• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA AWAL TENTANG POLA ASUH OTORITER ORANGTUA DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA AWAL TENTANG POLA ASUH OTORITER ORANGTUA DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA

AWAL TENTANG POLA ASUH OTORITER

ORANGTUA DENGAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL DALAM KELUARGA

Margaret

Margaretlie91@hotmail.co.id Dosen Pembimbing : Evi Afifah Hurriyati

Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644

ABSTRAK

Munculnya konflik remaja dalam keluarga sering menyebabkan terjadinya komunikasi interpersonal yang tidak efektif (Sinclair & Monk, 2004 dalam Arnold, 2008). Arnold (2008) menambahkan bahwa konflik dalam keluarga juga dapat disebabkan karena pola asuh orangtua yang otoriter. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga. Dari hasil penggunaan metode korelasi pearson product moment terdapat hubungan yang cukup kuat antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan nilai signifikansi antara kedua variabel sebesar 0,008 dengan nilai korelasi sebesar -0,253. Hal ini menunjukkan bahwa apabila persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua tinggi, maka komunikasi interpersonal dalam keluarga rendah, dan begitu pula sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya hubungan kedua variabel adalah sikap positif, kebudayaan, latar belakang pendidikan orangtua, serta status sosial ekonomi dalam keluarga.

Kata Kunci: Remaja Awal, Pola Asuh Otoriter, Komunikasi Interpersonal

ABSTRACT

Adolescent conflict in the family often results in ineffective interpersonal communication (Sinclair & Monk, 2004 in Arnold, 2008). Arnold (2008) adds that the conflict in the family can also be caused by an authoritarian parenting. Based on this phenomenon, this study aims to determine the relationship between early adolescent perceptions of authoritarian parenting with interpersonal communication within the family. From the results of the use of Pearson product moment correlations were fairly strong relationship exists between perceptions of early adolescents of authoritarian parenting parents with interpersonal communication in families with a significance value of 0.008 between the two variables with a correlation value of -0.253. This shows that if the initial adolescent perceptions of authoritarian parentings is high, then low interpersonal communication within the family, and vice versa. The factors affecting the relationship between the two variables is positive attitude, culture, parents' educational background, and socioeconomic status in the family.

(2)

PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil interaksi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Untuk dapat berinteraksi seseorang harus melakukan komunikasi dengan orang lain. Komunikasi adalah suatu proses pengiriman berita kepada orang lain. Dengan terjalinnya komunikasi, seseorang dapat membina suatu hubungan dengan seseorang yang lain. Namun, untuk dapat membina suatu hubungan dengan baik, proses komunikasi harus memiliki umpan balik dari orang yang menerima informasi (Sarwono, 2009).

Proses komunikasi yang melibatkan adanya umpan balik dari orang lain secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal disebut dengan komunikasi interpersonal (Mulyana, 2005). Komunikasi interpersonal akan berjalan dengan baik jika seseorang yang menerima informasi dapat mengerti benar apa yang dimaksudkan oleh pengirim informasi. Jika tidak, maka akan terjadi miscomunication serta kegagalan dalam membina suatu hubungan dengan orang lain. Komunikasi sangat menjadi penentu saat membina suatu hubungan karena komunikasi menjadi acuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain (Sarwono, 2009).

Dalam berkomunikasi, terdapat peranan penting yang memberikan pengaruh terhadap anak sebelum mengenal dunia sosial, yaitu keluarga. Keluarga memiliki peranan penting dalam komunikasi karena keluarga yang menciptakan prosedur komunikasi anak. Dalam keluarga juga, anak untuk pertama kalinya mengenal tentang bagaimana cara berkomunikasi, yang nantinya prosedur-prosedur tersebut kemudian diterapkan dalam membina suatu hubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan penghubung seseorang dengan dunia sosial yang lebih besar nantinya. Berdasarkan asumsi-asumsi diatas kemudian Arnold (2008) menyimpulkan bahwa keluarga merupakan penghasil komunikasi dan komunikasi dihasilkan dari keluarga.

Prosedur komunikasi yang diajarkan oleh keluarga bukan hanya berpengaruh ketika seseorang masih anak-anak, tetapi juga hingga remaja. Asumsi ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Samter, 2003 (dalam Arnold, 2008) yang menyatakan bahwa komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh keluarga (khususnya orangtua) dapat memengaruhi perkembangan remaja dalam membina suatu hubungan nantinya.

Komunikasi interpesonal yang tidak efektif dalam keluarga mengakibatkan konflik dalam suatu keluarga. Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang berbeda pada saat berinteraksi dengan lawan bicara, yang mengakibatkan masing-masing pihak memiliki pandangan yang berbeda sehingga menghasilkan respon yang berbeda pula (Sinclair & Monk, 2004 dalam Arnold, 2008). Menurut Sillars, Canary & Tafoya, 2004 (dalam Arnold, 2008) mengatakan bahwa konflik dapat terjadi pada hubungan manapun dengan intensitas dan jangka waktu yang bervariasi pula. Konflik juga memiliki dampak yang bervariasi pada partisipannya serta anggota-anggota lain yang terlibat dalam hubungan tersebut. Dalam hal ini, tidak ada pengecualian khusus bagi hubungan dalam keluarga.

Sikap orangtua dalam mengasuh anak-anaknya sering kali memunculkan pemberontakan pada remaja yang disebabkan karena sosio-emosional pada masa remaja tidaklah stabil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sartaj, B., & Aslam, N. (2010) menunjukkan bahwa orangtua di Asia pada umumnya menerapkan pola asuh otoriter yang dimana pola asuh otoriter mengakibatkan munculnya persepsi yang negatif. Dalam penelitiannya, Sartaj, B., & Aslam, N. (2010) menambahkan bahwa remaja yang orangtuanya menerapkan pola otoriter memiliki hubungan negatif dengan rumah, kesehatan dan penyesuaian emosional.

Berdasarkan hasil penelitian Rutger (2006) menunjukkan bahwa pada tahap remaja awal mereka cenderung berbohong kepada orangtuanya yang disebabkan karena adanya kontrol dari orangtua. Akibatnya remaja awal cenderung berbohong memiliki permasalahan dalam perilaku terutama emosi remaja awal.

Menurut Santrock (2008), remaja awal cenderung dengan mudah merasa dirinya sangatlah malang dan disisi lain merasa dirinya yang paling bahagia. Kecenderungan inilah yang membuat para remaja sering mengalami konflik dalam kehidupannya termasuk dalam keluarga. Menurut Arnold (2008), terdapat beberapa faktor yang dapat memunculkan konflik khususnya dalam keluarga, salah satunya adalah pola asuh orangtua. Dalam penelitian Wilson & Morgan (2004), mengungkapkan hal yang sama, bahwa variasi dalam pola asuh orangtua dapat menyebabkan dampak yang berbeda pada anak dan pada hubungan orangtua-anak (dalam Arnold, 2008). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sorkhabi (2010) juga menunjukan bahwa pola asuh orangtua dapat memicu munculnya konflik khususnya dalam keluarga.

(3)

Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh dibagi menjadi 4 bagian yakni, otoriter, demokratis, permesif dan neglectful. Yang masing-masing menggambarkan bagaimana orangtua dalam mengasuh putra-putri mereka (dalam Santrock, 2007).

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola asuh otoriter akan menyebabkan perilaku agresif meningkat. Dalam penelitian Fortuna (2008), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Hal ini disebabkan karena pemaksaan dan kontrol yang mengekang menyebabkan anak gagal untuk berinsiatif dan memiliki komunikasi yang rendah. Dalam penelitiannya, Marini & Andriani (2005) juga mengemukakan hal sama seperti yang dikemukakan dalam penelitian Fortuna (2008).

Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana ia mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana keluarga tidak lagi merupakan pengaruh tunggal bagi perkembangan mereka, keluarga tetap merupakan dukungan yang sangat diperlukan bagi perkembangan kepribadian remaja tersebut. Dengan demikian peran orangtua sangat dibutuhkan, terutama karena bertanggung jawab menciptakan sistem sosialisasi yang baik dan sehat bagi perkembangan moral remaja. Remaja sedang tumbuh dan berkembang, karena itu mereka memerlukan kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara bijaksana (Santrock, 2008).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang tidak efektif dapat memunculkan konflik dalam keluarga. Konflik dalam keluarga juga disebabkan karena pola asuh orangtua. Hal tersebut diperkuat dalam penelitian Wilson & Morgan (2004) yang menunjukkan akibat dari pola asuh orangtua disebabkan karena konflik. Dari pemikiran ini, kemudian penulis tertarik ingin melihat hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi dalam keluarga.

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian dan Teknik Sampling

Subyek pada penelitian ini, karakteristik yang harus dimiliki subyek penelitian ini, yakni laki-laki/perempuan berusia 11-13 tahun yang tinggal bersama orangtua mereka dan merupakan siswa kelas VII SMP Santa Cicilia 2. Pengambilan sample pada penelitian ini menggunakan teknik random sampling. Menurut Sugiono (2009), non-random sampling merupakan teknik pengambilan sample yang memberikan kesempatan yang sama dalam pada populasi.Teknik radom sampling yang digunakan adalah puposive

sampling. Menurut Nasution (2011), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan

ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu sendiri. Namun, karena populasi dari kelas VII memiliki karakteristik yang sesuai dan hanya berjumlah 110 siswa, maka seluruh populasi kelas VII digunakan sebagai penelitian ini.

Desain Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2009) adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode kuantitatif korelasional yaitu untuk mencari hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti, yakni persepsi anak tentang pola asuh orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga.

(4)

Alat Ukur Penelitian

Menurut Sugiyono (2009) dikenal 3 jenis Instrumen penelitian yaitu kuesioner, observasi dan wawancara. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah mengunakan kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup dipergunakan untuk mendapatkan data tentang variabel – variabel yang akan diteliti. Dalam kuesioner tertutup penelitian mengunakan skala likert, karena dalam pengunaan skala ini mempunyai keuntungan sebagai berikut :

1.Penggunaan dan pengolahan datanya lebih sederhana.

2.Waktu yang dipergunakan untuk menjawab kuesioner sangat singkat.

Alat Ukur Persepsi Remaja Awal tentang Pola Asuh Otoriter Orangtua

Aspek Nomor item Jumlah Favorable Unfavorable Peraturan 1,13,17 5,9,21 6 Hukuman 6,10,22 2,14,18 6 Kontrol 3,15,19 7,11,23 6 Komunikasi 8,12,24 4,16,20 6 Jumlah 24

Alat Ukur Komunikasi Interpersonal

Aspek Nomor item Jumlah Favorable Unfavorable Keterbukaan 1,11,21 6,16,26 6 Positif 7,17,27 2,12,22 6 Empati 3,13,23 18,28 5 Suportif 9,19,29 4,14,24 6 Kesamaan 5,15,25 10,20,30 6 Jumlah 29

Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Menurut Nasution (2011), alat ukur dalam penelitian harus memenuhi dua syarat utama yakni, alat ukur haruslah valid (tepat) dan reliabel (dapat percaya). Alat ukur yang valid adalah alat ukur yang dapat mengukur apa yang harus diukur. Sedangkan alat ukur yang reliabel adalah alat ukur yang secara konsisten dapat memberikan hasil ukuran yang sama sehingga dapat dipercaya.

Penelitian ini menggunakan dua jenis validitas, yakni content validity dan construct validity. Content

(5)

konsep yang sedang diteliti (Sarwono, 2012). Pada penelitian ini, content validity dilakukan melalui expert

judgment oleh Ibu Evi Afifah Hurriyati selaku dosen pembimbing. Selama uji content validity yang dilakukan

oleh expert judgment tidak ada item yang dibuang hanya melakukan perbaikan kalimat-kalimat agar lebih mudah dipahami.

Uji Validitas dengan construct validity dilakukan untuk mengukur kesesuaian item dengan konsep yang sedang diukur. Terdapat dua aspek dalam validitas konstruk, yakni secara teoritis dan statistik (Sarwono, 2012). Pada penelitian ini pengurangan item dilakukan dengan perhitungan statistik korelasi product moment. Menurut Gulimar (2007) untuk menghitung validitas menggunkan korelasi product moment hasil koefisiensi korelasi product moment harus lebih besar dari r-tabel.

Pada penelitian ini pilot study diberikan kepada 34 subyek yang berusia 10-13 tahun dan tinggal bersama orangtua pada beberapa sekolah swasta di Jakarta. Namun sebelum disebarkan, alat ukur (revisi) diuji terlebih dahulu oleh expert judgement yakni, dosen pembimbing.Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh expert judgement tidak ada item yang digugurkan hanya melakukan revisi pada kalimat.

Berdasarkan hasil pilot study lalu peneliti melakukan uji validitas menggunakan korelasi product

moment (dapat dilihat pada lampiran 2), semula penulis menggunakan taraf signifikansi koefisien 5% yang

ditandai dengan simbol (*) pada output spss. Namun dikarenakan item-item pada kedua alat ukur mayoritas menggunakan taraf signifikasi korelasi 1% maka akhirnya penulis menggunakan taraf signifikansi korelasi 1%. Pada r-tabel untuk N sebesar 34 koefisiensi korelasi product moment harus lebih besar dari 0,436.

Pada hasil uji validitas kedua ini terdapat 11 item pada alat ukur persepsi remaja tentang pola asuh otoriter orangtua yang digugurkan karena memiliki hasil validitas dibawah taraf signifikansi koefisien korelasi 1% yakni, item nomor 9 untuk domain peraturan, item nomor 2, 10, 14, 18, dan 22 untuk domain hukuman, item nomor 11, 19, dan 23 untuk domain kontrol, dan item nomor 8 dan 16 untuk domain komunikasi.

Pada alat ukur komunikasi interpersonal dalam keluarga terdapat sebanyak 10 item yang digugurkan karena memiliki hasil validitas dibawah taraf signifikansi koefisien korelasi 1% adalah item nomor 2,12, dan 17 untuk domain positif, item nomor 3 dan 13 untuk domain empati, item nomor 4,19, dan 24 untuk domain suportif, dan item nomor 20 dan 25 untuk domain kesamaan.

Pada penelitian ini, karena instrumen yang digunakan untuk kedua alat ukur merupakan skala pengukuran sikap likert (memiliki empat pilihan jawaban yakni “sangat sesuai”, “sesuai”, ”tidak sesuai” atau “sangat tidak sesuai”) maka uji reliabilitas dilakukan berdasarkan perhitungan melalui IBM SPSS statistik 20 dengan rumus Kuder-Richardson 20 (K-R 20) (Sarwono, 2011). Dalam program SPSS, perhitungan K-R 20 dinyatakan dalam model Alpha Cronbach untuk mengitung reliabel alat ukur.

Setelah item-item yang tidak valid digugurkan, nilai reliabilitas untuk alat ukur persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orang tua sebesar 0,826 untuk 13 item dan 0,897 untuk 19 item pada alat ukur komunikasi interpersonal dalam keluarga

.

Prosedur Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mencari teori terkait dengan topik untuk kemudian disusun menjadi item-item. Item tersebut lalu diuji oleh expert judgment. Setelah item dianggap telah sesuai dengan dimensi yang akan diukur, lalu item tersebut diuji kembali melalui pilot study untuk melihat bahwa item-item tersebut benar-benar valid untuk mengukur apa yang ingin diukur. Barulah setelah itu kuesioner di bagikan kepada subyek sesuai dengan kriteria subyek yang telah dibuat oleh peneliti.

Peneliti mencari subyek yang sesuai dengan karakteristik subyek yang telah di tentukan sebelumnya untuk mengisi kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti. Pengisian kuesioner tidak dibutuhkannya ruangan khusus untuk mengisi karena peneliti langsung turun ke lapangan dan memberikan langsung kepada subyek. Penyebaran kuesioner akan dilakukan di salah satu sekolah swasta di daerah Penjaringan Jakarta-Utara yakni

(6)

SMP Santa Cicilia 2. Sebelum kuesioner di sebar, kuesioner diuji terlebih dahulu mengenai validitas dan reliabilitas dengan diberikan kepada 37 siswa pada salah satu sekolah swasta di Jakarta pada tanggal 15 Nopember 2012. Semula kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi dari Asmaliyah (2009) untuk kuesioner persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter dan dari Yuliantiana (2012) untuk kuesioner komunikasi interpersonal dalam keluarga. Namun karena dinilai kurang valid dan reliabel pada saat uji statistika. Akhirnya peneliti menyusun ulang untuk kedua kuesioner berdasarkan teori yang ada (perincian alat ukur dapat dilihat pada lampiran 1) dan sebarkan kembali pada tanggal 6 Desember 2012 untuk diuji validitas dan reliabilitasnya. Setelah dinilai valid & reliabel barulah kuesioner mulai disebarkan kembali kepada siswa SMP kelas VII pada tanggal 7 Desember 2012. Dari populasi siswa SMP VII sebanyak 110 siswa, peneliti mengambil semua siswa untuk dijadikan subyek pada penelitian ini.

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan komputerisasi program SPSS 20 karena program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekriptif dan kotal-kotak dialog sederhana, sehingga mudah cara pengadministrasiannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit karena data yang digunakan berskala interval. Data dapat dikatakan berditribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (Sarwono, 2011).

Tabel 4.7. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Pola asuh

otoriter

Komunikasi interpersonal

N 110 110

Normal Parametersa,b Mean 26,07 50,26 Std. Deviation 5,899 7,687

Most Extreme Differences

Absolute ,127 ,116 Positive ,127 ,116 Negative -,072 -,066 Kolmogorov-Smirnov Z 1,329 1,221 Asymp. Sig. (2-tailed) ,059 ,102 Sumber data: Hasil Uji SPSS

Berdasarkan hasil uji SPSS 20 pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter sebesar 0,059 yang lebih besar dari 0,05 maka data untuk persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua berdistribusi normal. Sedangkan untuk komunikasi interpersonal memiliki nilai signifikansi 0,102 yang menunjukkan lebih besar dari 0,05 dengan kata lain data untuk komunikasi interpersonal juga berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, dan ditemukan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal untuk kedua variabel. Maka akan dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik Pearson

Correlation Coeficient (Pearson Product Moment) dengan perumusan hipotesa, sebagai berikut:

H0: Tidak ada hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan

(7)

HA: ada hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi

interpersonal dalam keluarga.

Berikut merupakan hasil dari hasil uji korelasi dari data yang telah diolah menggunakan SPSS 20:

Tabel 4.9. Korelasi pearson

Pola asuh otoriter

Komunikasi interpersonal

Pola asuh otoriter

Pearson Correlation 1 -,253 ** Sig. (2-tailed) ,008 N 110 110 Komunikasi interpersonal Pearson Correlation -,253 ** 1 Sig. (2-tailed) ,008 N 110 110

Sumber data: Hasil Uji SPSS

Pada tabel hasil uji korelasi pearson diatas, dapat dilihat bahwa hubungan kedua variabel signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,008 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05 dengan angka korelasi sebesar -0,253 yang berarti kedua variabel memiliki hubungan yang cukup kuat. Tanda negatif pada angka korelasi menunjukkan bahwa mempunyai hubungan terbalik/tidak searah. Jadi, apabila persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua tinggi maka komunikasi interpersonal dalam keluarga rendah, dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, yang berarti ada hubungan persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga.

SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga, sehingga H0 di tolak. Dapat diketahui bahwa nilai signifikansi antara kedua variabel sebesar 0,008 dengan nilai korelasi negatif sebesar -0,253 yang berarti apabila persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua tinggi, maka komunikasi interpersonal dalam keluarga rendah, begitu pula dengan sebaliknya.

Diskusi

Setelah dilakukan penelitian dengan membagikan kuesioner kepada seluruh siswa di SMP Santa Cicilia 2 mengenai hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orang tua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga. Dimana apabila persepsi remaja awal mengenai pola asuh otoriter orang tua memiliki skor yang tinggi sehingga komunikasi interpersonal dalam kelurga cenderung rendah dan sebaliknya.

Hubungan kedua variabel dapat dilihat dari faktor-faktor kedua variabel yang ada. Salah satunya adalah adanya ketidakmampuan penyesuaian emosional positif yang diakibatkan dari pola asuh otoriter, membuat seseorang tidak mampu menunjukkan perilaku positif kepada orang lain. Sehingga kemampuan

(8)

untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain (sikap berempati) pun tidak dapat terproyeksikan sehingga komunikasi interpersonal menjadi rendah. Hal tersebut secara tidak langsung menggambarkan bagaimana hubungan dari kedua variabel yang ada.

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi orangtua dalam mengasuh putra-putrinya, yang tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak-anaknya (Tarmudji, 2009 dalam Wahyuni, 2012). Pada penelitian ini mayoritas subyek bersuku Tionghoa (77,3%). Orang-orang yang bersuku Tionghoa cenderung menerapkan pola asuh otoriter dalam mengasuh anak-anaknya. Asumsi ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel (2005) yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pola pengasuhan orang Barat dengan orang Cina. Dimana orang Cina cenderung mengontrol anak-anak mereka dengan ketat atau dengan kata lain orang Cina cenderung menerapkan pola asuh otoriter.

Pada sisi lain kebudayaan juga memengaruhi seseorang dalam berkomunikasi khususnya dalam keluarga, karena ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan keluarga akan berbeda jika ia berkomukasi dengan orang lain. Hal ini menggambarkan bahwa kesamaan kebudayaan seseorang dapat memengaruhi jalannya komunikasi (Mulyana, 2005). Jika dilihat dari suku, pola asuh otoriter, dan komunikasi interpersonal dalam keluarga, keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter tetap akan memiliki komunikasi interpersonal yang rendah meskipun kesamaan dalam budaya dapat memperlancar seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan untuk dapat mewujudkan komunikasi interpersonal secara efektif menurut Devito (2009), seseorang memerlukan kesamaan, keterbukaan, sikap positif, sikap suportif dan empati terhadap orang lain yang dimana ketika remaja berkomunikasi kepada orangtua dengan pola asuh otoriter tidak mampu mewujudkan komunikasi interpersonal secara efektif.

Pada penelitian lainnya, Wahyuni (2012) mengungkapkan bahwa pendidikan terakhir orangtua sangat berpengaruh karena ketika seseorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin kaya pula wawasannya, termasuk juga wawasan mengenai pengasuhan anak. Dalam penelitian ini pendidikan terakhir orangtua mayoritas adalah tamatan SMA, dengan presentase untuk ayah sebesar 50,9% dan untuk ibu sebesar 41,8%. Hal ini menguatkan dimana orangtua dengan pendidikan rendah cenderung akan menerapkan pola asuh otoriter. Dalam hal ini Wahyuni (2012) juga menambahkan pendidikan orang tua yang kurang menyebabkan pola asuh otoriter meningkat karena ketidaktahuan orangtua mengenai pola asuh yang diharapkan anak seperti apa dan juga adanya ketidak nyamanan dalam mengasuh putra-putrinya akibat kurangnya wawasan. Jadi, orangtua cenderung akan menerapkan pola pengasuhan kepada anaknya berdasarkan hasil pengalaman cara orangtua mereka mengasuhnya.

Faktor lain dalam pola asuh otoriter yang memengaruhi adalah status sosial ekonomi dalam keluarga. Menurut Arnold (2008) jika sebuah keluarga memiliki status ekonomi menengah kebawah cenderung akan mengalami konflik antara orangtua dan anak. Konflik yang terjadi dalam keluarga yang diakibatkan dari status sosial ekonomi dalam keluarga terjadi karena orangtua dari kelas menengah lebih menekankan pada penyesuaian dengan standar perilaku yang sudah terinternalisasi (Mussen dalam Wahyuni, 2012). Sedangkan, disisi lain para remaja membutuhkan ruang khusus dimana mereka dapat mengeksploitasikan dirinya untuk dapat menemukan identitas diri dengan adanya kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara bijaksana (Santrock, 2007). Batasan-batasan tersebut membuat para remaja tidak bebas dan memiliki persepsi yang negatif. Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki sikap positif, jika remaja tersebut telah memiliki persepsi yang negatif maka komunikasi interpersonal tidak akan efektif.

Orangtua dengan pola asuh otoriter cenderung akan melakukan komunikasi satu arah, akan tetapi agar komunikasi interpersonal dapat efektif menurut Devito (2009), seseorang memerlukan kesamaan, keterbukaan, sikap positif, sikap suportif dan empati terhadap orang lain. Jika orangtua otoriter memberlakukan komunikasi yang satu arah, maka tidak akan terwujudnya sikap positif, empati, sikap suportif, kesamaan, dan keterbukaan. Hal ini dikarenakan munculnya persepsi negatif remaja akibat dari pola asuh otoriter (Sartaj & Aslam, 2010). Persepsi negatif yang muncul mengakibatkan remaja tidak mampu menunjukkan sikap positif, suportif, empati dalam berkomunikasi. Pada sisi lain, diketahui bahwa remaja awal memliki emosi yang tidak stabil/badai emosi (Hall, 1904, dalam Santrock, 2007) yang akhrinya sering memunculkan konflik dalam keluarga. Jika konflik dalam keluarga terjadi, maka untuk menjadi terbuka dan memiliki kesamaan dalam berkomunikasi tidak akan terwujud, yang berarti komunikasi interpersonal tidak akan berjalan efektif.

(9)

Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan sehingga dibutuhkannya saran bagi penelitian selanjutnya, antara lain:

1. Penelitian selanjunya daapat menggunakan skala populasi dan responden yang lebih besar agar dapat

lebih menggambarkan hubungan antara persepsi remaja awal mengenai pola asuh otoriter orang tua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga.

2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan subyek remaja akhir.

3. Penelitian ini mengukur komunikasi interpersonal dalam keluarga masih namun bersifat umum. Sebaiknya, pada penelitian berikutnya data subyek ditambah dengan data jumlah anggota keluarga dan bagaimana hubungan komunikasi interpersonal dengan masing-masing anggota keluarga.

Saran Bagi Orangtua

Saran bagi orangtua khususnya orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter agar lebih banyak membaca buku atau mengikuti seminar tentang teknik pola pengasuhan yang efektif untuk selanjutnya melakukan perbandingan antara teknik pengasuhan yang diterapkannya dengan teknik pengasuhan yang efektif.

Saran Bagi Sekolah

Sekolah diharapkan bisa menerapkan sistem konseling pribadi dengan siswanya untuk mengetahui bagaimana hubungan mereka dengan keluarganya

REFERENSI

Arnold, L. B. (2008). Family Communication: Theory and Research. Boston: Pearson

Asmaliyah. (2009). Hubungan antara persepsi remaja awal terhadap ola asuh orangtua otoriter dengan motivasi berprestasi di SMPN 13 Malang. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Daniel, T. L. S. (2005). Perceived parental control and parent-child relational qualities in chinese adolescents in hong kong. Sex Roles, 53(9-10), 635-646. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s11199-005-7730-7

Devito, J. A. (2009). Human Communication: The Basic Course, (11th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Fortuna. F. (2008). Hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja: Jurnal Psikologi. Tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Gulimar, I. (2007). Metode Riset untuk Bisnis dan Manajemen. Bandung: Utama Universitas Widyatama.

Hardjana, A. M. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.

Marini, L., & Andriani, E. (2005). Perbedaan Aserivitas remaja ditinjau dari pola asuh orangtua. Psikologia, 1(2), 46-53.

Martono, N. (2011). Metode Penelitian Kuantitaif: Analisis Isi dan Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. (2011). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Rutger C. M. E. (2006). Lying behavior, family functioning and adjustment in early adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 35(6), 949-958. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s10964-006-9082-1

Sartaj, B., & Aslam, N. (2010). Role of authoritative and authoritarian parenting in home, health and emotional adjustment.Journal of Behavioural Sciences, 20(1), 47-66. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/612886697?accountid=31532

(10)

Santrock, J. W. (2008). Life-Span Development, (11th ed.). New York: Mc Graw Hill

Santrock, J. W. (2009). Psikologi Pendidikan, (3 ed.). (D. Angelica, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika.

Sarwono, W. S. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali pers.

Sarwono, J. (2012). Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sorkhabi, N. (2010). Sources of parent-adolescent conflict: Content and form of parenting. Social Behavior and Personality,38(6), 761-782. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/737539500?accountid=31532

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : alfabeta.

Wahyuni, S. (2012). Penilaian Remaja Terhadap Tipe Pola Asuh Keluarga di SMA N. Padangsidimpuan. Tidak diterbitkan. Medan: Unversitas Sumatera Utara. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31593

Yuliantiana. B. (2012). Hubungan Gaya Komunikasi dengan Self Esteem pada Tuna Rungu Dewasa Muda. Tidak diterbitkan. Jakarta: Binus University.

RIWAYAT HIDUP

Margaret lahir di kota Jakarta pada 5 November 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus

Referensi

Dokumen terkait

The cost of airmail and cargo shipment in Indonesia is the most expensive among the other countries in ASEAN. High cost and longer processing time are affected by below

Potong Kain katun sesuai pola diatas, potong juga untuk sisi kiri kanan zipper yang panjang sebagai bukaan atas/sisi atas 2 lembar kain katun persegi panjang 8cm x 75cm, dan

[r]

[r]

Penelitian dengan judul “ Telaah Kondisi Anemia yang Disebabkan oleh Cacing Haemonchus contortus pada Kambing dan Domba di Bogor, Jawa Barat ” ini dilakukan mulai

Tabel 4.17 Metode 5W-1H untuk Menggembangkan Rencana Tindakan untuk Mengatasi Keretakan pada Cangkang Telur, Telur Busuk, Penyusutan Bobot Telur dan Bintik Darah pada

• Biodiesel merupakan bahan bakar dengan properties dan karakteristik yang “mirip” dengan solar, dan bahan bakar B-XX merupakan campuran antara solar dan

Belajar Mahasiswa Program Studi Ners dalam Proses Pembelajaran Kurikulum. Berbasis Kompetensi di Fakultas