• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan media yang memiliki kekuatan audio-visual, sisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan media yang memiliki kekuatan audio-visual, sisi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Televisi merupakan media yang memiliki kekuatan audio-visual, sisi kreasi, dan kekuatan persuasif. Dengan kekuatan tersebut, televisi dapat dengan mudah mempengaruhi emosi khalayak. Banyak keuntungan yang dapat kita peroleh denganadanya televisi, antara lain informasi dan hiburan. Dari sekian banyak hiburan dalamtayangan televisi salah satunya yang sering kita nikmati adalah sinetron.

Sinetron atau “Sinema Elektronik” adalah film cerita yang dibuat untuk media televise. Saat ini, sinetron merupakan salah satu alternatif hiburan yang banyak diminati masyarakat, karena selain tidak memerlukan biaya, juga sangat mudah untuk menikmatinya.

Keberadaan sebuah sinetron biasanya ditentukan oleh rating. Bila ratingnya naik, maka episodenya bisa diperpanjang, dibuat berseri, atau jam tayangnya ditambah. Rating juga berdampak terhadap meningkatnya iklan. Oleh sebab itu rating selalu dipakai sebagai tolok ukur kesuksesan sebuah sinetron.

Alasan klasik media televisi kita dalam mempertahankan acara serta program yang kurang bahkan tidak mendidik adalah alasan klise, bahwa media hanya mengikuti selera pemirsa. Kalau alasan ini sudah dikemukakan, maka giliran rating share memainkan peranannya sebagai justifikasi alias “tameng”.

(2)

Seringkali Rating menjadi alasan utama televisi mempertahankan sebuah program acara.

Angka rating dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, misalnya saja durasi suatu program, program tandingan, kualitas gambar yang diterima di rumah, penonton yang ada (available audience), jadwal tayang, waktu-waktu insidentil, juga pola kebiasaan penonton di daerah-daerah tertentu.

Rating program tidak mencerminkan kualitas program. Rating adalah

presentase dari penonton suatu acara dibandingkan dengan total atau spesifik populasi pada waktu tertentu. Yang diukur melalui rating ini kuantitas dan bukan kualitas suatu acara. Dengan perhitungan rating yang menit per menit, panjangnya program mempengaruhi rating dari satu program. Misalnya program yang tadinya berdurasi 30 menit mempunyai rating 10. Ketika diperpanjang menjadi 60 menit,

ratingnya turun menjadi 8 persen, dikarenakan angka pembagi yang semakin

besar. Sedangkan Share adalah persentase jumlah pemirsa atau target pemirsa pada ukuran satuan waktu tertentu pada suatu channel tertentu terhadap total pemirsa di semua channel.

Maka tidak heran bila acara di televisi saat ini seperti wabah. Bila yang sedang popular adalah sinetron religi, maka hampir semua stasiun televisi berlomba-lomba menghadirkan sinetron religi terbaiknya untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Begitu juga saat ini, yang sedang naik daun adalah sinetron striping yang menggunakan judul dengan nama pemain utama, maka hampir semua stasiun televisi membuat sinetron yang serupa seperti; Cinta Fitri, Intan, Cahaya, Suci, Jelita dan lain-lain. Naiknya rating juga membuat sinetron

(3)

dengan tema tersebut tidak akan pernah hilang dari layar kaca sebelum khalayak merasa bosan dengan sinetron tersebut.

Pemirsa TV pada 2013 lalu bertambah 11% menjadi 6,68 juta dibanding periode reguler sebelum Ramadhan. Kenaikan 11% ini sama seperti tahun 2012 lalu. Demikan hasil pantauan Nielsen di 10 kota besar di Tanah Air sepanjang 19 Juni hingga 30 Juli 2013. Pada Ramadhan 2013 pemirsa wanita dewasa lebih banyak mencapai 2,4 juta pemirsa, pria dewasa 2,1 juta, remaja 753 ribu dan anak-anak 1,3 juta.

Aktivitas sahur berkontribusi signifikan pada jumlah penonton TV. Pada paruh waktu ini pukul 02.00 – 05.00 jumlah pemirsa membengkak hingga empat kali lipat mencapai 5,4 juta orang (11,2% dari total populasi TV). Program hiburan, seperti komedi dan kuis berhasil meraih paling banyak pemirsa saat sahur. Rata-rata program jenis ini meraih rating 1,4 poin alias ditonton oleh rata-rata 686 ribu orang. Pemirsa menonton rata-rata-rata-rata 22 menit untuk menyaksikan program hiburan saat sahur.

Kenaikan jumlah penontonnya mencapai 17% menjadi 9,2 juta orang (18,9% dari total populasi TV). Di paruh waktu ini, sinetron meraih paling banyak penonton, yaitu sebesar rata-rata 1,4 juta orang atau setara dengan 2,8 poin rating. Perolehan penonton sinetron di paruh waktu ini juga lebih banyak 22% dibandingkan pada periode reguler..1

Karna banyaknya penonton yang meminati sinetron, akhirnya stasiun televisi membuat beberapa sinetron. Dari sini kita sudah bisa melihat pergeseran

1 SWA. 2014. Jumlah Penonton Sinetron Bertambah (http://swa.co.id/business-research/penonton-tv-ramadhan-2013-lebih-banyak-11) diakses pada 2 July 2014 jam 22.18

(4)

makna hiburan secara sederhana, apa yang membuat penonton tertarik (atau dipaksa tertarik hingga akhirnya terbiasa karena terjadinya pembenaran) bukan lagi kebajikan dan kebijakan sosial, masyarakat, dan pembelajaran norma yang bisa diambil dari cerita yang mereka lihat di layar kaca selama tiga puluh menit, namun bagaimana kehidupan berfungsi di tatanan ekonomi menengah ke atas.

Awalnya sinetron memiliki target penonton yaitu wanita atau para ibu-ibu. Namun karena pemasukkan terbesar televisi sebenernya dari sebuah sinetron, kemudian sinetron berkembang berdasarkan pada minat dan keinginan penonton pada saat itu. Sinetron untuk remaja, sinetron untuk anak-anak, sampai saat ini ada sinetron ringan yang disebut dengan sitkom yakni sinetron yang menggabungkan unsur komedi di dalamnya.

Dari sekian banyak cerita sinetron yang ada di televisi yang sering kita nikmati, salah satunya adalah sinetron komedi atau biasa juga disebut serial komedi situasi (sitkom). Sinetron komedi hadir sebagai hiburan dan tayangan santai yang diharapkan dapat membuat orang tertawa. Adegan yang ditampilkan biasanya bersifat konyol dan ceritanya selalu dekat dengan kehidupan masyarakat.

Kemunculan jenis hiburan tersebut mengakomodasi apa yang disebut sebagai “keperluan pemirsa televisi untuk tertawa”. Pada perkembangannya hal ini merajuk pada kemampuan pemirsa televisi untuk memproses apa yang dilihatnya sebagai kelucuan, dibangun lewat kedewasaan berpikir masyarakat.

Sesuai dengan kehidupan di Indonesia yang beraneka ragam akan sosial dan budayanya. Komedi juga dipahami sebagai sandiwara yang secara lucu mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia sehingga penonton bisa lebih

(5)

menghayati kenyataan kehidupan (Suwardi, 2006: 27).2 Alur cerita yang ada

dalam sinetron komedi biasanya tidak jauh berbeda dengan alur cerita drama ataupun melodrama. Dari babak awal berupa pembangunan kisah (set up), dilanjutkan konflik di babak tengah, dan diakhiri babak akhir berupa penyelesaian kisah atau resolution (Suwardi, 2006: 28). 3

Beberapa Sinetron komedi (Sitkom) yang pernah di tayangkan antara lain OB (RCTI), Suami-suami takut istri (TransTv), Keluarga Minus (TransTv), Awas Ada Sule (Global Tv), dan RT Sukowi (ANTV). Dalam hal ini penulis mengambil RT Sukowi sebagai bahan penelitian kali ini.

Sinetron yang ditayangkan semuanya tidak lepas dari sebuah stereotipe. Mulai dari stereotipe gender, stereotipe budaya, atau stereotipe terhadap suatu kelompok tertentu. Dalam sinetron atau tayangan-tayangan TV lainnya kita seringkali menjumpai sejumlah peran yang melekat dengan etnis tertentu, seperti pembantu rumah tangga yang lekat dengan logat Jawa yang ditunjukkan dengan pemanggilan “si mbok” (ibu dalam bahasa Jawa), supir yang identik dengan logat Batak, atau berbagai penggambaran terhadap perempuan seperti perempuan itu selalu di tindas oleh kaum laki-laki, dan berbagai stereotipe lain yang sering di tampilkan dalam sebuah sinetron

Stigma yang di terima masyarakat setiap hari dari apa yang diterima dan ditontonnya menimbulkan stereotipe terhadap apa yang disajikan media, khususnya dalam hal ini stereotipe budaya. Padahal, kita tahu stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungan, dan

2 Endraswara, Suwardi. Dr,M.Hum, Metodologi Penelitian Kebudayaan,Universitas Gadjah Mada: Jogja.2006,hal:26

(6)

biasanya stigma ini cenderung salah. Pemahaman yang salah ini kemudian menjadi stereotipe yang artinya konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Lalu stigma berkembang menjadi stereotipe, yakni pelabelan terhadap seseorang atau sekelompok orang. Stigma berangkat dari dugaan atau prasangka. Kemudian, dari stigma itu munculah diskriminasi, yaitu pembedaan perlakuan terhadap orang yang diberi stigma.

Misalnya stigma yang terjadi di masyarkat yang memunculkan stereotipe pada suku Batak. Banyak tayangan yang memberikan stigma ke penonton kalau orang Batak itu kasar dengan nada bicara suara yang keras. Hal seperti ini yang membuat masyarakat memiliki stereotipe dalam dirinya kalau orang Batak itu kasar. Atau stigma dalam tayangan tersebut orang betawi yang memiliki banyak kontrakan, sehingga stereotipe yang terjadi di masyarakat, kalau yang banyak memiliki kontrakan kemungkinan besar adalah orang Betawi.

Stigma akan suatu budaya dari suatu etnis dengan karakter atau sifat tertentu. Sehingga hal ini membuat pemirsa mendeskripsikan suatu ciri budaya ketika berhadapan dengan budaya lain. Dalam sitkom atau tayangan-tayangan TV lainnya kita seringkali menjumpai sejumlah peran yang melekat dengan etnis tertentu. Padahal kita mengetahui sendiri bahwa tidak semua etnis memiliki ciri budaya yang sama persis dengan apa yang digambarkan dalam televisi.

Seperti yang ada dalam sinetron komedi RT Sukowi, disini penggambaran tentang stereotipe tiap budaya jelas tergambarkan dan adanya pengelompokkan antar budaya yang saling mendukung sehingga yang menjadikkan konflik di

(7)

setiap episode nya. Sinetron Komedi RT Sukowi merupakan sebuah sinetron komedi situasi yang ditayangkan di ANTV dari 1 April 2013 hingga sekarang dan di tayangkan setiap hari Senin sampai Jumat Pukul 20.00 WIB. Pemain utama di sinetron ini ialah Jokodin, Citra Kharisma, Unang, Natalie Sarah, dan masih banyak lag pemain pendukung lainnya.

Rating RT Sukowi cenderung naik dan telah memasuki episode ke-33.

ANTV bahkan berani menayangkan RT Sukowi sebagai program unggulan pada jam premium setiap Senin-Jumat pukul 20.00.

Sinetron komedi RT Sukowi ini memparodikan gubernur DKI Jakarta saat ini, Joko Widodo atau biasa disapa dengan Jokowi, tetapi dalam lingkup yang lebih kecil. Sinetron ini juga memberikan gambaran terhadap situasi politik saat ini dari kalangan masyarakat kecil, berdasarkan kejadian sehari-hari dalam sebuah komplek perumahan dengan beraneka ragam latar belakang keluarga akan budaya dan profesi, dikemas dengan balutan komedi situasi yang memotret kehidupan sebuah lingkungan kecil di kota besar. Sukowi, nama tokoh utama di sinetron RT SUKOWI juga bagian dari plesetan nama ‘Jokowi’. Dan jabatan Sukowi sebagai ketua RT di kampungnya, yang memiliki kemiripan cerita dengan posisi Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta. Namun disini Sukowi diplot sebagai ketua RT yang memiliki rumah kontrakan.

Tokoh dalam sinetron komedi ini dibuat berlatar budaya yang berbeda-beda, mewakili suku dengan karakter yang sesuai dengan budaya yang di perankan, profesi, juga problem yang dihadapi warga perkotaan. Dalam Sinetron komedi ini, ada ketua RT, Sukowi asal dari Solo yang sopan dan halus dengan

(8)

istrinya Lastri yang asli Sunda dengan karakter penyabar dan perayu bagi suaminya. Keluarga Sanusi dan Zaenab dari suku betawi yang ingin terlihat berada. Ada juga guru matematika SMA yang takut dengan istrinya, Medea Wega dari suku betawi yang kalau berbicara dengan nada yang tinggi. Ada Argo Jimmy yang berperan sebagai polisi lalu lintas dengan istrinya Neneng dengan suku Sunda yang atraktif dan istrinya yang setiap hari full dengan make up. Kemudian tetangga Sukowi, Sungut Pardamean asal Medan dengan watak yang keras dan tidak terkalahkan oleh kaum mayoritas, Sungut menikah dengan Ratna, orang asli Tegal yang mempunyai sifat matrealistis. Kemudian ada Ko Ahong keturunan Tionghoa sebagai Ustadz sekaligus pemilik toko roti di komplek yang ulet bekerja .Ada orang luar komplek RT sukowi yang di perankan oleh Ki Daus sebagai mang Abdi, tukang sayur langganan ibu-ibu dengan karakter suku sundanya. Juga ada Arif pengamen asal Betawi yang jago berpantun.

Stigma yang berkembang di masyarakat ini adalah sebuah realitas yang terjadi dimana kalangan anak-anak pun akan ikut terbawa dan terjebak dalam sebuah kondisi yang sama sekali belum mereka ketahui. Hal ini biasanya terbangun di lingkungan keluarga dan pergaulan sehari-hari sehingga stereotipe tersebut menjadi semacam pegangan yang terus dibawa dalam kehidupan. Ditambah dengan adanya acara-acara di TV yang memberi kontribusi dalam membentuk pandangan terhadap kelompok tertentu.

Menurut McQuail, media diyakini sebagai cermin yang merefleksikan realitas sosial, sehingga apa yang kita saksikan di media merupakan gambaran yang sebenarnya atas realitas. Lebih dari itu, media saat ini tidak hanya

(9)

merefleksikan realitas, tetapi juga merepresentasikan realitas. Realitas sosial dihadirkan kembali oleh media lewat proses representasi dengan mengolah kembali realitas tersebut sehingga hadir dengan kemasan yang baru sehingga menjadi realitas media. Dengan begitu, media massa telah melakukan konstruksi atas realitas.4 Termasuk konstruksi gambaran terhadap etnis dan budaya itu

sendiri.

Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik dalam maupun luar realitas tersebut. Realitas sosial itu mempunyai makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan diberi makna secara subjektif oleh individu. Jadi individu mengonstruksi realitas sosial dan merekonstruksikannya dalam dunia nyata serta memantapkan realitas itu berdasarkan pandangan subjektif individu. Konstruksi juga sangat erat dengan kepentingan, masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui hal-hal yang mereka miliki. Realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial.

Pada dasarnya stereotipe adalah seperangkat penilaian dari kelompok lain dalam hubungannya dengan ingroup dalam situasi terkini yang merupakan pelabelan yang diberikan oleh seseorang atau kelompok sosial tertentu kepada sosio-kultur tertentu, dan oleh karenanya seringkali bersifat subyektif, sepihak dan salah kaprah. Stereotip ini biasanya meurpakan anggapan umum yang digunakan sebagai refrensi awal ketika pertama kali seseorang atau kelompok-kelompok

4 Dennis McQuail (1992) Media Performance: Mass Communication and The Public Interest. London90: SAGE Publications. hal. 161-168.

(10)

tertentu melihat kelompok atau orang lain. Kemudian fenomena ini diperkuat dengan munculnya gejala-gejala yang dihadirkan oleh kelompok yang lebih besar. Konten media dalam media massa dalam bentuk hiburan terkait dengan stereotipe. Stereotipe tidak bisa tidak merupakan alat untuk mengkonstruksi realitas untuk kemudian disebarkan kepada audiennya. Hal ini dikarenakan stereotipe merupakan alat bagi individu untuk memahami lingkungan sekitar dan pada saat yang sama media merupakan jendela bagi individu untuk melihat dunia luar.

Maraknya stereotipe dalam media justru memunculkan pertanyaan seputar peran media dalam masyarakat, yakni apakah media memang memiliki peran perubahan sosial yang mengampanyekan nilai-nilai egaliter, atau apakah justru media hanya berperan sebagai cermin dari nilai-nilai sosial.

Media seakan menjual stereotipe pluralisme yang terjadi dalam masyarakat untuk sebuah kepentingan stasiun televisi dalam mengambil keuntungan dan menjadikan hal tersebut suatu konsumsi publik yang biasa tanpa memikirkan dampak yang terjadi dari apa yang di tayangkan oleh media.

Adanya stereotipe beberapa budaya yang di tampilkan dalam sinetron komedi “RT SukowiI”, mendorong penulis untuk meneliti lebih DALAM mengenai penggambaran stereotipe yang terjadi dalam sinetron komedi tersebut. Hal ini membuat penulis melakukan penelitian dengan judul:

“STEREOTIPE PLURALISME BUDAYA DALAM SINETRON KOMEDI RT SUKOWI DI ANTV”

(11)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Stereotipe Pluraslisme Budaya dalam Sinetron Komedi RT Sukowi di ANTV?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana stereotipe pluralisme yang terjadi dalam sinetron komedi RT Sukowi yang di tayangkan di ANTV.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis

Untuk memperluas pemahaman di bidang Broadcasting khususnya dalam sinetron komedi di stasiun televisi swasta. Dan untuk lebih memahami pemahaman mengenenai stereotipe budaya yang terjadi di Indonesia dalam sebuah sinetron komedi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini secara praktis di harapkan dapat memberikan masukan bagi insan pertelevisian khususnya pada program RT Sukowi di ANTV, agar dapat semakin berkreasi dan berkarya dalam bidangnya dan menyadarkan masyarakat untuk lebih memahami arti stereotipe budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi inilah, penelitian mengenai “Perancangan Sistem Informasi Dan Perbaikan Pengendalian Inventori Pada Produk Matras Ocean Dengan Pendekatan

Tambak yang ada sekarang dengan kondisi pencemaran perairan (lingkungan) yang sangat tinggi, mungkin lebih cocok apabila menggunakan sistem budidaya air mengalir secara

A. Penawaran Administrasi dan Teknis ini sudah memperhatikan ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam Dokumen Pemilihan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut di

Secara garis besar permodelan dalam tata guna lahan dapat dikategorikan menjadi 3 kegiatan yang saling berkaitan, yaitu: (1) meneliti perubahan tata guna lahan (TGL)

Kalau membunuh diri karena sebab tidak tahan dengan ujian Allah swt diharamkan, lantas bagaimana dengan bunuh diri dalam rangka mempertahankan kedaulatan

Gambar 10 dan 11 juga menunjukkan hasil uji coba isolasi jaringan eksperimental yang diharapkan seperti pada skenario, dimana hanya host genap yang dapat melakukan

Jumlah jenis pohon pakan dan pohon tidur owa jawa yang lebih banyak terdapat di zona inti daripada jumlah jenis pohon pakan dan pohon tidur owa jawa di zona

Pengetahuan musim dalam budaya Jawa yaitu labuh, rendeng, mareng, ketigo adalah nama musim yang terjadi di Jawa yang tidak tahu (26%), sudah tahu tetapi tidak dipelajari di sekolah