• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Pasolong (2007), efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan istilah ini sebagai hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.

Menurut Kurniawan (2008), efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Sementara Effendy (2003) menyebutkan bahwa efektivitas adalah komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.

Berdasarkan pendapat di atas efektivitas adalah suatu komunikasi yang melalui proses tertentu, secara terukur yaitu tercapainya sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah orang yang telah ditentukan. Apabila ketentuan tersebut berjalan

(2)

dengan lancar, maka tujuan yang direncanakan akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan.

2.1.2 Ukuran dan Pendekatan Efektivitas

Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978), yaitu : (1) Kejelasan akan tujuan yang hendak dicapai, agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai tujuan organisasi dan sasaran yang terarah; (2) Kejelasan strategi untuk mencapai tujuan, dalam melakukan berbagai upaya untuk mencapai sasaran yang ditentukan agar tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi; (3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional; (4) Perencanaan yang matang, penyusunan program yang tepat suatu rencana yang

(3)

baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja; (5) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, Indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif; (6) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya; dan (7) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Menurut Lubis dan Huseini (1987), menyebutkan 3 (tiga) pendekatan utama dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu : (1) Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input, pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi; (2) Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi; dan (3) Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

2.2 Corporate Social Responsibility

2.2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility

Wibisono (2007) mengartikan bahwa “CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi

(4)

kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya”. Darwin (2004) dalam Rimba (2010) mengartikan bahwa “Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum”.

Chambers dalam Rahman (2009) mengartikan bahwa “CSR merupakan melakukan tindakan sosial (termasuk keperdulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan Undang-Undang)”. Sedangkan Trinidad & Tobacco Bureau of Standars dalam Rahman (2009) menyatakan bahwa “CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan ikhlas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

(5)

2.2.2 Komponen Utama Corporate Social Responsibility

Menurut Wibisono (2007), CSR terdiri dari beberapa komponen utama yaitu perlindungan lingkungan, perlindungan dan jaminan karyawan, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, kepemimpinan dan pemegang saham, penanganan produk dan pelanggan, pemasok (supplier), serta komunikasi dan laporan.

a) Perlindungan lingkungan

Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud kontrol sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Lingkungan tempat usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai terjadi kerusakan. Sehingga, eksistensi perusahaan juga dapat terjamin. Contohnya: pengelolaan limbah yang dihasilkan sebagai residu dari proses produksi harus terlebih dahulu di netralisir sebelum akhirnya dibuang.

b) Perlindungan dan jaminan karyawan

Tanpa karyawan perusahaan sudah dapat dipastikan tidak mampu menjalankan kegiatannya. Kesejahteraan karyawan merupakan hal mutlak yang menjadi tolak ukur bagi perusahaan dalam menghargai karyawannya. Pada saat karyawan merasa bahwa dirinya bersinergi dengan perusahaan hal ini akan berdampak positif bagi perusahaan. Perusahaan memberikan imbalan yang sesuai maka karyawan akan memberikan kontribusi yang positif, dan bekerja keras demi perusahaan yang telah berjasa baginya. Contohnya: pelatihan.

(6)

c) Interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat

Peran masyarakat dalam menentukan kebijakan perusahaan penting. Sehingga perusahaan dengan masyarakat sekitarnya harus menjaga harmonisasi agar bersinergi. Pada saat masyarakat lokal memboikot keberadaan perusahaan ini merupakan masalah yang serius bagi keberlanjutan usaha. Contoh kegiatan yang dapat mengakomodasi faktor ini adalah memperkerjakan native atau penduduk lokal.

d) Kepemimpinan dan pemegang saham

Pemegang saham merupakan pihak yang paling memiliki kepentingan terhadap pencapaian keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan mereka telah berinvestasi dan mengharapkan hasil investasi yang paling maksimal dari saham yang mereka miliki. Contohnya: semua informasi tentang program yang dilakukan perusahaan dapat melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non finansial.

e) Penanganan pelanggan dan produk

Pelanggan adalah raja merupakan pepatah yang benar adanya. Pada saat pelanggan merasa puas dengan produk yang dihasilkan maka mereka akan repeat order. Hal ini yang membuat bisnis dapat terus bergulir dan keuntungan dapat dinikmati. Pada saat hal-hal yang mendetail mengenai pelanggan diabaikan mereka akan melakukan brandswitching. Hal ini yang akan membuat perusahaan mengalami kerugian. Contoh : menanggapi keluhan pelanggan dengan menyediakan customer service yang mudah diakses.

(7)

f) Pemasok (supplier)

Pemasok merupakan pihak yang menguasai jaringan distribusi. Hubungan yang baik dengan pemasok menguntungkan perusahaan. Karena pemasok telah mengetahui keinginan perusahaan dan memenuhinya. Contohnya : komunikasi dengan pemasok.

g) Komunikasi dan laporan

Keterbukaan terhadap komunikasi dan pelaporan yang tercermin melalui sistem informasi akan membantu dalam pengambilan keputusan. Diperlukan keterbukaan informasi material dan relevan bagi stakeholder. Contohnya : mencantumkan pengungkapan kontribusi sosial ke dalam laporan tahunan.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Corporate Social Responsibility

Menurut Chatrine (2008), pada umumnya implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

a) Komitmen Pemimpin Perusahaan

Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial tidak akan memperdulikan aktivitas sosial. Perusahaan secara keseluruhan sebaiknya meyakini bahwa CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan usaha. Dengan kata lain, CSR bukan lagi dilihat dari sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) di masa mendatang. Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktivitas sampingan atau suatu hal yang dapat dikorbankan demi mencapai efisiensi. Namun CSR telah menjadi bagian penting dalam perusahaan, dimana CSR jika disikapi secara strategis dapat digunakan untuk

(8)

memperbaiki konteks kompetitif perusahaan yang berupa kualitas lingkungan bisnis tempat perusahaan beroperasi.

b) Ukuran dan Kematangan Perusahaan

Perusahaan besar dan mapan memiliki peran yang lebih besar untuk memberikan kontribusi daripada perusahaan kecil dan belum mapan. CSR adalah wujud kesadaran perusahaan yang merupakan bagian dari masyarakat, dimana sebaiknya antara perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme sehingga tercipta harmonisasi hubungan bahkan meningkatkan citra dan performa perusahaan.

c) Regulasi dan Sistem Perpajakan

Regulasi dan penataan sistem pajak yang kacau akan memperkecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Peran aktif pemerintah sangat diperlukan sehingga perusahaan dapat menjadi penolong dalam mengatasi masalah sosial yang ada di negara ini. Bisa dipastikan pemerintah tidak akan sanggup mengatasi berbagai permasalahan sosial secara sepihak. Untuk itu, sekecil apapun kedermawanan yang diberikan oleh perusahaan akan sangat besar artinya bagi pemerintah maupun masyarakat. Jika sistem regulasi kondusif dan insentif pajak semakin besar diberikan akan lebih berpotensi dalam memberikan semangat pada perusahaan untuk berkontribusi pada masyarakat.

2.2.4 Ukuran Efektivitas Program Corporate Social Responsibility

Menurut Wibisono (2007), untuk melihat sejauh mana efektivitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya. Setidaknya, ada

(9)

dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan, yaitu : 1) Indikator internal; dan 2) Indikator eksternal.

1) Indikator internal, terdiri dari :

a. Ukuran Primer, antara lain : (1) Minimize, yaitu meminimalkan perselisihan, konflik, atau potensi konflik antara perusahaan dan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif; (2) Asset, yaitu aset perusahaan yang terdiri dari pemilik, pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik, dan fasilitas pendukungnya agar terjaga dan terpelihara dengan aman; dan (3) Operational, yaitu seluruh kegiatan perusahaan dapat berjalan aman dan lancar.

b. Ukuran Sekunder, antara lain : (1) Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL, BUMN); dan (2) Tingkat complience pada aturan yang berlaku.

2) Indikator eksternal, terdiri dari :

a. Indikator Ekonomi, antara lain: (1) Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum; (2) Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis; dan (3) Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan.

b. Indikator Sosial, antara lain: (1) Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial; (2) Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat; dan (3) Tingkat kepuasan masyarakat.

(10)

2.2.5 Alternatif Program Corporate Social Responsibility Bidang Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup RI (2011), mewujudkan harmonisasi antara perusahaan dan lingkungan sebagai komitmen dari dunia usaha untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Adapun CSR bidang lingkungan yang dikembangkan terdiri dari tujuh alternatif, antara lain: 1) Produksi Bersih; 2) Kantor Ramah Lingkungan (Eco Office); 3) Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle); 4) Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi; 5) Energi Terbarukan (Renewable Energy); 6) Adaptasi Perubahan Iklim; dan 7) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).

1) Produksi Bersih

Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut, memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan. Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan

(11)

upaya ini akan menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan.

Fokus kegiatan produksi bersih adalah efisiensi penggunaan sumber daya, seperti : (1) Penghematan dan peningkatan produktivitas; (2) Penurunan jumlah sampah, limbah dan emisi; dan (3) Penurunan eksploitasi penggunaan pelaksanaan produksi bersih.

Upaya produksi bersih secara garis besar terdiri dari : (1) Efisiensi penggunaan bahan baku dan bahan pembantu; (2) Efisiensi air; (3) Efisiensi energi; dan (4) Upaya pengelolaan limbah di dalam perusahaan.

Penerapan produksi bersih harus di tekankan pada sustainability (keberlanjutan) sehingga tidak hanya bersifat sporadis dan sementara. Untuk itu proses penerapan produksi bersih harus meliputi : (a) Komitmen manajemen puncak; (b) Tersedianya sumber daya manusia; (c) Perencanaan; (d) Pelaksanaan dan pelaporan; (d) Standarisasi atau pembakuan; dan (e) Tersedianya pelaporan dan pemantauan secara berkala.

2) Kantor Ramah Lingkungan (Eco Office)

Dengan mengadopsi konsep Kantor Ramah Lingkungan dapat tercapai efisiensi biaya, peningkatan produktivitas kerja dan tercipta lingkungan kantor yang bersih, sehat, aman dan nyaman. Kantor Ramah Lingkungan memiliki tiga ruang lingkup, yaitu: Perlengkapan dan Peralatan Kantor, Energi dan Air, Pengolahan Sampah.

(12)

Beberapa kegiatan Kantor Ramah Lingkungan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan dalam kegiatan CSR adalah sebagai berikut : (a) Mengimplementasikan desain gedung green building dengan menggunakan passive solar energy dalam lingkungan kerja; (b) Melakukan penghematan kertas; (c) Menggunakan alat elektronik yang hemat listrik dan air; (d) Memasang dan menggunakan toilet dengan aliran kecil; (e) Mendukung penggunaan teknologi yang paling tepat dalam melakukan pengelolaan lingkungan; (f) Meningkatkan estetika lingkungan (landscape); (g) Mendukung program ekolabel, pengadaan barang dan jasa berbasis lingkungan (green procurement); (h) Menanam tanaman yang tidak memerlukan penyiraman terlalu sering; dan (i) Memilah sampah dan mendaur ulang kertas bekas pakai.

3) Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R (Reduce, Reuse and Recycle) Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan. Salah satu solusi pengelolaan sampah, sebagaimana termaktub dalam UU No. 18/2008 tentang pengelolaan Sampah adalah penerapan sistem 3R atau reuse, reduce and recycle (3R). Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.

Beberapa kegiatan pengelolaan sampah melalui 3R yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut : (a) Melakukan identifikasi jenis sampah

(13)

yang ada di sekitar usaha perusahaan yang mencakup dari sumber sampah, sifat sampah dan bentuk sampah; (b) Melakukan identifikasi sampah yang dihasilkan; (c) Menyusun program pengelolaan sampah yang mengadopsi jenis sampah; eksternalitas perusahaan, prinsip 3R dan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan; (d) Mengembangkan program pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan nilai ekonomis sampah; (e) Melaksanakan management community based waste, seperti pemilihan sampah bersama masyarakat dan pembuatan kompos bersama atau oleh masyarakat; dan (f) Melakukan pengembangan produk masyarakat menggunakan konsep 3R.

4) Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi

Konservasi SDA dan Energi adalah suatu usaha dan kegiatan mengurangi penggunaan SDA dan energi atau terpeliharanya keanekaragaman hayati baik yang dilakukan oleh kegiatan yang memproduksi barang maupun jasa. Konservasi SDA dan energi dapat mengurangi proses eksplorasi dan eksploitasi SDA berupa bahan bakar, bahan tambang mineral dan bahan kimia B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang saat ini jumlahnya semakin terbatas. Selain itu konservasi SDA dan energi juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati yang dapat memberi pengaruh positif terhadap ekosistem sehingga dapat mencegah bencana alam.

Beberapa kegiatan SDA dan energi yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan dalam rangka CSR, yakni : (a) Melakukan kegiatan/upaya penghematan dalam menggunakan energi dan bahan bakar sehingga dapat mengurangi timbulnya Gas Rumah Kaca (GRK); (b) Melakukan kegiatan/upaya penghematan dalam menggunakan air; (c) Melakukan kegiatan/upaya

(14)

pengurangan (efisiensi) bahan baku (SDA); (d) Melakukan kegiatan/upaya mengganti bahan baku yang tidak ramah lingkungan menjadi bahan ramah lingkungan; (e) Melakukan kegiatan/upaya dan aktivitas yang terkait dengan keanekaragaman hayati; (f) Melakukan pendampingan masyarakat sebagai upaya menjaga zona perlindungan hutan; (g) Melakukan pemberdayaan masyarakat desa hutan berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan lingkungan; (h) Membuat taman keanekaragaman hayati; (i) Melakukan perlindungan satwa dan puspa bersama masyarakat, pelestarian penyu dan rehabilitasi dan konservasi terumbu karang; (j) Melakukan pembuatan sumur resapan dan penampungan air hujan; dan (k) Melakukan pelatihan pembibitan tanaman bersama masyarakat.

5) Energi Terbarukan (Renewable Energy)

Kegiatan Energi Terbarukan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan, antara lain : (a) Menggunakan sumber energi terbarukan dalam proses produksi; (b) Membangun dan menyediakan sarana/infrastruktur energi terbarukan bagi masyarakat; (c) Melakukan penelitian-penelitian yang terkait dengan pengembangan Energi Terbaru; (d) Melakukan konversi limbah biologi menjadi sumber energi terbarukan; (e) Memelihara ketersediaan energi dan meningkatkan kualitas dan keanekaragamannya; dan (f) Melakukan upaya pengembangan energi alternatif bersama masyarakat.

Kegiatan CSR yang dilakukan dengan konsep Energi Terbarukan merupakan suatu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap alam dan lingkungan hidup, karena kegiatan ini mengurangi proses eksplorasi dan eksploitasi sumber energi fossil yang saat ini jumlahnya semakin terbatas. Energi

(15)

Terbarukan juga dapat mengurangi dan mencegah meningkatnya emisi penyebab gas rumah kaca yang dapat mempengaruhi perubahan iklim global. Kegiatan CSR bidang lingkungan dengan konsep energi terbarukan dimulai dari identifikasi peluang pengembangan atau penelitian energi tersebut. Sebagai contoh suatu perusahaan yang berada di daerah yang jauh dari penduduk. Perusahaan tersebut memiliki konsumen yang tinggal disuatu daerah dekat dengan laut (nelayan) dengan kondisi kekurangan energi atau belum mendapat jaringan listrik. Akan tetapi daerah tersebut memiliki kecepatan angin cukup besar yang potensial untuk dikembangkan sebagai tenaga listrik. Dengan demikian maka perusahaan dapat mengembangkan energi angin di daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik. Penggunaan energi angin juga tidak menimbulkan emisi CO2 dan dalam jangka panjang dapat mengurangi kegiatan penambangan, karena tidak menggunakan bahan tambang dalam operasionalnya.

6) Adaptasi Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan isu yang sangat erat dengan lingkungan. Perubahan iklim terjadi akibat pemanasan global, dimana dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain; terjadinya anomali cuaca yang berdampak pada kekeringan, curah hujan yang sangat tinggi, perubahan musim tanam dan angin ribut serta terjadinya kenaikan muka air laut yang berdampak pada instrusi air laut, rob, dan banjir atau genangan air laut sehingga meningkatkan angka kejadian penyakit menular melalui vektor nyamuk. Salah satu upaya untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim adalah melalui kegiatan adaptasi perubahan iklim yaitu upaya menyesuaikan berbagai kegiatan terhadap terjadinya perubahan iklim.

(16)

Upaya ini bertujuan untuk meminimalisasi dampak yang telah terjadi, mengantisipasi resiko, sekaligus mengurangi biaya yang harus dikeluarkan akibat perubahan iklim.

Fokus kegiatan dalam adaptasi perubahan iklim antara lain : (a) Meningkatkan adaptive capacity dari stakeholder yang terpapar dampak perubahan iklim; (b) Perusahaan dapat melakukan penilaian kerentanan (vulnerability assesment) melalui bantuan biaya studi dan riset kepada masyarakat atau pemda setempat dalam melakukan penilaian kerentanan terhadap perubahan iklim; (c) Perusahaan dapat melakukan upaya penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat terkait dengan upaya adaptasi perubahan iklim; (d) Mengurangi severity (keseriusan) dan probability (peluang) dampak yang terjadi; (e) Perusahaan dapat membantu pemerintah daerah dalam pembuatan tanggul pencegah masuknya air laut kedaratan, atau dengan penanaman pohon mangrove disepanjang pesisir pantai sebagai tanggul alami; (f) Perusahaan dapat membantu pemerintah dan masyarakat dalam pengadaan dan pembinaan penanganan banjir dan rob; (g) Perusahaan dapat melakukan riset tentang tata kota yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam beradaptasi terhadap kenaikan permukaan air laut; dan (h) Perusahaan dapat membantu masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk membuat bak/kolam untuk menampung hujan dan membuat sumur resapan.

7) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk

(17)

peningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Dengan demikian, Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan kunci dari segala upaya membangun kesadaran dan kepedulian tentang arti penting dari pelestarian lingkungan hidup. Sedangkan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup antara lain mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan untuk memperbaiki kualitas hidup. Sebagaimana tujuan tersebut, maka kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup disusun untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak agar berperan dalam pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup untuk pelastarian lingkungan hidup. Memperhatikan konsep dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup maka membangun kesadaran merupakan tahapan penting dari sebuah proses partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Lebih dari sekedar diseminasi pengetahuan dan keterampilan, Pendidikan Lingkungan Hidup juga berfungsi sebagai media penting untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma baru dalam hal interaksi antara manusia dan lingkungan. Oleh karenanya proses pendidikan yang menekankan metode dialogis

(18)

akan lebih mampu mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan berkelanjutan serta menghindarkan konflik yang bersifat destruktif. Keberhasilan pendidikan lingkungan hidup ini secara obyektif dapat dinilai berdasarkan indikator besarnya tingkat perubahan perilaku sasaran terkait di ketiga ranah, yaitu : kesadaran (kognitif), sikap (afektif) dan tindakan (psikomotorik/aksi). Perubahan yang dimaksud sepatutnya dapat berkontribusi pada tingkat katerlibatan individu/ kelompok/komunitas sasaran yang bersangkutan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki ataupun memelihara kualitas lingkungan hidup. Perubahan yang dimaksud sepatutnya dapat berkontribusi pada tingkat keterlibatan individu/kelompok/komunitas sasaran dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki ataupun memelihara kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pendidikan tidak dapat dilakukan secara singkat, tetapi harus berkelanjutan dan holistik. Selain itu perspektif jangka panjang dari para penggiat kegiatan CSR perlu lebih diutamakan daripada kepentingan jangka pendek.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dijalankan ataupun dikembangkan antara lain : (a) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup bagi keluarga pejabat/staf/karyawan dari perusahaan; (b) Mendukung kegiatan green-school, green-campus ataupun green-office; (c) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup di pesantren-pesantren; (d) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup dikalangan organisasi/masyarakat; (e) Pengembangan kurikulum lingkungan hidup dan fasilitas sarana pendidikan lingkungan hidup; dan (f) Mendukung kegiatan-kegiatan lingkungan di berbagai media massa.

(19)

2.3 Hotel

2.3.1 Pengertian Hotel

Hotel memiliki batasan, pengertian, atau definisi yang cukup banyak. Seperti pengertian menurut Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No: KM 37/PW 340/MPPT-86, tanggal 7 Juni 1986, seperti yang tercantum didalam buku Istilah-Istilah Dunia Pariwisata diberikan batasan mengenai hotel sebagai berikut : “Hotel adalah sebagai suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial”. Sedangkan pengertian yang dimuat oleh Grolier Electronic Publishing Inc (1995) yang menyebutkan bahwa : Hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk umum.

2.3.2 Klasifikasi Hotel

Penggolongan jenis hotel seperti yang dijelaskan United States Lodging Industry dalam Sulastiono (2008) dibedakan menjadi tiga golongan, yakni : (1) Residential Hotel, adalah hotel yang bangunannya menyerupai apartemen serta tersedianya layanan yang diperlukan bagi pengunjung; (2) Transit Hotel, atau biasa disebut commercial hotel, biasanya terletak di dalam kota atau pusat perdagangan yang diperuntukkan bagi pengunjung yang melakukan perjalanan bisnis; dan (3) Resort Hotel, biasanya dekat dengan lokasi pariwisata seperti pantai dan pegunungan, yang banyak digunakan oleh mereka yang datang untuk berlibur.

(20)

Menurut Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.3/HK.001/MKP.02 tentang penggolongan kelas hotel, di Indonesia menurut jenisnya hotel dibedakan menjadi dua, yaitu : golongan kelas hotel berbintang dan golongan hotel kelas melati. Berdasarkan peraturan tersebut, golongan kelas hotel dibedakan menjadi lima, yakni hotel berbintang satu sampai dengan hotel berbintang lima. Adapun golongan kelas ini dapat ditingkatkan atau diturunkan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

2.3.3 Penerapan Program Corporate Social Responsibility pada Hotel di Kawasan Pariwisata Ubud

Perkembangan pariwisata menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung meningkat melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi yang dihasilkan. Terjadinya peningkatan pembangunan akomodasi pariwisata seperti hotel, vila dan restoran seiring dengan adanya lonjakan jumlah wisatawan lokal dan asing yang berkunjung ke Bali. Berdasarkan hasil laporan dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2014), jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali sampai dengan bulan November 2014 berkisar 3.418.652 jiwa. Hal ini dikarenakan bahwa Bali merupakan salah satu tujuan pariwisata favorit bagi para wisatawan.

Berawal dari perkembangan hunian wisata di pantai Sanur, untuk mengendalikan perkembangan yang amat pesat, Bali menetapkan 15 Kawasan sebagai daerah akomodasi pariwisata. Salah satu kawasan pariwisata yang sering dikunjungi adalah Gianyar. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 16 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Gianyar, juga telah diatur Kawasan

(21)

Pariwisata Ubud seluas kurang lebih 7.712 ha yang terdiri dari wilayah administrasi desa/kelurahan : Ubud, Kedewatan, Peliatan, Mas, Petulu, Lodtunduh, Sayan, Singakerta di Kecamatan Ubud. Desa Melinggih, Melinggih Kelod, Puhu, Kelusa, Sebagian Buahan dan sebagian Buahan Kaja di Kecamatan Payangan. Desa Keliki, Kenderan dan Tegallalang di Kecamatan Tegallalang.

Dengan keindahan bentang alam yang sejuk, didominasi oleh persawahan, sungai dan bukit-bukit yang indah, sehingga didatangi oleh banyak wisatawan dan investor yang ingin menanam modal demi meraih keuntungan. Demi memenuhi kebutuhan para wisatawan, menyebabkan banyaknya dilakukan pembangunan akomodasi pariwisata, terutama hotel. Berikut rincian perkembangan pembangunan hotel berbintang dan hotel melati, terlihat pada Tabel 2.1.

Berdasarkan data pada Tabel 2.1. terlihat perkembangan jumlah hotel dan kamar di Kabupaten Gianyar terus meningkat. Peningkatan cukup besar terjadi

1. 2009 16 592 142 2168 2. 2010 16 613 145 2157 3. 2011 16 609 142 2188 4. 2012 14 564 147 2237 5. 2013 21 589 193 2793 Tabel 2.1.

Jumlah Kamar, Hotel Berbintang dan Hotel Melati di Kabupaten Gianyar, Tahun 2009-2013

Jumlah kamar dan hotel berbintang (buah)

Jumlah kamar dan hotel melati (buah)

Hotel Kamar Hotel Kamar

Tahun No.

(22)

pada tahun 2013. Dengan begitu, semakin meningkatnya bangunan hotel, tentu peningkatan alih fungsi lahan semakin meluas. Hal inilah yang perlu diperhatikan agar jasa lingkungan yang digunakan dalam pembangunan, dapat dikembalikan serta dijaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan kegiatan CSR bidang lingkungan.

Pelaksanaan kegiatan CSR bidang lingkungan oleh perusahaan dapat dimulai dengan mengkomunikasikan kegiatan CSR melalui penyelarasan kebijakan, penyusunan rencana strategis, pelaksanaan mekanisme kerja hingga pada monitoring, evaluasi dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, perusahaan dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang dapat dilakukan serta bagaimana rangkaian kegiatan CSR dapat secara significant membawa perbaikan dalam pelestarian fungsi lingkungan, dimana pada akhirnya akan menjadi keberlanjutan yang menyeluruh.

Bali Hotels Associations atau BHA merupakan salah satu asosiasi yang kegiatannya berkaitan dengan pengembangan pariwisata, pendidikan, dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. BHA menerapkan pendekatan yang mengakomodasi berbagai stakeholders serta mendukung kerjasama antara masyarakat dan pengusaha dalam rangka tanggungjawab sosial perusahaan. BHA sendiri mengelompokkan anggotanya sesuai dengan cakupan wilayah tertentu. Diantaranya seperti, Nusa Dua, Kuta, Tabanan, Candidasa, Jimbaran, Tanjung Benoa, Sanur, Legian, Tuban, dan Ubud. Dalam kaitannya dengan upaya menjaga lingkungan, BHA telah melakukan berbagai program, seperti : mengurangi penggunaan plastik, dukungan terhadap Program Bali Go Green, membuat

(23)

laporan pemakaian air dan listrik periode 2013, dan melakukan pertemuan tim penghijauan secara rutin.

Beberapa hotel berbintang dan hotel melati di Kawasan Pariwisata Ubud, tergabung dalam BHA, dan telah menjalankan program CSR secara berkala, baik dilakukan berdasarkan kesadaran akan kewajiban suatu pelaksana kegiatan usaha, bersifat sukarela, atau bahkan karena permintaan dari masyarakat sekitar. Akan tetapi, tak pelak juga bahwa beberapa hotel belum mengetahui akan kewajiban melaksanakan program CSR.

Referensi

Dokumen terkait

Pejual telah melaksanakan perjanjian karena sudah menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dioalah esok harinya. Oleh sebab itu, penjual tidak mengembalikan uang

Maka menghadapi sepuluh hari yang kedua dari bulan puasa ini kita dituntut harus benar-benar menghayati masalah-masalah yang bersifat psikologis, seperti sū’ al-zhann (buruk

Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMADE) adalah suatu sistem informasi yang dapat terhubungkan sebagian besar administrasi yang tersedia di Kantor Kecamatan Kota Batu mulai dari

Penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesis bahwa komponen anorganik yang bersifat higroskopis dan mempunyai konduktivitas tinggi (asam bronsted) seperti (H 3 PW 12 O 40

Hasil yang diharapkan yaitu dengan adanya dukungan dari teknologi finansial pada sistem perbankan maka dapat meningkatkan statistik penggunaan M- banking /

Pada penelitian ini telah dilakukan studi mengenai modifikasi struktur permukaan pelat aluminium dengan bubuk besi menggunakan metoda mechanical alloying (MA) yang bertujuan

“Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Ratu (Annona Muricata) Dan Sirsak Hutan (Annona Glabra) Sebagai Potensi Antikanker”.. Bogor: Institut

Pengukuran hasil jarak lompat jauh.. Pelaksanaan tes