• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2017"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2017

FACTORS AFFECTING LIFE QUALITY OF LEPROSY PATIENTS IN CENTRAL MALUKU REGENCY IN 2017

1La Ode Hane, 2A. Arsunan Arsin, 3Stang

1Departemen Epidemiologi, Fakultbas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (email:haneode@gmail.com)

2Departemen Epidemiologi, Fakultbas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (email: arsunan_arsin@yahoo.co.id)

3Departemen Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (email: Stangbios@gmail.com) Alamat Korespondensi: La Ode Hane, SKM Departemen epidemiologi Kota Makassar Hp: 082199731887 Email : (haneode@gmail.com)

(2)

ABSTRAK

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta di kabupaten Maluku Tengah tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain potong lintang. Analisis data digunakan adalah analisis jalur dengan menggunakan sampel sebesar 72 penderita kusta. Hasil penelitian menunjukan kualitas hidup penderita kusta di Kabupaten Maluku Tengah nilai rata-rata 73,40 termasuk dalam kategori sedang. Variabel Tingkat kecacatan (p = 0.000), reaksi kusta (p = 0.041), stigma (p = 0.000). Artinya berpengaruh terhadap depresi, dan variabel tingkat kecacatan (p = 0.040), reaksi kusta (p = 0.000), depresi (p = 0.000). Artinya berpengaruh terhadap kualitas hidup. Sementara variabel stigma tidak signifikan karena nilai (p = 0.147). Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita diperlukan penanganan konseling, terapi kelompok, rehabilitasi fisik dan akupasi untuk mencegah cacat dan penderita bisa melakukan pekerjaan yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya.

Kata kunci : Tingkat kecacatan, reaksi kusta, stigma, depresi, kualitas hidup

ABSTRACT

Leprosy is one of the most contagious diseases that cause very complex problems. The aim of the research wos to determine the factors that affectin the quality of life leprosy patients in Central Maluku Regency in 2017. This research wos an observational analytic study using cross sectional design. The sample consisted of 72 leprosy patients. Data analysis used path analysis. The results of the research indicate that the quality of life of leprosy patients in Central Maluku Regency has an average value of 73.40 including in medium category. Disability level (p = 0.000), leprosy reaction (p = 0.041), and stigma (p = 0.000) variabel have an affect to depression. Disability level (p = 0.040), leprosy reaction (p = 0.000), and depression (p = 0.000 ) variable have an Affect on life quality, while stigma variable insignificantly has an efecf as its value is (p = 0.147). To increase their life quality, leprosy patients needed counseling treatment, group therapy, physical rehabilitation and acupuncture to avoid disability, so the patients can do their work to can increase their life quality.

(3)

PENDAHULUAN

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah dari segi medis, tapi juga meluas ke masalah sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dan juga ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, kesejahteraaan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2015).

Target prevalensi kusta sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk). Dengan demikian prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2015 yang sebesar 0,79 per 10.000 penduduk telah mencapai target program. Pada tahun 2015 dilaporkan 17.202 kasus baru kusta dengan 84,5% kasus di antaranya merupakan tipe Multi Basiler (MB). Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,7% penderita baru kusta berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 37,3% lainnya berjenis kelamin perempuan (Kemenkes, 2016).

Tahun 2016 penderita terdaftar sebanyak 109 dengan Prevalensi Rate (PR) 2,96 per 10.000 penduduk dan penderita kusta baru sebanyak 56 kasus atau 15,21 per 100.000 penduduk. Hasil ini bila dibandingkan dengan indikator Prevalance Rate (PR) sebesar < 1 per 10.000 penduduk dan Case Detection Rate (CDR) < 1 per 100.000 penduduk secara Nasional berarti angka insiden penyakit kusta di Kabupaten Maluku Tengah masih tinggi (Dinkes, 2016a).

Angka penemuan kasus baru kusta/Case Detection Rate (CDR) di provinsi Maluku penderita kusta masih menyebar dan tidak merata dibeberapa kabupaten maupun kecamatan, pada tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 23,03 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014 angka ini mengalami peningkatan yaitu 32,80 per 100.000 penduduk. Menurut jenis kelamin ada 335 (61,47%) penderita berjenis kelamin laki-laki dan 210 (38,53%) adalah perempuan. Sedangkan pada tahun 2015 penemuan penderita kusta baru yaitu 26,50 per 100.000 dengan angka prevalensi panyakit kusta pada tahun 2011-2015 berkisar antara 3,20 hingga 4,30 per 10.000 penduduk (Dinkes, 2016b).

Pengukuran kualitas hidup terhadap penderita kusta diharapkan menjadi dasar pertimbangan dalam intervensi dan penanggulanagan masalah kusta dimana tidak hanya difokuskan pada pemulihan fisik saja tetapi perlu diperhatikan faktor lain yang bisa mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita kusta. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien kusta dapat ditinjau dari faktor penyakit kusta dan faktor

(4)

karakteristik demografi. Faktor penyakit kusta, reaksi kusta, kecacatan, depresi, nyeri neuropatik, dukungan keluarga dan dukungan petugas (Maziyya et al., 2016).

Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta antara lain, jenis kusta yang diderita derajat kecacatan akibat kusta, distres psikologis dan keterbatasan aktivitas akibat komplikasi kusta (Santos et al., 2015), kondisi tempat tinggal dan adanya isolasi dari lingkungan serta adanya stigma yang dialami oleh penderita (Rahayuningsih, 2012).

Penyakit kusta tidak hanya merupakan masalah medis, tapi juga memiliki dampak terhadap masalah psikis, sosial, dan juga ekonomi yang akan mempengaruhi kualitas hidup dari penderita kusta itu sendiri. Mengingat masih tingginya angka penyakit kusta di Kabupaten Maluku Tengah dan pentingnya informasi menganai kualitas hidup penderita kusta, Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta di Kabupaten Maluku Tengah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 14 maret sampai 20 april 2017. Jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi sumber pada penelitian ini adalah semua penderita kusta di Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2017 yang berjumlah 87 orang. Sampel berjumlah 72 orang yang di ambil secara purposive

sampling. Data penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data primer (wawancara langsung)

kepada responden yang menjadi sampel dan data sekunder berupa data responden yang diambil pada register dinas kesehatan dan register puskesmas. Data dianalisis menggunakan program komputerisasi dengan uji Path Analisis, data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini Tabel 1 menunjukan bahwa kelompok umur dengan proporsi tertinggi adalah 18-25 tahun (30.6%) sedangkan jumlah proporsi terendah adalah kelompok umur 46.55 tahun (11.1%). Proporsi jenis kelamin laki-laki dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 54.2%. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah yang rata-rata tingkat pendidikannya berada pada jenjang SMA/SMK yaitu sebanyak 29 responden (40.3%). Untuk status pernikahan sebanyak 42 responden (58.3%) menyatakan sudah menikah.

(5)

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada variabel tentang faktor penyakit kusta. Jenis kusta yang dialami responden sebagian besar adalah jenis MB sebanyak 65 responden (90.7%). Sebanyak 15 responden (20.9%) mengalami kecacatan tingkat 2 dan 22 responden (30.6%) mengalami reaksi kusta yang berat.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pada variabel tentang stigma proporsi tertinggi adalah mereka yang mendapatkan stigma dengan kategori rendah yaitu sebesar 44.4% sedangkan yang mendapatkan stigma dengan kategori sangat tinggi adalah sebesar 6.9%. Nilai rerata skor stigma pada penelitian ini adalah 12.54. Jika nilai tersebut dikategorikan maka termasuk dalam kategori sedang.

Variabel depresi menunjukkan bahwa 33.3% dengan kategori depresi yang rendah dan 5.6% mengalami depresi yang sangat tinggi. Nilai rerata pada variabel depresi adalah 17.15, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan pada variabel kualitas hidup menunjukkan bahwa 34.7% mempunyai kualitas hidup yang tinggi dan 6.9% dengan kualitas hidup yang sangat rendah. Nilai rerata kualitas hidup sebesar 73.40, dalam artian bahwa termasuk dalam kategori sedang.

Tabel 4 Tingkat kecacatan berpengaruh terhadap depresi karena nilai p = 0.000 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar 0.425 artinya bahwa jika tingkat kecacatan mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih buruk maka depresi akan naik sebesar 0.425 poin. Reaksi kusta berpengaruh terhadap depresi karena nilai p = 0.041 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar 0.192 artinya bahwa jika reaksi kusta mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih berat maka depresi akan naik sebesar 0.192 poin. Stigma berpengaruh terhadap depresi karena nilai p = 0.000 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar 0.392 artinya bahwa jika stigma mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih tinggi maka depresi akan naik sebesar 0.392 poin. Tingkat kecacatan berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai p = 0.040 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar -0.205 artinya bahwa jika tingkat kecacatan mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih buruk maka kualitas hidup akan turun sebesar 0.205 poin. Reaksi kusta berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai p = 0.000 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar -0.369 artinya bahwa jika reaksi kusta mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih berat maka kualitas hidup akan turun sebesar 0.369 poin. Stigma tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai p = 0.147 > 0.05 dengan nilai koefisien sebesar 0.142 artinya bahwa jika stigma mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih tinggi maka kualitas hidup akan naik sebesar 0.142 poin. Depresi

(6)

berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai p = 0.000 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar -0.409 artinya bahwa jika depresi mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih tinggi maka kualitas hidup akan turun sebesar 0.409 poin.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukan bahwa Secara umum depresi pada penyandang cacat kusta di Maluku Tengah berada pada kategori sedang yaitu dengan presentasi yaitu sebesar 36.1%. Artinya bahwa penyandang cacat kusta di Kabupaten Maluku Tengah masih mengalami depresi yang ditandai dengan gejala-gejala perasaan yang labil, kecemasan, rasa bersalah pada sesuatu dan keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Depresi dipandang sebagai suatu perilaku yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontrol pada dirinya. Depresi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah dan keinginan bunuh diri.

Pada penelitian ini, korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecacatan maka semakin rendah kualitas hidup seseorang penderita kusta. Menurut hasil penelitian Tsutsumia et

al (2007), cacat yang terlihat menyebabkan adanya penurunan kualitas hidup penderita kusta.

Kecacatan pada kusta bisa dilakukan dengan beberapa upaya yakni deteksi dini, pengobatan MDT, deteksi dini reaksi kusta, penanganan reaksi, penyuluhan, perawatan diri, penggunaan alat bantu dan rehabilitasi medis (Kemenkes, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chingu et al (2013), menyatakan bahwa terdapat perbedaan rerata skor kualitas antara yang mengalami kecacatan dan tidak mengalami kecatatan. Dan hal ini juga sejalan dengan Bello et al (2013), menyatakan bahwa semua domain dari kualitas hidup secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat kecacatan penderita kusta.

Paradigma masyarakat beranggapan bahwa penyakit kusta adalah penyakit keturunan, penyakit yang bisa menular lewat apapun, dan tidak bisa disembuhkan. Stigma masyarakat yang seperti itu akan membuat penderita kusta mengalami depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri (Bakrie, 2010). Penelitian Tsutsumia et al (2007), mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stigma yang dirasakan oleh penderita kusta dengan depresi pada 19 penderita kusta. Sebagian besar penderita kusta yang tidak bisa menerima keadaan cacat tubuhnya akibat penyakit kusta mengalami kecemasan, keputusasaan dan perasaan depresi Brouwers et al., (2011).

(7)

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak signifikan antara stigma dengan kualitas hidup penderita kusta. Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Siagian et al (2009), yang bertujuan untuk menganalisis hubungan stigma dan depresi terhadap kualitas hidup penderita kusta di poliklinik kulit dan kelamin RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan analisa data chi square dan metode regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara stigma dan kualitas hidup penderita kusta

Depresi berdampak negative terhadap kualitas hidup .orang yang mengalami depresi menyatakan kurang puas dengan kehidupannya dan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada mereka dengan tingkat depresi yang rendah (Cantero et al., 2007).

Selain itu depresi juga mempengaruhi self care pasien. Depresi menyebabkan seseorang malas untuk mengikuti regiment pengobatan Multy Drug Therapy, nafsu makan yang kurang, keengganan berolahraga, dan kesulitan tidur sehingga dapat memperberat gangguan fisiknya dan pada akhirnya dapat memperburuk derajat kesehatannnya (Kusuma, 2011). Hasil menunjukkan bahwa dalam analisis jalur depresi berpengaruh terhadap kualitas hidup dengan nilai p= 0.000 < 0.05 dengan nilai koefisien sebesar -0.409 artinya jika depresi mengalami kenaikan satu poin kearah yang lebih tinggi maka kualitas hidup akan turun sebesar 0.409 poin.

Hasil pada penelitian ini korelasi antara reaksi kusta dengan depresi menunjukkan bahwa semakin berat reaksi kusta yang didapatkan oleh penderita kusta, maka tingkat depresi akan semakin tinggi yang merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi kusta dan memberikan kontribusi sebesar 33.43%. Hasil penelitian ini sama dengan (Kemenkes, 2012), yang menyebutkan bahwa stres merupakan faktor pencetus terjadinya reaksi kusta.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukan kualitas hidup penderita kusta di Kabupaten Maluku Tengah nilai rata-rata 73,40 termasuk dalam kategori sedang. Variabel Tingkat kecacatan, reaksi kusta, stigma berpengaruh terhadap depresi, dan variabel tingkat kecacatan, reaksi kusta, depresi berpengaruh terhadap kualitas hidup sedangkan variabel stigma tidak signifikan. Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita diperlukan penanganan konseling, terapi kelompok, rehabilitasi fisik dan akupasi untuk mencegah cacat dan penderita bisa melakukan pekerjaan yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dinas kesehatan Kabupaten Maluku Tengah atas di perkenankan pelaksanaan penelitian ini. Juga kepada pengelola kusta puskesmas yang telah membantu penulis untuk mengumpulkan responden. Dan seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesai dilaksanakan.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Bakrie I. (2010). Penderita Kusta [Online]. Available: http://www.tnol.co.id/bugar/1485-memberikan-semangathidupmerupakan-obat-mujarab-penderita-kusta.html

Bello A. I., Dengzee S. A. & Iyor F. T. (2013). Health Related Quality of Life Amongst People

Affected by Leprosy in South Ghana: A Needs Assessment. Quality of Life in Patients with Leprosy, 84. Available: https://www.lepra.org.uk/ platforms/lepra /files/lr/

Mar13/LR_Mar13_1741.pdf.

Brouwers C., Brakel W. V. & Cornielje H. (2011). Quality of Life, Perceived Stigma, Activity

and Participation of People with Leprosy-Related Disabilities in South-East Nepal. Formerly Asia Pacific Disability Rehabilitation Journal, 22. Available: http://dcidj.org/article/view/15.

Cantero, Potter, & Leach (2007. Perceptions of Quality of Life, Sense of Community and Life

Satisfaction among Erderly Resident in Schuyler and Crete, Nebraska, Faculty Scholarly

and Creative Activity.

Chingu D., Duncan M. & Amosun S. (2013). The Quality of Life of People with Leprosy-Related

Residual Impairment and Disability in Malawi – Is There a Difference between People

Living in a Leprosarium and Those Re-Integrated into Their Communities? The quality of

life of people with leprosy-related residual impairment, 84. Available: http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Dec13/Lep292-301.pdf.

Dinkes. (2016a). Propil Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015. Dinkes. (2016b). Propil Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2015.

Kemenkes. (2012). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta, Jakarta, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. .

Kemenkes. (2015). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta., Jakarta, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kemenkes. (2016). Propil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kusuma H. (2011). Hubungan Antar Depresi Dengan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas

Hidup Pasien Hiv/Aids Yang Menjalani Perawatan Di Rspun Cipto Mangkusumo Jakarta. Universitas Indonesia

Maziyya N., Nursalam, & Mariyanti H. (2016). Quality of Life of Leprosy Patients Based on

Health Belief Models (Hbm) Theory. Available:

https://www.infontd.org/.../kualitas-hidup-penderita-kusta-berbasis-teori-

Rahayuningsih E. (2012). Analisis Kualitas Hidup Penderita Kusta Di Puskesmas Kedaung

Wetan Kota Tangerang Tahun 2012. Available: lib.ui.ac.id/file?

file=digital/20315188-T31918-Analisis%20kualitas.pdf

Santos V.S. et al. (2015). Functional Activity Limitation and Quality of Life of Leprosy Cases in

an Endemic Area in Northeastern Brazil.

Siagian, Marchira, & Siswati. (2009). The Influence of Stigma and Depresion on Quality of Life

on Leprosy Patient. LIPI. Available: http://isjd.pdii.lipi. go.id /admin/jurnal/411093340.pdf.

Tsutsumia A., Izutsub T., Islamc A. M., Maksudad A. N., Katoa, H. & Wakaie S. (2007). The

Quality of Life, Mental Health, and Perceived Stigma of Leprosy Patients in Bangladesh. Social Science and Medicine.

(10)

LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi responden Berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2017

Karakteristik n % Kelompok Umur a. 18-25 tahun b. 26-35 tahun c. 36-45 tahun d. 46-55 tahun e. > 55 tahun 22 18 13 8 11 30.6 25.0 18.1 11.1 15.2 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 39 33 54.2 45.8 Pendidikan Terakhir a. Tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA/SMK e. Akademi/PT 7 19 11 29 6 9.8 26.4 15.3 40.3 8.2 Status Pernikahan a. Belum menikah b. Menikah c. Cerai 24 42 6 33.3 58.3 8.4 Jumlah 72 100.0

Sumber: Data primer, 2017

Tabel 2. Distribusi responden Berdasarkan Variabel Faktor Penyakit Kusta di Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2017

Faktor Penyakit Kusta n %

Jenis Kusta a. MB b. PB 65 7 90.3 9.7 Kecacatan a. Cacat Tingkat 0 b. Cacat Tingkat 1 c. Cacat Tingkat 2 32 25 15 44.4 34.7 20.9 Reaksi Kusta a. Ringan b. Berat 50 22 69.4 30.6

(11)

Tabel 3. Distribusi responden Berdasarkan Variabel Stigma, Depresi, dan Kualitas Hidup di Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2017

Variabel Penelitian N % mean±SD

Stigma a. Sangat rendah b. Rendah c. Sedang d. Tinggi e. Sangat tinggi 0 32 17 18 5 0.0 44.4 23.6 25.1 6.9 12.54±5.24 Depresi a. Sangat rendah b. Rendah c. Sedang d. Tinggi e. Sangat tinggi 0 24 26 18 4 0.0 33.3 36.1 25.0 5.6 17.15±9.47 Kualitas Hidup a. Sangat rendah b. Rendah c. Sedang d. Tinggi e. Sangat tinggi 5 19 20 25 3 6.9 26.4 27.8 34.7 4.2 73.40±12.09 Jumlah 215 100.0

Sumber : Data Primer,2017

Tabel 4. Pengaruh Koefisien Analisis Jalur dan Kaitannya dengan Hipotesis Penelitian (Direct Effect)

Hipotesis (Path) Direct Effect

Estimate Nilai p Kesimpulan

Tingkat KecacatanDepresi 0.425 0.000 Signifikan Reaksi KustaDepresi 0.192 0.041 Signifikan StigmaDepresi 0.392 0.000 Signifikan Tingkat Kecacatan Kualitas Hidup -0.205 0.040 Signifikan Reaksi Kusta Kualitas Hidup -0.369 0.000 Signifikan Stigma Kualitas Hidup 0.142 0.147 Tidak Signifikan Depresi Kualitas Hidup -0.409 0.000 Signifikan

Referensi

Dokumen terkait

Pada penggunaan alat evaluasi (penilaian) diperoleh angka sebesar 88% instruktur menggunakan alat penilaian dari lembaga untuk mengevaluasi proses dan hasil belajar

sesuai Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Proses pengeringan, umumnya berlangsung melalui empat mekanisme transfer (Mounir &amp; Allaf,2009), yaitu: 1) perpindahan panas dari sumber panas (outside) ke

Selanjutnya relevansi terhadap standar jurnalistik, merupakan aspek-aspek fakta dalam sebuah berita dengan kelayakan berita yakni, significance seberapa penting peristiwa tersebut

Tidak hanya telah berhasil meluncurkan rudal balistik buatan neg- aranya sendiri, Korea Utara kembali menembakkan empat buah rudal jarak pendek yang ditujukan sebagai bentuk

Penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Panitia Lelang Pengadaan Barang / Jasa Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Padang Lawas dengan menunjukkan surat tugas dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa upaya- upaya pencegahan kebakaran lahan yang dilakukan masyarakat di desa Guntung Ujung