• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TERPADU DARI PLTN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TERPADU DARI PLTN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

57

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TERPADU DARI PLTN

Husen Zamroni, Pungky Ayu Artiani Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TERPADU DARI PLTN. Fasilitas nuklir seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menghasilkan limbah radioaktif pada kondisi operasi normal sekitar 300 drum. Limbah radioaktif cair dan padat selanjutnya dikumpulkan dan disimpan dalam fasilitas penyimpanan sementara. Limbah radioaktif cair yang ditimbulkan dari PLTN yang mempunyai konsentrasi terlarut dan atau padatan tak terlarut dalam limbah cukup rendah maka limbah tersebut dapat dibuat menjadi konsentrat dengan menggunakan evaporator. Reduksi volume dapat mencapai seperseratus dan hasil volume konsentrat yang kecil dapat disimpan dalam tangki penyimpanan sambil menunggu kondisioning. Limbah padat aktivitas rendah dilakukan prapenyortiran ditempat timbulnya limbah dan diangkut dalam kontainer ke pusat pengolahan limbah. Limbah ditempatkan dalam meja sortir, dibuka dan dimasukkan dalam kotak terpisah. Limbah selanjutnya di sortir menurut kriteria dapat terbakar, terkompaksi, dapat didekontaminasi. Aktivitas limbah radioaktif diukur dan dicek laju dosisnya. Pada kasus limbah radioaktif mempunyai level tinggi teknik penanganan dengan remote digunakan untuk sortir limbah sedangkan limbah dengan aktivitas rendah dapat ditangani langsung secara normal. Limbah yang dapat dikompaksi dimasukkan dalam drum 100 dan 200 liter Drum yang sudah terisi penuh selanjutnya ditutup dan dikirim ke fasiltas kompaksi. Semua limbah yang sudah diolah dikirim ke fasilitas penyimpanan sementara sebelum dibuang.

Kata kunci: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Reduksi Volume, Limbah Cair, Limbah Padat, Evaporasi, Kompaksi, Insenerasi

ABSTRACT

INTEGRATED RADIOACTIVE WASTE TREATMENT FROM NPP. Nuclear facility such as nuclear power plants produced radioactive wastes around 300 drums during the normal operation condition. The liquid and solid radioactive waste have therefore been collected and stored, in interim storage facilities. Liquid radioactive wastes are generated in nuclear power plants, have the concentration soluble and/or insoluble solid in the waste stream is low, it is standard practice to concentrate the waste using an evaporator. This typically achieves a volume reduction of ~100 and the resultant small volume concentrate can be storage in tanks while awaiting conditioning. Solid low-level radioactive waste will be pre-sorted at the place of origin and transported in a container to the waste treatment center. The waste is placed on the sorting table, unwrapped and transferred into the sorting box. The waste is then sorted according to the following criteria burnable, compactable. The activity of the radioactive waste is measured by a dose rate check. In the case of higher level radioactive waste, remote handling techniques are used for sorting whereas low level waste can normally be handled directly. The compactable waste is filled into 100-200 liter drums. The filled drums are closed with a lid and transported to the compaction facility. All the waste that has been processed is sent to interim storage facilities prior to disposal.

Keywords: Nuclear Power Plant, Volume Reduction, Liquid Waste, Solid Waste, Evaporation, Compaction, Incineration

(2)

PENDAHULUAN

Dibeberapa negara maju Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan bagian penting dari sistem energi yang tidak terpisahkan dalam mendukung kemajuan industri. Harga energi dari PLTN yang cukup kompetitif seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan relatif bersih jika dibandingkan dengan energi bentuk lain seperti batubara dan minyak bumi. Pertimbangan ekonomis dan pemanasan global yang saat ini menjadi perhatian dunia maka saat ini PLTN merupakan energi alternatif karena emisi karbon yang rendah. Sebagai salah satu energi alternatif PLTN diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung sistem energi nasional pada tahun 2020. Sumbangan pasokan energi nasional dari energi nuklir akan sangat diperlukan jika standar hidup dan industri di Indonesia terus meningkat.

Rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik perlu diantisipasi dengan sungguh-sungguh oleh semua stake holder. Rencana ini perlu didukung dengan berbagai persiapan secara menyeluruh baik secara ekonomi, infrastukturnya dan penerimaan masyarakat (public acceptance). Salah satu infrastruktur yang sangat penting dan perlu dipersiapkan bersamaan dengan pembangunan PLTN adalah pengelolaan limbah radioaktif. Jawaban bagaimana mengelola limbah radioaktif yang timbul dari operasi PLTN yang andal akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam mendukung pembangunan PLTN. Sebagaimana tercantum dalam UU 10 1997 yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan limbah radioaktif adalah badan pelaksana [1]. Oleh karena itu BATAN sebagai badan pelaksana bertanggungjawab penuh bagaimana mempersiapkan pengelolaan limbah radioaktif yang timbul dari operasi PLTN.

Saat ini rencaca pembangunan PLTN di Indonesia telah dievaluasi oleh IAEA melalui kegiatan Integrated Nuclear

Infrastructure Review (INIR) yang berisi 19 kegiatan salah satunya adalah dalam hal pengelolaan limbah radioaktif. Pada evaluasi fase I pengelolaan limbah radioaktif sudah banyak yang dipersiapkan baik dari segi regulasi maupun infrastruktur pendukungnya

sehingga diharapkan dalam INIR fase dua sudah didukung dengan action plan (rencana aksi yang lebih riil). Hasil evaluasi IAEA ini tentunya sangat menggembirakan dan sangat baik bagi BATAN untuk melangkah ke depan yang lebih riil.

Dalam RPJM 2010-2014 dan renstra BATAN diharapkan salah satu outputnya adalah prarancangan instalasi pengelolaan limbah radioaktif bentuk cair dan padat dari operasi PLTN[2,3]. Dalam rangka mensukseskan renstra BATAN dan RPJM tersebut Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) yang bertanggungjawab dalam pengelolaan limbah radioaktif di BATAN harus melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyiapan Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif (IPLR) PLTN [4]. Pengkajian pengelolaan limbah PLTN dan Penyiapan IPLR PLTN dilakukan sesuai dengan road map

pembangunan PLTN yang direncanakan BATAN, sehingga ketika PLTN beroperasi maka IPLR PLTN juga sudah siap beroperasi dan dapat menyelesaikan pengelolaan limbah radioaktif secara aman dan selamat.

METODE

Sumber limbah radioaktif

Bagian ini membahas sumber-sumber radioaktif yang timbul di dalam PLTN dan perlu diolah dalam sistem pengolahan limbah radioaktif cair. Material radioaktif ditimbulkan di dalam teras berupa produk fisi dan mempunyai potensi kebocoran ke dalam sistem pendingin reaktor yang disebabkan karena kerusakan/cacat pada kelongsong bahan bakar. Medan radiasi yang terjadi di teras juga menimbulkan aktivasi pendingin sehingga terbentuk N-16 dari oksigen dan aktivasi produk korosi di dalam sistem pendingin reaktor.

Dua sumber utama berasal dari pendingin primer dan sekunder. Yang pertama adalah sumber yang konservatif, atau kemungkinan timbulnya sumber berdasarkan pada basis desain, yang asumsinya cacat bahan bakar maksimal adalah pada tingkat basis desain. Jumlah sumber ini berfungsi sebagai basis perhitungan persyaratan desain sistem dan sistem pelindungnya.

(3)

59 Sumber kedua merupakan suatu

model perhitungan yang lebih realistis. Sumber ini mewakili konsentrasi rata-rata radionuklida yang ada dalam pendingin primer dan sekunder. Nilai-nilai ini ditentukan dengan menggunakan model perhitungan komputer kode PWR-GALE yang memberikan dasar untuk estimasi konsentrasi radionuklida utama yang dimungkinkan timbul[5].

Produk Fisi

Sumber yang didasarkan pada basis desain, diasumsikan bahwa terdapat tingkat kecacatan/kebocoran/ kerusakan bahan bakar yang signifikan, jauh di atas yang diantisipasi selama operasi normal. Diasumsikan bahwa cacat kelongsong yang terjadi sangat kecil pada batang bahan bakar yang menghasilkan 0,25% dari output daya teras (juga dinyatakan sebagai 0,25% cacat bahan bakar). Sebagai basis perhitungan diasumsikan cacat bahan bakar terdistribusi secara merata di seluruh teras. Karena cacat bahan bakar diasumsikan terdistribusi secara merata dalam teras, koefisien laju lepasan produk fisi didasarkan pada temperatur bahan bakar rata-rata. Penentuan aktivitas pendingin reaktor didasarkan pada inventori teras produk fisi yang time-dependent (tergantung waktu) yang dihitung dengan

ORIGEN [5]

Aktivitas produk fisi di dalam pendingin reaktor dihitung dengan menggunakan persamaan differensial seperti persamaan (1). Untuk nuklida induk di dalam pendingin[5]: p p p c p p c L p p c F p c

N

DF

DF

M

Q

D

M

N

FR

dt

dN

+

+

=

λ

1

... (1) Untuk nuklida turunan (anak) di dalam pendingin: d p dp d c d d c L d d c p p c F d c N DF DF M Q D N f M N FR dt dN             + + − + = λ λ 1 ... (2) dimana:

Nc = Konsentrasi nuklida di dalam pendingin reaktor (atom/gram) Nf = Populasi nuklida di dalam bahan

bakar (atom)

T = Waktu operasi (detik)

R = Koefisien lepasan nuklida (1/detik) F = Fraksi batang bahan bakar dengan

kelongsong yang cacat

Mc = Massa pendingin reaktor (gram) λ = Konstanta peluruhan nuklida

(1/detik)

D = Koefisien dilusi (pelarutan) melalui umpan (feed) dan bleed

=[β/(B0 – βt)] × 1/DF

B0 = Konsentrasi awal boron (ppm) β = Laju penurunan konsentrasi boron

(ppm/detik)

DF = Faktor dekontaminasi demineralizer nuklida

QL = Laju alir massa letdown atau purifikasi (gram/detik)

f = Fraksi dari kejadian peluruhan nuklida induk yang menghasilkan pembentukan nuklida anak

Subskrip p = menunjukkan nuklida induk. Subskrip d = menunjukkan nuklida anak.

Hasil perhitungan aktivitas hasil belah pada pendingin primer dan sekunder disajikan pada Tabel 1 [6]. Besar nilai yang disajikan merupakan nilai maksimum yang dihitung akan terjadi selama siklus bahan bakar mulai dari startup.

Tabel 1. Aktivitas Pendingin Primer pada Operasi Normal[7]. Nuklida Aktivita s Nuklid a Aktivita s Kr-83m 1.8E-1 Rb-88 1.5 Kr-85m 8.4E-1 Rb-89 6.90E-2 Kr-85 3 Sr-89 1.1E-3 Kr-87 4.7E-1 Sr-90 4.9E-5 Kr-88 1.5 Sr-91 1.7E-3 Kr-89 3.5E-2 Sr-92 4.1E-4 Xe-131m 1.3 Y-90 1.3E-5 Xe-133m 1.7 Y-91m 9.2E-4 Xe-133 1.2E2 Y-91 1.4E-4 Xe-135m 1.7E-1 Y-92 3.4E-4 Xe-135 3.5 Y-93 1.1E-4 Xe-137 6.7E-2 Zr-95 1.6E-4 Xe-138 2.5E-1 Nb-95 1.6E-4 Br-83 3.2E-2 Mo-99 2.1E-1 Br-84 1.7E-2 Tc-99m 2.0E-1 Br-85 2.0E-3 Ru-103 1.4E-4 I-129 1.5E-8 Rh- 1.4E-4 I-130 1.1E-2 Rh-106 4.5E-5 I-131 7.1E-1 Ag- 4.0E-4 I-132 9.4E-1 Te- 7.6E-4

I-133 1.3 Te- 2.6E-3

I-134 2.2E-1 Te-129 3.8E-3 I-135 7.8E-1 Te- 6.7E-3

(4)

Tabel 1. Aktivitas Pendingin Primer pada Operasi Normal (Lanjutan) [7] Nuklid a Aktivita s Nuklid a Aktivita s Cs-134 6.9E-1 Te-131 4.3E-3 Cs-136 1 Te-132 7.9E-2 Cs-137 5.0E-1 Te-134 1.1E-2 Cs-138 3.7E-1 Ba- 4.7E-1 Cr-51 1.3E-3 Ba-140 1.0E-3 Mn-54 6.7E-4 La-140 3.1E-4 Mn-56 1.7E-1 Ce-141 1.6E-4 Fe-55 5.0E-4 Ce-143 1.4E-4 Fe-59 1.3E-4 Pr-143 1.5E-4 Co-58 1.9E-3 Ce-144 1.2E-4 Co-60 2.2E-4 Pr-144 1.2E-4

Desain didasarkan pada 0,25% cacat bahan bakar digunakan untuk memastikan suatu sistem nilai desain yang konsisten untuk sistem pengolahan limbah radioaktif. Untuk angka keamanan, sistem pengolahan limbah radioaktif cair dan gas dirancang memiliki kemampuan untuk mengolah limbah yang ditimbulkan akibat kerusakan bahan bakar mencapai 1,0%. Tritium

Tritium yang timbul di dalam pendingin reaktor disebabkan antara lain[7]:

- Pembentukan produk fisi dalam bahan bakar (ternary fission) membentuk tritium yang akan berdifusi ke air pendingin melalui kelongsong bahan bakar yang cacat

- Reaksi neutron dengan boron yang terlarut dalam pendingin reaktor - Absorber neutron dapat bakar

- Reaksi neutron dengan litium yang dapat larut dalam pendingin reaktor - Reaksi neutron dengan deutrium dalam

pendingin reaktor.

Dua proses pertama merupakan penyumbang utama tritium dalam pendingin reaktor, kemungkinan reaksi aktivasi terjadinya tritium. Tritium yang ada dalam pendingin reaktor akan menglami kombinasi dengan hidrogen (yaitu, sebuah atom tritium menggantikan sebuah atom hidrogen dalam sebuah molekul air), sehingga tidak dapat segera dipisahkan dari pendingin dengan metode pemrosesan yang normal (konvensional). Konsentrasi maksimum tritium dalam pendingin reaktor adalah kurang dari 3,5 µCi/g (1,295E+05 Bq/g) sebagai hasil dari kehilangan akibat

kebocoran dan pelepasan terkontrol dari air yang mengandung tritium ke lingkungan.

Nitrogen-16

Aktivasi oksigen dalam pendingin menghasilkan pembentukan N-16 yang merupakan emiter gamma kuat. Karena usia-paruh yang pendek yaitu 7,11 detik, N-16 tidak menjadi masalah di luar pengungkung. Setelah shutdown, N-16 bukan merupakan suatu sumber radiasi di dalam pengungkung.

Aktivitas Pendingin Sekunder

Kerusakan/Cacat tabung generator uap (steam generator) menyebabkan masuknya (difusi) radionuklida dari pendingin primer ke dalam sistem pendinginan sekunder. Konsentrasi radionuklida yang dihasikan dalam pendingin sekunder tergantung pada laju difusi dari pendingin primer ke sekunder, konstanta peluruhan nuklida, dan laju

blowdown generator uap[7]. HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang yang biasanya disebut LILW PLTN ditimbulkan dari pengolahan limbah cair, padat dan gas dari operasi PLTN. LILW-PLTN tidak termasuk limbah bahan bakar nuklir bekas dan limbah dari kegiatan dekomisioning. Pemegang ijin PLTN harus mempersiapkan rencana pengelolaan LILW-PLTN, dimana prinsip-prinsip keselamatan yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

- Limbah yang ditimbulkan harus sekecil mungkin melaui perencanaan yang tepat dan dilakukan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, melakukan kegiatan dekontaminasi, klierens dalam rangka mengurangi limbah yang timbul [8].

- Limbah harus dipisahkan, dikategorikan dan diklasifikasi dengan tepat sehingga memudahkan pengolahan, penyimpanan dan pada saat pembuangan akhir limbah[9]. - Limbah yang aktivitasnya rendah dan

sudah di bawah batas klierens dapat langsung dibuang kelingkungan.

(5)

61 - Limbah yang belum bisa dibuang harus

dikondisikan dan disimpan dengan cara yang tepat dan aman sampai dikirim ke tempat pembuangan akhir atau dilakukan pelepasan ke lingkungan. - Paparan radiasi yang diterima oleh

pekerja yang disebabkan oleh paparan limbah radioaktif harus sekecil mungkin terukur dan dilakukan pencegahan terjadinya penyebaran zat radioaktif di dalam fasiltas pengelolaan limbah radioaktif maupun ke lingkungan.

- Sifat dan jenis limbah radioaktif harus ditandai dan dicatat sehingga informasi tiap paket limbah yang akan dibuang atau disimpan jangka panjang dapat diindentifikasi dengan baik.

Pengolahan Limbah Cair dan Limbah Padat Basah

Limbah cair yang ditimbulkan dari operasi PLTN diolah dengan berbagai cara seperti penukar ion, reverse osmosis dan evaporatsi. Limbah cair dari PLTN antara lain berasal dari pembersihan air pendingin primer, pembersihan kolam penyimpanan bahan bakar dan kebocoran-kebocoran dalam sistem. Jenis Limbah, prosentase limbah radioaktif cair dan cara reduksi volumenya dapat dilihat pada Tabel 2 [10].

Limbah padat basah di beberapa negara biasanya disebut limbah basah terdiri dari konsentrat evaporator, resin bekas, filter bekas penyaringan dan limbah padat yang ditimbulkan dari proses pengolahan limbah cair. Limbah yang mempunyai komposisi kimia, konsentrasi aktivitas atau nuklida, yang berbeda harus diperlakukan terpisah jika limbah yang timbul cukup signifikan jika dibandingkan dengan jumlah limbah secara keseluruhan. Limbah yang berbeda jika jumlah yang timbul dalam jumlah kecil dapat dicampur dengan limbah lain asal tidak menimbulkan masalah pada pengolahan selanjutnya pada proses reduksi limbah.

Kapasitas tangki penyimpanan limbah di dalam instalasi IPLR-PLTN harus cukup dan perlu adanya tangki cadangan hal ini untuk menghindari jika terjadi kerusakan pada salah satu wadah atau kegagalan fasilitas pada fasilitas pengolahan masih ada tangki cadangan sebagai penyimpan sampai masalah dapat diperbaiki. Pada proses penyimpanan limbah cair ini umur paro

limbah harus dipertimbangkan untuk limbah umur pendek disimpan tersendiri sehingga setelah mencapai aktivitasnya dibawah batas klierens dapat dibuang ke lingkungan

Tabel 2. Jenis Limbah, prosentase dan cara reduksi volume limbah cair[10]

Sumber % Cara Konsentrat 0-80 Sementasi Filter 0-25 Dewater, Slurry < 10 Dewatering, Sludge < 10 Sementasi, Resin 0-80 Wadah Solven < 1 Insenerasi

Dalam menyimpan limbah radioaktif cair dan limbah radioaktif basah perlu diperhatikan hal-hal seperti korosi perlu dipersiapkan pencegahannya untuk menjamin sistem keselamatan. Terjadinya korosi pada tangki wadah limbah perlu dicegah sehingga tidak ada limbah yang bocor keluar. Kemungkinan terbentuknya sedimen dan kristalisasi pada bagian bawah tangki perlu dihindari dengan dipasang pengaduk karena terjadinya sedimen dapat mempersulit perawatan lebih lanjut. Pemilihan metode pengolahan dan kondisioning limbah cair harus didasarkan pada pertimbangan dan persyaratan operasional keselamatan dan keamanan Tangki penampung resin bekas harus dapat menampung jumlah resin bekas yang berasal dari minimal 2 batch bejana dari sumber limbah resin yang terbesar.

Limbah cair yang diolah dengan evaporator menghasilkan konsentrat dengan kadar garam sekitar 150-400 kg/m3 [Gambar 1][11]. Komposisi kimia konsentrat evaporator tercantum dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia konsentrat evaporator [9] Parameter PLTN 1000 MWE pH 11,5-13,5 H3BO3 [kg/m3] 80-200 Na [kg/m3] 40-200 NO3 [kg/m3] 20-170 Organics COD [kg/m3] 10-40 Activity [GBq/m3] 1-10

(6)

Untuk mengurangi jumlah limbah yang timbul maka limbah cair dan limbah basah sebagian dapat digunakan kembali (reuse) melalui pengunaan kembali air pendingin, asam borat, resin yang telah diregenerasi atau pemurnian [12]. Penggunaan kembali air pendingin, asam borat dan resin akan mengurangi jumlah

limbah yang timbul dan menguntungkan. Asam borat dan resin penukar ion yang harganya sangat mahal dengan penggunaan kembali ini akan menguntungkan secara ekonomis. Tipe, sumber timbulnya limbah radioaktif cair dan cara pencegahannya ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tipe, sumber timbulnya limbah radioaktif cair dan cara pencegahannya[9] Tipe Limbah Tempat Timbulnya Pencegahan

Cairan selain organik

Sistem pendingin reaktor Mengurangi kebocoran pompa dan

valve

Kebocoran sistem primer-ke sekundeR

Mengurangi kebocoran sistem primer

Kebocoran pada sistem bantu Mengurangi kebocoran sistem bantu Sistem purifikasi blow down

generator

Melepaskan air regenerasi yang tidak aktif

Pengeluaran air purifikasi Optimasi proses regenerasi

Regenerasi resin Meningkatkan kualitas prosedur dan operasional

Dekontamisi • Mengurangi konsentrasi larutan • Menggunakan prinsip ALARA • Penggunaan control jarak jauh Proses pencucian (laundry) • Optimasi baju pelindung

• Mengurangi konsentrasi larutan Tangki monitor Pelepasan efluen aktivitas rendah Laboratorium Optimasi pekerjaan

Solven Operasional perawatan dan

laboratorium • Pemisahan • Penggantian dengan yang larut dalam air

• Regenerasi Minyak pelumas

(oli)

Kebocoran dari peralatan • Perbaikan kebocoran • Sentrifugasi

• Dekontaminasi

Resin Sistem purifikasi • Penggunaan resin yang efisien • Ultrafiltrasi

• Reverse osmosis • Hindarkan kebocoran

(7)

63 Gambar 1. Sistem evaporasi [11]

Untuk mengurangi jumlah limbah yang timbul maka limbah cair dan limbah basah sebagian dapat digunakan kembali (reuse) melalui pengunaan kembali air pendingin, asam borat, resin yang telah diregenerasi atau pemurnian [12]. Penggunaan kembali air pendingin, asam borat dan resin akan mengurangi jumlah limbah yang timbul dan menguntungkan. Asam borat dan resin penukar ion yang harganya sangat mahal dengan penggunaan kembali ini akan menguntungkan secara ekonomis. Tipe, sumber timbulnya limbah radioaktif cair dan cara pencegahannya ditunjukkan pada Tabel 4.

Sistem Pengolahan Limbah Gas (SPLG) Sistem pengolahan limbah gas dirancang sehingga ruang simpan dapat digunakan kembali, berfungsi sebagai tempat peluruhan, kontrol, pelepasan dll. Gas-gas yang timbul diolah sampai konsentrasi dan kuantitasnya dapat diturunkan sehingga dosis yang diterima oleh publik di sekitar unit pembangkit akibat pembuangan limbah gas oleh unit pembangkit tersebut memenuhi standar yang ditentukan. Limbah gas nitrogen yang berasal dari gas ventilasi dari tiap tangki yang menggunakan nitrogen sebagai cover

gas dan gas ventilasi dari tiap peralatan diberi tekanan dan dimampatkan dengan kompresor, gas limbah selanjutnya disimpan sementara di dalam tangki-tangki gas (gas

surge tanks) selanjutnya limbah gas diolah dengan menggunakan karbon aktif. Limbah

gas yang sudah diolah dan mengalami peluruhan sampai memenuhi baku mutu yang ditentukan maka gas tersebut dapat dilepas ke lingkungan melalui sistem ventilasi yang telah diberi filter dan selalu dimonitoring konsentrasi bahan radioaktifnya[13].

Gas hidrogen diinjeksikan secara terus-menerus ke dalam tangki pengatur volume, gas yang mengandung produk fisi dapat dibuang melalui cerobong ventilasi setelah dilewatkan melalui filter-filter pada sistem ventilasi. Limbah gas yang mengandung bahan radioaktif juga dilewatkan pada sistem holdup gas mulia karbon aktif sehingga mengalami peluruhan. Setelah limbah mengalami peluruhan dan memenuhi kriteria maka dapat dilepaskan ke lingkungan. Sistem pengolahan limbah gas hidrogen dirancang dengan tujuan untuk mencegah timbulnya ledakan gas hidrogen dengan sirkulasi udara pada tiap ruangan.

Komponen yang dipasang pada bangunan pendukung yang mempunyai sistem sirkulasi udara dan dikontrol pada tekanan atmosfir. Sistem pengolahan limbah gas terdiri dari satu tangki drain utama, dua alat pengering limbah gas, dua tangki

charcoal, empat tangki tunda berisi arang, satu High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter dan pipa-pipa termasuk valve-valve dan instrumentasi. Sistem pengolahan limbah gas menggunakan charcoal pada suhu lingkungan untuk menunda gas radioaktif yang melintasi sistem. Desain operasi untuk

(8)

banyaknya arang yang ditempatkan dalam tangki harus cukup untuk menyerap sedikitnya 45 hari untuk waktu tunda Xenon dan sedikitnya 3.5 hari untuk waktu tunda Kripton. Kondisi alat pengering limbah gas dipasang pada pengolah gas untuk menjaga embun dan temperatur sehingga gas dapat mencapai tangki karbon aktif. Semua kondensasi cairan yang terbentuk di dalam proses gas utama pada bangunan pendukung dan di dalam SPLG masuk melalui pipa-pipa dikumpulkan di dalam tangki drain utama pada SPLG. Tangki juga digunakan untuk mengumpulkan air kondensasi yang dipindahkan dari alat pengering limbah gas. Alat pengering limbah gas dingin dari kondensasi dan tangki penundaan digunakan untuk menghilangkan uap air pada titik embun di bawah 46oF (7.8oC) sebelum gas masuk melalui penyaring awal. Sensor kelembaban alat pengering limbah gas disediakan untuk mendeteksi kehilangan embun. Tangki awal yang berisi karbon aktif (charcoal guard) dipasang sebelum gas masuk tangki tunda utama. Tangki awal (guard bed) dipasang untuk melindungi tangki tunda charcoal utama dari banyaknya embun (moisture) yang masuk. Radionuklida-radionuklida berumur pendek dan Iodium ditangkap untuk peluruhan di tangki arang awal. Setelah melewati tangki peluruhan, limbah gas mengalir melalui penyaring partikulat (HEPA), termasuk debu arang, ditangkap kemudian dipindahkan ke sistem bangunan

heating, ventilation, and air conditioning

(HVAC).

Sistem pengolahan limbah gas beroperasi pada tekanan sedikit di bawah tekanan atmosfer dengan demikian akan membatasi potensi untuk keluarnya gas akibat kebocoran. Kebocoran pada SPLG melalui sambungan pengelasan dan sambungan pipa-pipa dapat dikurangi dengan cara dilakukan pemeliharaan yang baik. Semua katup kendali dilengkapi dengan seal untuk memperkecil kebocoran sampai valve bagian atas. Alat analisis gas digunakan untuk mendeteksi pembentukan campuran gas sehingga dapat diketahui campuran gas yang akan menyebabkan terjadinya bahaya ledakan. Alat analisis ini mengambil contoh gas secara terus menerus dari SPLG tetapi juga mengambil sampel dari sistem yang lain yaitu, pemanas gas, tangki pengatur volume, dan tangki aliran dari reaktor. Bagian ventilasi gedung SPLG

dirancang untuk mengumpulkan limbah gas dari semua aktivitas yang berpotensi mencemari wadah atau kontainmen dalam bangunan bantu, gedung turbin dan compound building. Pengeluaran pada sistem kondenser dimonitor apabila sudah dibawah ketentuan yang berlaku selanjutnya dilepas ke lingkungan melalui melalui unit ventilasi.

Sistem Pengelolaan Limbah Padat (SPLP) Sistem pengelolaan limbah padat dirancang untuk mengolah limbah padat yang terkompaksi, tidak terkompaksi, terbakar, tidak terbakar atau limbah basah yang sudah dilakukan dewatering sehingga tinggal limbah padatnya saja. Pada proses

dewatering ini cairan-cairan yang timbul selama proses dewatering dikirim ke SPLC untuk diproses sebelum dilakukan pembuangan ke lingkungan, sedangkan limbah padatnya dikirim ke SPLP. Gas-gas yang timbul selama proses pengelolaan limbah padat kering dibuang lewat sistem VAC off gas. Area kompaktor limbah padat dilengkapi dengan satu sistem filtrasi udara seperti HEPA filter dll. Sistem filtrasi ini untuk mencegah terjadinya pelepasan gas yang bisa menyebabkan kontaminasi ke lingkungan.

Tempat pengelolaan limbah padat dirancang agar dapat menampung limbah radioaktif yang ada jika terjadi kegagalan dalam sistem pengelolaan limbah. Sistem pengelolaan limbah padat dirancang dengan kapasitas maksimal dan ruang simpan cukup untuk mengakomodasi limbah yang masuk dan disediakan pula ruang tambahan untuk penempatan temporary equipment jika suatu saat dilakukan modifikasi.

Sistem juga harus mampu menjembatani hasil desain yaitu antara kejadian saat operasi dan perawatan berdasarkan prinsip ALARA. Agar perawatan dapat dilakukan secara kontinyu dan terpelihara maka sistem pengelolaan limbah padat dilengkapi fasilitas yang cukup memadai seperti crane, monoril, toolkit, dan ruangan yang memadai. Pada kondisi operasi normal maka semua aktivitas dikendalikan dari ruang kontrol yang terpusat. Pada kondisi ini operator yang berada di daerah radiasi rendah dilengkapi pula dengan video kamera dan shielding jika diperlukan.

(9)

65 Limbah padat seperti filter yang

digunakan menangkap partikulat atau radionuklida dalam SPLG harus dapat diolah sampai diimobilisasi yang memenuhi standar pengangkutan dan penerimaan pada fasilitas penyimpanan yang diizinkan. Semua limbah padat yang dikirim ke fasilitas penyimpanan sementara selanjutnya dilakukan pengepakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Limbah padat terbakar dimasukkan dalam kotak sebelum diolah dengan insenerator. Abu hasil insenerasi diimobilisasi dengan bahan semen selanjutnya disimpan dalam penyimpanan sementara[14,15].

Limbah padat yang sudah diimobilisasi diklasifikasikan menurut persyaratan yang telah ditetapkan oleh badan pengawas. Prosedur pengolahan harus dikembangkan oleh operator pemilik IPLR-PLTN dimana prosedur yang dibuat meliputi batas-batas parameter proses seperti waktu pengendapan, waktu drain, waktu pengeringan dan sebagainya. Sistem pengelolaan limbah padat dirancang sebaik mungkin sehingga memenuhi standar yang berlaku jika terjadi kecelakaan pada sistem. Jika terjadi satu kegagalan komponen utama pada SPLP, maka akibat kecelakaan harus dapat ditahan oleh struktur bangunan. Struktur bangunan SPLP yang dibangun harus tahan gempa dan cukup kuat secara konstruksi.

Analisa dilakukan untuk mengevaluasi pengumpulan, kapasitas simpan SPLP yang didasarkan pada karakteristik-karakteristik sebagai berikut : 1. Frekuensi, volume dan jumlah limbah

padat yang akan diproses di dalam SPLP sebelum dilakukan penyimpanan akhir.

2. Frekuensi, volume dan jumlah filter yang akan diproses di dalam SPLP sebelum dilakukan penyimpanan akhir. 3. Prosedur operasi harus mampu

meminimalisasi limbah padat yang timbul

Limbah radioaktif yang sudah diproses selanjutnya dikirim ke lokasi penyimpanan sementara sebelum dilakukan disposal dan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang sudah ditetapkan. Sifat, prosentase limbah padat dan cara pengolahan ditunjukkan Tabel 5.

KESIMPULAN

Pembangunan PLTN sebagai penyedia energi listrik sebagai pendukung pembangunan nasional sangat diperlukan. Pembangunan PLTN harus didukung dengan fasilitas pengolahan limbah yang handal sehingga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap kehadiran PLTN. Peningkatan kemampuan SDM dalam mengelola limbah PLTN harus disiapkan sejak dini sebelum PLTN tersebut dibangun. Pengolahan limbah radioaktif gas dilakukan melalui HEPA filter yang dipasang pada instalasi sehingga semua partikulat radioaktif dapat tertangkap oleh HEPA dan udara yang keluar merupakan di bawah baku mutu lingkungan. Selanjutnya HEPA filter diolah sebagai limbah padat. Limbah cair yang ditimbulkan dari operasi PLTN diolah dengan berbagai cara seperti penukar ion, evaporasi, membran dan pengolahan kimia. Limbah cair yang sudah terkonsentrasi menjadi volume yang lebih kecil selanjutnya diimobilisasi. Sistem pengelolaan limbah padat dilengkapi dengan fasiltas pemilahan, kompaksi dan insenerasi. Pada kasus limbah radioaktif mempunyai level tinggi teknik penanganan dengan remote digunakan untuk sortir limbah sedangkan limbah dengan aktivitas rendah dapat ditangani langsung secara normal. Limbah yang dapat dikompaksi dimasukkan dalam drum 100 dan 200 liter Drum yang sudah terisi penuh selanjutnya ditutup dan dikirim ke fasiltas kompaksi. Semua limbah yang sudah diolah dikirim ke fasilitas penyimpanan sementara sebelum dibuang (disposal).

(10)

Tabel 5. Sifat, prosentase limbah padat dan cara pengolahan [9] Sumber dan Sifat Limbah % Komposisi Cara pengolahan

Terbakar 40-80 Insenerasi

Terkompaksi tak terbakar 20-60 Superkompaksi

Metal 5-30 Pelelehan/dekontaminasi

Kayu 0-15 Insenerasi

Rak bahan bakar < 1 Pelelehan/dekontaminasi Isolasi panas < 3 Superkompaksi

Filter udara < 3 Superkompaksi Karbon aktif < 3 Kondisioning

Beton < 1 Disposal/kondisioning

Tanah < 1 Disposal/kondisioning

Absorber Pelumas, minyak < 1 Insenerasi

PUSTAKA

1. Undang-Undang Ketenaga Nukliran, (1997)

2. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor 5 tahun 2010, tentang rencana pembangunan jangka menengah tahun 2010-2014.

3. RENSTRA BATAN 2010-2014, Badan Tenaga Nuklir Nasional (2010)

4. RENSTRA PTLR 2010-2014, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (2010) 5. U.S. NUCLEAR REGULATORY

COMMISSION., AP1000,

Westinghouse, (2006)

6. OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY., GALE86 - Calculation of Routine Radioactive Releases in Gaseous and Liquid Effluents from Boiling Water and Pressurized Water Reactors, CCC-506, Updated (1987)

7. J.E. PHILLIPS and C.E. EASTERLY., Sources of Tritium, Nuclear Safety, 22(5): 612-626, September - October (1981).

8. Pedoman Penerapan dan Pengembangan Sistem Energi Nuklir Berkelanjutan di Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (2006)

9. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY., Classification of Radioactive Waste, IAEA-Safety Standards, (2009)

10. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY., Improvements of radioactive waste management at WWER nuclear power plants, IAEA-TECDOC-1492, (2006)

11. NUKEM Technologies GmbH., Evaporation of Radioactive Liquids, (2007)

12. N. P. JACOB, J. F. KRAMER., Improved PWR Waste Liquid Processing Using Zeolite and Organic Ion-Exchange Materials, EPRI NP-5991, Electric Power Research Institute, September, (1988)

13. KOREA HYDRO NUCLEAR POWER, OPR 1400, Korea, 2002

14. NUKEM Technologies GmbH., Incineration of Radioactive Waste, (2007)

15. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Design and Operation of Radioactive Waste Incineration Facilities., IAEA-SAFETY GUIDES, VIENNA, 1992

Gambar

Tabel 1.  Aktivitas Pendingin Primer pada  Operasi Normal[7].  Nuklida  Aktivita s  Nuklida  Aktivitas  Kr-83m  1.8E-1  Rb-88  1.5  Kr-85m  8.4E-1  Rb-89  6.90E-2  Kr-85  3  Sr-89  1.1E-3  Kr-87  4.7E-1  Sr-90  4.9E-5  Kr-88  1.5  Sr-91  1.7E-3  Kr-89  3.5
Tabel 1.  Aktivitas Pendingin Primer pada  Operasi Normal (Lanjutan) [7]
Tabel 2. Jenis Limbah, prosentase dan cara  reduksi volume limbah cair[10]
Tabel 4. Tipe, sumber timbulnya limbah radioaktif cair dan cara pencegahannya[9]

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari kuesioner FFQ (food frequency questionnaire) makanan dan minuman beresiko yaitu makan pedas, makanan asam dan

Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah Aplikasi berbasis Android yang dapat digunakan untuk mencari lokasi Objek Wisata Di Kota palopo untuk para wisatawan baik lokal

Dari urain di atas bahwa ada perbedaan antara Grameen bank dengan al- Qard} al-Hasan diman Grameen bank menggunakan sistem bunga sedangkan al- Qard} al-Hasan tidak

Hubungan Pola Makan dan Stres dengan Kejadian Gastritis.. pada Pasien yang Berobat di

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp:1805- 1810... Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 48 Ervianti

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi

Data perencanaan yang digunakan dalam penilitian adalah data kajian eksperimental dari penilitian yang sudah ada yaitu “kajian eksperimental pengaruh dinding bata

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut; (1) karakteristik pekerjaan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja, (2)