1

Dari proses pembuatan tahu tersebut menghasilkan limbah cair sebayak 100-150 liter / hari, limbah yang mengandung BOD tinggi adalah limbah hasil dari perebusan kedelai dan penyaringan. Limbah cair hasil perebusan tidak langsung dibuang dibiarkan selama 1 malam dan pagi hari baru limbah cair dibuang, pemilik industri mengatakan limbah hasil

(54)

perebusan bahan kedelai tidak langsung dibuang karena limbah cair masih panas dan akan dibuang bila air limbah sudah pada suhu normal.

KEDELE

FILTRAT

TAHU

Gambar 4.2 proses pembuatan tahu.

PERENDAMAN

(3-12) jam

PERENDAMAN

(30-40) menit

PENGUPASAN

KULIT

Air

Air

Air

PENGGILINGAN

PENYARINGAN

PEREBUSAN

(30) menit

PENGGUMPALAN

PENYARINGAN

PENEKANAN

Asam Asetat Kulit Kedele Limbah cair (BOD,TSS) Limbah cair (BOD,TSS) Ampas tahu Limbah cair (asam,BOD Air tahu (TSS,BOD,bau)

9

(55)

C. Pengenceran Limbah Cair Industri Tahu Sebelum Pengolahan dengan Tanaman Teratai dan Eceng Gondok

Limbah cair yang dijadikan sampel untuk penelitian ini merupakan limbah gabungan dari hasil pencucian dan pemasakan kedelai yang ditampung dalam gentong pelastik, air limbah diambil sebanyak 60 Liter dari industri tahu Setia Makmur. Air limbah kemudian diambil sebayak 5 liter kemudian diencerkan dengan air kran sebanyak 4,5 liter pengenceran ini bertujuan untuk pengujian kadar BOD awal pada limbah tahu.

Dari hasil pengenceran ini limbah cair memiliki karakteristik yang tidak baik. Bentuk fisik warana putih keruh dan berbusa beraroma asam sangat kuat, dari hasil uji Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Tengah kadar BOD 1.280 mg/l pH 5,31 dengan melihat hasil uji Laboratorium maka limbah cair industri tahu perlu pengolahan sebelum di buang ke lingkungan.

(56)

D. Proses Aklimatisasi Tanaman Teratai dan Eceng Gondok dengan Limbah Cair Industri Tahu

Aklimatisasi dalam kamus ilmiah popular kontemporer adalah penyesuaian diri makhluk hidup dengan iklim,20 aklimatisasi ini bertujuan untuk menyesuaikan tanaman teratai dan eceng gondok di iklim atau lingkungan yang baru untuk tumbuh. Tanaman teratai dan eceng gondok ditanam di air limbah tahu yang telah diencarkan dengan air kran dengan kosentrasi air limbah 50% dan air kran 50%.

Pelaksanaan aklimatisasi dilaksanakan pada pukul 06.00 tanggal 14 – 20 Januari 2015 berlokasi di gedung F Pusat Kegiatan Mahasiswa UDINUS, limbah yang digunakan adalah limbah tahu sebanyak 4,5 liter kemudian diencerkan dengan air kran sebanyak 4,5 liter dengan dengan total air yang digunakan untuk proses aklimatisasi tanaman teratai dan eceng gondok adalah 9 liter.

Gambar 4.4 proses aklimatisasi tanaman

E. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Tanaman Teratai dan Eceng Gondok

Pengolahan limbah cair industri tahu dengan tanaman teratai dan eceng gondok merupakan metode pengolahan limbah secara biologi, tanaman ditanam sesuai dengan karakteristiknya. Tanaman teratai ditanam didalam pot kecil yang berisi media tanah lempung sebanyak 200

(57)

gram dan tanaman teratai seberat 100 gram diatas pot disusun batu kerikil sebagai pemberat pot agar tidak mengapung setelah dimasukan dalam bak plastit dengan panjang 40 cm lebar 40 cm tinggi 17 cm yang terisi air limbah sebayak 9,5 liter, dengan kosentrasi limbah tahu 53.5 % air kran untuk pengencer 46.5 %. Untuk tanaman eceng gondok ditanam dalam blak plastik dengan kosentrasi limbah dan berat tanaman yang sama dengan tanaman teratai, pembeda dari tanaman eceng gondok yaitu media yang digunakan tanaman eceng gondok tidak menggunakan media tanah, pot kecil dan kerikil. Berikut adalah gambar simulasi media penelitian pada tanaman teratai dan eceng gondok.

Gambar 4.5 simulasi penelitian

(58)

F. Hasil Analisa BOD Limbah Industri Tahu

Cara uji digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam contoh uji air limbah, efluen atau air yang tercemar yang tidak mengandung atau yang telah dihilangkan zat-zat toksik dan zat-zat pengganggu lainnya. Pengujian dilakukan pada suhu 200C ± 10C selama 5 hari ± 6 jam..19

Tabel 4.1 hasil analisa BOD tanaman Teratai (T) Waktu

kontak

Sat Baku Mutu

Hasil Analisa Hasil

Rata rata kontrol T.1 T.2 T.3 T.4 T.5 6 hari mg/L mg/L mg/L 150 985,4 653,8 775,5 784,7 529,2 745,72 593,1 279 199 12 hari 150 30,39 41,02 91,16 63,05 61,50 57,42 18 hari 150 4,614 83,82 47,68 94,58 86,51 63,44 Berdasarka tabel 4.1 nilai BOD terendah terjadi pada perlakuan hari ke 12 dengan kadar BOD 57,42 mg/L, sedangkan hasil perlakuan pada hari ke 6 dan 18 kadar BOD 745,72 mg/L dan 63,44 mg/L. Kadar BOD yang sesuai dengan baku mutu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.5 Tahun 2012 yaitu perlakuan hari ke 12 dan 18.

Tabel 4.2 Hasil analisa BOD Tanaman Eceng Gondok (E) Waktu

kontak

Sat Baku Mutu

Hasil Analis Hasil

Rata rata kontrol E.1 E.2 E.3 E.4 E.5

6 hari mg/L mg/L mg/L 150 401,5 1770 1332 1314 839,4 1131,38 593,1 279 199 12 hari 150 67,61 53,94 52,42 38,74 50,90 52,72 18 hari 150 26,14 16,92 39,22 31,53 54,60 33,68

Pada perlakuan tanaman eceng gondok tabel 4.2 nilai BOD terendah terjadi pada perlakuan hari ke 18 dengan kadar BOD 33,68

(59)

mg/L. Kadar BOD yang sesuai dengan baku mutu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.5 Tahun 2012 yaitu perlakuan hari ke 12 dan 18 dengan kadar BOD 52,72 mg/L dan 33,68 sedangkan untuk kontrol belum sesuai dengan baku mutu yang telah di tetapkan.

Tabel 4.3 Persentase Penurunan Kadar BOD

Jenis Tanaman Hari ke 6 Hari ke 12 Hari ke 18

Teratai 41,74 % 95,51 % 95,04 %

Eceng Gondok 11,61 % 95,88 % 97,36 %

Kontrol 53,66 % 78,20 % 84,45 %.

Gambar 4.7 Grafik Penurunan BOD

Dari hasil grafik 4.7 tanaman tertai dan eceng gondok lebih efektif pada hari ke 12 dan 18 dalam menurunkan kadar BOD, telah sesuai

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Hari 0 Hari ke 6 Hari ke 12 Hari ke 18

kad

ar

B

OD

Grafik Penurunan BOD

Teratai

Eceng Gondok Kontrol

(60)

dengan baku mutu yang telah ditetapkan dibandingkan dengan kontrol yang belum sesuai dengan baku mutu.

G. Hasil Pengukuran pH Limbah Tahu

Pengukuran pH pada limbah dilakukan bersamaan dengan pengukuran BOD, pengukuran dilakuna dengan metode potensiometri.

Tabel 4.4 kadar pH pada perlakuan tanaman Teratai (T) Waktu kontak Baku Mutu Hasil Analisa Rerata Kontrol T.1 T.2 T.3 T.4 T.5 6 hari 6,0 - 9,0 7,18 7,02 7,05 6,96 7,01 7,04 6,62 7,74 8,84 12 hari 6,0 - 9,0 8,18 8,63 8,59 8,75 8,47 8,52 18 hari 6,0 - 9,0 8,44 8,81 8,48 8,61 8,60 8,59

Tabel 4.5 kadar pH pada perlakuan tanaman Eceng Gondok (E) Waktu

kontak

Baku Mutu

Hasil Analisa

Rerata Kontrol E.1 E.2 E.3 E.4 E.5

6 hari 6,0 - 9,0 6,80 6,75 6,71 6,95 6,89 6,82 6,62 7,74 8,84 12 hari 6,0 - 9,0 8,29 8,32 8,26 8,31 8,32 8,3

18 hari 6,0 - 9,0 8,71 8,68 8,51 8,60 8,74 8.65

Dari tabel 4.4 dan tabel 4.5 kadar pH pada hari 6,12 dan 18 telah sesua dengan baku mutu yang telah ditetapak oleh Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.5 Tahun 2012.

Tabel 4.6 Persentase Kenaikan pH

Jenis Tanaman Hari ke 6 Hari ke 12 Hari ke 18

Teratai 28 % 56 % 62 %

Eceng Gondok 32 % 60 % 62 %

(61)

Gambar 4.8 Grafik kenaikan pH

Dari gambar grafik diatas kenaikan pH terjadi pada hari 6, 12 dan 18 kenaikan terjadi pada teratai, eceng gondok dan kontrol, semua kenaikan pH sudah sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari 0 Hari ke 6 Hari ke 12 Hari ke 18

pH

Grafik Kenaikan pH

Teratai

Eceng Gondok Kontrol

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Air Produksi Tahu, sumber: KLH, 2006   Kedelai
Gambar  2.2 kerangka Teori Pengrajin Tahu  Limbah padat Limbah cair  Pengolahan secara Fisik Pengolahan secara Kimia Pengolahan secara Biologi Tanaman  Mikrobiologi Faktor-Faktor  yang mempengaruhi : Suhu pH  Penurunan kadar   BOD
Gambar 3.1 Kerangka Konsep  B.  Jenis Penelitian
Gambar 3.2 tahap pengukuran BOD  7)  Penghitungan nilai BOD 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk pengembangan ini adalah model latihan passing sepakbola bagi siswa dapat digunakan sebagai model latihan oleh pelatih atau pengajar dalam menggembangkan

Pada model akhir dari uji multivariat, kelompok yang berusia lanjut (  45 tahun) berisiko 2,5 kali untuk memiliki kondisi kesehatan buruk. Kemudian, mantan perokok atau orang

ditandatangani oleh Sekertaris Umum dan Ketua HIMA. Surat Izin kegiatan kepada pejabat/birokrat kampus yang berwenang, surat ditandatangani oleh ketua pelaksana, sekretaris

45 KPDJP KPE30-0015 TATA CARA PEMBERITAHUAN TERJADINYA TINDAK PIDANA SELAIN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN KEPADA KEPOLISIAN OLEH KANTOR PUSAT DJP --- Subdirektorat

Proses pembentukan kata dalam mu‟arrab bisa dengan mengubah kata asing yang masuk ke dalam bahasa Arab tersebut sesuai dengan wazan atau shighah yang ada, dan bisa

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan terhadap nilai pengguna, kepuasan dan loyalitas pemustaka di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu melalui peningkatan

Melakukan observasi pada kegiatan Industri kecil Perajinan jenang dari bahan santan kelapa di Desa Kaliputu sebagai sentra industri jenang, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus ini