• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai teori teori dan konsep mendasar yang kemudian akan digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian untuk membahas dan menganalisis permasalahan yang telah diangkat.

2.1 Simplisia

Subbab ini mengulas tentang landasan teori yang menyangkut tentang simplisia yang meliputi penjelasan mengenai pengertian simplisia, cara pembuatan, dan kualitas dari simplisia.

Menurut Ditjen POM (1982) dalam Sembiring (2012), simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan tetapi sudah dikeringkan. Simplisia merupakan bentuk produk yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri obat tradisional. Tahapan pengolahan jahe segar menjadi simplisia siap kirim menurut Balittro terdapat delapan tahapan sebagai berikut :

1. Penyortiran Pertama

Penyortiran pertama dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan rimpang jahe segar yang berkualitas baik dengan yang buruk atau rusak atau busuk serta memisahkan benda-benda asing atau kotoran yang terbawa saat proses panen. 2. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada jahe. Pencucian harus dilakukan dengan air bersih, pencucian dengan air yang tidak bersih menyebabkan mikroba pada jahe tidak berkurang bahkan mungkin malah bertambah. Pencucian dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu perendaman bertingkat, penyemprotan, dan penyikatan. Pencucian sebaiknya dilakukan dengan secepat mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat-zat penting yang terdapat pada jahe.

3. Penirisan

Penirisan dilakukan untuk menghilangkan air pada luaran jahe. Setelah penirisan dilakukan proses penimbangan berat jahe untuk mengetahui berat bersih jahe sebelum diolah.

(2)

II-2 4. Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan dan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti penyortiran, pengemasan, dan lain lain. Ketebalan perajangan untuk rimpang jahe berkisar antara 3-5 cm atau sesuai dengan permintaan pasar. Ukuran ketebalan sangat mempengaruhi kualitas simplisia, jika terlalu tipis akan berdampak pada mudah hilangnya kandungan zat-zat penting pada rimpang, jika terlalu tebal akan berdampak pada kadar air yang sulit untuk hilang atau kering. Bentuk irisan rimpang sebaiknya dilakukan membujur (split) dengan tujuan untuk mendapatkan minyak atsiri yang tinggi. Alat yang digunakan untuk merajang sebaiknya berbahan stainless steel atau bahan anti karat lainnya.

5. Pengeringan

Pengeringan dilakukan untuk mengawetkan atau menghambat proses pembusukan dengan cara mengurangi kadar air hingga ukuran tertentu. Dalam proses pengeringan, temperatur merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil kualitas simplisia. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kandungan penting pada rimpang mudah hilang, sebaliknya jika temperatur terlalu rendah berakibat rimpang kurang kering yang berdampak pada mudahnya tumbuh jamur dan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama. Pada umumnya temperatur pengeringan adalah antara 40 - 600 C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Untuk rimpang jahe, proses pengeringan dapat dilakukan pada temperatur yang berkisar pada 36 - 450C dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3%. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk).

6. Penyortiran kedua

Penyortiran kedua dilakukan untuk memisahkan hasil simplisia kering yang baik dengan yang rusak serta memisahkan benda-benda asing atau kotoran yang mungkin masuk akibat proses sebelumnya. Setelah penyortiran, dilakukan penimbangan kembali untuk mendapatkan berat simplisia setelah dikeringkan. 7. Pengemasan

(3)

II-3

Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastik, karung goni, atau bahan lain yang dapat menjaga mutu simplisia. Bahan yang digunakan harus bersih, mudah dipakai, tidak bereaksi dengan zat atau kandungan simplisia, dan dapat melindungi simplisia. Dalam proses pengemasan perlu dilakukan juga pelabelan pada kemasan simplisia yang memuat informasi penting meliputi identitas kemasan, berat kemasan, dan lain-lain.

8. Penyimpanan

Penyimpanan dapat dilakukan di ruang biasa (temperatur kamar) maupun ruang ber-AC. Ruang penyimpanan harus bersih, sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, dan bebas dari hama gudang. Ruang penyimpanan tidak boleh bercampur dengan bahan atau simplisia lainnya atau penyimpanan alat. Temperatur ruang penyimpanan tidak boleh melebihi 300C, mempunyai sirkulasi yang baik, dan tidak ada kebocoran saat hujan. Tingkat kelembapan ruang penyimpanan serendah mungkin (650C) untuk menghindari penyerapan air yang dapat menurunkan kualitas simplisia. Ruang penyimpanan harus steril dari gangguan hewan dan hama dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.

Simplisia jahe sebagai bahan baku obat tradisional harus memenuhi standar kualitas yang ditentukan agar produk olahan dari simplisia yang berupa obat obatan tradisional dapat memiliki kualitas yang baik. Badan Standardisasi Nasional melalui SNI 01-7087-2005 memiliki persyaratan khusus yang mengatur tentang simplisia jahe agar bisa dikategorikan memiliki mutu yang baik. Persyaratan tersebut dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut

Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1. Rimpang yang terkelupas kulitnya (R/jml R), maks.

% 5

2. Rimpang busuk (R/jml R) % 0

3. Kadar abu, maks. % 5

4. Kadar ekstrak yang larut dalam air, maks. % 15,6 5. Kadar ekstrak yang larut dalam etanol min. % 4,3

6. Benda asing, maks. % 2

7. Kadar minyak atsiri, min. % 1,5

(4)

II-4

Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN (lanjutan)

9. Kadar arsen mg/kg Negatif

10. Kadar tembaga mg/kg 30

11. Angka lempeng total koloni/

g

1 x 107

12. Telur nematoda butir/g 0

13. Kapang dan khamir koloni/

g

Maks 104

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2005

Selain Badan Standardisasi Nasional (BSN), Materia Med Indonesia dalam Sembiring (2012) juga memiliki standar khusus yang mengatur tentang simplisia jahe agar bisa dikategorikan memiliki mutu yang baik. Persyaratan tersebut dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut Materia Med Indonesia

No. Karakteristik Nilai

1. Kadar air Max 12%

2. Kadar minyak atsiri Max 1,5%

3. Kadar abu Max 8,0%

4. Patogen Tidak ada

5. Benda asing Max 2,0%

6. Benda asing, maks. 2

7. Kadar minyak atsiri, min. 1,5

8. Kadar timbe, maks. 1

9. Kadar arsen negatif

10. Kadar tembaga 30

11. Angka lempeng total 1 x 107

12. Telur nematoda 0

13. Kapang dan khamir Maks 104

(5)

II-5 2.2 Pengembangan Produk

Dalam melakukan perancangan pengembangan produk, Ulrich dan Eppinger (2001) menyusun beberapa tahapan proses seperti berikut.

Gambar 2.1 Proses Pengembangan Produk Sumber : Ulrich,Eppinger, 2001

2.2.1 Perencanaan

Kegiatan perencanaan ini dianggap sebagai ‘zerofase’ karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran penegembangan produk aktual. Di dalamnya termasuk perencaanaan pemasaran, desain, manufaktur, serta fungsi- fungsi lainnya (misalnya keuangan dan manajemen umum).

Ulrich (2001) telah membagi menjadi empat tipe proyek pengembangan produk, yaitu:

a. Platform Produk Baru

Tipe proyek ini melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan memasuki kategori pasar dan produk yang sudah dikenal. b. Turunan dari Platform Produk yang Telah Ada

Proyek-proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru.

Fase 0 (Perencanaan) Fase 1 (Pengembangan Konsep) Fase 2 (Perancangan Tingkat Sistem) Fase 3 (Perancangan Detail) Fase 4 (Pengujian dan Perbaikan) Fase 5 (Peluncuran Produk)

(6)

II-6

c. Peningkatan Perbaikan untuk Produk yang Telah Ada

Proyek-proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detil produk dari produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produk yang ada saingannya.

d. Pada Dasarnya Produk Baru

Proyek-proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru.

2.2.2 Pengembangan Konsep

Pada fase ini, kebutuhan pasar target diidentifikasi melalui tahapan identifikasi kebutuhan pengguna yang kemudian ditranslasikan menjadi kebutuhan teknis melalui spesifikasi produk, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi melalui tahapan penyusunan konsep, dan satu atau lebih konsep dipilih melalui tahapan seleksi konsep untuk pengembangan lebih jauh.

2.2.3 Perancangan Tingkat Sistem

Fase perancangan tingkat sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produk biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir.

2.2.4 Perancangan Tingkat Detail/Rinci

Tahapan ini mencakup spesifikasi lengkap produk dari mulai bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen yang menyusun produk. Output dari tahapan ini adalah gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen yang dibeli, serta rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.

2.2.5 Pengujian dan Perbaikan

Tahapan ini melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada

(7)

II-7

produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produk sesungguhnya. Tujuan pembuatan prototipe awal tersebut adalah untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan yang direncanakan dan apakah produk memenuhi kebutuhan konsumen utama. Prototipe kedua (beta) biasanya dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Tujuan pembuatan prototipe ini adalah untuk mengevalusi secara internal mengenai kinerja dan keandalan produk secara lebih teknis.

2.2.6 Peluncuran Produk atau Produksi Awal

Pada fase ini produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul.

2.3 Pengeringan Menggunakan Energi Surya (Solar Dryer)

Menurut Hii, dkk. (2012), solar dryer merupakan suatu mekanisme pengeringan dengan memanfaatkan energi panas sinar matahari yang telah digunakan sejak jaman dahulu untuk mengeringkan tanaman, biji-bijian, buah, daging, dan produk pertanian lainnya. Secara umum pengeringan menggunakan energi surya (solar dryer) diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:

2.3.1 Natural Solar Energy Dryer

Natural solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari dengan penjemuran secara langsung. Sehingga panas matahari secara langsung mengenai objek yang dikeringkan. Pengeringan menggunakan panas matahari secara alami (natural solar energy dryer) dapat dilakukan secara langsung pada tanaman, pengeringan di atas tanah atau lantai, dan pengeringan menggunakan rak. Ilustrasi proses pengeringan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.

(8)

II-8

Gambar 2.2 Natural Solar Dryer Sumber : Hii, dkk. 2012

2.3.2 Passive Solar Energy Dryer

Passive solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari pada suatu ruangan atau kabinet pengering dengan mekanisme aliran udara secara alami. Passive solar energy dryer diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu Integral (Direct), Distributed (Indirect), dan Hybrid (mixed). Integral (direct) merupakan mekanisme pengeringan pada suatu ruang atau kabinet dengan mekanisme aliran udara dimana sinar matahari masuk secara langsung pada ruang pengering atau kabinet (biasanya menggunakan media kaca), sedangkan Distributed (Indirect) merupakan mekanisme pengeringan pada suatu ruang pengering atau kabinet dengan mekanisme aliran udara dimana sinar matahari tidak mengenai secara langsung pada ruang pengering atau kabinet akan tetapi menggunakan media penampung panas (collector). Collector pada mekanisme Indirect berfungsi untuk mengubah udara yang masuk pada ruang pengering menjadi udara panas. Hybrid (mixed) merupakan mekanisme gabungan antara Integral (Direct) dan Distributed (Indirect).

2.3.3 Active Solar Energy Dryer

Active solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari pada suatu ruangan atau kabinet pengering dengan mekanisme aliran udara buatan (misal menggunakan bantuan kipas). Active solar

(9)

II-9

energy dryer diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu Integral (Direct), Distributed (Indirect), dan Hybrid (mixed). Sama hal nya dengan passive solar energy dryer, mekanisme integral berarti sinar matahari secara langsung mengenai ruang pengering, mekanisme distributed berarti adanya media pengumpul panas, dan mekanisme mixed merupakan gabungan keduanya, yang membedakan ialah mekanisme aliran udaranya, active menggunakan aliran udara buatan sedangkan passive menggunakan aliran udara alami. Untuk lebih jelasnya, perbedaan dari active dan passive solar energy dryer dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Jenis Solar Dryer Sumber : Ekechukwu dan Norton, 1999

2.4 Alat Pengering yang Sudah Ada

Banyak penelitian di beberapa negara telah membuat dan mengembangkan alat pengering solar dryer. Beberapa di antaranya adalah:

2.4.1 Solar Dryer with a Biomass Back Up Heating System (Kirirat, 2006) Kirirat, dkk. (2006) mendesain alat pengering menggunakan sumber energi panas matahari (solar dryer) dengan sistem back up energi panas kompor biomassa sebagai sumber energi panas pengeringan. Kompor biomassa digunakan sebagai cadangan energi apabila energi panas dari sinar matahari tidak dapat dipergunakan, misalnya pada malam, cuaca mendung, atau hujan. Alat pengering ini tergolong dalam tipe indirect passive solar dryer yaitu solar dryer yang menggunakan panas matahari secara tidak langsung (indirect), menggunakan solar collector, dan menggunakan mekanisme aliran udara secara alami (passive). Alat pengering ditujukan untuk mengeringkan tanaman obat Thailand dan telah

(10)

II-10

diuji coba pada tanaman obat Rhinacanthus Nasutus (Linn). Berikut ilustrasi rancangan pengering milik Kirirat, dkk. (2006) yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi Rancangan Alat Pengering Kirirat (2006) Sumber : Kirirat, dkk. 2006

2.4.2 Greenhouse Solar Dryer (Janjai, dkk. 2004)

Janjai (2004) telah mendesain solar dryer dengan bentuk seperti parabola berukuran cukup besar layaknya sebuah rumah dengan panjang dan lebar sekitar 5,5 m x 8 m yang dibangun di atas lantai yang terbuat dari batu bata. Greenhouse solar dryer tersebut diselimuti oleh plat polycarbonate yang digunakan sebagai material penyerap energi panas dari sinar matahari. Di bagian atas terdapat tiga lubang kipas ventilasi udara dengan daya sebesar 50 watt. Solar dryer yang didesain oleh Janjai, dkk. (2004) ini digunakan untuk mengeringkan produk pisang dengan daya tampung sekitar 50 kilogram pisang dalam jangka waktu pengeringan selama 3 hari. Berikut rancangan greenhouse solar dryer (Janjai, 2004) yang ditunjukkan pada

Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rancangan Alat Pengering Greenhouse Solar Dryer Sumber : Janjai, 2004

(11)

II-11

2.4.3 Direct Solar Box Dryer (Kumar, dkk. 2005)

Alat pengering yang didesain oleh Asian Institute of Technology (AIT) ini berbentuk kotak (box) yang dimiringkan ke arah datangnya sinar matahari. Alat ini memanfaatkan panas sinar matahari secara langsung (direct) dengan aliran udara secara alami (indirect). Di dalam alat pengering tersebut terdapat dua rak pengering yang rangkanya terbuat dari aluminium dengan jaring (mesh) berbahan stainless steel. Kaca bagian atas yang berfungsi sebagai glazing, dapat dibuka dan ditutup untuk keperluang proses loading dan unloading. Alat ini telah diuji untuk mengeringkan berbagai macam buah-buahan dan sayuran, termasuk apel, pisang, cabai, dan jamur dengan temperatur pengeringan di dalam alat sekitar 50-55°C. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rancangan Alat Pengering Direct Solar Box Dryer Sumber : Kumar, dkk. 2005

2.4.4 Chimney-type Solar Cabinet Dryer (Kumar, dkk. 2005)

Alat pengering ini terdiri dari kabin pengering berbentuk persegi dengan rangka yang terbuat dari kayu. Udara masuk melalui lubang ventilasi yang berada pada bagian depan kabin pengering yang diberi penutup berupa kelambu (mosquito mesh) untuk mencegah serangga masuk. Sementara itu proses loading dan unloading pengeringan dilakukan pada sisi lainnya dengan total pengeringan sebesar 70 kilogram. Bagian bawah kabin pengering dilengkapi dengan penutup dari plastik hitam, sedangkan bagian atas kabin pengering dilengkapi dengan lubang ventilasi, agar udara dan uap air hasil pengeringan bisa keluar. Berikut

(12)

II-12

ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Rancangan Alat Pengering Chimney-type Solar Cabinet Dryer Sumber : Kumar, dkk. 2005

2.4.5 Improved Solar Box Dryer (Kumar, dkk. 2005)

Research Centre for Applied Science and Technology (RECAST) telah mendesain ulang rancangan solar box dryer agar panas yang hilang pada saat pengeringan dapat berkurang serta penanganan pemindahan alat pengering yang lebih mudah. Hasilnya adalah rancangan alat pengering yang terdiri dari kabinet pengering dan di atasnya dilengkapi cerobong yang digunakan sebagai lubang jalur keluarnya uap air hasil pengeringan. Di bagian permukaan kabin pengering dipasang kaca jendela (window glass) yang digunakan untuk menangkap dan menjebak sinar matahari (glazing). Rak pengering yang berada di dalam kabin pengering mempunyai desain yang tipis dan dapat ditarik keluar untuk proses loading dan unloading pengeringan. Alat pengering ini telah diuji untuk mengeringkan berbagai macam produk pertanian seperti wortel, jahe, jamur, kentang, dan labu dengan hasil pengeringan yang cukup memuaskan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Box Dryer Sumber : Kumar, dkk. 2005

(13)

II-13

2.4.6 Improved Solar Cabinet Dryer (Kumar, dkk. 2005)

Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan energi panas, kemudahan operasional, dan untuk mengurangi biaya; Research Centre for Applied Science and Technology (RECAST) telah mengembangkan desain solar cabinet dryer. Alat pengering ini terdiri dari solar collector sebagai bagian yang menangkap panas, kabin pengering, serta cerobong yang dipasang pada bagian atas kabin pengering. Alat pengering ini tergolong dalam tipe hybrid passive solar dryer dimana mekanisme pengeringannya memanfaatkan panas sinar matahari secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) melalui aliran udara panas secara alami (passive). Mekanisme pengeringan sinar matahari secara langsung (direct) didapatkan dengan menempatkan kaca tembus sinar pada bagian atas kabin pengering. Alat pengering ini telah diuji dan bisa untuk mengeringkan 10 kilogram produk pertanian seperti wortel, jahe, jamur, kentang, labu dengan hasil yang cukup memuaskan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Cabinet Dryer Sumber : Kumar, dkk. 2005

(14)

II-14

2.4.7 Improved Solar Tunnel Dryer (Kumar, dkk. 2005)

Alat pengering ini terdiri dari beberapa modular penangkap panas (solar collector) yang berjenis flat plate air heating solar collector dan kabin pengering yang tersambung membentuk seperti terowongan (tunnel) sepanjang 17 meter. Sebuah kipas dengan daya 370W dihubungkan di ujung belakang alat pengering untuk menghembuskan angin dari udara luar menuju kabin pengering. Struktur rangka solar collector dan kabin pengering terbuat dari kayu dan di atasnya digunakanlah kaca jendela (window glass) yang digunakan untuk menangkap dan menjebak panas sinar matahari (glazing). Alat pengering ini dapat menampung sekitar 70 kilogram sayuran segar seperti bawang, wortel, jamur, dan jahe dalam sekali pengeringan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Tunnel Dryer Sumber : Kumar, dkk. 2005

2.4.8 Distributed (indirect) Solar Passive Dryer (Susilo, dkk. 2014)

Alat pengering yang dirancang oleh Susilo, dkk.(2014) menggunakan panas inar matahari secara tidak langsung (indirect) sebagai sumber energi utama. Disebut tidak langsung (indirect) karena pada alat tersebut terdapat panel collector yang digunakan sebagai media untuk menangkap panas dari sinar matahari. Setelah itu aliran udara secara alami (passive) dialirkan melalui collector tersebut menuju kabin pengering. Berikut ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(15)

II-15

Gambar 2.11 Rancangan Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk.(2014) Sumber : Susilo, dkk. 2014

Secara garis besar, alat pengering yang dirancang oleh Susilo, dkk.(2014) terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu papan collector, kabin pengering, dan exhaust. Papan collector berfungsi untuk menangkap panas yang berasal dari sinar matahari. Di bagian depan collector juga terdapat air inlet yang digunakan sebagai lubang masuk udara. Udara yang masuk melalui air inlet ini ketika melewati bagian dalam collector akan menjadi udara panas yang kemudian akan dibawa ke kabin pengering. Sedangkan exhaust berfungsi untuk mengeluarkan uap air hasil pengeringan. Kabinet pengering didesain dengan sistem rak yang berjumlah 4 rak dengan masing- masing rak berukuran panjang dan lebar 0,6 m x 0,7 m.

Untuk mengetahui sebaran temperatur pengeringan yang dihasilkan alat pengering, Susilo, dkk.(2014) melakukan pengujian secara langsung menggunakan thermometer yang diletakkan pada bagian tengah masing-masing rak. Dari pengujian tersebut diperoleh temperatur maksimum sebesar 690C pada kondisi cerah dengan kelembaban sebesar 35%, pada kondisi berawan didapatkan maksimum temperatur sebesar 550C dengan kelembaban sebesar 45%, dan pada kondisi mendung didapatkan maksimum temperatur sebesar 440C dengan kelembaban sebesar 46%. Berikut prototype alat pengering hasil rancangan Susilo, dkk. (2014) yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.

(16)

II-16

Gambar 2.12 Prototipe Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk.(2014) Sumber : Susilo, dkk. 2014

2.4.9 Mixed-mode Solar Cabinet Dryer (SCD) (Eltawil, dkk. 2012)

Alat pengering menggunakan energi paparan panas matahari yang dirancang oleh Eltawil, dkk.(2012) menggunakan sistem ventilasi angin yang berfungsi untuk meningkatkankerja kabin pengeringan. Ventilasi angin berbentuk kipas hisap aksial yang dapat berputar dengan baik dalam melakukan penghisapan udara melalui tenaga angin. Berikut ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Prototipe Mixed-mode Solar Cabinet Dryer (SCD) Sumber : Scanlin, dkk. 1999

(17)

II-17

Hasil studi parametrik menunjukkan bahwa, temperatur tertinggi pengeringan udara tercapai pada temperatur 60° c dengan kemiringan sudut solar kolektor sebesar 30°. Pengering kabinet surya dapat mengeringkan keripik kentang dan peppermint dalam satu hari yang cerah. Dengan hasil seperti itu, alat pengering tersebut mampu menjadi alternatif solusi dibandingkan dengan oven listrik mengingat ketersediaan listrik didaerah pedesaan yang masih banyak kendala dengan performa alat pengering yang tidak kalah baik dibanding dengan oven listrik.

2.4.10 Improving Solar Food Dryers (Scanlin, dkk. 1999)

Scanlin dkk. melakukan beberapa pengujian eksperimental mengenai pengembangan pengering makanan dengan energi panas matahari. Dalam penelitian Scanlin, dilakukan beberapa pengembangan cara untuk meningkatkan performa pengeringan makanan menggunakan solar dryers. Cara yang pertama yaitu menerapkan konsep double glazing pada solar collector sehingga panas yang tertangkap akan terperangkap dan tidak kembali terbuang keluar. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua rancangan alat solar dryers yang memiliki kesamaan identik kecuali pada lapisan glazing. Pada rancangan alat pertama dengan konsep single glazing, lapisan luar yang digunakan adalah menggunakan Sun Lite HP, begitu pula pada rancangan alat dengan double glazing lapisan luar menggunakan Sun Lite HP. Akan tetapi,pada rancangan alat double glazing, lapisan dalam menggunakan teflon.

Gambar 2.14 Grafik perbandingan Single vs. Double Glazing Sumber : Scanlin, dkk. 1999

(18)

II-18

Berdasarkan grafik diatas, rancangan alat menggunakan double glazing menghasilkan temperatur kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan rancangan alat menggunakan single glazing. Dengan hasil tersebut, metode double glazing menghasilkan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode single layer glazing meskipun dari segi biaya memiliki biaya yang lebih mahal.

Kemudian langkah kedua yang dilakukan oleh Scanlin dkk.(1999) adalah dengan mengaplikasikan metode reflector untuk meningkatkan performa dari pengeringan menggunakan solar dryers. Stalin melakukan beberapa perlakuan pada reflektor yaitu dengan memasang reflektor pada dinding secara vertikal, kemudian pada bawah, dan pada bagian samping kolektor panas matahari. Untuk penjelasan mengenai rancangan reflektor pada bagian dinding vertikal dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Gambar 2.15 Sudut dan Refleksi Matahari dengan Reflektor Vertikal Sumber : Scanlin, dkk. 1999

(19)

II-19

Gambar 2.16 Grafik Perbandingan Vertical Wall Reflector vs. No

Reflector

Sumber : Scanlin, dkk. 1999

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat perbandingan antara performa penggunaan reflektor pada solar dryer dengan adanya reflektor, dalam hal ini vertical reflector, temperatur dari solar dryers dapat meningkat. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya reflector, performa dari solar dryers dapat meningkat.

Kemudian, perlakuan kedua yaitu dengan mengimplementasikan reflektor pada bagian bawah kolektor solar, dapat dilihat dari gambar berikut ini :

Gambar 2.17 Rancangan Reflektor Bawah pada Posisi Matahari Rendah Sumber : Scanlin, dkk. 1999

(20)

II-20

Gambar 2.18 Rancangan Reflektor Bawah pada Posisi Matahari Tinggi Sumber : Scanlin, dkk. 1999

Pada rancangan tersebut, ditambahkan reflektor pada bagian bawah yaitu menempel pada solar collector dengan sudut yang dapat diubah ubah menyesuaikan dengan posisi matahari. Dengan perlakuan seperti itu, performansi dari solar dryers naik hingga mencapai 10-20o F (2,4-4,8oC).

Perlakuan terakhir adalah dengan mengaplikasikan sistem reflector pada bagian samping kolektor. Dengan ini diharapkan mampu menangkap lebih banyak energi panas matahari yang kemudian dipantulkan ke kolektor. Berikut ini merupakan gambaran rancangan dari solar dryer tersebut.

Gambar 2.19 Rancangan Alat Reflektor Pada Bagian Samping Sumber : Scanlin, dkk. 1999

(21)

II-21

Gambar 2.20 Grafik Perbandingan Hasil Pemanasan Antara Rancangan

Vertical Wall dan Side Reflector vs Tanpa Reflektor

Sumber : Scanlin, dkk. 1999

Grafik diatas adalah data hasil uji performa dari solar dryers menggunakan reflektor pada dinding vertikal dan reflektor samping dibandingkan dengan tanpa menggunakan reflektor. Dilihat dari grafik, performa solar dryers menggunakan reflektor jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa reflektor.

2.5 Solar Collector

Menurut Purba, dkk.(2013), Solar collector merupakan suatu alat yang dapat menyerap sinar radiasi matahari, sehingga kemudian dapat memanaskan udara yang ada di dalam ruang kolektor tersebut. Untuk meningkatkan performa pemanasan kabin pengering, improvisasi dapat dilakukan dengan mengembangkan solar collector sehingga kapasitas penyerapan energi panas matahari tinggi.

2.6 Sudut Kemiringan

Pangestuningtyas, dkk.(2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh sudut kemiringan panel surya terhadap radiasi matahari yang diterima oleh panel surya. Intensitas radiasi matahari yang diterima oleh panel surya dapat dimaksimalkan dengan cara memasang panel surya dengan sudut kemiringan yang tepat. Hal ini dikarenakan posisi kemiringan untuk mendapatkan radiasi

(22)

II-22

matahari ditiap daerah berbeda mengingat lintasan orbit matahari yang berpindah dan bentuk permukaan bumi yang bulat. Penelitian tersebut dilakukan di Semarang Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangestuningtyas, dkk. (2013) sudut kemiringan dari panel surya untuk dapat menerima radiasi matahari paling tinggi pada saat musim penghujan adalah 1˚ sedangkan pada musim kemarau sebesar 24˚. Untuk pemasangan panel surya dalam kurun waktu tahunan, sudut maksimal agar panel surya menerima radiasi matahari paling tinggi sebesar 9˚.

Intensitas radiasi matahari di luar atmosfer bumi bergantung pada jarak antara matahari dengan bumi. Tiap tahun, jarak ini bervariasi antara 1,47 x 108 km dan 1,52 x 108 km dan hasilnya besar pancaran E0 naik turun antara 1325 W/m2 sampai 1412 W/m2. Nilai rata-ratanya disebut sebagai konstanta matahari dengan nilai E0 = 1367 W/m2. Pancaran ini tidak dapat mencapai ke permukaan bumi. Atmosfer bumi mengurangi intensitas cahaya yang masuk dikarenakan atmosfer juga berperan sebagai insolation yang meliputi pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen, dan karbon dioksida), serta penyebaran (disebabkan oleh molekul udara, partikel debu atau polusi). Di cuaca yang bagus pada siang hari, pancaran bisa mencapai 1000 W/m2 di permukaan bumi. Posisi matahari setiap jam nya mengalami perubahan tempat dan akan menghasilkan suatu sudut yang disebut sudut jam matahari. Sudut jam mataharai adalah sudut penyimpangan matahari disebelah timur atau barat garis bujur lokal karena rotasi pada porosnya sebesar 15˚ per jam. Sudut jam matahari dapat diketahui dengan rumus :

( )

,...persamaan 2.1 ts = waktu (jam)

(˚)

2.7 ANOVA

Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu uji parametrik yang berfungsi untuk membedakan nilai rata-rata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variansinya (Ghozali, dkk. 2009). Prinsip uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu),

(23)

II-23

berarti nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan. Uji Anova dapat digunakan untuk menyelidiki apakah ada pengaruh faktor terhadap respon penelitian. Uji-uji yang dapat digunakan antara lain yaitu uji masing masing faktor dan uji interaksi antar faktor. Akan tetapi pada penelitian ini yang dilakukan adalah uji interaksi masing masing faktor.

Uji masing-masing faktor dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada masing- masing faktor secara terpisah terhadap respon.

Hipotesis:

H0: Faktor tidak memberi pengaruh pada respon H1: Faktor memberi pengaruh pada respon Pengambilan keputusan:

Jika nilai p>α, maka H0 diterima Jika nilai p<α, maka H0 ditolak

2.8 Natural Draft Air Flow and Velocity

Perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara yang berada di dalam ruang menciptakan suatu siklus alami (Natural Draft) yang memaksa udara mengalir baik dari atau menuju ruang tersebut. Arah aliran dari udara tersebut tergantung pada besarnya temperatur luar dan temperatur dalam ruang. Apabila temperatur udara didalam lebih tinggi dibandingkan temperatur luar, kepadatan udara di dalam kurang dari kepadatan udara luar, sehingga udara dingin akan mengalir masuk kedalam ruangan melalui bagian bawah dan udara dalam yang panas akan mengalir dan keluar dari bagian atas ruang.

Gambar 2.21 Natural Draft Air Flow Sumber : Engineering Toolbox

(24)

II-24

Untuk mengetahui energi panas yang dihasilkan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan mengenai densitas udara yang masuk dengan rumus sebagai berikut :

ρ = (1.293 kg/m3

) (273 K) / (273 K + t) ...persamaan 2.2 ρ = density of air (kg/m3

) t = the actual temperature (oC)

Kemudian dicari kecepatan udara yang masuk kedalam kotak pengumpul panas dengan rumus sebagai berikut :

v = [(2 g (ρo - ρr) h ) / ( λ l ρr / dh + Σξ ρr )]1/2...persamaan 2.3 v = kecepatan udara (m/s)

ρo = densitas diluar (kg/m3). ρr = densitas didalam (kg/m3) g = gravitasi (m/s2)

h = ketinggian (m)

Setelah diketahui densitas dan kecepatan dari udara kemudian didapatkan

q = π dh2 /4 [(2 g (ρo - ρr) h ) / ( λ l ρr / dh + Σξ ρr )]1/2...persamaan 2.4 dimana : q = air volume (m3/s) g = gravitasi (m/s2) ρ = densitas (kg/m3 ) h = ketinggian (m) λ = koefisien darcy (0,019) dh = diameter lubang (m)

Setelah diketahui kapasitas aliran udara kemudian dikonversikan ke massa dan dihitung mengenai energi panas yang dihasilkan dengan rumus :

Q = mc ΔT...persamaan 2.5 dimana :

Q = Energi Kalor (Joule) m = Massa (Kg)

c = Kapasitas Kalor (J/KgK) ΔT = Selisih Temperatur (o

Gambar

Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN
Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN (lanjutan)
Gambar  2.1 Proses Pengembangan Produk   Sumber : Ulrich,Eppinger,  2001
Gambar  2.2  Natural Solar Dryer Sumber : Hii,  dkk. 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak diancam pelaku untuk tidak melaporkan kepada orangtuanya karena jika anak melapor akan menerima perbuatan yang lebih buruk dari pelaku.Tindakan kekerasan seksual yang

beberapa konsentrasi NaCl; (5) pertumbuhan bakteri filosfer pada beberapa tingkat salinitas; (6) uji patogenisitas bakteri fjlosfer terhadap pascalarva udang windu; (7)

Variabel yang berpengaruh pada penelitian ini yaitu Karakteristik Sosial Ekonomi (KSE) dengan indikator, usia (X11), pendidikan terakhir (X13) dan pengasilan per

Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti untuk mengetahui manakah yang lebih besar pengaruhnya antara

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, dan tingkat pertumbuhan terhadap struktur modal perusahaan food

Aturan pada rule dengan element selector seperti contoh diatas akan diaplikasikan pada semua elemen p yang berada didalam dokumen HTML.. Perhatikan contoh

Struktur penggerak (mobilisasi)masih dilakukan secara sporadis dan lokal dengan basis komunitas lingkungan pemukiman (tempat tinggal), seperti RT, RW dan Desa karena pada periode